JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 11, Nomor 1, bulan April, 2023

Pengaruh Pelapisan Emulsi Minyak Wijen dan Minyak Sereh terhadap Karakter Fisik dan Kimia Buah Cabai Merah Besar (Capsicum annum L.) selama Penyimpanan

Effect of Emulsion Coating of Sesame Oil and Citronella Oil on Physical and Chemical Characters of Big Red Chili (Capsicum annum L.) during Storage

Nyoman Yoga Pradana, I Made Supartha Utama*, Ni Nyoman Sulastri

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem , Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: supartha_utama@unud.ac.id

Abstrak

Cabai merah besar merupakan salah satu sayuran hortikultura yang mudah rusak setelah dipanen. Kerusakan terjadi akibat proses pascapanen seperti kerusakan fisiologis, mekanis maupun mikrobiologis. Salah satu cara untuk mengurangi kerusakan dan memperpanjang masa simpan buah tersebut adalah menggunakan edible coating. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelapisan emulsi minyak wijen dan minyak sereh terhadap karakteristik fisik dan kimia buah cabai merah besar (Capsicum annum L.) serta untuk memperoleh kombinasi perlakuan minyak wijen dan minyak sereh yang dapat memperlambat kerusakan fisik dan kimia buah cabai merah besar selama penyimpanan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah minyak wijen (W) terdiri dari 3 level konsentrasi, yaitu: 0%, 0,5% dan 1% serta faktor kedua adalah minyak sereh (S) yang terdiri dari 3 level konsentrasi: 0%, 0,5% dan 1% dengan 3 kali ulangan sehingga menghasilkan 27unit percobaan. Keragaman data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis keragaman dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap parameter yang diamati maka dilanjutkan dengan Uji Duncan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh pemberian emulsi minyak wijen dan sereh berpengaruh terhadap nilai susut bobot, intensitas kerusakan, kadar vitamin C dan total padatan terlarut buah cabai merah besar selama penyimpanan. Perlakuan kombinasi minyak wijen dan minyak sereh dengan konsentrasi masing-masing 0,5% (W1S1) merupakan perlakuan yang menghasilkan nilai terbaik yaitu nilai susut bobot 50,7%, intensitas kerusakan sebesar 43,33%, kadar vitamin C sebesar 8,9 mg/100g dan total padatan terlarut 3,27 °Brix.

Kata kunci: Capsicum annum L., edible coating, minyak sereh, minyak wijen

Abstract

Big red chili pepper is one of the horticultural vegetables easily damaged after harvesting. The damage occurs due to postharvest processes such as physiological, mechanical, and microbiological damage. One way to reduce the fruit damage and extend the shelf life of the fruit is to use an edible coating. The purpose of this study was to determine the effect of emulsion coating of sesame oil and citronella oil on the physical and chemical characteristics of large red chili (Capsicum annum L.) and to obtain a combination of sesame oil and citronella oil treatment that could slow the physical and chemical damage of red chilies. large during storage. This study employed a factorial completely randomized design (CRD) with two factors. The first factor is sesame oil (W) consisting of 3 concentration levels: 0%, 0.5% and 1%. The second factor is citronella oil (S) which consists of 3 concentration levels: 0%, 0.5%, and 1%, with three replications resulting in 27 experimental units. The uniformity of data was analyzed using uniformity analysis; if the treatment had an effect on the observed parameters, Duncan's test was used. The results showed that the effect of sesame and lemongrass oil emulsions had an effect on fruit weight loss, damage intensity, vitamin C levels, and total soluble solids during storage. The combination treatment of sesame and lemongrass oil with each concentration of 0.5% (W1S1) showed the best results, namely the weight loss value of 50.7%, damage intensity by 43.33%, vitamin C 8.9 mg /100g, and total dissolved solids 3.27 °Brix.

Keywords: Capsicum annum L., edible coating, lemongrass oil, sesame oil

PENDAHULUAN

Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satunya adalah cabai merah besar yang termasuk dalam

lima besar komoditas sayuran dengan total produksi terbesar di Indonesia selain sawi, tomat dan kubis. Cabai merupakan tanaman hortikultura sayuran yang paling banyak diusahakan di Indonesia. Cabai termasuk jenis sayuran yang mudah rusak setelah dipanen, baik kerusakan 201

fisiologis, fisik-mekanis maupun mikrobiologis. Menurut (Taufik, 2011) kehilangan pasca panen sayuran hortikultura seperti cabai mencapai 40% yang umumnya berupa penurunan mutu seperti susut bobot dan tingkat kerusakan yang tinggi akibat dari proses pascapanen yang tidak sesuai. Penurunan mutu cabai setelah dipanen terjadi karena proses respirasi yang terus berlangsung, sehingga cabai menjadi layu (kering) atau membusuk. Kerusakan fisiologis biasa disebabkan karena reaksi metabolisme dalam bahan yang atau enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan itu sendiri sehingga terjadi autolisis dan berakhir dengan kerusakan serta pembusukan (Susiwi, 2009). Metabolisme yang masih berlangsung adalah respirasi, dimana respirasi dapat diuraikan sebagai pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks yang biasanya terdapat di dalam sel seperti zat pati, asam-asam organik, dan lain-lain menjadi gula sederhana yang selanjutnya akan dirombak kembali menjadi CO₂, H₂O dan energi (Apandi, 1984). Selain itu hasil samping berupa air akan mengalami transpirasi sehingga komoditas menjadi layu (I. M. S. Utama, 2001).

Sifat buah cabai yang mudah rusak inilah diperlukan teknologi pascapanen yang tepat untuk mengurangi penurunan mutu fisik dan kimia, mempertahankan kesegarannya dan sekaligus meningkatkan nilai jual produk tersebut. Salah satu cara untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada buah cabai selama penyimpanan adalah edible coating. Edible coating merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dikonsumsi, dibentuk untuk melapisi produk pangan yang bertujuan untuk menghalangi perpindahan massa seperti, kelembaban, oksigen (O2), karbondioksida (CO2), lipit dan zat terlarut (Bourtoom, 2008). Nawab (2017) juga menyatakan bahwa edible coating bertindak sebagai penghalang terhadap kelembaban gas (O2 dan CO2) serta zat terlarut dengan menimbulkan gerakan semipermeabel di sekitar buah, sehingga menghambat laju respirasi, kehilangan air dan proses oksidasi. Aplikasi edible coating pada produk berfungsi sebagai pembawa antioksidan yang mampu melindungi dari proses oksidasi lemak, dapat memperbaiki kenampakan serta mencegah pertumbuhan mikroba (Harmely et al., 2014).

Bahan pelapis yang dapat digunakan serta aman dikonsumsi dan mudah didapatkan seperti penggunaan bahan pelapis berbasis minyak nabati yaitu minyak wijen dan minyak sereh. Penggunaan minyak wijen (Sesamum incidium L) sebagai bahan dasar pembuatan edible coating selain dapat dikonsumsi langsung, minyak wijen juga diketahui

mengandung lignan, diantaranya adalah sesamol, sesamin, dan sesamolin. Lignan-lignan tersebut diketahui dapat berfungsi sebagai antioksidan yang menghambat peroksidasi lipid. Disamping mengandung lignan, minyak wijen juga mengandung vitamin E dan β-karoten yang juga berpotensi sebagai antioksidan (Lieu & Dang, 2015). Sedangkan penambahan minyak sereh (Cymbopogon nardus L. Rendle) karena mengandung komponen utama yang berupa senyawa citral. Menurut Chaimoovitsh et al., (2011), sitral adalah campuran dari dua monoterpen asiklik yaitu geranial (sitral A atau citral trans) dan neral (sitral B atau citrak cis). Kandungan sitral dalam tanaman sereh ini dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri, antijamur, antiprotozoal, anti inflamasi, anti kanker dan sariawan (Purnamasari et al., 2016). Puspawati et al (2016) menyatakan bahwa minyak serai wangi (Chymbopogon winterianus Jowitt) dari bagian daun dan batang potensial sebagai antibakteri Eschericia colidan Staphylococcus aureus. Selain itu, Kamari et al (2018) mengungkapkan bahwa minyak sereh wangi (Chymbopogon Nardus) dapat menghambat bakteri (gram negatif dan positif). Berdasarkan uraian latar belakang diatas, perlu dilakukan penelitian pengaruh pelapisan emulsi minyak wijen dan minyak sereh terhadap karakteristik fisik dan kimia cabai merah besar selama penyimpanan untuk mengetahui pengaruh penggunaan edible coating berbahan minyak wijen dan minyak sereh terhadap perubahan karakteristik cabai merah besar selama masa simpan buah tersebut.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pascapanen, Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Kampus Sudirman. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan September 2021 sampai dengan bulan Desember 2021.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting, pisau, penggaris, mika plastik, timbangan analitik (AND GF-300), beaker glass 100 ml (Iwaki Cte33 Pyrex), beaker glass 250 ml (Iwaki Cte33 Pyrex), beaker glass 1000 ml (Iwaki Cte33 Pyrex), hot plate (Jp. Selecta), refraktometer (Atago) spatula pengaduk, pipet tetes (plastik 3 ml). Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah cabai merah besar yang didapat dari petani cabai desa Mengesta, kec. Penebel, Kabupaten Tabanan, minyak wijen, minyak sereh, asam oleat, polisorbat 80, alkohol (95%), aquades.

Rancangan Percobaan

Percobaan pada Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor. Faktor pertama dalam pembuatan emulsi dengan konsentrasi minyak wijen (W) terdiri dari 3 aras: 0%,  0,5%, dan 1%. Faktor kedua dengan

konsentrasi minyak sereh (S) terdiri dari 3 aras 0%, 0,5%), dan 1%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 27 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas 10 buah cabai yang disimpan pada suhu (27-30oC).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Bahan

Sortasi buah cabai dilakukan untuk memisahkan buah yang memiliki kondisi yang baik. Buah cabe yang cacat dan busuk dipisahkan dalam wadah yang berbeda untuk menghindari kontaminasi terhadap buah yang segar. Setelah buah disortasi selanjutnya dilakukan pencucian untuk menghilangkan kotoran dan sisa pestisida yang mungkin masih menempel pada buah cabe yang terbawa selama proses pemanenan. Kriteria buah cabe yang digunakan adalah buah cabe yang memiliki warna merah mengkilat, tangkai dan kelopak buah masih utuh, memiliki ukuran yang seragam serta tidak terdapat cacat maupun busuk akibat proses pemanenan maupun mikroorganisme.

Pemuatan Emulsi

Pembuatan emulsi membutuhkan emulsifier yang terdiri dari polisorbat 80 (sebagai pelarut untuk berbagai zat termasuk minyak), asam oleat (sangat efektif untuk emulsifier karena mampu mengikat air dan minyak), alkohol (sebagai zat penstabil untuk emulsi), dan aquades. Pembuatan emulsi diawali dengan pengukuran takaran bahan: minyak wijen (0 ml, 5 ml dan 10 ml), minyak sereh (0 ml, 5 ml dan 10 ml), polisorbat 80 (10 ml), asam oleat (5 ml), alkohol (30 ml) dan aquades. Setelah bahan-bahan diukur berdasarkan perlakuan yang sudah ditetapkan, lalu bahan diblender selama 3-5 menit dan jika tidak terdapat gumpalan berarti campuran tersebut sudah homogen. Setelah semua emulsi selesai dibuat didiamkan selama 2-3 jam untuk menghilangkan gelembung pada permukaan emulsi

Pengaplikasian Emulsi

Setelah bahan dan emulsi siap tahap selanjutnya yaitu pencelupan buah cabe pada konsentrasi yang telah ditentukan selama 2-3 menit agar emulsi tercampur merata pada permukaan buah. Selanjutnya angkat dan tiriskan buah cabai yang sudah dicelupkan pada emulsi minyak wijen dan minyak sereh. Buah yang sudah diberi lapisan emulsi selanjutnya dikemas pada mika plastik dan diletakkan pada keranjang.

Penyimpanan Dan Pengamatan

Penyimpanan buah cabe yang sudah diberi emulsi dikemas menggunakan mika plastik dan diletakan didalam keranjang lalu disimpan pada ruangan laboratorium Teknik Pascapanen gedung Agrokomplek dengan suhu 27-30oC. Penelitian ini dilakukan pada bulan november dan pengamatan dilakukan secara objektif terhadap buah cabe yang diberi perlakuan. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari sekali selama 15 hari, yaitu pada hari ke 0, 3, 6, 9, 12 dan 15 atau hingga buah tidak layak

dikonsumsi. Pengamatan yang dilakukan pada buah cabe antara lain: susut bobot, kandungan vitamin C, intensitas kerusakan dan total padatan terlarut.

Parameter Yang Diamati

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan cara menimbang buah sampel menggunakan timbangan analitik (AND GF-300, China). Pengukuran perubahan berat dihitung dalam persen berat awal buah cabai merah besar hari ke 0 (Wo) dibandingkan perubahan berat setelah proses penyimpanan (Wt). Hasil penimbangan dinyatakan dalam persen bobot yang dihitung dengan rumus:

sb = (wo) (^t)×100%

(Wo)

[1]


Dimana:

Sb : Susut Bobot (%)

W0 : Berat awal produk (g)

Wt : Berat buah pada hari ke-t (g)

Intensitas Kerusakan

Intensitas kerusakan diukur dengan persentase 0 -25%. Pengamatan dilakukan secara visual terhadap buah cabai merah besar yang mengalami kerusakan antara lain perubahan warna, buah menjadi kering, tekstur lunak, dan munculnya jamur. Persentase kerusakan dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Prastya et al., 2015).

P(%) = ∑^¾100%                   [2]

'  '    N×V                                         l j

Dimana:

P : Intensitas kerusakan (%)

N :Jumlah produk dalam 1 unit Percobaan

V : Rating maksimum

n : Jumlah produk pada setiap rating

v : Nilai rating pembusukan

Kadar Vitamin C

Pengukuran kadar vitamin C dilakukan dengan menimbang sebanyak 10 gr, kemudian dihancurkan atau dihaluskan, lalu dimasukkan ke dalam gelas beaker dan diencerkan dengan menambahkan

aquades sebanyak 100 ml, kemudian disaring dengan kertas saring. Selanjutnya sebanyak 10 ml filtrate ditambahkan indikator amilum sebanyak 1 ml dan di titrasi dengan Iod (0.096 N) hingga warna berubah menjadi ungu yang stabil selama 15 detik (Suhardi & Sudarmadji, 2007). Kadar vitamin C dihitung menggunakan formula seperti berikut:

ml tltrasl x 0.88 x fp x 100

Vitamin C (mg/100 g') =------------------- [3]

v                         w sampel            l j

Dimana:

ml titrasi : Volume iodiN yang digunakan untuk mengubah filtrat dari bening menjadi ungu

fp        : Faktor pengenceran

w sampel :Bobot sampel yang digunakan untuk menghasilkan filtrate (g)

Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan percobaan RAL (rancangan acak lengkap). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA) dengan bantuan aplikasi SPSS 22 sebagai alat bantu pengolah data, dan apabila terdapat data berpengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan Duncan Multple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susut Bobot

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa interaksi perlakuan pemberian pelapis minyak wijen dan minyak sereh berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai susut bobot selama penyimpanan hari ke-12 dan hari ke-15. Namun pada hari ke-6 perlakuan minyak sereh berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap buah cabai merah besar, sedangkan perlakuan minyak wijen tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hasil uji lanjut Duncan 5% ditunjukkan oleh notasi di belakang angka yang menunjukan pengaruh nyata dari tiap-tiap perlakuan. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 1 diketahui bahwa interkasi perlakuan minyak wijen dan minyak sereh berpengaruh nyata pada hari ke-12 dan hari ke-15. Perlakuan minyak wijen dan minyak sereh dengan kosentrasi 0,5% (W1S1) memiliki nilai susut bobot yang terendah dibandingkan perlakuan lainya yaitu sebesar 38,55% pada hari ke-12 dan 50,70 % pada hari ke-15 sedangkan nilai susut bobot tertinggi terjadi pada perlakuan minyak wijen 0% dan minyak sereh 1% (W0S2) yaitu sebesar 59,12% serta pada hari ke-15 perlakuan minyak wijen 1% dan minyak sereh 0% (W2S0) memiliki nilai susut bobot

sebesar 74,76%.

Tabel 1. Nilai rata-rata susut bobot

P

Susut Bobot (%)

Hari ke-3

Hari ke-6

Hari ke-9

Hari ke-12

Hari ke-15

W0S0

9,76

13,7

22,6

47,56bc

59,49cd

W0S1

13,7

25,46

31,53

48,86b

65,38abc

W0S2

11,86

25,2

36,8

59,12a

73,20ab

W1S0

10,33

19,16

27,30

45,02bc

62,74bc

W1S1

4,9

11,9

22,06

38,55c

50,70d

W1S2

13,56

28,43

40,6

60,15a

64,68abc

W2S0

7,4

17,36

25,83

52,25ab

74,76a

W2S1

13,53

19,93

28,5

53,50ab

64,96abc

W2S2

18,26

25,36

36

51,09ab

61,41c

Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05).

Menurut Žnidarčič et al (2010) penurunan berat sayuran setelah panen disebabkan oleh kehilangan air melalui proses transpirasi. Perlakuan signifikan baru terjadi pada hari ke-12 dikarekan pada hari ke-3 hingga hari ke-9 buah cabe mengalami penurunan susut bobot yang stabil, meningkatnya suhu ruangan secara tiba-tiba juga menjadi faktor penyebab terjadinya susut bobot yang cenderung melonjak tinggi pada hari ke-12 dan hari ke-15 selama penyimpanan. Karena fungsi utama edible coating adalah berperan sebagai barrier yang menjaga kelembaban, bersifat selektif permeabel terhadap gas (O2 dan CO2) dan dapat mengontrol migrasi komponen-komponen larut air yang dapat

menyebabkan perubahan komposisi nutrisi. Edible coating digunakan pada buah-buahan dan sayuran untuk mengurangi terjadinya kehilangan kelembaban, memperbaiki penampilan, sebagai barrier untuk menghaangi pertukaran gas dari produk kelingkungan atau sebaliknya (Krochta et al., 1994).

Perbedaan yang terjadi pada tiap-tiap perlakuan diakibatkan karena pelapis yang dibuat memiliki ketebalan yang berbeda-beda sesuai dengan konsentrasi pelapis serta dapat disebabkan karena pada waktu pencelupan terlalu lama pada buah cabai sehingga memungkinkan terjadinya respirasi

anaerob. Menurut Utama (2016) semakin tinggi konsentrasi bahan pelapisnya maka tidak akan efektif dalam menghambat laju susut bobot pada buah, bahkan konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya respirasi anaerobik pada buah yang justru akan mempercepat proses kehilangan air.

Intensitas Kerusakan

Tingkat kerusakan merupakan suatu pengukuran kerusakan pada buah cabai merah besar selama penyimpanan pengamatan dilakukan secara subjektif dengan tingkat pengukuran buah dari 0

sampai buah mengalami kerusakan hingga 25% apabila buah mengalami kerusakan lebih dari 25% maka buah cabai akan langsung dikeluarkan dari sample. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam interaksi minyak wijen dan minyak sereh berpengaruh nyata (P≤0,05) terhadap intensitas kerusakan buah cabai merah besar pada hari ke-12 dan hari ke- 15 selama penyimpanan. Namun pada hari ke-6 perlakuan minyak sereh berpengaruh nyata (P≤0,05) terhadap intensitas kerusakan buah cabai merah besar, sedangkan perlakuan minyak wijen tidak berpengaruh nyata (P≥0,05).

Tabel 2. Nilai rata-rata intensitas kerusakan

P

Intensitas Kerusakan (%)

Hari ke-3

Hari ke-6

Hari ke-9

Hari ke-12

Hari ke-15

W0S0

3,67

6,67

16,67

43,33ab

60ab

W0S1

10

20

23,33

46,67ab

63,33ab

W0S2

6,67

16,67

26,67

46,67ab

70a

W1S0

6,67

13,33

20

40ab

60ab

W1S1

0

3,33

10

26,67b

43,33b

W1S2

3,33

23,33

33,33

56,67a

70a

W2S0

3,33

6,67

20

50a

73,33a

W2S1

10

13,33

20

60a

73,33a

W2S2

13,33

16,67

23,33

43,33ab

53,33ab

Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05).

Berdasarkan data yang di tampilkan pada Tabel 2 diketahui perlakuan interaksi minyak wijen dan minyak sereh berpengaruh nyata pada hari ke-12 dan hari ke-15. Perlakuan minyak wijen dan minyak sereh dengan konsentrasi 0,5% (W1S1) memiliki nilai intensitas kerusakan terendah pada hari ke-12 yaitu sebesar 26,67% dan pada hari ke-15 sebesar 43,33% selama penyimpanan. Sedangkan intensitas kerusakan tertinggi terjadi pada perlakuan dengan konsetrasi minyak wijen 1% dan minyak sereh 0,5% (W2S1) pada hari ke-12 serta pada hari ke-15 intensitas keruakan tertinggi terjadi pada koonsentrasi minyak wijen 1% dan miyak sereh 0% (W2S0) serta pada perlakuan minyak wijen 1% dan minyak sereh 0,5% (W2S1). Peningkatan nilai kerusakan ini disebabkan karena adanya proses respirasi dan transpirasi pada buah cabae selama penyimpanan. Dari kedua aktivitas tersebut menyebabkan buah tetap mengalami kemunduran mutu yang ditandai dengan kerusakan fisiologis berupa buah menjadi layu, berjamur hingga busuk serta mengeluarkan bau yang tidak sedap. Menurut Laura, et al (2009), penggunaan edible coating yang dibarengi dengan penyimpanan pada suhu kamar dapat mengatasi penurunan mutu serta mampu menjaga kesegaran buah. Penambahan antimikroba dalam pelapisan juga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroba

pada buah dan sayuran serta memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutunya (Quintavalla & Vicini, 2002).

Dengan perbedaan yang terjadi pada tiap perlakuan menunjukkan bahwa perbedaan kosentrasi minyak wijen dan minyak sereh berpengaruh signifikan terhadap perubahan intensitas kerusakan. Meningkatnya intensitas kerusakan bisa terjadi karena beberapa faktor seperti suhu, kelembaban, lama pencelupan serta ketebalan pada tiap perlakuan menjadikan tiap-tiap perlakuan berbeda. Kandungan asam oleat, serta antioksidan dari minyak wijen dapat memperpajang umur simpan pada buah dan sayuran, dimana anti oksidan alami dan kandungan asam oleat yang tinggi berfungsi menghambat penurunan mutu (oksidatif), menjaga karakteristik fisik dan kimia serta meningkatkan umur simpan buah melewati batas normal (Delfian, 2010). Sedangkan kandungan citral dari minyak sereh yang bersifat antimikroba dapat menghambat pertumbuhan jamur penyebab utama kebusukan pada buah (Bankole & Joda, 2004).

Vitamin C

Hasil analisis keragaman interaksi perlakuan pelapisan minyak wijen dan minyak sereh berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai kadar vitamin C buah cabai merah besar pada hari ke-9

dan hari ke-12, sedangkan pada hari ke-15 interaksi   merah besar, sedangkan perlakuan minyak sereh

pelapisan minyak wijen dan minyak sereh tidak   tidak berpengaruh nyata (P>0,5). Hasil analisis

berpengaruh nyata (P>0,05). Pada hari ke-6   keragaman nilai kadar vitamin C buah cabai merah

perlakuan minyak wijen berpengaruh nyata   besar dapat dilihat pada Tabel 3.

(P<0,05) terhadap kadar vitamin C buah cabai

Tabel 3. Rata-rata nilai kadar vitamin C

P

KadarVitamin C (mg/100g)

Hari ke-3      Hari ke-6      Hari ke-9      Hari ke-12    Hari ke-15

W0S0

W0S1

W0S2

W1S0

W1S1

W1S2

W2S0

W2S1

W2S2

15,59           13,05           11,96c           7,53c           5,27

15,58           13,62          12,69b          9,76b           5,99

16,25           13,96          12,78bc         8,87bc          5,82

15,93           14,07          12,83b          9,46b          6,10

18,23            16,19           14,54a          12,40a           8,9

17,06           14,46          12,8abc          8,57bc           5,75

16,09           14,37          12,48b          9,85b          6,26

17,34           14,52          12,93b          9,67b          7,27

18,67           13,75          12,76b          9,66b          6,35

Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05).

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 3 menunjukan buah cabe dengan perlakuan W0S0 (minyak wijen 0% dan minyak sereh 0%) memiliki kadar vitamin C terendah pada hari ke-9 dan 12. Sedangkan perlakuan W1S1 (minyak wijen 0,5% dan minyak sereh 0,5%) memiliki nilai kadar vitamin C tertinggi pada hari ke-9 dan 12 dibandingkan dengan perlakuan lainya. Perlakuan W1S1 (minyak wijen 0,5% dan minyak sereh 0,5%) menjadi perlakuan terbaik dengan nilai kadar vitamin C 14,54 mg pada hari ke-9 dan nilai kadar vitamin C pada hari ke-12 sebesar 12,40 mg. Sedangkan perlakuan dengan konsentrasi minyak wijen dan minyak sereh 0% (W0S0) memiliki nilai kadar vitamin C terendah yaitu sebesar 11,96 mg pada hari ke-9 dan nilai kadar vitamin C pada hari ke-12 sebesar 7,53 mg. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada perlakuan interaksi W1S1 (wijen 0,5%, sereh 0,5%) mampu menekan laju respirasi, aktivitas enzim serta proses metabolisme pada buah cabai merah besar dengan efektif. Aktivitas enzim yang terhambat dapat mencegah proses oksidasi vitamin C, sehingga penurunan kadar vitamin C pada cabai merah besar dapat dicegah. Rachmawati et al (2009) menyatakan bahwa penyimpanan buah-buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuan menurunkan kadar vitamin C dengan cepat karena adanya proses respirasi dan oksidasi.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar vitamin C pad buah cabe diantara disebebkan oleh kenaikan aktivitas enzim asam askorbatoksidase yang bertugas untuk melakukan perombakan vitamin C akibat lamanya penyimpanan (Cresna et al., 2014); kerusakan dinding sel dan proses buah yang lewat masak

(Wojdyła et al., 2008); penyimpanan pada temperatur lebih dari 270C (Nurman et al., 2018); serta pola penyimpanan buah dan sayuran segar yang berpotensi memicu kelayuan dapat menurunkan kadar vitamin C dengan cepat akibat dari proses respirasi (Safaryani et al., 2007).

Total Padatan Terlarut

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukan interaksi perlakuan pelapisan minyak wijen dan minyak sereh berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai total padatan terlarut pada hari ke-6 dan 9, sedangkan pada hari ke-12 dan 15 interaksi perlakuan pelapisan minyak wijen dan minyak sereh tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai padatan terlarut buah cabe yang diberi perlakuan W1S1 (minyak wijen 0,5% dan minyak sereh 0,5%) memiliki nilai paling rendah pada hari ke-6 dan hari ke-9, sedangkan pada perlakuan W0S0 (minyak wijen 0% dan minyak sereh 0%) memiliki nilai padatan terlarut tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainya.

Perlakuan dengan konsentrasi minyak wijen 0,5% dan minyak sereh 0,5% (W1S1) menjadi perlakuan dengan nilai padatan terlarut terendah pada hari ke-6 yaitu sebesar 3,32 °Brix dan nilai padatan terlarut pada hari ke-9 sebesar 3,54 °Brix. Perlakuan dengan konsentrasi minyak wijen 0% dan minyak sereh 0% (W0S0) menjadi perlakuan dengan nilai padatan terlarut tertinggi pada hari ke-6 yaitu sebesar 4,12 °Brix dan nilai padatan terlarut pada hari ke-9 sebesar 4,53°Brix.

Tabel 4. Rata-rata nilai total padatan terlarut

P

Total Padatan Terlarut (°Brix)

Hari ke-3

Hari ke-6

Hari ke-9

Hari ke-12

Hari ke-15

W0S0

3,57

4,12a

4,53a

4,08

4,19

W0S1

3,45

3,72c

4,2b

4,19

4,03

W0S2

3,48

3,7c

4,04c

4,40

4,07

W1S0

3,65

3,78bc

4,1bc

3,46

3,83

W1S1

3,22

3,32d

3,54d

3,46

3,27

W1S2

3,39

3,38d

3,65d

3,46

3,43

W2S0

3,48

3,68c

4,04c

3,46

3,4

W2S1

3,53

3,79bc

4,1bc

4,17

3,81

W2S2

3,64

3,85b

4,16bc

3,86

4,04

Keterangan : Huruf yang

sama di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05).


Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa nilai padatan terlarut pada masing-masing perlakuan mengalami peningkatan hingga hari ke-9 lalu pada hari selanjutnya mengalami penurunan, hal ini dikarenakan terjadinya pemecahan senyawa komplek seperti pati menjadi gula ketika mencapai puncak kematangannya dan cabe dipanen pada puncak matang. Hal ini berhubungan dengan pernyataan Siregar et al (2018) yang menyatakan komposisi kandungan nilai total padatan terlarut cabe merah yang mengalami peningkatan menunjukkan telah mengalami pematangan artinya telah terjadi perombakan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak serta terbentuknya gula sederhana berupa sukrosa, fruktosa, dan glukosa.

Minyak wijen yang digunakan pada pelapisan buah cabai merah besar dapat berfungsi antioksidan karena beberapa komponen yang dimiliki seperti diantaranya adalah sesamol, sesamin, dan sesamolin, yang dimana komponen tersebut diketahui dapat berfungsi sebagai antioksidan yang menghambat peroksidasi lipid. Disamping mengandung lignan, minyak wijen juga mengandung vitamin E dan β-karoten yang juga berpotensi sebagai antioksidan (Lieu & Dang, 2015). Menurut Das et al (2013) laju respirasi yang ditekan dapat memperlambat sintesis dan penggunaan metabolit, menghasilkan padatan terlarut yang lebih rendah karena hidrolisis karbohidrat menjadi gula yang lebih lambat.

KESIMPULAN

Secara keseluruhan pelapisan emulsi minyak wijen dan minyak sereh sebagai edible coating berpengaruh secara nyata terhadap nilai susut bobot, intensitas kerusakan, kadar vitamin C dan nilai total padatan terlarut buah cabai merah besar. Kombinasi perlakuan minyak wijen 0,5% dan minyak sereh 0,5% (W1S1) menjadi perlakuan yang terbaik dengan nilai susut bobot 50,7%,

intensitas kerusakan 43,33%, kadar vitamin C 8,9 mg∕100g dan total padatan terlarut 3,27°Brix selama masa simpan.

DAFTAR PUSTAKA

Apandi, M. (1984). Teknologi Buah Dan Sayur. Alumni. Bandung, 106.

Bankole, S. A., & Joda, A. O. (2004). Effect Of Lemon Grass (Cymbopogon citratus Stapf) Powder And Essential Oil On Mould Deterioration And Aflatoxin Contamination Of Melon Seeds (Colocynthis citrullus L.). African Journal of Biotechnology, 3(1), 52– 59.

Bourtoom, T. (2008). Edible Films And Coatings: Characteristics And Properties. International Food Research Journal, 15(3), 237–248.

Cresna, C., Napitupulu, M., & Ratman, R. (2014). Analisis Vitamin C Pada Buah Pepaya Sirsak Srikaya Dan Langsat Yang Tumbuh Di Kabupaten Donggala. Jurnal Akademika Kimia, 3(3), 121–128.

Das, D. K., Dutta, H., & Mahanta, C. L. (2013). Development Of A Rice Starch-Based Coating With Antioxidant And MicrobeBarrier Properties And Study Of Its Effect On Tomatoes Stored At Room Temperature. LWT-Food Science and Technology, 50(1), 272–278.

Delfian, R. (2010). Pelapisan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dan Adaptasi Suhu Terhadap Perubahan Karakteristiknya Selama Penyimpanan.

Harmely, F., Deviarny, C., & Yenni, W. S. (2014). Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Edible Film Dari Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Sebagai Penyegar Mulut. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(1), 38–47.

Kamari, F. El, Taroq, A., Atki, Y., Aouam, I.,

Oumokhtar, B., Lyoussi, B., & Abdellaoui, A. (2018). Cymbopogon nardus L. Essential Oil: Phytochemical Screening And Its Antibacterial Activity Against Clinical Bacteria Responsible For Nosocomial Infections In Neonatal Intensive Care. Int. J. Pharm. Sci. Rev. Res, 50(1), 14–17.

Krochta, J. M., Baldwin, E. A., & Nisperos-

Carriedo, M. O. (1994). Edible Coatings And Films To Improve Food Quality, Technomic Publ. Co., Lancaster, PA, 1–379.

Laura, A., Alvarez-Parrilla, E.,  & González-

Aguilar, G. A. (Eds. ). (2009). Fruit And Vegetable Phytochemicals:    Chemistry,

Nutritional Value and Stability. Jonh Wiley & Sons.

Lieu, H. K., & Dang, T. Q. (2015). Effect OF Black And White Sesame Cake Extracts On Retarding Lipid Oxidation In Catfish Fat. Journal of Food and Nutrition Sciences, 3(1– 2), 39–44.

Nawab, A., Alam, F., & Hasnain, A. (2017).

Mango Kernel Starch As A Novel Edible Coating For Enhancing Shelf-Life Of Tomato (Solanum lycopersicum) Fruit. International Journal of Biological Macromolecules, 103, 581–586.

Nurman, S., Muhajir, N., & Muhardina, V. (2018). Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Minuman Sari Nanas (Ananas comosus L.). Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian, 15(3), 140.

Prastya, O., Utama, I., & Yulianti, N. (2015). Pengaruh Pelapisan Emulsi Minyak Wijen Dan Minyak Sereh Terhadap Mutu Dan Masa Smpan Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill). BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 3(1).

Purnamasari, P., Nashrianto, H., & Rusman, M. S. (2016). Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Citral dalam Sereh Dapur (Cymbopogon citratus) Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) Dan GC-MS. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan, Bogor.

Puspawati, N. M., & Suirta, I. W. (2016). Isolasi, Identifikasi Serta Uji Aktivitas Antibakteri Pada   Minyak Atsiri Sereh Wangi

(Cymbopogon winterianus Jowitt). Jurnal Kimia (Journal of Chemistry), 10(2).

Quintavalla, S., & Vicini, L. (2002). Antimicrobial Food Packaging In Meat Industry. Meat

Science,           62(3),           373–380.

https://doi.org/10.1016/S0309-1740(02)00121-3

Rachmawati, R., Defiani, M. R., & Suriani, N. L. (2009). Pengaruh Suhu Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C Pada Cabai Rawit Putih (Capsicum frustescens). Jurnal Biologi, 13(2), 36–40.

Safaryani, N., Haryanti, S., & Hastuti, E. D. (2007). Pengaruh Suhu Dan Lama Penyimpanan Terhadap  Penurunan  Kadar Vitamin C

Brokoli (Brassica oleracea L). Anatomi Fisiologi, 15(2), 39–45.

Siregar, M. R., Harun, N., & Yusmarini, Y. (2018). Pemanfaatan Buah Belimbing Manis (Averrhoa Carambola L.) dan Buah Nanas (Ananas Comosus L.) dalam Pembuatan Permen Jelly. Riau University.

Suhardi, H. B., & Sudarmadji, S. (2007). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogjakarta: Liberti.

Susiwi, S. (2009). Penilaian Organoleptik. Jurusan Pendidikan Kimia. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Taufik, M. (2011). Analisis Pendapatan Usaha Tani Dan Penanganan Pascapanen Cabai Merah. Jurnal Litbang Pertanian, 30(2).

Utama, I. G. M., Utama, I. M. S., & Pudja, I. (2016). Pengaruh Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah Sebagai Pelapis Buah Mangga Arumanis Terhadap Mutu Selama Penyimpanan Pada Suhu Kamar. J. Biosistem Dan Teknik Pertanian, 4(2), 81–92.

Utama, I. M. S. (2001). Penanganan Pasca Panen Buah dan Sayuran Segar. Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

Wojdyła, M., Bała, W., Derkowska, B., Rębarz, M., & Korcala, A. (2008). The Temperature Dependence Of Photoluminescence And Absorption Spectra Of Vacuum-Sublimed Magnesium Phthalocyanine Thin Films. Optical Materials, 30(5), 734–739.

Žnidarčič, D., Ban, D., Oplanić, M., Karić, L., & Požrl, T. (2010). Influence Of Postharvest Temperatures On Physicochemical Quality Of Tomatoes (Lycopersicon esculentum Mill.). J Food Agric Environ, 8(1), 21–25.

208