Aplikasi Pupuk Organik untuk Memperbaiki Kualitas Tanah pada Lahan Pertanian Intensif di Hulu DAS Bedadung
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 11, Nomor 1, bulan April, 2023
Aplikasi Pupuk Organik untuk Memperbaiki Kualitas Tanah pada Lahan Pertanian Intensif di Hulu DAS Bedadung
Application Organic Fertilizer to Improve Soil Properties in Intensive Farming System on Upstream Part of Bedadung Watersheed
Idah Andriyani*, Sri Wahyuningsih, Elida Novita, Heru Ernanda
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember, Jember, Jawa Timur, Indonesia
*email: idahandriyani32@gmail.com
Abstrak
Penggunaan pupuk dan pestisida kimia pada tanah akan menyebabkan pemadatan dan mengurangi jumlah organisme tanah. Pemadatan dan penurunan jumlah organisme tanah merupakan indikasi penurunan kualitas tanah secara fisik dan kimia. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh penggunaan pupuk organik dan pestisida nabati terhadap perubahan kualitas tanah pada lahan pertanian intensive di hulu DAS Bedadung. Penelitian dilakukan di Hulu DAS Bedadung dimana pertanian intensif dengan penggunaan pupuk kimia dan pertanian di lereng pegunungan untuk tanaman semusim cabai banyak dibudidayakan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancang Acak Kelompok (RAK) dua faktor. Parameter kualitas tanah yang diamati adalah struktur tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah dan B-Organik. Variabel pengamatan untuk produktivitas tanaman terdiri dari tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), dan hasil panen (gram). Perlakuan pupuk organik berdampak pada perubahan kualitas tanah dimana tekstur tanah mengalami perubahan menjadi sandy loam didominasi persentase pasir halus dan debu, ukuran agregat struktur tanah meningkat, permeabilitas tanah menjadi sedang - sangat lambat, dan bahan organik menjadi tinggi – sedang. Data tinggi tanaman dan jumlah daun dianalisis menggunakan uji Two Way ANOVA. Hasil dari penelitian ini yaitu perlakuan paling efektif untuk produktivitas tanaman cabai terdapat pada perlakuan 0,25kg pupuk organik/tanaman dan 11ml/liter pestisida nabati dengan volume semprot 5,6 ml/tanaman menghasilkan nilai rata-rata 51,86 cm tinggi tanaman, 31,2 helai jumlah daun dan 59,39 gram buah cabai.
Kata kunci: pertanian intensif, pestisida nabati, pupuk organik
Abstract
The chemical fertilizers and pesticides used on the soil will lead to compaction and reduce the number of soil organisms. Compaction and soil organisms decrease indicated the physical and chemical quality of the soil decreases. The research aimed to analyze the application of organic fertilizer and organic pesticide in intensive farming systems in order to change soil quality to calculate of the level erosion hazard and productivity of chili plants. The research was carried out upstream of Bedadung Watershed. The experimental design used a Randomized Block Design (RBD) with two-factor. The observation of variables for soil quality parameters is soil structure, soil texture, soil permeability, and B-Organic. Whereas the observed plant productivity consisted of plant height (cm), number of leaves (strand), and yields (grams). The treatment of organic fertilizer also has an impact on changes in soil quality where the soil texture changes to sandy loam dominated by the percentage of fine sand and dust, the aggregate size of the soil structure increases, soil permeability become moderate - very slow, and organic material becomes high - moderate. Data on the height of plants and the number of leaves were analyzed using the Two Way of Anova test. The results of this study are that the most effective treatment for chili productivity is found in the treatment of 0.25kg organic fertilizer/plant and 11ml / liter of vegetable pesticides with a spray volume of 5.6 ml/plant producing an average value of 51.86 cm plant height, 31,2 strands of leaves and 59.39 grams of chilies.
Keywords: intensive agriculture, organic fertilizer, organic pesticide
PENDAHULUAN
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah ekosistem yang dibatasi oleh punggung bukit berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, penyalur air, sedimen dan unsur-unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui satu titik tunggal. Salah satu daerah aliran sungai yaitu daerah bagian hulu. Daerah hulu banyak mengalami perubahan pada setiap tahun akibat erosi (Lihawa, 2017). Erosi merupakan hilangnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang disebabkan oleh angin, udara, air atau aliran gletser. Erosi menyebabkan menurunnya kesuburan tanah, kualitas tanah, produktivitas lahan pertanian, dan kapasitas infiltrasi (Banuwa, 2013). Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan kualitas yaitu penerapan pertanian intensif. Pertanian intensif diartikan sebagai sistem pertanian konvensional yang menitikberatkan pada salah satu jenis tanaman dengan memanfaatkan inovasi teknologi dan penggunaan input yang tinggi untuk memperoleh output yang lebih tinggi dalam waktu yang singkat (Tandisau et al., 2009). Penerapan pertanian intensif menyebabkan penurunan kualitas lahan akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia, karena dapat mengurangi populasi mikroorganisme tanah sehingga lingkungan menjadi kurang stabil. Sistem pertanian intensif tidak dapat menjaga kualitas lahan secara berkelanjutan sehingga kualitas lahan lebih rendah daripada sistem pertanian ramah lingkungan (Indahwati et al., 2013).
Saat ini, DAS Bedadung dalam kondisi kritis akibat erosi berat yang disebabkan penebangan hutan dan alih guna lahan yang masif terutama di daerah Hulu DAS Bedadung. Apabila hal tersebut terus diabaikan maka akan terjadi bencana seperti banjir, erosi, sedimentasi dan longsor akan sering terjadi di Jember terutama di daerah Hilir DAS Bedadung (Syukur, 2019). Sub DAS Arjasa merupakan salah satu bagian dari DAS Bedadung bagian hulu. Dusun Pangepok Desa Sucopangepok Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember salah satu kawasan pertanian Sub DAS Arjasa yang langsung berdampingan dengan aliran sungai dan masih menerapkan pertanian intensif serta dekat dengan pemukiman penduduk. Pupuk kimia dan pestisida kimia yang diaplikasikan pada tanaman pangan maupun hortikultura secara berlebihan dapat
menurunkan populasi fauna tanah, pemadatan tanah, dan menyebabkan pengasaman tanah. Penurunan kualitas tanah tersebut dalam waktu yang lama dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanaman yang yang berdampak pada pendapatan para petani. Peranan pupuk organik terhadap sifat fisik dan kimia tanah antara lain meningkatkan agresi tanah, melindungi agregat tanah dari perusakan oleh air (Juarsah, 2016). Penerapan pertanian intensif dengan menggunakan pupuk organik dan pestisida nabati diharapkan dapat memperbaiki kualitas tanah dan produktivitas tanaman cabai sebagai pengganti dari pupuk dan pestisida kimia. Pemilihan tanaman cabai dalam penelitian ini dikarenakan salah satu tanaman holtikultura yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di kawasan pertanian bagian Hulu DAS Bedadung. Tujuan dari peneltian ini yaitu menganalisis dampak penggunaan pupuk organik dan pestisida nabati terhadap kualitas tanah dan menganalisis pengaruh pupuk organik dan pestisida nabati terhadap produktivitas tanaman cabai.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Agustus – 24 Desember 2019. Lokasi penelitian terletak di kawasan pertanian Sub DAS Arjasa Dusun Pangepok Desa Sucopangepok Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember. Secara geografis Desa Sucopangepok berada diantara 113°44' 15.119" BT dan 8°3'25.589" LS dengan Jenis tanah yaitu latosol coklat kemerahan volkan basis (inceptisol). Sedangkan analisis data hasil pengamatan dilaksanakan di tiga tempat yaitu Laboratorium Teknik Pengendalian dan Konservasi Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jember serta Laboratorium Tanah Politeknik Negeri Jember.
Desain Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor. Biasanya rancangan tersebut banyak digunakan pada saat pelaksanaan di lapangan atau di lahan petani. Hasil pengacakan dapat dilihat pada Gambar 1.
60 cm «— 210 cm —► 60 cm *~ 210 cm → 60 cm∙∙ 210 cm → 60cm<— 210 cm —► 60 cm

Gambar 1. Desain rancangan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Gambar 1 menunjukkan bahwa 16 buah bedengan dengan luas tiap bedeng 1,89 m2 dengan jarak antar bedeng 60 cm membutuhkan total luas lahan 75,24 m2. Pada penelitian ini Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor dilakukan dengan memberikan pupuk organik dan pestisida nabati
dengan 3 perlakuan berbeda serta satu tanpa perlakuan pupuk organik dan perlakuan pestisida kimia sebagai kontrol. Pupuk organik simbol “P” dan pestisida simbol “B” dengan 4 perlakuan dosis yang berbeda. Keterangan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Keterangan perlakuan
Simbol |
Keterangan |
Simbol |
Keterangan |
P1 |
Tanpa pupuk organik (kontrol) |
B1 |
Pestisida kimia 2 ml/liter dengan volume semprot 5,6 ml/tanaman |
P2 |
Pupuk organik 0,125 |
B2 |
Pestisida nabati 7 ml/liter dengan |
kg/tanaman ( 1 kg/bedeng) |
volume semprot 5,6 ml/tanaman | ||
P3 |
Pupuk organik 0,188 |
B3 |
Pestisida nabati 9 ml/liter dengan |
kg/tanaman (1,5 kg/bedeng) |
volume semprot 5,6 ml/tanaman | ||
P4 |
Pupuk organik 0,250 |
B4 |
Pestisida nabati 11 ml/liter dengan |
kg/tanaman (2 kg/bedeng) |
volume semprot 5,6 ml/tanaman |
Alat dan Bahan Penelitian | |||||
No |
Tujuan |
Metode |
Alat |
Bahan | |
1 |
Pengukuran karakteristik tanah: 1. Tekstur |
Pipet |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. |
Gelas piala (beaker glass) bervolume 2.000 ml gelas ukur bervolume 1.000 ml Ayakan 50 µm, 200 µm, dan 500 µm, 50 µ Bak perendam Termometer Pipet 50 ml dan 10 ml Cawan porselin Oven 8. Stopwatch Timbangan analitis |
(142,8 g Na- hexametafosfat + 31,7 g Na2CO3 dalam 10 l air) |
2. Struktur |
Tabel struktur tanah |
1. |
pengaris |
1. Sampel tanah |
2
1. Cooper ring (Ring sampel) |
1. Sampel tanah. | ||
|
2. Air | ||
3. Permeabilitas |
Falling |
4. Seperangkat alat pengukur | |
head |
permeabilitas | ||
5. Gelas ukur | |||
|
1. Tampah |
1. |
Sample tanah |
2. Kertas |
2. |
Larutan glukosa |
3. Lumping |
250 ppm | |
4. porselen Ayakan ukuran |
3. |
Asam sulfat |
0,5mm |
pekat | |
5. kertas label |
4. |
Kalium dikromat |
6. neraca analitik |
1N | |
4. Kandungan Walkley 8. Corong gelas ® Q lαhιι ιιVnrαn S∩Λ41
bahan organik dan Black
|
5. |
Akuades |
1. |
timbangan analitik |
1. |
Tanaman cabai | ||
2. |
penggaris |
varietas bara | |||
3. |
botol semprot |
2. |
pupuk organic | ||
Pengukuran |
Pengukura n kualitatif |
4. |
alat tulis. |
3. |
pestisida nabati |
produktivitas |
4. |
pestisida kimia | |||
tanaman |
5. |
pupuk SP-36 | |||
6. |
pupuk KCL | ||||
7. |
pupuk urea | ||||
8. |
air |
Parameter Pengamatan
Pengukuran produktivitas tanaman
Produktivitas tanaman diamati dengan cara mengukur tinggi tanaman dan menghitung jumlah daun. Sedangkan hasil panen pertama ditimbang.
Pengukuran kualitas tanah
Sampel tanah berjumlah 9 sampel. Dimana 1 sampel sebelum perlakuan, 4 sampel 2 minggu setelah perlakuan pupuk organik serta 4 sampel 9 minggu setelah perlakuan pupuk organik.
1. Tekstur tanah
Pengamatan tekstur tanah menggunakan metode Hidrometer dan dihitung dengan Persamaan 1, Persamaan 2, dan Persamaan 3.
%Pasir = 100
(R1-B1)+ 0,36 (T1-20) x (100+M) W
(R2-B2)+ 0,36 (T2-20) x (100+M) W
[1]
[2]
[3]
-
2. Struktur tanah
Pengamatan struktur tanah dilakukan dengan cara mengamati secara langsung bentuk agregat tanah dan mengukur diameter tanah menggunakan penggaris.
-
3. Pengukuran permeabilitas tanah
Hasil pengukuran permeabilitas tanah dihitung dengan Persamaan 4 berikut.
_ Q x L
H x A x t
[4]
4. Pengukuran C-Organik dan B-Organik tanah Pengukuran C-Organik dan B-Organik dihitung dengan Persamaan 5 dan Persamaan 6.
C — Organik(%)
ml ekstrak
-----—- x ppm kurva x fk x fp grcontoh
10.000
[5]
Kadar bahan organik (%) = 100/58 x Kadar C-
Organik (%)
[6]
Analisis Data
Data pengamatan produktivitas tanaman cabai dianalisis menggunakan analisis Two Way Anova dengan masing-masing perlakuan 5 kali pengulangan. Analisis Two Way Anova merupakan analisis varian didasarkan pada pengamatan dua kriteria (faktor) dimana faktor tersebut memiliki beberapa level (Huda, 2017). Uji normalitas data menggunakan uji Liliefors. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Apabila Lhitung < Ltabel maka Ho diterima (data berdistribusi normal) dan apabila Lhitung > Ltabel maka Ho ditolak (data tidak berdistribusi normal). Setelah dilakukan uji Anova Dua Arah kemudian dianalisis uji lanjut menggunakan uji Duncan. Uji Duncan merupakan salah satu uji lanjutan yang digunakan untuk mengetahui
perbedaan antar populasi (perlakuan). Metode ini dikenal sebagai uji DMRT (Duncan Multiple Range Test). Perhitungan dapat dilihat pada Persamaan 7.
Rp = r(p, dfe, k)%√≤^ [7] Dimana α= taraf nyata; dfe = derajat bebas galat; p adalah banyaknya perlakuan yang akan dibandingkan; r(p, dfe, k) = nilai wilayah nyata Duncan; KTG = kuadrat tengah galat; r = ulangan. Kriteria pengujian uji Duncan yaitu apabila nilai selisih kedua rata-rata > nilai Rp maka tolak Ho, artinya berbeda nyata dan apabila nilai selisih kedua rata-rata < nilai Rp maka terima Ho, artinya tidak berbeda nyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Tanah
Parameter kualitas tanah yang menjadi acuan meliputi tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik tanah (BO) dan permeabilitas tanah. Berikut ini hasil analisis beberapa parameter tersebut. Analisis struktur tanah menggunakan sampel tanah terusik dan diamati secara langsung bentuk agregatnya, sedangkan diameternya diukur menggunakan penggaris. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengamatan struktur tanah
Pengukuran |
Perlakuan |
Ukuran Tanah (mm) |
Bentuk Struktur |
K1(Sebelum perlakuan pupuk organik) |
- |
30,00 |
Blocky |
K2 (2 minggu setelah perlakuan pupuk organik) |
P1 P2 P3 P4 |
30,00 33,00 30,00 35,00 |
Blocky Blocky Blocky Blocky |
K3 (9 minggu setelah perlakuan pupuk organik) |
P1 P2 P3 P4 |
40,00 48,00 43,00 46,00 |
Blocky Blocky Blocky Blocky |
Tabel 2 menunjukkan penambahan pupuk organik pada tanah menyebabkan perubahan ukuran tanah namun tidak dengan bentuk strukturnya. Struktur tanah berbentuk blocky sebelum perlakuan (K1) dan setelah perlakuan (K2 dan K3). Pada saat pengamatan secara langsung sampel tanah membentuk gumpalan, hal tersebut dikarenakan bentuk agregat struktur tanah dipengaruhi oleh tekstur tanah dimana pada lokasi penelitian memiliki kandungan liat yang memiliki daya rekat tinggi. Tanah sebelum perlakuan (K1) berukuran
30 mm, setelah perlakuan ukuran mengalami peningkatan sekitar 3-5 mm (K2) dan 10-16 mm (K3). Jadi, pupuk organik memberikan perubahan ukuran struktur tanah menjadi lebih besar akan tetapi mudah hancur. Pemberian pupuk kandang mampu meningkatkan sifat fisik tanah. Semakin tinggi dosis pupuk maka tanah akan semakin poreus daya menyimpan air semakin kuat, semakin banyak agregat tanah yang terbentuk dan semakin mantap keadaannya (Mustoyo & Suprihati, 2013). Kondisi struktur tanah tersebut
menjadikan tanah lebih mudah ditembus oleh akar mendapatkan unsur hara sehingga pertumbuhan tanaman sehingga akar tanaman dapat lebih tanaman akan lebih cepat.
mudah menyebar. Penyebaran akar yang lebih
luas menjadikan tanaman lebih banyak
Tabel 3. Hasil pengamatan tekstur tanah
Pengukuran |
Perlakuan |
% Fraksi |
Kelas Tekstur | |||
Pasir |
Liat |
Debu | ||||
Kasar |
Halus | |||||
K1 | ||||||
(Sebelum perlakuan pupuk |
- |
13,25 |
37,99 |
16,03 |
32,73 |
Loam |
organik) | ||||||
K2 |
P1 |
1,33 |
52,79 |
15,07 |
30,82 |
Sandy Loam |
P2 |
1,93 |
48,96 |
16,22 |
32,9 |
Loam | |
(2 minggu setelah |
P3 |
2,30 |
54,31 |
13,95 |
29,44 |
Sandy Loam |
perlakuan pupuk organik) |
P4 |
1,98 |
53,23 |
14,81 |
29,98 |
Sandy Loam |
K3 (9 minggu setelah |
P1 |
1,44 |
61,15 |
12,08 |
25,33 |
Sandy Loam |
P2 P3 |
1,68 1,69 |
59,77 57,48 |
13,21 10,97 |
25,33 29,86 |
Sandy Loam Sandy Loam | |
perlakuan pupuk organik) |
P4 |
1,53 |
62,15 |
10,97 |
25,35 |
Sandy Loam |
Analisis Tekstur Tanah
Analisis tekstur tanah bertujuan untuk menentukan presentase kandungan fraksi antar partikel tanah. Hasil analisis tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil pengamatan kelas tekstur tanah menunjukkan sebelum diberi perlakuan pupuk organik masuk kelas tekstur lempung (loam) dan setelah perlakuan (K2 dan K3) masuk kelas tekstur lempung berpasir (sandy loam) kecuali perlakuan K2P2 dengan kelas tekstur lempung (loam). Selain itu, persentase pada masing-masing fraksi tanah menunjukkan sebelum perlakuan (K1) dan setelah perlakuan (K2 dan K3) tanah di kawasan pertanian Sub DAS Arjasa didominasi oleh persentase pasir halus dan persentase debu. Jadi, pupuk organic memberikan dampak pada
perubahan tekstur tanah dimana nilai dari persentase debu dan persentase pasir mengalami peningkatan sehingga mengakibatkan tanah mudah hancur. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sembiring et al., (2015) bahwa pemberian pupuk organik memberikan persentase fraksi pasir lebih besar pada perubahan tekstur tanah sehingga tanah masuk kelas lempung berpasir berdasarkan segitiga tekstur tanah. Sifat tekstur tanah lempung berpasir adalah sangat kasar dan struktur mudah terlepas atau mudah tererosi.
Analisis Permeabilitas Tanah
Analisis permeabilitas tanah dilaksanakan dengan menggunakan sampel tanah tak terusik. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil pengamatan permeabilitas tanah
Pengukuran |
Perlakuan |
Rata-Rata Permeabilitas (cm/jam) |
K1 (Sebelum perlakuan pupuk organik) |
- |
2,959 |
K2 |
P1 |
7,319 |
P2 |
7,319 | |
(2 minggu setelah perlakuan pupuk |
P3 |
13,681 |
organik) |
P4 |
7,875 |
K3 |
P1 |
0,000 |
P2 |
5,929 | |
(9 minggu setelah perlakuan pupuk |
P3 |
7,751 |
organik) |
P4 |
0,031 |
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari pengukuran tersebut dapat dilihat nilai yang dihasilkan hampir sama antara K1, K2 dan K3 dimana kemampuan tanah dalam meloloskan air berada pada tingkat
sedang hingga sangat lambat. Penurunan nilai permeabilitas dapat disebabakan oleh perubahan pada kualitas tanah lainnya seperti struktur tanah, tekstur tanah dan bahan organik tanah. Menurut
Sembiring et al., (2015) peningkatan pemberian bahan organik. Tanah bertesktur debu dan dosis pupuk kandang pada media tanam lempung lebih lambat permeabilitasnya menyebabkan penurunan permeabilitas tanah dibandingkan dengan pasir.
dikarenakan cepat lambatnya permeabilitas tanah
dipengaruhi oleh struktur tanah, tekstur tanah dan
Tabel 5. Hasil pengamatan bahan organik tanah (BO)
C-Organik Pengukuran Perlakuan |
Bahan Kriteria Bahan Organik (%) Organik |
K1 (Sebelum perlakuan pupuk organik) , |
2,167 3 (Tinggi) |
P1 1,017 K2 P2 1,081 (2 minggu setelah perlakuan pupuk P3 ,3 organik) P4 1,337 |
1,753 2 (Sedang) 1,864 2 (Sedang) 1,936 2 (Sedang) 2,305 3 (Tinggi) |
P1 1,074 K3 P2 1,144 (9 minggu setelah perlakuan pupuk P3 0,921 organik) P4 1,266 |
1,852 2 (Sedang) 1,972 2 (Sedang) 1,588 2 (Sedang) 2,182 3 (Tinggi) |
Analisis Bahan Organik Tanah (BO)
Analisis bahan organik menggunakan data hasil analisis C-Organik tanah. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5 menunjukkan sebelum perlakuan (K1) kandungan bahan organik masuk kriteria tinggi (3) dan setelah perlakuan (K2 dan K3) kandungan bahan organik stabil pada perlakuan P4 dimana masuk ke dalam kriteria tinggi (3). Pada perlakuan yang lain mengalami penurunan menjadi kriteria sedang (2). Penambahan pupuk organik dosis paling tinggi lebih menunjang kebutuhan unsur hara tanah dan mampu menjaga kandungan bahan organik tetap stabil setelah penanaman tanaman cabai berbeda dengan perlakuan (P2 dan P3) yang mengalami penurunan kandungan bahan organik. Hasil penelitian Sembiring et al., (2015) menyatakan bahwa semakin banyak pemberian pupuk organik maka semakin banyak pula pelepasan C-organik
di dalam tanah sehingga mampu meningkatkan kadar bahan organik.
Produktivitas Tanaman Cabai
Analisis produktivitas tanaman cabai bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengamati tinggi tanaman cabai (cm) dan jumlah daun tanaman cabai (helai) dari awal tanam hingga panen pertama serta hasil panen pertama buah cabai (gram).
Analisis Data
Hasil analisis uji normalitas menggunakan Liliefors menunjukkan nilai Lhitung tinggi tanaman (0,062) < Ltabel (0,099) dan Lhitung jumlah daun (0,071) < Ltabel (0,099) maka Ho diterima, artinya data berdistribusi normal. Hasil analisis uji Two Way Anova tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman cabai dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rekapitulasi hasil uji statistik Two Way Anova
Variabel Pengamatan |
Sumber Keragaman |
Jumlah Kuadrat |
Derajat Bebas |
Kuadrat Tengah |
F Hitung |
F Tabel |
Pupuk organik |
4,974 |
3 |
1,658 |
3,276 |
2,748 | |
Tinggi Tanaman |
Pestisida |
9,040 |
3 |
3,013 |
5,955 |
2,748 |
Interaksi |
7,729 |
9 |
0,859 |
1,697 |
2,030 | |
Error |
32,386 |
64 |
0,506 | |||
Total |
54,129 |
79 | ||||
Pupuk organik |
0,900 |
3 |
0,300 |
8,587 |
2,748 | |
Jumlah Daun |
Pestisida |
3,549 |
3 |
1,183 |
33,841 |
2,748 |
Interaksi |
2,650 |
9 |
0,294 |
8,422 |
2,030 | |
Error |
2,237 |
64 |
0,035 |
Total
9,336
79
Tabel 6 menunjukkan perlakuan aplikasi pupuk organik dan pestisida memiliki pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman cabai. Hal ini dapat diketahui dari hasil analisis statistik perbandingan Fhitung dan Ftabel. Pada faktor pupuk organik Fhitung tinggi tanaman (3,276) > Ftabel (2,748) dan Fhitung jumlah daun (8,587) > Ftabel (2,748) maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat pengaruh secara nyata dari perbedaan pemberian dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah daun tanaman cabai. Selain itu, pada faktor pestisida Fhitung tinggi tanaman (5,955) > Ftabel (2,748) dan Fhitung jumlah daun (33,841) > Ftabel (2,748) maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat pengaruh secara nyata dari perbedaan pemberian dosis pestisida terhadap pertumbuhan
tinggi dan jumlah daun tanaman cabai. Faktor kombinasi tinggi tanaman tidak terdapat interaksi dimana Fhitung (1,697) < Ftabel (2,030) maka Ho diterima dan H1 ditolak. Sedangkan pada pengamatan jumlah daun nilai Fhitung (8,422) > Ftabel (2,030) maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat interaksi antara kombinasi pupuk organik dan pestisida nabati. Menurut Harsojuwono dan Puspawati (2011), uji lanjut Duncan dapat digunakan untuk semua pembanding tanpa melihat Fhitung> Ftabel. Dari pernyataan tersebut maka dilakukan uji lanjut pada kombinasi pupuk organik dan pestisida walaupun pada tinggi tanaman tidak terdapat interaksi (Ho diterima). Hasil analisis pengaruh kombinasi dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rekapitulasi hasil uji Duncan pengaruh kombinasi dua faktor
Perlakuan |
Rata-Rata Tinggi Tanaman |
Rata-Rata Jumlah Daun |
P1B1 |
3,94 abcdefg |
2,78 ghijklmn |
P1B2 |
4,22 abcdefghij |
2,60 fghijk |
P1B3 |
3,73 abcde |
2,18 bcd |
P1B4 |
3,56 abc |
2,42 cdefg |
P2B1 |
4,75 defghijklmn |
2,62 fghijkl |
P2B2 |
4,34 cdefghijkl |
2,47 cdefgh |
P2B3 |
3,33 a |
2,07 ab |
P2B4 |
3,64 abcd |
2,20 bcde |
P3B1 |
4,12 abcdefgh |
2,49defghi |
P3B2 |
4,21 abcdefghi |
2,58 efghij |
P3B3 |
3,88 abcdef |
2,40 cdef |
P3B4 |
4,24 abcdefghijk |
2,16 bc |
P4B1 |
4,65 cdefghijklm |
2,71 fghijklm |
P4B2 |
5,04 efghijklmno |
2,93 hijklmno |
P4B3 |
3,41 ab |
1,89 a |
P4B4 |
5,03 efghijklmno |
2,96 jklmno |
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama diartikan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata (α) 0,05.
Tabel 7 menunjukkan bahwa setelah dilakukan uji DMRT penggunaan kombinasi pupuk organik (P) dan pestisida (B) memberikan respon terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman cabai. Pada tinggi tanaman tidak terdapat interaksi antara pupuk organik dan pestisida, artinya kedua faktor tersebut tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Dilihat dari hasil rerata tinggi tanaman perlakuan P4B2 dan P4B4 memiliki pengaruh besar serta memiliki notasi huruf sama “efghijklmno” yang berbeda secara nyata dengan perlakuan P1B4. Sedangkan pada jumlah daun terdapat interaksi antara kedua kombinasi tersebut. Interaksi antara P4 dan B4
dengan notasi “jklmno” memberikan pengaruh besar yang berbeda secara nyata dengan 9 perlakuan lainnya seperti P1B3.Pertumbuhan jumlah daun pada kombinasi pupuk organik dosis (P4) dan pestisida nabati (B4) mampu menghasilkan nilai rerata tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jadi, semakin tinggi dosis perlakuan kombinasi yang diberikan maka semakin tinggi juga pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman cabai serta dari kedua faktor tersebut sama-sama mempengaruhi tinggi dan jumlah daun tanaman cabai. Berdasarkan Gambar 2, pertumbuhan tanaman cabai pada minggu 4–9 pada masing-masing perlakuan
mengalami peningkatan yang berbeda. Hasil rerata tertinggi minggu 9 terdapat pada perlakuan kombinasi P4B4 (51,86 cm). Penggunaan pupuk organik 0,25 kg/tanaman dan 11 ml/liter pestisida nabati lebih efektif dalam menunjang pertumbuhan tinggi tanaman cabai dibandingkan perlakuan lainnya, dikarenakan ketersediaan
unsur hara untuk proses fotosintesis lebih banyak. Menurut Latarang & syukur (2006), semakin tinggi dosis pupuk kandang yang diberikan maka semakin banyak jumlah unsur hara yang tersedia sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00

——*— P1B3
M P1B4
^^1^^ P2B1
—•— P2B2
I P2B3
^^^^^^^^» P2B4
MMMBMIMt P3B1
—0— P3B2
■ P3B3
P3B4
Minggu ke-
Gambar 2. Pola pertumbuhan tinggi tanaman cabai (cm)
—^ P1B1
■ P1B2
P4B1
^∣^≡ P4B2
—•— P4B3
.....I......... P4B4
Pestisida nabati perlakuan dosis paling tinggi dapat mengendalikan serangan hama dan penyakit seperti hama thrips sehingga tanaman tumbuh dengan baik. Menurut Indiati (2012) serangan thrips menyebabkan tanaman menjadi lebih
pendek, jumlah polong berkurang dan hasil biji menurun. Pada Gambar 3 disajikan gambar hama yang menghambat pertumbuhan tinggi tanaman cabai.

Gambar 3. Hama thrips pada tanaman cabai
Berdasarkan Gambar 4, jumlah daun semua tanaman minggu 0 menunjukkan pertumbuhan yang sama. Perbedaan pertumbuhan jumlah daun sudah terlihat pada minggu 1 hingga minggu 9. Hasil rerata jumlah daun paling tinggi terdapat pada perlakuan P4B4 dengan rerata 31,2 helai. Rerata jumlah daun dipengaruhi oleh banyaknya
dosis sama halnya tinggi tanaman dimana pupuk organik dosis 0,25 kg/tanaman lebih efektif dalam menunjang pertumbuhan daun. Menurut Ilyasa & Rahman (2018) pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh ion nutrisiyang diserap daun dalam proses fotosintesis.
OJ
E
OJ
35,0
30,0
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0

M-0
M-1
M-2
M-3
M-4
M-5
M-6
M-7
M-8
M-9
0,0
^^ P1B1
P1B2
P1B3
P1B4
^l^≡ P2B1
P2B2
P2B3
P2B4
P3B1
P3B2
P3B3
P3B4
P4B1
P4B2
P4B3
Minggu ke-
^^^^^∙ P4B4
Gambar 4. Pola pertumbuhan jumlah daun (helai)
Hama dan penyakit yang menyerang daun tanaman cabai meliputi hama ulat, hama thrips, hama kutu daun dan penyakit bercak kuning. Pestisida nabati dosis 11 ml/liter dengan volume semprot 5,6 ml/tanaman dapat melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit sehingga tidak terjadi kegagalan pertumbuhan daun tanaman cabai. Berdasarkan hasil penelitian Wibawa (2019) pestisida nabati kandungan mimba dan campuran lainnya dengan dosis terlalu kecil tidak dapat membunuh hama dengan maksimal. Penggunaan pestisida nabati dosis tinggi tidak akan mencemari lingkungan berbeda dengan pestisida kimia karena residu relatif kecil dan senyawa aktifnya mudah terurai. Salah satu hama yang menyerang daun tanaman cabai dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hama ulat pada tanaman cabai
Pemanenan tanaman cabai dilakukan satu kali yaitu pada saat panen pertama. Hasil panen buah cabai (gram) pada semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.

Perlakuan
Gambar 6. Hasil panen buah cabai (gram)
Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui produktivitas paling baik sama halnya dengan pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun terdapat pada perlakuan P4B4 dengan berat 59,39 gram. Perlakuan dosis 0,25 kg/tanaman pupuk organik dan 11 ml/liter pestisida nabati dengan volume semprot 5,6 ml/tanaman dapat memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman dan mengendalikan hama serta penyakit lebih optimum dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Menurut Yunita et.al., (2016) menyatakan unsur nitrogen, fosfor dan kalium dalam tanah mempercepat proses pembungaan, perkembangan biji dan buah, pembentukan karbohidrat, protein, lemak dan lainnya.
KESIMPULAN
Perlakuan pupuk organik memberikan dampak pada perubahan kualitas tanah di kawasan pertanian Sub DAS Arjasa khususnya Dusun Pangepok dimana tekstur tanah mengalami perubahan menjadi sandy loam lebih didominasi persentase pasir halus dan debu, ukuran agregat struktur tanah mengalami peningkatan, permeabilitas tanah menjadi sedang - sangat lambat serta bahan organik stabil pada perlakuan P4 (0,25 kg/tanaman) dengan kriteria tinggi dan menurun pada perlakuan P2 dan P3 maupun P1 (kontrol). Faktor kombinasi pupuk organik dan pestisida perlakuan P4B2 dan P4B4 paling berpengaruh secara nyata dalam menunjang pertumbuhan tinggi tanaman cabai dan hanya memiliki selisih rata-rata tinggi tanaman 0,01 cm sedangkan perlakuan P4B4 paling berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman cabai. Pada pola pertumbuhan tanaman cabai dari minggu 0 - minggu 9 perlakuan
kombinasi paling efektif terdapat pada perlakuan P4B4 dengan dosis 0,25 kg pupuk organik/tanaman dan 11 ml/liter pestisida nabati dengan volume semprot 5,6ml/tanaman menghasilkan nilai rata-rata 51,86 cm tinggi tanaman, 31,2 helai jumlah daun dan 59,39 gram buah cabai.
DAFTAR PUSTAKA
Banuwa, I. .. 2013. Erosi. Jakarta: Prenadameda Group.
Harsojuwono, B. A., I. W. Arnata, dan G. A. K. D. Puspawati. 2011. Rancangan Percobaan: Teori Aplikasi SPSS Dan Excel. Malang: Lintas Kata Publishing.
Huda, F. A. 2017. “Pengertian Analysis of Variance (ANOVA).”
Ilyasa, M., S. Hutapea., dan A. Rahman. 2018. “Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L) Terhadap Pemberian Kompos Dan Biochar Dari Limbah Ampas Tebu.” Jurnal Agroteknologi Dan Ilmu Pertanian 3:1.
Indahwati, R., B. Herdrato, dan M. Izzati. 2013. “Perbedaan Kualitas Lahan Apel Sistem Pertanian Intensif Dengan Sistem Pertanian Ramah Lingkungan (Studi Kasus Di Kelompok Tani Makmur Abadi Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu).” Jurnal Bioma 15 (2):90–97.
Indiati, S. .. 2012. “Pengaruh Pestisida Nabati Dan Kimia Terhadap Hama Thrips Dan Hasil Kacang Hijau.” Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 31 (3).
Juarsah, I. 2016. “Keragaman Sifat-Sifat Tanah Dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan.” Jurnal Balai Penelitian Tanah.
Latarang, B. dan A. Syukur. 2006. “Pertumbuhan Dan Hasil Bawang Merah (Allium Ascalonicum L) Pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang.” J.Agroland 13 (3):265–69.
Lihawa, F. 2017. Daerah Aliran Sungai Alo Erosi, Sedimentasi, Dan Longsoran. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Mustoyo, B.H. Simanjuntak, dan Suprihati. 2013. “Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Terhadap Stabilitas Agregat Tanah Pada Sistem Pertanian Organik.” Jurnal Agric 25 (1).
Sembiring, R.A., Y. Setiyo, dan Sumiyati. 2015. “Pengaruh Pemberian Kompos Pada Budidaya Tanaman Kacang Tunggak Terhadap Erodibilitas Tanah.” Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian) 1 (1).
Syukur, A. 2019. “Mahasiswa Pascasarjana Unej Pulihkan Lahan Kritis Di DAS Bedadung.”
Tandisau, Peter, dan Herniwati. 2009. “Prospek Pengembangan Pertanian Organik Di Sulawesi Selatan.” in Prosiding Seminar Nasional Serealia. 2009. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.
Wibawa, I. P. H. .. 2019. “Uji Efektivitas Ekstrak Mimba (Azadirachta Indica A. Juss.) Untuk Mengendalikan Hama Penggerek Daun Pada Tanaman Podocarpus Neriifolius.” E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika 8 (1).
Yunita, F., Damhuri, dan H. W. Sudrajat. 2016. “Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair (POC) Limbah Sayuran Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Cabai Merah (Capsicum Annum L).” Jurnal Ampibi 1(3):47–55.
s
228
Discussion and feedback