JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 10, Nomor 2, bulan September, 2022

Aplikasi Pelapisan Kitosan untuk Meningkatkan Umur Simpan Salak (Salacca zalacca)

Applications of Chitosan Coating to Extend Shelf-Life of Snakefruits (Salacca zalacca)

Erwidia Dwi Apriliyanti*, Dian Purbasari

Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember

*Email: [email protected]

Abstrak

Salak (Salacca zalacca) merupakan salah satu tanaman hortikultura asli Indonesia yang memiliki umur simpan yang pendek. Faktor yang mempengaruhi umur simpan buah salak adalah kontaminasi mikroorganisme, laju respirasi, dan transpirasi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelapisan (coating) kitosan terhadap karakteristik mutu dalam meningkatkan umur simpan buah salak. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor yaitu perbedaan konsentrasi kitosan dan waktu penyimpanan dalam suhu ruang. Data dianalisis menggunakan Anova two mix factors dengan tes (α=0,05), jika diperoleh berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan susut bobot terendah pada konsentrasi kitosan 1% sebesar 10,8628%, kekerasan tertinggi pada konsentrasi kitosan 1% sebesar 0,0971 N/mm2, nilai L tertinggi pada konsentrasi kitosan 1% sebesar 42,1744, nilai a tertinggi pada konsentrasi kitosan 0,5% sebesar 3,8944, nilai b tertinggi pada perlakuan konsentrasi kitosan 1% sebesar 9,7122 dan nilai Total Padatan Terlarut (TPT) terendah pada konsentrasi kitosan 1,5% sebesar 17,7000°brix.

Kata kunci: salak, pelapisan, kitosan , penyimpanan, mutu

Abtract

Snakefruit (Salacca zalacca) is a horticultural plant native in Indonesia with a short shelf life. Factors affecting salak fruit's shelf life are microorganism contamination, respiration rate, and high transpiration. This study aims to determine the effect of chitosan coating on quality characteristics in increasing the shelf life of salak fruit. This study used a completely randomized design (CRD) with two factors: differences in chitosan concentration and storage time at room temperature. The data were analyzed using an ANOVA two mix factor with a test (α = 0,05), if it was found to be significantly different, Duncan's further test was carried out. The results showed the lowest weight loss at 1% chitosan concentration was 10,8628%, the highest hardness was at 1% chitosan concentration at 0,0971 N/mm2, the highest L value at 1% chitosan concentration was 42,1744, the highest a value was at concentration 0,5% chitosan was 3,8944, the highest b value at 1% chitosan concentration was 9,7122 and the lowest Total Dissolved Solids (TPT) was at 1,5% chitosan concentration at 17,7000°brix.

Keyword: snakefruit, coating, chitosan, storage, quality

PENDAHULUAN

Salak (Salacca zalacca) merupakan salah satu tanaman hortikultura asli Indonesia. Buah salak bernilai ekonomis karena memiliki peluang pasar yang luas baik dalam maupun luar negeri (ekspor). Menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2016) produksi salak di Indonesia dalam tiga tahun yaitu pada 2017, 2018, dan 2019 berturut-turut adalah 953.845 ton, 896.504 ton, dan 955.763 ton. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan produktivitas buah salak. Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memproduksi salak. Produktivitas salak mengalami peningkatan pada tahun 2015, 2016, dan 2017 berturut-turut sebesar 592,75 Ku/Ha, 171,78 Ku/Ha, dan 628,32 Ku/Ha (Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2016). Ketika panen raya, buah salak

cenderung menumpuk dengan harga yang relatif rendah (Sari, Sintia, & Hendarsyah, 2021). Hal tersebut mengakibatkan adanya food waste yang dapat berdampak pada umur simpan buah. Menurut Marlina (2015) buah salak memiliki umur simpan sekitar 6-7 hari. Ketika melebihi umur tersebut, buah salak akan mengalami penurunan mutu buah. Penurunan mutu pada buah salak diindikasikan dengan kulit buah yang mengering, daging buah berubah menjadi coklat, lunak, berair, dan busuk. Keadaan tersebut disebabkan oleh reaksi enzimatis, reaksi kimia, dan aktivitas mikroorganisme (Rahmawati, 2010). Faktor utama yang mempengaruhi penurunan mutu buah salak adalah kontaminasi mikroorganisme terhadap buah-buahan. Buah yang terpapar lama di ruang terbuka akan lebih cepat terkontaminasi mikroorganisme. Selain itu, laju

respirasi dan transpirasi yang tinggi termasuk salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap umur simpan buah. Tingginya penguapan air akibat laju respirasi dan transpirasi menyebabkan buah salak menjadi cepat kering dan keriput sehingga menyulitkan dalam proses pengupasan (L. Marlina, Purwanto, & Ahmad, 2014).

Peningkatan umur simpan buah dapat dilakukan dengan mengaplikasikan teknologi pascapanen. Penanganan pascapanen pada buah salak meliputi pengumpulan, sortasi, grading, pengemasan, dan pengangkutan. Umumnya, pengemasan pada buah dilakukan menggunakan plastik. Pengemasan dengan plastik memiliki kelemahan yaitu tidak tahan panas dan mudah mengalami pengembunan didalamnya. Pelapisan (coating) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan plastik untuk mengendalikan transfer uap air, pengambilan oksigen, dan transfer lipid (Susilowati, Fitri, & Natsir, 2017).

Salah satu bahan pelapisan yang sering digunakan adalah kitosan. Kitosan merupakan jenis pelapis hidrokoloid berupa polisakarida. Hidrokoloid memiliki beberapa kelebihan yaitu baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida, lipida, serta memiliki sifat mekanis yang baik. Pelapisan ini akan memperbaiki flavor, tekstur, warna, meningkatkan stabilitas selama penjualan dan penyimpanan, memperbaiki penampilan, dan mengurangi tingkat kebusukan (Krochta, Baldwin, & Nesperos, 1994). Kitosan dihasilkan oleh deasetilasi molekul basa N (nitrogen) sebagian kemudian diekstrak dari kulit udang dan kerang. Deasetilasi tersebut berlangsung secara enzimatis dibantu oleh kitin deasetilase. Kitin dan kitosan dapat diperoleh dari limbah hasil laut khususnya kelas krustase seperti udang, kepiting, ketam, dan kerang (Nur’aini & Apriyani, 2015).

Pada penelitian Putra (2011) menggunakan bahan pelapis aloe vera untuk meningkatkan umur simpan salak. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan jamur pada salak masih terus terjadi. Adanya jamur dapat mempercepat kerusakan dan pembusukan pada salak. Kitosan mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan fungi. Gugus amina dari kitosan yang bermuatan positif berikatan dengan membran sel mikroba yang bermuatan negatif sehingga menyebabkan kebocoran membran sel dan konstituen interseluler lainnya dari mikroorganisme, menghambat proses sintesis RNA, dan protein dari mikroba berfungsi sebagai pengkelat yang akan mengikat komponen esensial sehingga jamur terganggu pertumbuhannya (Khunajakr, Wongwicharn, Moonmangmee, & Tantipaiboonvut,

2008). Oleh sebab itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh pelapisan (coating) dari kitosan dalam meningkatkan umur simpan buah salak.

METODE

Pelaksanaan penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2022 sampai Februari 2022. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Engineering Hasil Pertanian (EHP), Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah salak. Buah salak diperoleh dari kebun yang berada pada Desa Semboro Kidul Kecamatan Semboro Kabupaten Jember. Kriteria salak yang digunakan adalah memiliki kematangan 80% (5-5,5 bulan setelah bunga mekar) dan masih segar. Bahan pendukung lainnya adalah kitosan (food grade) dan asam asetat glasial 1%. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital dengan ketelitian ±0,001 (Ohaus Pioneer), jangka sorong, stopwatch, Universal Penetrometer 1/10th mm division Humboldt, Refraktometer Atago, kompor listrik, Heidolph Homogenizer Silent Crusher M, Thermometer, Higrometer dan color reader CR-10.

Rancangan percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor dan 3 ulangan. Faktor penelitian adalah perbedaan konsentrasi kitosan (A) dan waktu penyimpanan (T). Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

A0T1  = tanpa pelapisan (kontrol) dan waktu

penyimpanan 0 hari

A0T2  = tanpa pelapisan (kontrol) dan waktu

penyimpanan 3 hari

A0T3  = tanpa pelapisan (kontrol) dan waktu

penyimpanan 7 hari

A0T4  = tanpa pelapisan (kontrol) dan waktu

penyimpanan 11 hari

A1T1 = konsensentrasi kitosan 0,5% dan waktu penyimpanan 0 hari

A1T2 = konsensentrasi kitosan 0,5% dan waktu penyimpanan 3 hari

A1T3 = konsensentrasi kitosan 0,5% dan waktu penyimpanan 7 hari

A1T4 = konsensentrasi kitosan 0,5% dan waktu penyimpanan 11 hari

A2T1 = konsensentrasi kitosan 1% dan waktu penyimpanan 0 hari

A2T2 = konsensentrasi kitosan 1% dan waktu penyimpanan 3 hari

A2T3 = konsensentrasi kitosan 1% dan waktu penyimpanan 7 hari

A2T4 = konsensentrasi kitosan 1% dan waktu penyimpanan 11 hari

A3T1 = konsensentrasi kitosan 1,5% dan waktu penyimpanan 0 hari

A3T2 = konsensentrasi kitosan 1,5% dan waktu penyimpanan 3 hari

A3T3 = konsensentrasi kitosan 1,5% dan waktu penyimpanan 7 hari

A3T4 = konsensentrasi kitosan 1,5% dan waktu penyimpanan 11 hari

Penelitan dilakukan dengan variabel pengamatan berupa susut bobot, kekerasan, warna, dan Total Padatan Terlarut (TPT).

Tahap penelitian

Persiapan bahan baku

Bahan baku utama adalah salak segar dengan kriteria salak yang diberi pelapisan memiliki kondisi yang baik seperti kematangan 80% (5-5,5 bulan setelah bunga mekar) dengan indikasi berupa warna kulit buah coklat kehitaman, mempunyai sisik yang jarang dan bulu-bulu pada kulit sudah berkurang. Pemilihan salak dengan kriteria kematangan 80% dikarenakan buah salak akan dijual sehingga mengalami pengangkutan dan penyimpanan yang lama. Apabila buah salak terlalu tua maka akan menyebabkan kerusakan fisiologis berupa pecah kulit pada buah salak. Buah salak yang mengalami pecah kulit juga mengakibatkan daging buah tampak dari luar (Soesanto, 2006).

Penyortiran dan Pembersihan

Penyortiran dilakukan secara subjektif untuk membedakan kelayakan dari buah salak dengan kriteria adanya kebusukan, jamur, dan memar. Pada proses penyortiran mempertimbangkan salak yaitu ukuran buah seragam, tua keras tidak terlalu matang, kulit buah utuh, dan bebas dari kotoran. Pembersihan dilakukan menggunakan kuas untuk memisahkan kotoran pada kulit buah salak.

Pengukuran Fisik

Pengukuran fisik dilakukan dengan mengukur berat buah dan Geometric Mean Diameter (Dg). Berat buah

diukur dengan cara menimbang setiap sampel buah menggunakan timbangan digital (Ohaus Pioneer) dengan ketelitian ± 0,001 sedangkan nilai Dg diukur menggunakan jangka sorong. Perhitungan Dg diperoleh dengan Persamaan 1.

1

Dg =(A.B.c)3                             [1]

Keterangan:

A  =  intersep Panjang

B  =  intersep terpanjang yang tegak lurus

pada A

C  =  intersep terpanjang yang tegak lurus

pada A dan B

Uji Normalitas dan Homogenitas

Uji normalitas dan homogenitas dihitung berdasarkan berat dan Geometric Mean Diameter (Dg) setiap buah pada setiap perulangan. Taraf nyata yang digunakan yaitu α = 0,05.

Pelapisan

Pelapisan dilakukan dengan menggunakan metode celup pangkal. Larutan kitosan disiapkan terlebih dahulu dengan melarutkan 1 gram kitosan dalam total volume 100 ml asam asetat glasial 1%. Perbandingan kitosan dengan asam asetat 1% adalah 1:100 (w/v). Mengaduk larutan dengan homogenizer selama 30 menit atau hingga homogen. Menyimpan larutan pada suhu kamar sekitar sekitar 25°C. Setelah larutan kitosan telah sesuai dengan suhu kamar kemudian dilakukan pencelupan terhadap buah salak. Pencelupan dilakukan dengan metode celup pangkal selama 30 detik. Berdasarkan penelitian Nur’aini dan Apriyani (2015) pada pencelupan dengan waktu 30 detik dapat memperpanjang umur simpan dari buah duku.

Pengeringan

Buah salak yang telah dilakukan pelapisan dikeringanginkan menggunakan kipas angin. Pengeringan sempurna yang ditandai dengan menempelnya larutan pelapis pada buah. Buah salak sebelum dan sesudah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 1.

(a)

(b)


Gambar 1. Perbandingan buah salak (a) sebelum dan (b) sesudah dikeringkan


Penyimpanan

Setelah pelapisan sudah kering, selanjutnya buah disimpan pada suhu ruang sekitar 25°C. Pengamatan suhu dilakukan hingga 11 hari penyimpanan pada ruangan penyimpanan. Suhu diamati menggunakan higrometer.

Variabel Pengamatan

Susut bobot

Perhitungan susut bobot diperoleh dengan Persamaan 2.

Susut Bobot = Wo-Wa x 100%             [2]

Wo

Keterangan :

Wo = bobot salak sebelum disimpan (gram) Wa = bobot salak pada akhir penyimpanan (gram) hari ke–n

Kekerasan

Pengukuran kekerasan dilakukan menggunakan Universal Penetrometer 1/10th mm division Humboldt yang diatur dengan beban penetrasi seberat 50 gram dan lama penekanan selama 5 detik. Buah diukur dengan cara menusuk buah salak yang telah dibuka kulitnya. Buah ditusuk sebanyak 3 kali pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.

Warna

Penentuan sifat warna dilakukan dengan menggunakan color reader CR-10. Pengukuran warna pada bahan dilakukan pada tiga titik berbeda sehingga mendapatkan nilai ΔL, Δa, dan Δb sesuai dengan persamaan 3, 4, dan 5.

ΔL = L – Lt[3]

Δa = a – at[4]

Δb = b – bt[5]

L,a,b merupakan nilai bahan yang diukur dan Lt, at, bt merupakan nilai dari target warna. Perubahan warna (ΔE) dapat diketahui dengan Persamaan 6.

ΔE = [(L-Lc)2+ (a-ac)2 +b-bc)2]1/2[6]

Keterangan :

L = Semakin besar nilai L maka warna semakin cerah

a = menunjukkan warna merah jika positif dan hijau jika negatif

b = menunjukkan warna kuning jika positif dan biru jika negative

Total Padatan Terlarut (TPT)

Total Padatan Terlarut (TPT) dihitung dengan menggunakan alat refraktometer Atago PR-210. Daging buah salak dihaluskan terlebih dahulu dengan cara diparut terlebih dahulu. Setelah halus, salak diperas untuk diambil sarinya menggunakan kain saring sebagai sampel pengujian. Selanjutnya sampel diletakkan di atas prisma yang terdapat pada refraktometer, sehingga Total Padatan Terlarut (TPT) dapat dilihat secara langsung pada display skala pembacaan dalam satuan °Brix.

Analisis Data

Data dari hasil penelitian dilakukan analisis menggunakan Microsoft Excel 2013 dan SPSS versi 22. Data penelitian dilakukan uji normalitas dengan metode uji Kolmogorov-Smirnov terlebih dahulu menggunakan SPSS. Apabila data berdistribusi normal maka data dianalisis menggunakan Anova two mix factor. Apabila pada Anova menunjukkan beda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut yaitu Uji Duncan. Uji Anova two mix factor dan Uji Duncan dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susut bobot

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasi adanya penurunan mutu buah. Susut bobot disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi dari suatu buah (Putra, 2011). Susut bobot umumnya disebabkan karena kehilangan air pada buah-buahan selama penyimpanan. Grafik perubahan susut bobot buah salak selama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2.

25,00

20,00

15,00

10,00

5,00

0,00



—•— Kontrol

—•— Konsentrasi kitosan 0,5%

—•— Konsentrasi kitosan 1%

—•— Konsentrasi kitosan 1,5%


Gambar 2. Grafik perubahan susut bobot buah salak selama penyimpanan


Kehilangan air dapat berdampak pada penampilan pada buah menjadi kurang menarik dan tekstur yang semakin lunak (Rahmawati, 2010). Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai susut bobot buah salak mengalami penurunan seiring dengan waktu penyimpanan. Pada waktu penyimpanan hari ke-11, susut bobot tertinggi pada perlakuan kontrol sebesar 23,5414% sedangkan penurunan susut bobot terendah pada perlakuan konsentrasi kitosan 1% sebesar 10,8628%. Kecilnya susut bobot perlakuan kitosan 1% diduga berkaitan dengan peran dari kitosan menjadi lapisan semi permeabel sehingga mampu memodifikasi atmosfer internal pada buah agar kematangan tertunda dan laju transpirasi buah– buahan akan menurun. Adanya perlakuan kitosan mampu menghambat laju transpirasi dan respirasi pada salak penyebab hilangnya air dalam buah dibandingkan dengan kontrol. Kehilangan bobot oleh kehilangan air sebagai akibat adanya proses penguapan dan kehilangan karbon (CO2) selama respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lentisel, dan bagian jaringan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan susut bobot,

akan tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan (Putra, 2011). Semakin rendah konsentrasi kitosan maka semakin mudah larutan menembus ruang antar sel dan lentisel sehingga lapisan yang terbentuk semakin tipis (Mudyantini, Santosa, Dewi, & Bintoro, 2017). Oleh sebab itu, pada konsentrasi kitosan 0,5% penurunan susut bobot masih cenderung besar dibandingkan dengan konsentrasi kitosan 1%. Pada konsentrasi kitosan 1,5% larutan yang diperoleh semakin pekat sehingga kemampuan menembus ruang antar sel atau epidermis kulit semakin sulit. Kulit yang lebih tebal memungkinkan pori-pori kulit buah tertutup secara sempurna sehingga tidak memungkinkan O2 yang digunakan dalam proses respirasi masuk dan CO2 sebagai hasil dari proses respirasi keluar. Kondisi ini memungkinkan terjadinya respirasi anaerobik yang disebabkan proses respirasi berjalan tidak normal (L. Marlina et al., 2014). Menurut Rahmawati (2010) respirasi anaerobik akan menyebabkan komponen-komponen tertentu dalam buah salak berubah menjadi alkohol yang akhirnya menyebabkan pembusukan pada buah salak. Berikut tabel perhitungan hasil analisis Uji Anova two mix factor (Tabel 1) dan Uji Duncan (Tabel 2 dan Tabel 3).

Tabel 1. Uji Anova two mix factors terhadap susut bobot buah salak

Variabel Pengamatan

Sumber Variasi

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

FHitung

FTabel

Konsentrasi kitosan

3

187,3571

62,4524

7,8748

2,9011

Waktu

86,951

Susut

penyimpanan

3

2069,0051

689,6684

5

2,9011

Bobot

Interaksi

9

141,7566

15,7506

1,9868

2,1888

Galat

32

253,8127

7,9316

Total

47

2651,9305

Tabel 2. Uji Duncan berdasarkan konsentrasi kitosan

Variabel Pengamatan

Perlakuan

Rata-Rata

Kontrol

11,6979b

Susut Bobot

Konsentrasi kitosan 0,5%

10,7791ab

Konsentrasi kitosan 1%

6,4782a

Konsentrasi kitosan 1,5%

9,9857ab

Keterangan : Angka-angka yang diberi huruf sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05.

Tabel 3. Uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan

Variabel Pengamatan

Perlakuan

Rata-Rata

Hari 0

0,0000a

Susut Bobot

Hari 3

8,9496b

Hari 7

11,7173bc

Hari 11

18,2839d

Keterangan : Angka-angka yang diberi huruf sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05.

Hasil uji Anova two mix factors menunjukkan adanya beda nyata pada konsentrasi kitosan dan waktu penyimpanan terhadap susut bobot buah salak (Tabel 1). Hasil uji Duncan berdasarkan konsentrasi kitosan menunjukkan nilai konsentrasi kitosan 1% beda nyata dengan kontrol namun tidak beda nyata dengan konsentrasi kitosan 0,5% dan 1,5% (Tabel 2). Hasil uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan menunjukkan hari 0 berbeda nyata dengan hari 3, 7, dan 11. Hari 3 tidak beda nyata dengan hari 7 namun beda nyata dengan hari 11 (Tabel 3). Hal tersebut berkaitan dengan adanya proses buah respirasi,

transpirasi, pelepasan etilen dan aroma sehingga berakibat pengurangan pada massa buah selama masa penyimpanan (Manurung, Djarkasi, Langi, & Lalujan, 2013).

Kekerasan

Kekerasan yang dipengaruhi oleh tekanan turgor sel, struktur dan komposisi polisakarida dinding sel (Leni Marlina, 2015). Grafik perubahan kekerasan buah salak selama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.

0,14

0,12 i 0,10 Is 0,08

S 0,06

0,04

0,02

0,00



—•— Kontrol

—•— Konsentrasi kitosan 0,5%

—•— Konsentrasi kitosan 1%

—•— Konsentrasi kitosan 1,5%

0                  3                  7                 11

Waktu penyimpanan (hari)

Gambar 3. Grafik perubahan kekerasan buah salak selama penyimpanan

Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai kekerasan buah salak mengalami penurunan seiring dengan waktu penyimpanan. Pada waktu penyimpanan hari ke-11, kekerasan tertinggi pada konsentrasi kitosan 1% sebesar 0,0971 N/mm2 sedangkan kekerasan terendah pada perlakuan kontrol sebesar 0,0454 N/mm2. Pada hari ke 3 menuju hari ke 7 perlakuan konsentrasi kitosan 0,5% menunjukkan penurunan yang sangat besar. Hal tersebut berkaitan dengan lapisan tipis pada kulit buah salak. Semakin rendah konsentrasi kitosan maka semakin mudah larutan menembus ruang antar sel dan lentisel sehingga lapisan yang terbentuk semakin tipis (Mudyantini et al., 2017). Lapisan yang tipis mempengaruhi penurunan susut bobot terhadap kehilangan air buah salak. Kehilangan air menjadikan komposisi dinding sel berubah sehingga menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel. Oleh sebab itu, pada konsentrasi kitosan 0,5% penurunan susut bobot masih cenderung besar

dibandingkan dengan konsentrasi kitosan 1% maupun konsentrasi kitosan 1,5%. Namun, penurunan kekerasan terkecil berada pada konsentrasi kitosan 1%. Hal tersebut karena konsentasi kitosan 1% mampu menunda pematangan buah paling terkecil sehingga tekstur lebih keras. Pada konsentrasi kitosan 1,5% menyebabkan kulit pada buah salak lebih tebal. Kulit yang lebih tebal memungkinkan pori-pori kulit buah tertutup secara sempurna sehingga tidak memungkinkan O2 yang digunakan dalam proses respirasi masuk dan CO2 sebagai hasil dari proses respirasi keluar. Kondisi ini memungkinkan terjadinya respirasi anaerobik yang disebabkan proses respirasi berjalan tidak normal sehingga menyebabkan tekstur lebih lunak (L. Marlina et al., 2014). Berikut tabel perhitungan hasil analisis Uji Anova two mix factor (Tabel 4) dan Uji Duncan (Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7).

Tabel 4. Uji Anova two mix factors terhadap kekerasan buah salak

Variabel Pengamatan

Sumber Variasi

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

FHitung

FTabel

Konsentrasi kitosan

3

0,0069

0,0023

12,3157

2,9011

Waktu penyimpanan

3

0,0085

0,0028

15,2018

2,9011

Kekerasan

Interaksi

9

0,0039

0,0004

2,3265

2,1888

Galat

32

0,0059

0,0002

Total

47

0,0252

Tabel 5. Uji Duncan berdasarkan konsentrasi kitosan

Variabel Pengamatan

Perlakuan

Rata-Rata

Kontrol

0,0722a

Kekerasan

Konsentrasi kitosan 0,5%

0,0854ab

Konsentrasi kitosan 1%

0,0922b

Konsentrasi kitosan 1,5%

0,1053ab

Keterangan : Angka-angka yang diberi huruf sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05.

Tabel 6. Uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan

Variabel Pengamatan

Perlakuan

Rata-Rata

Hari 0

0,1047c

Kekerasan

Hari 3

0,0973bc

Hari 7

0,0829ab

Hari 11

0,0702a

Keterangan : Angka-angka yang diberi huruf sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05.

Tabel 7. Uji Duncan berdasarkan interaksi

Variabel Pengamatan

Perlakuan

Rata-rata

Kontrol dan hari 0

0,0922defg

Kontrol dan hari 3

0,0791cdef

Kontrol dan hari 7

0,0620abcd

Kontrol dan hari 11

0,0454a

Konsentrasi 0,5% dan hari 0

0,1190g

Konsentrasi 0,5% dan hari 3

0,1153fg

Konsentrasi 0,5% dan hari 7

0,0573ab

Kekerasan

Konsentrasi 0,5% dan hari 11

0,0589abc

Konsentrasi 1% dan hari 0

0,1175g

Konsentrasi 1% dan hari 3

0,1070efg

Konsentrasi 1% dan hari 7

0,0724bcde

Konsentrasi 1% dan hari 11

0,0971efg

Konsentrasi 1,5% dan hari 0

0,0900cdefg

Konsentrasi 1,5% dan hari 3

0,0877cdefg

Konsentrasi 1,5% dan hari 7

0,0925defg

Konsentrasi 1,5% dan hari 11

0,0793cdef

Keterangan : Angka-angka yang diberi huruf sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05.

Hasil uji Anova two mix factors menunjukkan adanya beda nyata pada konsentrasi kitosan, waktu penyimpanan maupun interaksi dari kedua faktor perlakuan terhadap kekerasan buah salak (Tabel 4). Hasil uji Duncan berdasarkan konsentrasi kitosan menunjukkan nilai konsentrasi kitosan 1% beda nyata dengan kontrol namun tidak beda nyata dengan konsentrasi kitosan 0,5% dan 1,5% (Tabel 5). Hasil uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan menunjukkan hari 0 beda nyata dengan hari 7 dan 11 namun tidak beda nyata dengan hari 3 (Tabel 6). Hasil uji Duncan berdasarkan interaksi menunjukkan bahwa antara konsentrasi kitosan dan waktu penyimpanan harus diperhatikan karena berpengaruh

terhadap kekerasan buah salak (Tabel 7). Buah yang telah tua umurnya selnya tidak akan mengalami pembelahan lagi dan didukung aktivitas respirasi dan transpirasi yang terus berlangsung dalam buah menyebabkan kehilangan air cukup banyak sehingga ukuran sel dan tekanan isi sel terhadap dinding sel berkurang yang akhirnya mengakibatkan tekstur buah menjadi lunak (Gumaran, Sutrisno, & Iriani, 2020).

Warna

Warna merupakan salah satu parameter untuk menentukan karakteristik mutu buah salak. Perubahan warna dari buah salak diamati melalui perubahan nilai L,a, dan b.


60,00


50,00


40,00


30,00


20,00


10,00


0,00



—•— Kontrol


—•— Konsentrasi kitosan 0,5%

—•— Konsentrasi kitosan 1%

—•— Konsentrasi kitosan 1,5%


0


3


7


11


Waktu penyimpanan (hari)

Gambar 4. Grafik perubahan nilai L pada buah salak selama penyimpanan

Nilai L (Tingkat Kecerahan)

Nilai L menunjukkan perbedaan kecerahan dari warna gelap dan terang. Semakin cerah buah maka nilai yang ditunjukkan akan positif atau meningkat sedangkan semakin gelap buah maka nilai yang ditunjukkan akan semakin negatif atau menurun. Kisaran nilai L yaitu antara 0 sampai 100 (Manurung et al., 2013). Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai L buah salak mengalami penurunan seiring dengan waktu penyimpanan. Pada waktu penyimpanan hari ke-11, nilai L tertinggi pada perlakuan konsentrasi kitosan 1% sebesar 42,1744 sedangkan nilai L terendah pada perlakuan kontrol sebesar 38,0867. Pada kontrol terjadi kerusakan buah yang lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan kitosan sehingga warna menjadi lebih gelap dan mempercepat pembusukan. Hal tersebut dapat dilihat perubahan warna menjadi coklat sehingga mempengaruhi pelunakan dan kerusakan buah. Pembentukan warna coklat pada daging buah ini dimulai pada bagian pangkal buah. Hal ini kemungkinan disebabkan

terjadinya reaksi browning enzimatis pada bagian pangkal buah tersebut. Adanya rongga udara yang lebih besar pada bagian pangkal buah dibandingkan dengan bagian buah lainnya, rongga udara ini dapat mengoksidasi senyawa fenolik pada buah secara enzimatis membentuk senyawa ortoquinon, yang selanjutnya akan berpolimerisasi membentuk pigmen coklat atau melanin. Enzim yang mengkatalisa oksidasi ini umumnya dikenal sebagai fenolase, polifenol oksidase, tirosinase atau catecholase. Adanya senyawa fenolik, enzim dan oksigen mutlak diperlukan untuk terjadinya reaksi pencoklatan tersebut dinamakan reaksi browning enzimatis (Muchtadi, 1992). Pada konsentrasi kitosan 1,5% kecerahan salak menjadi semakin gelap ketika hari ke 11. Hal ini karena buah salak memiliki kulit yang tidak rata sehingga lapisan kitosan yang tebal dapat menutup rongga dan membuat salak menjadi lebih gelap (Manurung et al., 2013). Berikut tabel perhitungan hasil analisis Uji Anova two mix factor (Tabel 8) dan Uji Duncan (Tabel 9).

Tabel 8. Uji Anova two mix factors terhadap nilai L buah salak

Variabel Pengamatan

Sumber Variasi

Derajat Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat Tengah

FHitung

FTabel

Konsentrasi kitosan

3

104,8255

34,9418

2,8559

2,9011

Waktu penyimpanan

3

333,8919

111,2973

9,0967

2,9011

Nilai L

Interaksi

9

11,0298

1,2255

0,1002

2,1888

Galat

32

391,5161

12,2349

Total

47

841,2634

Tabel 9. Uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan

Variabel Pengamatan

Perlakuan

Rata-Rata

Hari 0

47,4789b

Nilai L

Hari 3

43,6636ab

Hari 7

41,7219ab

Hari 11

40,5167a

Keterangan : Angka-angka yang diberi huruf sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05.

Hasil uji Anova two mix factors menunjukkan adanya beda nyata pada waktu penyimpanan terhadap nilai L buah salak (Tabel 8). Hasil uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan menunjukkan hari 0 beda nyata dengan hari 11 namun tidak beda nyata dengan hari 3 dan hari 7 (Tabel 9). Semakin lama penyimpanan maka akan mempengaruhi pelunakan buah. Pada buah yang sudah lunak akan terbentuk warna coklat pada buahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka akan terjadi proses pencoklatan pada buah salak (Gumaran et al., 2020).

Warna a (Tingkat Kemerahan)

Nilai a menunjukkan adanya perbedaan kromatik merah dan hijau. Jika nilai a meningkat maka perubahan warna lebih cenderung kearah merah dan jika nilai a menurun maka perubahan warna cenderung ke arah hijau. Warna merah ditunjukkan dari nilai 0 sampai 60 sedangkan warna hijau dari nilai 0 sampai -60 (Hidayah, 2021). Grafik perubahan nilai a buah salak selama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5.

7,00

6,00

5,00

• 1—1 4,00

g 3,00

2,00

1,00

0,00



—•—Kontrol

—•—Konsentrasi kitosan 0,5%

—•—Konsentrasi kitosan 1%

—•—Konsentrasi kitosan 1,5%

0                 3                 7                 11

Waktu penyimpanan (hari)

Gambar 5. Grafik perubahan nilai a pada buah salak selama penyimpanan

Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai a buah salak mengalami perubahan secara fluktuatif seiring dengan waktu penyimpanan. Pada hari ke 0 hingga hari ke 7 terjadi penurunan, sedangkan pada hari ke 11 terjadi peningkatan nilai a. Waktu penyimpanan hari ke-11, nilai a tertinggi pada perlakuan konsentrasi kitosan sebesar 3,8944 sedangkan nilai a terendah pada perlakuan kontrol sebesar 2,1944. Perubahan ini berkaitan dengan kandungan tanin pada buah salak (Soesanto, 2006). Warna larutan tanin bervariasi dari warna terang sampai warna merah gelap atau coklat, karena setiap tanin memiliki warna yang khas tergantung sumbernya. Pada buah salak ini diduga tanin berwarna merah gelap atau coklat. Warna buah salak dipengaruhi oleh senyawa polifenol yang mayoritas berupa tanin. Tanin adalah senyawa yang dapat berubah warna karena oksidasi. Pada buah yang sudah tua terjadi polimerisasi tanin menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi dan tidak larut dalam air serta tidak dapat membentuk kompleks protein-tanin sehingga tidak menyebabkan

rasa sepet lagi. Selain itu terjadi perubahan tanin menjadi bentuk lain akibat terjadinya oksidasi tanin atau pecahnya tanin menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (monomernya) (Santosa & Hulopi, 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian Santosa dan Hulopi (2008) bahwa pada buah yang dipetik pada umur yang masih muda kadar taninnya tinggi dan semakin menurun dengan meningkatnya umur buah. Namun, pada hari ke 11 menunjukkan nilai a meningkat dibanding dengan hari ke 7. Hal tersebut disebabkan pada hari ke 11 terjadi perubahan asam yang berpengaruh kandungan tanin pada buah salak. Pada kondisi normal kandungan asam pada buah akan mengalami penurunan selama proses pematangan. Peningkatan nilai total asam pada suatu bahan dikarenakan aktivitas bakteri pemecah gula yang menghasilkan asam seperti bakteri Acetobacter, Clostridium, Propionibacteriundan Bacillus (Manurung et al., 2013). Berikut tabel perhitungan hasil analisis Uji Anova two mix factor (Tabel 10) dan Uji Duncan (Tabel 11).

Tabel 10. Uji Anova two mix factors terhadap nilai a buah salak

Variabel Pengamatan

Sumber Variasi

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

FHitung

FTabel

Konsentrasi kitosan

3

1,7741

0,5914

0,3368

2,9011

Waktu penyimpanan

3

44,1643

14,7214

8,3839

2,9011

Nilai a

Interaksi

9

5,0908

0,5656

0,3221

2,1888

Galat

32

56,1895

1,7559

Total

47

107,2187

Tabel 11. Uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan

Variabel Pengamatan

Perlakuan

Rata-Rata

Hari 0

5,3281b

Nilai a

Hari 3

3,6253ab

Hari 7

2,6758a

Hari 11

3,5739ab

Keterangan : Angka-angka yang diberi huruf sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05

Hasil uji Anova two mix factors menunjukkan adanya beda nyata pada waktu penyimpanan terhadap nilai a buah salak (Tabel 10). Hasil uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan menunjukkan hari 0 beda nyata dengan hari 7 dan hari 11 namun tidak beda nyata dengan hari 3 (Tabel 11). Hal ini dikarenakan semakin lama buah disimpan maka akan menyebabkan adanya kematangan dari buah salak. Kematangan salak berpengaruh terhadap kadar tanin

buah salak (Shabir, Rahmadani, Meylina, & Kuncoro, 2018).

Nilai b (Tingkat Kekuningan)

Nilai b menunjukkan warna kromatik campuran biru-kuning. Nilai b positif dari 0 hingga 60 mengindikasikan warna kuning dan b negatif dari 0 hingga -60 mengindikasikan warna biru. Grafik perubahan nilai b buah salak selama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6.

16,00

14,00

12,00

10,00

^H 8,00

6,00

4,00

2,00

0,00



—•— Kontrol

—•— Konsentrasi kitosan 0,5%

—•— Konsentrasi kitosan 1%

—•— Konsentrasi kitosan 1,5%


0


37

Waktu penyimpanan (hari)


11


Gambar 6. Grafik perubahan nilai b pada buah salak selama penyimpanan


Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai b buah salak mengalami penurunan seiring dengan waktu penyimpanan. Pada waktu penyimpanan hari ke-11, nilai b tertinggi pada perlakuan konsentrasi kitosan 1% sebesar 9,7122 sedangkan nilai b terendah pada perlakuan kontrol sebesar 4,6289. Penurunan nilai b pada buah salak berhubungan dengan kandungan flavonoid pada buah tersebut. Perubahan nilai b mengindikasikan kadar flavonoid pada buah salak sebagai antioksidan mengalami penurunan selama masa penyimpanan. Warna putih atau kuning pada buah umumnya disebabkan oleh pigmen anthoxantin

atau flavonoid. Flavonoid pada kulit buah salak berperan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Flavonoid dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans dengan cara merusak dinding sel sebagai pelindung sel karena dinding sel berperan dalam proses fisiologis tertentu sehingga apabila terjadi perusakan pada salah satu bagian sel menyebabkan terjadinya kematian sel (Shabir et al., 2018). Berikut tabel perhitungan hasil analisis Uji Anova two mix factor (Tabel 12) dan Uji Duncan (Tabel 13).

Tabel 12. Uji Anova two mix factors terhadap nilai b buah salak

Variabel Pengamatan

Sumber Variasi

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

FHitung

FTabel

Konsentrasi kitosan

3

23,5454

7,8485

1,8761

2,9011

Waktu penyimpanan

3

103,8872

34,6291

8,2776

2,9011

Nilai b

Interaksi

9

30,5941

3,3993

0,8126

2,1888

Galat

32

133,8708

4,1835

Total

47

291,8976

Tabel 13. Uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan

Variabel Pengamatan

Perlakuan

Rata-Rata

Hari 0

11,4553b

Nilai b

Hari 3

10,0092ab

Hari 7

8,7519ab

Hari 11

7,4908a

Keterangan : Angka-angka yang diberi huruf sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05

Hasil uji Anova two mix factors menunjukkan adanya beda nyata pada waktu penyimpanan terhadap nilai b buah salak (Tabel 12). Hasil uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan menunjukkan hari 0 beda nyata dengan hari 11 namun tidak beda nyata dengan hari 3 dan hari 7 (Tabel 13). Hal ini sesuai dengan penelitian Handayani dan Sulistyo (2008) bahwa kadar flavonoid dapat mengalami penurunan selama penyimpanan. Flavonoid dipengaruh oleh oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia pada buah sehingga sehingga apabila teroksidasi strukturnya akan

berubah dan fungsinya sebagai bahan aktif akan menurun.

Total Padatan Terlarut (TPT)

Total Padatan Terlarut (TPT) pada buah menunjukkan tingkat kemanisan dari buah tersebut. Nilai TPT pada dasarnya menggambarkan gula secara keseluruhan gula total (Santosa & Hulopi, 2008). Grafik perubahan nilai TPT buah salak selama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 7.

25,00

20,00

15,00

10,00

5,00

0,00



Kontrol

Konsentrasi kitosan 0,5%

Konsentrasi kitosan 1%

Konsentrasi kitosan 1,5%

03

7                  11

Waktu penyimpanan (hari)

Gambar 7. Grafik perubahan TPT buah salak selama penyimpanan

Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai TPT buah salak mengalami peningkatan seiring dengan waktu penyimpanan. Pada waktu penyimpanan hari ke-11, nilai TPT tertinggi pada perlakuan konsentrasi kitosan 0,5% sebesar 19,3444 °brix sedangkan nilai TPT terendah pada perlakuan konsentrasi kitosan 1,5% sebesar 17,7000 °brix. Perubahan TPT selama masa penyimpanan berhubungan dengan total gula buah. Proses pematangan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah.

Mekanismenya terjadinya perombakan gula diawali dengan pemasakan sehingga terjadi perombakan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat, protein, lemak dimana juga akan terjadi hidrolisis pati yang tidak larut dalam air menjadi gula yang larut dalam air seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Selanjutnya pada proses penuaan yang semakin berlanjut maka kandungan total padatan terlarut akan semakin menurun. Hal ini diduga karena hidrolisis pati yang sudah sedikit sedangkan sintesa

asam yang mendegradasi gula masih berjalan terus sehingga akan menimbulkan rasa manis pada buah salak (Putra, 2011). Peningkatan nilai kemanisan buah salak yang sedikit selama penyimpanan kemungkinan disebabkan buah salak memiliki

kandungan pati yang sangat rendah (L. Marlina et al., 2014). Berikut tabel perhitungan hasil analisis Uji Anova two mix factor (Tabel 14) dan Uji Duncan (Tabel 15).

Tabel 14. Uji Anova two mix factors terhadap TPT buah salak

Variabel Pengamatan

Sumber Variasi

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

FHitung

FTabel

Konsentrasi kitosan

3

17,4953

5,8318

1,4114

2,9011

Waktu penyimpanan

3

101,1440

33,7147

8,1596

2,9011

TPT

Interaksi

9

10,8169

1,2019

0,2909

2,1888

Galat

32

132,2207

4,1319

Total

47

261,6769

Tabel 15. Uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan

Variabel Pengamatan

Perlakuan

Rata-Rata

Hari 0

14,7111a

TPT

Hari 3

16,9722ab

Hari 7

17,3444ab

Hari 11

18,7556b

Keterangan : Angka-angka yang diberi huruf sama pada kolom berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05.

Hasil uji Anova two mix factors menunjukkan adanya beda nyata pada waktu penyimpanan terhadap nilai TPT buah salak (Tabel 14). Hasil uji Duncan berdasarkan waktu penyimpanan menunjukkan hari 0 beda nyata dengan hari 11 namun tidak beda nyata dengan hari 3 dan hari 7 (Tabel 13). Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan kandungan gula pada masa penyimpanan. Peningkatan TPT disebabkan karena kegiatan respirasi melibatkan terjadinya pemecahan polimer karbohidrat, khususnya perubahan pati menjadi gula sekaligus meningkatkan kandungan sukrosa. Kegiatan respirasi mempengaruhi perubahan rasa dan tekstur buah karena terjadinya pemecahan polimer karbohidrat semakin cepat (Manurung et al., 2013).

KESIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan perbedaan konsentrasi kitosan dan waktu penyimpanan terdapat perubahan karakteristik mutu buah salak selama 11 hari waktu penyimpanan. Perubahan karakteristik mutu buah salak tersebut menunjukkan susut bobot terendah pada konsentrasi kitosan 1% sebesar 10,8628%, kekerasan tertinggi pada konsentrasi kitosan 1% sebesar 0,0971 N/mm2, nilai L tertinggi pada konsentrasi kitosan 1% sebesar 42,1744, nilai a tertinggi pada konsentrasi kitosan 0,5% sebesar 3,8944, nilai b tertinggi pada perlakuan konsentrasi kitosan 1% sebesar 9,7122 dan nilai

Total Padatan Terlarut (TPT) terendah pada konsentrasi kitosan 1,5% sebesar 17,7000°brix. Konsentrasi kitosan 1% berbeda nyata pada variabel pengamatan susut bobot dan kekerasan sedangkan tidak berbeda nyata pada nilai L, nilai a, nilai b, dan Total Padatan Terlarut (TPT). Waktu penyimpanan berbeda nyata pada karakteristik mutu buah salak. Pada susut bobot hari ke 0 berbeda nyata mulai hari ke 3, pada kekerasan dan nilai a hari 0 berbeda nyata mulai hari ke 7, sedangkan pada nilai L, nilai b, dan Total Padatan Terlarut (TPT) hari 0 berbeda nyata mulai hari 11.

DAFTAR PUSTAKA

Gumaran, S., Sutrisno, & Iriani, E. S. (2020). Aplikasi Pelapisan Nanokompsit untuk Mempertahankan Kualitas Salak Pondoh (Salacca edulis Reniw). Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian, 17(2), 77–87.

Handayani, R., & Sulistyo, J. (2008). Sintesis Senyawa Flavonoid-α-Glikosida secara Reaksi Transglikosilasi Enzimatik dan Aktivitasnya     sebagai     Antioksidan.

Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 9(1),                                       1–4.

https://doi.org/10.13057/biodiv/d090101

Hidayah, U. (2021). Aplikasi Edible Coating Kitosan dengan Variasi Konsentrasi Pektin dalam Mempertahankan Kesegaran Cabai Rawit (Capsicum frutescent L.). Universitas

Jember.

Indonesia, K. P. R. (2016). Basis Data Pertanian.

Khunajakr, N., Wongwicharn, A., Moonmangmee, D., & Tantipaiboonvut, S. (2008). Screening and Identification of Lactic Acid Bacteria Producing Antimicrobial Compounds. KMITL Science Technology Journal, 8(1), 8– 17.

Krochta, J. M., Baldwin, E., & Nesperos, C. M. O. (1994). Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. In Edible Coatings and Films to Improve Food Quality, Second Edition. Basel: Technology Publishsing Co. Inc. Lancaster.

Manurung, V. H., Djarkasi, G. S. S., Langi, T. M., & Lalujan, L. . (2013). Analisis Sifat Fisik dan Kimia Buah Salak Pangu (Salacca zalacca) Dengan Pelilinan Selama Penyimpanan. Cocos, 3(5), 1–9.

Marlina, L., Purwanto, Y., & Ahmad, U. (2014). Aplikasi Pelapisan Kitosan dan Lilin Lebah untuk Meningkatkan Umur Simpan Salak Pondoh. Jurnal Keteknikan Pertanian, 2(1), 65–72.

Marlina, Leni. (2015). Aplikasi Pelapisan Kitosan untuk Mempertahankan Mutu Salak Pondoh (Salacca    edulis Reinw)     Selama

Penyimpanan.

Muchtadi. (1992). Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Mudyantini, W., Santosa, S., Dewi, K., & Bintoro, N. (2017). Pengaruh Pelapisan Kitosan dan Suhu Penyimpanan terhadap Karakter Fisik Buah Sawo (Manilkara achras (Mill.) Fosberg) Selama Pematangan. Agritech, 37(3),                           343–351.

https://doi.org/10.22146/agritech.17177

Nur’aini, H., & Apriyani, S. (2015). Penggunaan Kitosan Untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Duku (Lansium Domesticum Corr). AGRITEPA, 1(2), 195–210.

Putra, B. S. (2011). Kajian Pelapisan dan Suhu Penyimpanan untuk Mencegah Busuk Buah pada Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw).

Rahmawati, M. (2010). Pelapisan Chitosan Pada Buah Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.). Jurnal Teknologi Pertanian, 6(2), 45–49.

Santosa, B., & Hulopi, F. (2008). Penentuan Masak Fisiologis dan Pelapisan Lilin sebagai Upaya Menghambat Kerusakan Buah Salak Kultivar Gading Selama Penyimpanan Suhu Ruang. Buana Sains, 8(1), 27–36.

Sari, D. K., Sintia, R. A., & Hendarsyah, A. R. (2021). Analisis Usahatani Salak di Desa Bagorejo Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember. Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis (JEPA),    5(2),    473–483.

https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2021.005.0 2.16

Shabir, E. S., Rahmadani, A., Meylina, L., & Kuncoro, H. (2018). Uji Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Salak (Salacca zalacca) dan Pengaruh Ekstrak terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans dan Jamur Candida albicans. Proceeding    of

Mulawarman Pharmaceuticals Conferences, 8(November),                   314–320.

https://doi.org/10.25026/mpc.v8i1.346

Soesanto, L. (2006). Penyakit Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius. Yogyakarta: Kanisius.

Susilowati, P. E., Fitri, A., & Natsir, M. (2017). Penggunaan Pektin Kulit Buah Kakao Sebagai Edible Coating Pada Kualitas Buah Tomat Dan Masa Simpan. Jurnal Aplikasi Teknologi     Pangan,     6(2),      1–4.

https://doi.org/10.17728/jatp.193

395