JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 11, Nomor 1, bulan April, 2023

Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan Terhadap Karakteristik Biji Kakao (Theobroma Cacao L.) Kering

Influence of Drying Temperature and Drying Time on Characteristics of Dry Cocoa Beans (Theobroma Cacao L.)

Dewa Ayu Tari, Pande Ketut Diah Kencana*, Ida Bagus Putu Gunadnya

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: diahkencana@unud.ac.id

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap karakteristik biji kakao kering serta mendapatkan kombinasi suhu dan waktu pengeringan terbaik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, yaitu suhu (50oC, 60oC dan70oC) dan waktu (15 dan 20 jam). Biji kakao dikumpulkan dan dilakukan proses fermentasi menggunakan kotak kayu albesia ukuran 26cm x 25cm x 23cm dengan ketebalan 2 mm selama 5 hari. Setelah fermentasi selesai, biji direndam dan dibersihkan menggunakan air mengalir. Pengeringan dimulai dengan memasukan biji ke dalam alat pengering dehydrator model ST-02. Hasil penelitian menunjukan suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap parameter kadar air, kadar kulit, uji belah setelah pengeringan, kadar lemak, uji organoleptik meliputi warna, rasa nibs, tekstur, aroma, dan penerimaan keseluruhan namun. Suhu dan waktu pengeringan tidak berpengaruh terhadap jumlah biji setiap 100 g. Kombinasi perlakuan terbaik perlakuan Suhu 60oC (S2) dan Waktu Pengeringan 20 jam (T2) dengan 7,56% kadar air, 10,75% kadar kulit, 3 % biji tidak terfermentasi, 7% biji setengah terfermentasi, 90% biji terfermentasi sempurna, 48,83% kadar lemak, 4,66 uji hedonik warna, 4,13 rasa keping, 4,13 tekstur, 4,33 aroma, dan 4,60 penerimaan keseluruhan.

Kata kunci: suhu pengeringan, waktu pengeringan, karakteristik biji kakao kering

Abtract

This research aims to determine the effect of temperature and drying time on the characteristics of dry cocoa beans and to obtain the best combination of temperature and drying time. This study used a completely randomized design (CRD) with two factors, there is temperature (50oC, 60oC, and 70oC) and time (15 and 20 hours). Cocoa beans were collected and fermented using an albesia wooden box measuring 26cm x 25cm x 23cm with a thickness of 2 mm until five days. After finished fermentation, the seeds are soaked and cleaned using running water. The drying stage begins by inserting the seeds into a dehydrator dryer model ST-02. The results showed that temperature and drying time had a significant effect (P<0.05) on the parameters (moisture content, skin content, split test after drying, fat content, and organoleptic tests color, taste of nibs, texture, aroma, and overall acceptance). Temperature and drying time did not affect the number of seeds per 100 g. The best treatment combination was 600C temperature (S2) and 20 hours of drying time (T2) with 7.56% moisture content, 10.75% skin content, 3% unfermented beans, 7% semifermented beans, 90% completely fermented beans, 48.83% fat content, 4.66 colors hedonic test, 4.13 chip taste, 4.13 texture, 4.33 aroma, and 4.60 total acceptance.

Keywords: drying temperature, drying time, characteristics of dry cocoa beans

PENDAHULUAN

Indonesia yakni negara yang memiliki perkebunan kakao yang menjadi komoditi pertanian yang memegang peranan penting (Hartuti et al., 2020). Penghasilan kakao di Negara Indonesia sudah mendapatkan kedudukan 3 untuk pengekspor biji kering di dunia (Azhar et al., 2018). Menurut Ditjenbun (2013) sentral perkebunan kakao yang ada di Indonesia meliputi Sulawesi menjadi provinsi terbanyak 63,8% penghasil biji kakao di Indonesia

(Manalu, 2018). Salah satu hal yang menjadi indikator terpenting dalam pengolahan biji kakao yaitu perlakuan dari tahapan pascapanennya. Menurut Yulianti et al. (2018) yang terpenting dalam proses pengolahan biji kakao yaitu pada waktu tahap fermentasi dan pengeringan. Tetapi, jika pada fermentasi dan pengeringan kakao tidak terkontrol dengan baik maka biji kakao akan terkontaminasi oleh tumbuhnya jamur (Purwaningsih et al., 2019). Pada umumnya fermentasi biji kakao dilakukan dengan fermentasi spontan yang melibatkan sumber-

sumber mikroorganisme pembentuk ragi seperti pada buah, kotak kayu, daun pisang, ataupun dari alat-alat lainnya. Salah satu permasalahan pada fermentasi spontan yaitu tahapan dari fermentasinya berlangsung lebih lama hingga 6-10 hari. Selain fermentasi spontan adapun fermentasi terkontrol dengan penambahan starter pada fermentasi biji kakao yang bertujuan untuk mempersingkat waktu dari proses fermentasi, mengontrol fermentasi, mengurangi resiko kegagalan dalam fermentasi sehingga biji yang terfermentasi secara sempurna akan menghasilkan mutu yang berkualitas (Amin, 2005).

Menurut Wienda et al. (2019) penambahan ragi NKL (Na Kok Liong) sebagai starter untuk mempercepat proses fermentasi yang dapat mempengaruhi mikroba-mikroba yang aktif pada fermentasi. Menurut Agung et al. (1998)penambahan ragi tape kisaran dengan konsentrasi 1 % dapat mempersingkat proses fermentasi dari 6 hari menjadi 4 hari. Biji kakao yang sudah terfementasi selanjutnya akan dilakukan proses Pengeringan Biji. Pengeringan yaitu tahapan proses pengawetan untuk mengurangi kadar air bahan dengan tujuan memperpanjang masa simpannya. Selain itu tujuan dari pengeringan yaitu menurunkan kadar air pada biji kakao tersebut dari 60% basis basah hingga 7 sampai 7,5 % (Dina et al., 2013).

Metode pengeringan menggunakan dehydrator menjadi suatu alternatif karena suhu pengeringan dapat diatur dan tidak bergantung terhadap cuaca. Menurut SNI 2323: 2008 menyatakan bahwa ada beberapa persyaratan untuk mencapai kualitas biji kakao terbaik yaitu kadar air 7,5 %, biji kakao terfermentasi sempurna, jumlah biji slaty maksimal 3%, tidak berserangga, dan kadar biji berjamur maksimal 4%. Menurut Waluyo et al. (2021) di dalam pengeringan dengan suhu 400C sampai 600C dapat memberikan suatu dampak yang signifikan untuk kualitas fisik biji kakao. Selain itu, waktu dan suhu pengeringan memiliki dampak yang signifikan terhadap karakteristik biji kakao. Mengetahui pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap karakteristik biji kakao untuk mendapatkan kualitas biji yang terbaik merupakan tujuan dari penelitian ini.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Pelaksanaannya bertempat di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Laboratorium Pascapanen; Analisis Pangan; dan Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana pada bulan Mei 2022 – Juni 2022.

Alat dan Bahan

Penggunaan alat seperti timbangan skala 5 kg (Camry), rumpang, dehydrator (ST-02) dengan 16 pcs rak, desikator, oven (Blue-m), Soxhlet, labu lemak, gelas ukur, wadah fermentasi berbahan kayu albesia berukuran 26x25x23cm dengan ketebalan dua mm, baskom, ayakan 40 mesh, pisau, talenan, karung goni, gelas ukur, botol, sarung tangan, kamera, spidol serta alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu biji kakao jenis lindak dari Kelompok Tani Kakao Merta Abadi, Subak dana Amrtha Sari Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali dan buah disortasi serta dikumpulkan untuk dilakukan fermentasi. Total biji kakao yang digunakan sebanyak 90 kg serta bahan-bahan lainnya yaitu ragi NKL 5 g, daun pisang klutuk 18 pelepah daun, dan aquades 25 ml.

Rancangan Penelitian

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola percobaan dua faktor. Faktor pertama adalah Suhu (S) yang terdiri dari S1 = 500C, S2 = 600C, dan S3= 700C. Faktor kedua adalah Waktu (T) yang terdiri dari T1 = 15 jam dan T2 = 20 jam. Dari faktor tersebut menghasilkan 6 kombinasi yang diulang sebnayak 3kali maka menghasilkan 18 unit percobaan.

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan sebelum fermentasi yaitu pengumpulan buah kakao dari Kelompok Tani Kakao Merta Abadi, Subak dana Amrtha Sari Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali hingga penyortiran biji yang bermutu baik dengan pengklasifikasian biji berwarna putih, tidak cacat dan busuk, serta tidak menempel dengan biji lainnya. Selanjutnya yaitu menimbang biji kakao segar sebanyak 5 kg untuk setiap perlakuan. Fermentasi ini menggunakan kotak kayu sebagai media dengan dialasi daun pisang klutuk dan biji dimasukan ke dalam kotak tersebut. Biji kakao yang sudah ditimbang sebanyak 5kg untuk setiap perlakuan akan dicampurkan dengan starter ragi NKL dengan konsentrasi 1% dari campuran ragi dengan aquades. Starter ragi NKL dinyatakan dalam persentase dalam perhitungan 10 g Ragi NKL + 90 ml Aquades = ± 100 ml, sehingga 1 ml larutan = 1%.

Fermentasi berlangsung selama 5 hari dan setiap hari biji tersebut di cek suhu yang dihasilkan pada hari ketiga kisaran 44-460C, setelah 5 hari proses fermentasi selesai dan suhunya sudah menurun menjadi suhu ruangan selanjutnya biji direndam selama 2 jam dan dibersihkan dalam air yang mengalir. Setelah bersih biji ditiriskan selama 15 menit sebelum dilakukan proses pengeringan. Alat yang digunakan dalam pengeringan yaitu dehydrator (Model ST-02) dengan kapasitas 16 pcs rak sehingga

biji setiap ulangan tertampung semua ke dalam alat pengering serta dikeringkan sesuai perlakuan hingga kadar air mencapai 7-7,5% (BSN, 2008). Selanjutnya biji kakao kering akan di uji dengan beberapa parameter.

Parameter Penelitian

Kadar air

Pengukuran menggunakan oven dimulai dengan mengeringkan cawan selama 10 menit (M0). Biji yang sudah di haluskan dan ditimbang sebanyak 3 g, kemudian dimasukan ke dalam cawan yang sudah di oven (M1). Oven diatur pada suhu (1030C ± 20C) selama 16 jam. Cawan dimasukan ke desikator dan ditimbang (M2). Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan persamaan:

Kadar Air =


(M1-M2)

(M1-M0)


× 100%


[1]


Kadar Kulit

Metode yang digunakan dalam mengukur kadar kulit dengan cara memisahkan keping biji dan kulitnya. Pengujiannya menimbang yang masih utuh ±100 g (M0). Cawan kosong ditimbang (M1) g kemudian dihitung bobot cawan yang sudah berisi kulit kakao tersebut (M2) g. Perhitungan kadar kulit dilakukan dengan menggunakan persamaan:

Kadar Kulit = M2-M1 × 100%              [2]

M0

Jumlah Biji setiap 100 g

Biji ditimbang lalu dihitung jumlah biji dalam 100 g. Pengklasifikasian per 100 g yaitu:

AA : Jumlah maksimum biji 85

A     : Jumlah biji 86 – 100

B      : Jumlah biji 101 – 110

C      : Jumlah biji 111 – 120

S       : Jumlah biji lebih dari 120

Uji Belah Biji setelah Pengeringan

Pengukuran parameter biji tidak terfermentasi, setengah terfermentasi, terfermentasi sempurna, berjamur, berkecambah serta berserangga. Biji di cuttest menjadi dua dengan pengambilan sampel sebanyak 100 g dan dipilih biji 100 dari 100 g. Lalu 50 biji dibelah menjadi 2 bagian.

Kadar Lemak

Pengujian ini dilakukan dengan cara mengeringkan labu didih selama 1 jam, didinginkan kedalam

desikator lalu ditimbang, dan disambungkan ke alat ekstraksi Soxhlet. Masukanlah selongsong kertas saring atau timbal ekstraksi kedalam, dituangkan petroleum ether sesuai kebutuhan labu dengan mengekstrak pada kecepatan ekstraksi lebih dari 30 kali selama 4 jam. Keringkan labu didih beserta lemak pada suhu 1000C – 1010C di dalam oven selama 1,5 - 2 jam. Lalu masukan pada desikator serta di timbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan persamaan:

Kadar Lemak (%) = M1-M2 × 100% [3]

Parameter yang diuji yaitu organoleptik berupa uji hedonik warna, rasa nibs (keping biji), tekstur, aroma, dan penerimaan keseluruhan biji kakao kering. Data hasil penelitian diolah menggunakan analisis ragam (Analysis of Variance). Jika berpengaruh nyata, maka dilanjutkan uji Duncan menggunakan aplikasi SPSS versi 26 sebagai software pengolah data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil analisis ragam menunjukan interaksi suhu dan waktu pengeringan biji kakao kering berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air biji kakao kering. Hasil uji Duncan menunjukan semua perlakuan berbeda nyata antar perlakuan lainnya. Rata-rata kadar air (%) dilihat dari Tabel 1 dan Gambar 2. Berdasarkan diatas menunjukan kadar air biji kakao kering tertinggi yaitu perlakuan S1T1 dengan rata-rata sebesar 16,08% sedangkan kadar air terendah yaitu S3T2 dengan rata-rata 5,64%. Kadar air dipengaruhi oleh tinggi dan lama pengeringan, jika rendah suhu dan kurangnya waktu akan mempengaruhi kadar air. Gambar 1 menunjukkan perlakuan kombinasi suhu 700C dengan waktu pengeringan 20 jam (S3T2) menghasilkan kadar air 5,64% terbaik yang artinya memenuhi mutu biji kakao kering sesuai tetapan SNI 2323:2008 yaitu maksimal 7,5%. Biji kakao yang memiliki kadar air diatas 7,5% akan berdampak terhadap mutu akhir dari biji dan sensitif terhadap serangan jamur, sedangkan bila kadar air dibawah 6% akan menyebabkan biji menjadi rapuh serta mempengaruhi pada saat pengolahannya. Karakteristik yang menentukan mutu biji terbaik yakni dengan suatu cara pengeringan dan penyimpanan biji yang tepat (Aryani et al.,2018).

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air (%)

Perlakuan

T1

T2

S1

16,08a

15,34b

S2

12,45c

7,56d

S3

6,70e

5,64f

Keterangan: Huruf yang tidak sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).

■ Ulangan 1          ■ Ulangan 2          ■ Ulangan 3


Gambar 1. Pengaruh suhu dan waktu pengeringan biji kakao terhadap kadar air (%)

Tabel 2. Rata-rata kadar kulit (%)

Perlakuan

T1

T2

S1

13,75a

12,77b

S2

11,90c

10,75d

S3

9,90e

9,40e

Keterangan: Huruf yang tidak sama di belakang rata-rata menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).

Kadar Kulit

Analisis ragam menunjukan, interaksi perlakuan suhu dan waktu pengeringan biji kakao kering berpengaruh nyata (P<0,05). Selanjutnya dilakukan Uji Duncan. Rata-rata kadar kulit (%). Tabel 2 menunjukan kadar kulit tertinggi diperoleh S1T1 dengan nilai rata-rata 13,75%, sedangkan kulit terendah diperoleh dari

S3T2 dengan nilai rata-rata 9,40%. Nilai terbaik sesuai SNI 2323:2008 yakni suhu 700C selama 20 jam (S3T2) sebesar 9,40%. Menurut Rasadi (2015) menyatakan tingginya kadar kulit akan menyebabkan semakin rendahnya rendemen yang akan dikonsumsi. Tempelan pulp menyebabkan kadar kulit diperoleh akan tinggi (Wahyudi et al., 2008).

Tabel 3. Rata-rata jumlah biji setiap 100 g (buah)

Perlakuan

T1

T2

Rata-rata

S1

63

66

64

S2

70

67

68

S3

72

73

72

Rata-rata

68

69

Keterangan: Data merupakan hasil perhitungan tiga ulangan

Jumlah Biji setiap 100 g

Jumlah biji setiap 100 g menjadi hal yang penting dalam pengklasifikasian mutu biji kakao kering. Penentuan ini dapat dilihat dari banyaknya biji yang dihasilkan dalam jumlah biji setiap 100 g. analisis ragam menunjukan antara perlakuan suhu dan waktu pengeringan biji kakao kering tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap jumlah biji setiap 100 g maka tidak diperlukan uji Duncan. Rata-rata jumlah biji setiap

100 g dilihat dari Tabel 3. Dalam perlakuan ini lama proses pengeringan memiliki kecenderungan akan hilangnya kandungan air dalam biji. Maka, biji tersebut akan mempengaruhi berat dalam perhitungan setiap 100 g biji kering. Menurut SNI 2323:2008 golongan grade biji ada 5, ulangan ini menjadi golongan ukuran dalam grade AA dimana maksimum 85 biji setiap 100 g.

Tabel 4. Rata-rata biji tidak terfermentasi (%)

Perlakuan                      T1

T2

S1                                       9a

S2                                  6b

S3                                       3c

6b

3c

2c

Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (P>0,05).

Uji Belah Biji setelah Pengeringan Biji Tidak Terfermentasi

Berdasarkan analisis ragam menunjukan interaksi suhu dan waktu pengeringan biji kakao kering berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah biji tidak terfermentasi. Uji Duncan menunjukan adanya perbedaan nyata. Menurut Aryani et al. (2018) rasa dari biji ini pahit dan sepat dan menimbulkan aroma yang sangat rendah. Standar SNI 2323:2008 biji tidak terfermentasi kadar kulit biji maksimal 3% untuk kualitas mutu I. Nilai uji belah dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai terendah yaitu S3T2 sebanyak 2% tidak berbeda nyata antara S3T1 3% dan S2T2 3% (Tabel 4). Namun interaksi perlakuan suhu 700C dan waktu

pengeringan 20 jam S3T2 menghasilkan biji kakao kering yang sudah memenuhi dengan maksimal 3% termasuk dalam mutu I. Warna dominan yang menunjukan biji slaty yaitu berwarna ungu, bertekstur pejal dan kurangnya cita rasa yang ditimbulkan (Yulianti et al., 2018).

Biji Setengah Terfermentasi

Hasil analisis ragam menunjukan interaksi suhu dan waktu pengeringan biji kakao kering berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah biji setengah terfermentasi. Hasil Duncan menunjukan semua perlakuan berbeda nyata antar perlakuan lainnya.

Tabel 5. Rata-rata uji belah biji setengah terfermentasi (%)

Perlakuan

T1

T2

S1

23a

17b

S2

11c

7d

S3

5de

3e

Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (P>0,05).

Tabel 5 diperlihatkan data berupa rata-rata dari terbanyak yaitu kombinasi S1T1 23% yang memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan hasil biji setengah fermentasi yang sedikit pada S3T2 sebesar 3%. Warna dominan biji setengah terfermentasi yaitu coklat muda dan ada juga coklat keunguan. Menurut penelitian Camu et al. (2008) perubahan warna pada nibs (keping biji) kakao disebabkan oleh kandungan antosicyanin sehingga warna dari ungu muda akan berubah menjadi tua.

Biji Terfermentasi Sempurna

Analisis keragaman menunjukan interaksi suhu dan waktu pengeringan biji kakao kering berpengaruh

nyata (P<0,05) terhadap jumlah biji terfermentasi sempurna. Hasil uji Duncan menunjukan semua perlakuan berbeda nyata antar perlakuan lainnya. Tabel 6 menyatakan nilai sebagai berikut. Pada Tabel 6 diatas menunjukan perlakuan suhu pengeringan 700C dan waktu pengeringan 20 jam (S3T2) menghasilkan jumlah rata-rata biji terfermentasi sempurna tertinggi 95%. Tingginya kadar biji menyebabkan karakteristik biji akan semakin baik serta semakin rendah jumlah biji tidak terfermentasi akan menghasilkan kualitas yang baik. Menurut penelitian Arinata et al. (2019) biji kakao yang terfermentasi secara sempurna dapat dilihat dengan nibs biji yang berongga, warna nibs coklat tua, dan nibs kakao tidak menempel pada kulitnya.

Tabel 6. Nilai rata-rata uji belah biji terfermentasi sempurna (%)

Perlakuan

T1

T2

S1

67a

76b

S2

79b

90c

S3

93cd

95d

Keterangan: Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (P>0,05).

Biji Berjamur, Berkecambah, Berserangga

Biji kakao berjamur dapat disebabkan oleh kapang dan tingginya kadar air dari biji kakao kering yang dihasilkan. Faktor dari tumbuhnya biji berjamur, berkecambah dan berserangga yaitu salah satunya faktor lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan kontaminasi spora kapang. Nilai kadar biji berjamur, berkecambah, dan berserangga dalam setiap ulangan dapat dinyatakan sebesar 0%. Penyimpanan biji menjadi salah satu faktor untuk menghindari biji terserah dari jamur sehingga biji kakao sebaiknya disimpan pada ruangan yang tidak lembab.

Kadar Lemak

Hasil analisis ragam menunjukan, bahwa interaksi suhu dan waktu pengeringan biji kakao kering berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak biji kakao kering. Hasil uji Duncan menunjukan semua perlakuan berbeda nyata antar perlakuan lainnya. kadar lemak (%) pada Tabel 7 sebagai berikut. Perlakuan yang menghasilkan lemak tertinggi yaitu S3T2 sebanyak 51,17% sedangkan kadar lemak terendah yaitu pada S1T1 sebanyak 18,95%. Kadar lemak terbaik yaitu pada perlakuan suhu 700C selama 20 jam sebanyak 51,17%.

Tabel 7. Rata-rata kadar lemak (%)

Perlakuan

T1

T2

S1

18,95a

24,52b

S2

36,87c

48,83d

S3

49,36de

51,17e

Keterangan: Huruf yang tidak sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).


Proses fermentasi mempengaruhi hasil akhir dari kadar lemak kakao, dimana pengaruh tersebut kadar lemak akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan dari suhu pengeringannya. Selama tahapan pengeringan terjadi proses penguapan air secara cepat tergantung suhunya. Pada saat air sudah mencapai titik kritis maka air tersebut akan menguap dan berdifusi dari bahan pangan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan kadar lemak akan meningkat (Ristanti et al., 2016).

Uji Organoleptik

Uji hedonik yang digunakan yakni rasa, warna, tekstur, aroma, serta penerimaan keseluruhan. Panelis yang digunakan berjumlah 15 orang yang terdiri dari 8 perempuan dan 7 laki-laki yang sudah terlatih.

Warna

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan pengaruh suhu dan waktu pengeringan pada biji kakao kering berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna biji kakao yang dihasilkan. Hasil uji Duncan menunjukan semua perlakuan berbeda nyata antar perlakuan lainnya. Pengujian warna biji dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan data diatas menunjukan bahwa nilai tertinggi warna biji kakao pada perlakuan suhu 600C selama 20 jam (S2T2) yaitu sebesar 4,66 sedangkan nilai rata-rata terendah pada perlakuan S1T1 sebesar 2,60. Suhu dan waktu pengeringan memberikan pengaruh yang menyebabkan perubahan warna biji kakao. Maka, tingkat kesukaan yaitu pada perlakuan S2T2 yang menjadi perlakuan terbaik terhadap sensori warna pada biji kakao kering.

Tabel 8. Nilai rata-rata warna biji kakao kering

Perlakuan

T1

T2

S1

2,60a

3,06a

S2

3,60b

4,66c

S3

4,53c

4,40c

Keterangan: Huruf yang tidak sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).

Rasa

Analisis keragaman menunjukan interaksi pengaruh suhu dan waktu pengeringan pada biji kakao kering berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa nibs kakao yang dihasilkan. Hasil uji Duncan menyatakan semua perlakuan berbeda nyata antar perlakuan lainnya. Berdasarkan data Tabel 9 menunjukan bahwa rata-rata nilai tertinggi terhadap rasa nibs kakao yaitu pada perlakuan suhu 600C dan waktu pengeringan 20 jam (S2T2) sebanyak 4,13 sedangkan nilai terendah uji rasa nibs kakao pada perlakuan S1T1 sebesar 2,46.

Maka, tingkat kesukaan panelis yaitu pada perlakuan S2T2 yang menjadi perlakuan terbaik terhadap sensori rasa nibs kakao kering.

Tekstur

Berdasarkan analisis ragam menunjukan kombinasi pengaruh suhu dan waktu pengeringan pada biji kakao kering berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tekstur biji kakao yang dihasilkan. Hasil uji Duncan menunjukan semua perlakuan berbeda nyata antar perlakuan lainnya (Tabel 10).

Tabel 9. Rata-rata rasa nibs kakao kering

Perlakuan

T1

T2

S1

2,46a

2,86a

S2

3,46b

4,13c

S3

3,73bc

3,80bc

Keterangan: Huruf yang tidak sama

di belakang nilai rata-rata menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).

Tabel 10. Rata-rata tekstur

Perlakuan

T1

T2

S1

2,26a

2,46a

S2

2,86b

4,13cd

S3

4,26d

3,86c

Keterangan: Huruf yang tidak sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).

Tabel 10 menunjukan bahwa tertinggi uji tekstur pada suhu 700C selama 15 jam (S3T1) sebanyak 4,26 namun, terendah nilai uji tekstur diperoleh S1T1 sebanyak 2,26. Maka, tingkat kesukaan panelis yaitu pada perlakuan S3T1 yang menjadi perlakuan terbaik terhadap sensori biji kakao dari teksturnya.

Aroma

Dari analisis keragaman menunjukan perlakuan pengaruh suhu dan waktu pengeringan pada biji

kakao kering berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aroma yang dihasilkan. Tabel 11 menunjukan bahwa uji tertinggi aroma perlakuan S2T1 sebanyak 4,33 tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu S3T1 sebanyak 4,20. Sedangkan terendah uji aroma diperoleh pada perlakuan suhu S1T1 sebanyak 2,66 tidak berbeda nyata dengan perlakuan S1T2 sebanyak 2,93. Maka, tingkat kesukaan aroma yang dihasilkan pada S2T2 menimbulkan aroma coklat yang khas.

Tabel 11. Rata-rata aroma

Perlakuan

T1

T2

S1

2,66a

2,93a

S2

3,60b

4,333c

S3

4,20c

3,93bc

Keterangan: Huruf yang tidak sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05)

Penerimaan Keseluruhan

Hasil analisis ragam menyatakan interaksi perlakuan pengaruh suhu dan waktu pengeringan pada biji kakao kering berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penerimaan keseluruhan biji kakao yang dihasilkan.

Tabel 12 menunjukan penerimaan keseluruhan biji kakao kering diperoleh pada perlakuan suhu 600C selama 20 jam sebanyak 4,60. Maka tingkat kesukaan panelis yakni perlakuan S2T2 dengan penerimaan keseluruhan yang terbaik.

Tabel 12. Rata-rata penerimaan keseluruhan

Perlakuan

T1

T2

S1

2,80a

3,13ab

S2

3,46b

4,60d

S3

4,20c

4,26cd

Keterangan: Huruf yang tidak sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,01).

KESIMPULAN

Suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air, kadar kulit, uji belah biji, kadar lemak, uji organoleptik namun tidak berpengaruh terhadap jumlah biji per 100 g. Kombinasi perlakuan terbaik adalah pada perlakuaan S2T2 suhu 60oC (S2) dan waktu pengeringan 20 jam (T2) menghasilkan karakteristik sesuai SNI 2323:2008 biji kakao. Hasil yang mengacu terhadap SNI yaitu jumlah kadar air 7,56% kadar kulit sebanyak 10,75%, biji tidak terfermentasi 3%, setengah terfermentasi 7%, terfermentasi sempurna 90%, kadar lemak 48,83%, Uji hedonik warna sebanyak 4,66, rasa nibs 4,13, tekstur biji 4,13, aroma biji 4,33, dan penerimaan keseluruhan sebanyak 4,60.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, I.G.N., W. Sudjatha, I.G.P. Jamasuta, G. P. G.-P.1998. Memperpendek Masa Fermentasi Biji Kakao Dengan Pemberian Ragi Tape. Laporan Penelitian. Universitas Udayana, Denpasar.

Amin, S. 2005. Teknologi Pasca Panen Kakao untuk

Masyarakat Perikanan Indonesia. Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Press. Jakarta.

Arinata, N., Yulianti, N. L., & Arda, G. 2019. Pengaruh Variasi Dimensi Wadah dan Lama Fermentasi Terhadap Kualitas Biji Kakao (Theabroma cacao L.) Kering Hasil Fermentasi. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(2), 211.

Aryani, N. L. P. N. A., Yulianti, N. L., & Arda, G. 2018. Karakteristik Biji Kakao Hasil Fermentasi Kapasitas Kecil dengan Jenis Wadah dan Lama Fermentasi yang Berbeda. Jurnal Beta (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 6(1), 17–24.

Azhar, L. O. M., Fibrianto, K., Widyotomo, S., & Harijono, H. 2018. Pengaruh Asal Biji Kakao dan Lama Conching Terhadap Karakteristik Sensori Coklat Hitam dengan Pendekatan Discrete Time Intensity. Jurnal Teknologi Pertanian, 19(1), 1–14.

BSN. 2008. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. SNI 01-2323-2-8.

Camu, N., De Winter, T., Addo, S. K., Takrama, J. S.,

Bernaert, H., & De Vuyst, L.2008. Fermentation of Cocoa Beans: Influence of Microbial Activities and Polyphenol Concentrations On The Flavour of Chocolate. Journal of the

Lama Fermentasi, Jenis Wadah dan Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik Kakao Kering. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, 3(1), 307–311.


Science of Food and Agriculture. 88(13), 22882297.

Dina, S. F., Napitupulu, F. H., & Ambarita, H. 2013. Kajian Berbagai Metode Pengeringan Untuk Peningkatan Mutu Biji Kakao Indonesia. In Journal of Industrial Research (Jurnal Riset Industri) (Vol. 7, Issue 1, pp. 35–52).

Ditjenbun. 2013. Pedoman Teknis Penanganan Pasca Panen Tanaman Kakao. Kementan, Jakarta.

Hartuti, S., Juanda, J., & Khatir, R. 2020. Upaya Peningkatan Kualitas Biji Kakao (Theobroma cacao L) Melalui Tahap Penanganan Pascapanen (Ulasan). Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 15(2), 38–52.

Manalu, R. 2018. Pengolahan Biji Kakao Produksi Perkebunan Rakyat untuk Meningkatkan Pendapatan Petani. J Ekonomi & Kebijakan Publik, 9(2), 99–111.

Purwaningsih, Marwati, T., & Djaafar, T. F. 2019. Nilai Tambah Biji Kakao Fermentasi Dengan Perlakuan Penambahan Starter Kering. Research Fair Unisiri, 3(1), 676–682.

Rasadi, Y.2015. Karakteristik Fisik dan Kimia Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Hasil Fermentasi Variasi Wadah Kotak Kayu, Krat Plastik dan Daun Pisang di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Ristanti, E. Y., Suprapti, S., & Anggraeni, D.2016. Karakteristik Komposisi Asam Lemak Pada Biji Kakao Dari 12 Daerah Di Sulawesi Selatan. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 1(11), 15–22.

Wahyudi, T., Pangabean, T. R., & Pujianto, P. 2008. Panduan Lengkap Kakao:   Manajemen

Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

Waluyo, S., Saputra, T. W., & Permatahati, N. 2021. Mempelajari Karakteristik Fisik Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Pada Suhu Pengeringan yang Berbeda. Jurnal Teknik Pertanian Lampung (Journal of Agricultural Engineering), 10(2), 200–208.

Wulandari, N. W. P., Permana, D. G. M., & Duniaji, A. S. 2019. Pengaruh Jenis Ragi Pada Fermentasi Kakao Terhadap Karakteristik Cuka Kakao. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA), 8(3), 323–329.

Yulianti, N. L., & Arda, G.2018. Studi Kombinasi

244