JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 10, Nomor 2, Bulan September, 2022

Pengaruh Konsentrasi Larutan CaCl2 (Kalsium Klorida) dan Suhu Pengeringan terhadap Karakteristik Tepung Rebung Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz)

Effect of CaCl2 Concentration (Calcium Clorida) and Drying Temperature on the Characteristic of Tabah Bamboo Shoots Flour (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz)

Juliana Ambarita, Pande Ketut Diah Kencana*, I Putu Gede Budisanjaya

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*E-mail: [email protected]

Abstrak

Rebung bambu tabah merupakan tunas muda dari bambu yang tumbuh dari pangkal rumpun bambu yang memiliki kandungan nutrisi yang banyak sehingga membutuhkan perlakuan berkelanjutan untuk menjaga ketahanan mutu yang lebih baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan. Penggunaan konsentrasi CaCl2 memiliki banyak manfaat diantaranya mudah diaplikasikan dan dapat mencegah tekstur bahan pangan menjadi lunak akibat proses pengolahan dan efek pemanasan. Penelitian ini dilaksanakan untuk menentukan konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan yang tepat pada tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) factorial yang terdiri dari dua factorial, faktor pertama yang digunakan dalam penelitian adalah konsentrasi CaCl2 dan faktor kedua yang digunakan adalah suhu pengeringan. Faktor pertama terdiri dari empat taraf yaitu, konsentrasi CaCl2 0%, konsentrasi CaCl2 2%, konsentrasi CaCl2 4% dan Konsentrasi CaCl2 6%. Faktor kedua terdiri dari tiga taraf yaitu suhu pengeringan 60℃, suhu pengeringan 70℃ dan suhu pengeringan 80℃. Parameter yang diamatai dalam penelitian ini terdiri dari rendemen, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, warna dan uji organoleptik yang terdiri dari warna, aroma, tekstur dan uji hedonik penerimaan keseluruhan. Kombinasi perlakuan terbaik adalah konsentrasi CaCl2 6% dan suhu pengeringan 80℃ menghasilkan nilai kadar air 10,70%, kadar abu 24,23%, kadar protein 24,38%, kadar serat kasar 18,13%, aroma 2,90, warna L 86,85 dan b 8,15.

Kata kunci: CaCl2, Rebung Bambu Tabah, Tepung Rebung Bambu Tabah, Suhu Pengeringan

Abstract

Tabah bamboo shoots are young shoots of bamboo that grow from the base of a bamboo clump which has a lot of nutrition so that it requires continuous treatment to maintain the quality. One effort that can be done is to use the concentration of CaCl2 and temperature. The use of concentration CaCl2 has many benefits, of which it is easy to apply and can prevent food collation from becoming soft as a result of the processing and heating effect. The research was carried out to determine the CaCl2 concentrations and the correct drying temperature of tabah bamboo shoots flour. The study used a completely randomized design (CRD) which consisted of two factors, the first factor used in the research design is a CaCl2 concentration of worms and the second factor used is drying temperature. The first factor consists of four levels, CaCl2 concentrations 0%, CaCl2 concentrations 2%, CaCl2 concentrations 4%, CaCl2 concentrations 6%. The second factor is three degrees, drying temperature 60℃, 70℃, and 80℃. The parameter observed in the study consist of yield, water level, ash content, protein levels, rough fibers, colors, and organoleptic test consisting of the color, aroma, texture, and overall acceptance of the hedonic test. The best treatment combination is a CaCl2 6% and drying temperature 80°C, which result in water 10,70%, ashes level 24,23%, protein level 24,38%, roughly fiber 18,13%, aroma 2,90, color L 86,85 and b 8,15.

Keywords: CaCl2, Tabah Bamboo Shoots, Tabah Bamboo Shoots Flour, Drying Temperature

PENDAHULUAN

Bambu sangat familiar dikalangan masyarakat dan dikenal dengan fungsinya sangat multiguna, berwawasan lingkungan dan menghasilkan banyak karya. Jenis bambu ini merupakan salah satu dari

40 jenis yang terdapat di Bali terutama di Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Rebung adalah tunas muda dari bambu yang tumbuh dari pangkal bambu sebagai calon bambu baru (Vincent et al., 1999). Ciri dari rebung adalah berbentuk

seperti kerucut, ujungnya mempunyai bagian seperti ujung daun bambu, tetapi warnyanya coklat. Menurut (Kencana et al., 2012) menyebutkan bahwa rebung bambu tabah memiliki beberapa kandungan yang terdiri dari protein (2,29%), pati (1,68%), air (92,2%), lemak (0,2%), serat (3,07%) dan HCN (7,97 ppm). Kerusakan utama yang terjadi pada rebung diantaranya menurunnya berat yang diakibatkan karena adanya proses respirasi dan transpirasi, dan adanya perubahan warna coklat serta pertumbuhan jamur pada rebung yang terluka pada saat pemotongan (Kleinhenz & D.J, 2002).

Perlakuan berkelanjutan untuk rebung yang telah dipanen sangatlah penting untuk pencegahan kerusakan pada rebung salah satunya dengan dikelola jadi tepung rebung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1992), kandungan yang paling banyak terdapat dengan rebung yaitu karbohidrat, jadi sangat memungkinkan untuk diolah menjadi tepung. Melalui proses penepungan produk bisa memiliki masa simpan yang tahan lama, lebih praktis, mudah diolah menjadi aneka olahan pangan seperti cookies ( Andoko, 2005), pembuatan donat (Haryani et al., 2014), penambahan tepung rebung dalam pembuatan selai lembaran papaya (Siska, 2015). Hal utama dalam pembuatan tepung yaitu proses penghilangan kadar air bahan. Pengeringan adalah tahap penurunan kandungan air suatu bahan hingga mencapai tingkat kekeringan yang ditentukan sehingga bahan dapat terhindar dari jamur, enzim dan serangga (Effendi, 2009). Pengeringan rebung bambu tabah ini menggunakan oven listrik sebagai alat pengering dengan variasi suhu yang berbeda-beda untuk mendapatkan perbandingan karakteristik dan suhu yang optimal untuk pengeringan rebung bambu tabah (Puji et al., 2008)

CaCl2 merupakan suatu zat yang mampu menghambat tekstur bahan pangan agar tidak lunak akibat pengelolaan dan pengaruh pengeringan yang bisa menyebabkan pektin terurai. CaCl2 yang ditambahkan berfungsi sebagai penetralisir warna coklat yang sering terdapat pada produk setelah perendaman dan pengupasan (Bachtiar & Fatah, 2004). Namun, CaCl2 mempunyai kelarutan yang rendah dengan konsentrasi tinggi yang bisa menimbulkan rasa pahit (Winarno & S, 2002). Menurut (Fibra et al., 2013), penggunaan CaCl2 pada saat perendaman menyebabkan tingkat energi di luar sel lebih sedikit , karena adanya perpindahan senyawa ke luar sel, sebaliknya senyawa organik lainnya yang ada di dalam sel dapat dihambat untuk merembes keluar. Tingkat konsentrasi perendaman CaCl2 dengan suhu pengering yang cukup akan sangat berpengaruh pada karakteristik tepung rebung bambu tabah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi

CaCl2  dengan suhu pengeringan terhadap

karakteristik tepung rebung bambu tabah.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Gedung Agrokomplek Lantai III, Laboratorium Teknik Pascapanen, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana selama tiga bulan yaitu bulan Februari - April 2021.

Alat dan Bahan

Adapun peralatan yang digunakan adalah panci, kompor, oven listrik merk Labo DO 255, desikator, keranjang, loyang aluminium, ayakan 60 mesh, baskom plastik, pisau, gunting, blender, cawan aluminium, cold box 30x30x30 cm, calorimeter, stopwatch, penjepit, timbangan analitik merk OHAUS Adventurer Pro AV8101, penggaris, Erlenmeyer, gelas ukur, gelas backer, pipet volume, labu ukur 1000 ml, labu kjedhal, bola hisap, pipet tetes, titrasi, tabung reaksi dan peralatan tulis. Bahan yang digunakan yaitu rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Bues-Kurz)) dengan warna kulit sebelum dikupas kuning cerah, panjang bambu 15-20 cm, bambu tersebut diambil di Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan.

Analisis Data dan Rancangan Penelitian

Rancangan pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAK) faktorial yaitu dengan dua faktor yang terdiri dengan 3 dan 4 taraf perlakuan. Adapun faktor pertama adalah konsentrasi larutan CaCl2 (P) dengan 4 taraf perlakuan yaitu konsentrasi 0% (P0), 2% (P1), 4% (P2) dan 6% (P3). Faktor kedua adalah pengeringan dengan menggunakan suhu 60C (Ti), 70C (T2) dan 80C (T3).

Faktor perlakuan pertama adalah konsentrasi larutan CaCl2 (kalsium klorida), terdiri dari :

  • a.    0% (P0) = 0 ml konsentrasi larutan CaCl2 ditambah air kemasan sampai mencapai 1 liter larutan;

  • b.    2% (P1) = 20 ml konsentrasi larutan CaCl2 ditambah air kemasan sampai mencapai 1 liter larutan;

  • c.    4% (P2) = 40 ml konsentrasi larutan CaCl2 ditambah air kemasan sampai mencapai 1 liter larutan; dan

  • d.    6% (P3) = 60 ml konsentrasi larutan CaCl2 ditambah air kemasan sampai mencapai 1 liter larutan.

Faktor perlakuan kedua adalah suhu pengeringan yang berbeda, terdiri dari 60C (Ti), 70 oC (T2), dan 80oC (T3).

Percobaan diulang sebanyak 2 kali pada setiap perlakuan hingga didapatkan 24 unit percobaan. Setiap ulangan terdapat 12 unit bahan yang telah diiris dengan berat yang ditentukan. Data yang didapatkan dalam penelitian, dianalisa keragamannya dengan analisis variasi (ANNOVA) jika setiap perlakuan berpengaruh signifikan (P>0,05) akan dilakukan uji lanjutan yaitu uji Duncan.

Pelaksanaan Penelitian

Rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) segar adalah bahan yang digunakan yang memiliki ciri kulit warna luning cerah sebelum dikupas dengan ukuran panjangnya 15-20 cm. Selanjutnya dilakukan penyortasian rebung dan kulit bagian luar dihilangkan sampai didapatkan warna putih cerah kemudian dicuci, dipotong dan diiris tipis-tipis dengan bentuk membujur dan ketebalannya ± 0,1 cm. Selanjutnya rebung dibuat di dalam cold box yang diisi es dan dibawa kelaboratorium penelitian. Kemudian pembuatan larutan CaCl2 dan rebung direndam dalam konsentrasi larutan 0%, 2%, 4% dan 6% selama 30 menit. Setelah rebung direndam, lalu ditiriskan dan di blanching selama 10 menit untuk mencegah terjadinya pencoklatan pada bahan, kemudian ditimbang sebanyak 500 g per perlakuan. Rebung disusun diatas loyang lalu dikeringkan menggunakan oven dengan suhu pengeringan 60 oC (T1), 70 oC (T2), 80 oC (T3) selama 12 jam. Setelah dioven rebung di blender dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh, kemudian rebung di timbang kembali untuk diamati.

Pengamatan Parameter

Penelitian ini mengamati beberapa parameter yaitu rendemen menggunakan metode (Shyu & Hwang, 2001), kadar abu, kadar protein, kadar air dan kadar serat kasar metode yang digunakan adalah (Sudarmadji & Haryono, 1997)), uji warna menggunakan metode (Andarwulan et al., 2011), organoleptik (Tekstur, aroma, warna dan hedonik) menggunakan uji skoring (Sovia et al., 2004), yang mengacu pada standar SNI 3751:2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Analisa sidik ragam yang dilakukan menunjukkan perlakuan antara konsentrasi larutan CaCl2 dan suhu pengering sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap rendemen tepung rebung yang dihasilkan. Tabel 1 menunjukkan nilai rendemen terendah adalah 3.00% terdapat pada perlakuan konsentrasi 0% dan suhu pengeringan 80oC (P0T3) dan nilai

rendemen tertinggi adalah 3.01% terdapat pada perlakuan konsentrasi 0% dan suhu pengeringan 60oC (P0T1). Hasil pengamatan rendemen tepung rebung bambu tabah terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen (%) tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dari kombinasi konsentrasi larutan CaCl2 dan suhu pengeringan

T1

T2

T3

P0

3,0187a

3,0152abc

3,0000e

P1

3,0159ab

3,0157ab

3,0047d

P2

3,0157ab

3,0147c

3,0044d

P3

3,0167ab

3,0147c

3,0057d

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka dengan kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).

Rendemen tepung rebung bambu tabah tertinggi diperoleh dari perlakuan perendaman dengan air kemasan (kontrol) sedangkan, perlakuan perendaman dengan menggunakan larutan CaCl2 menghasilkan rendemen yang lebih sedikit. Proses pengeringan mengakibatkan kadar air dalam bahan menurun karena mengalami pengeuapan sehingga menyebabkan rendemen bahan yang telah dikeringkan terjadi penurunan berat. Menurut (Asgar et al., 2010), menyebutkan rendemen produk yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kadar pati, bahan baku dan susut selama proses.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan (Arun et al., 2021), pada keripik kentang yang direndam dengan menggunakan CaCl2 mengakibatkan terjadinya interaksi antara senyawa yang terdapat pada larutan perendam dengan pati kentang, sehingga terjadi ikatan yang mengakibatkan lepasnya pati dari granula dan terjadi gelatinisasi. Salah satu interaksi yang terjadi adalah terbentuknya hydrogel akibat reaksi dengan ion Ca2+ (de los Ángeles Cornejo-Villegas et al., 2018). Hal ini mengakibatkan susutnya berat bahan yang telah direndam. Rendemen yang rendah diakibatkan penyusustan bobot akibat air yang hilang karena pengeringan, sehingga sel-sel membrane bahan yang dikeringan akan menjadi lebih permeable (Widya & Deasy, 2003).

Kadar Air

Analisa sidik ragam yang dilakukan menunjukkan kombinasi antara larutan konsentrasi dengan suhu pengering sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar air tepung rebung bambu tabah yang dihasilkan. Tabel 2 menunjukkan nilai kadar air paling tinggi adalah 10,70% diperoleh dari konsentrasi 6% dengan suhu pengering 80℃

(P3T3), sedangkan nilai kadar air terendah adalah 6,26% diperoleh dari perlakuan konsentrasi 0% dengan suhu pengering 60℃ (P0T!). Hasil pengamatan kadar air tepung rebung bambu tabah terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air (%) tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dari kombinasi konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan

I

T1

T2

T3

P0

6,26l

6,34k

6,44j

P1

7,21i

7,44h

7,66g

P2

8,55d

8,75e

9,10f

P3

9,66c

9,73b

10,70a

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).

Data diatas menunjukkan nilai kadar air, semakin tinggi konsentrasi larutan CaCl2 dan suhu pengering menyebabkan meningkatkannya kadar air tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-kurz). Meningkatnya kadar air disebabkan semakin tingginya konsentrasi CaCl2 (Magdalena, 2017). Ini diakibatkan karena adanya peningkatan konsentrasi CaCl2 jadinya ion Ca2+ yang saling terikat dengan asam galakturnot dengan gugus karbonil mengalami peningkatan sehingga menyebabkan ikatan menyilang dengan gugus karbonilnya sehingga tekstur bahan jadi keras dan struktur jaringan makin kuat sehingga bisa mempertahankan kandungan air pada bahan pangan jika jumlah ikatan menyilangnya banyak terbentuk (Winarno & Aman, 1981). Dalam penelitian ini seluruh perlakuan memenuhi standar persyaratan mutu (SNI Tepung Terigu 3751:2009), dimana untuk tepung pada standar SNI kadar air yang diharapkan yaitu maksimal 14,5 (% bb). Menurut (Winarno & S, 2002), produk pangan tepung yang memiliki kadar air dibawah 14% aman untuk mencegah pertumbuhan kapang dan kandungan air pada bahan makanan bisa diturunkan melalui pengeringan karena dapat menentukan acceptability dan mutu pangan. Apabila bahan pangan sudah mencapai kestimbangan kadar airnya, maka akan mempersingkat waktu pengeringan (Wiyono, 2006).

Kadar Abu

Hasil sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi larutan CaCl2 dengan suhu pengering sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar abu tepung rebung bambu tabah yang dihasilkan. Tabel 3 menunjukkan nilai kadar abu tertinggi adalah 24,23% terdapat pada perlakuan larutan konsentrasi

6% dan suhu pengeringan 80oC (P3T3) dan nilai kadar abu paling rendah yaitu 11,22% diperoleh dengan perlakuan konsentrasi 0% dan suhu pengeringan 60oC. Pengukuran data kadar abu tepung rebung bambu tabah terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata kadar abu (%) tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dari kombinasi konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan

I

T1

T2

T3

P0

11,22j

11,59i

12,83h

P1

13,12g

15,42f

16,23e

P2

21,90d

22,05c

22,05c

P3

22,34b

22,34b

24,23a

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata P>0,05).

Data diatas menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi larutan CaCl2 dan suhu pengeringan menyebabkan meningkatnya kadar abu tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz). Hal ini sesuai pada pernyataan (Winarno, 1992), CaCl2 adalah senyawa mudah larut yang mengakibatkan ion Ca2+ dari CaCl2 bisa berpenetrasi ke dalam jaringan bahan suatu produk hingga membentuk kalsium pektat kompleks. Jika suhu semakin tinggi, akan menyebabkan kehilangan banyak mineral dan protein (Astuti, 1979). Seperti yang dikemukan oleh (Darmaja, 2007), karena semakin meningkatnya suhu pengering akan mengakibatkan kadar abu semakin meningkat. Hal ini sesuai pernyataan (Sudarmadji & Haryono, 1997), kadar abu bergantung dengan cara pengabuan, bahan, suhu dan waktu yang digunakan pada saat pengeringan. (Muchtadi & Ayustaningwarno, 2010), menyebutkan jumlah kandungan abu pada bahan pangan dipengaruhi beberapa faktor seperti spesie, iklim, perlakuan penanaman, daerah tempat tumbuh, kematangan tanaman dan kandungan nutrisi tanah.

Kadar Protein

Analisa sidik ragam yang dilakukan menunjukkan kombinasi larutan konsentrasi CaCl2 dengan suhu pengering sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar protein tepung rebung bambu tabah yang dihasilkan. Tabel 4 menunjukkan nilai kadar protein terendah adalah 24,38% terdapat pada perlakuan konsentrasi 6% dan suhu pengeringan 80oC (P3T3) dan nilai kadar protein tertinggi adalah 34,21% terdapat pada perlakuan konsentrasi 0% dan suhu pengeringan 60oC (P0T1). Pengukuran data kadar protein tepung rebung bambu tabah terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai rata-rata kadar protein (%) tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dari kombinasi konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan

T1

T2

T3

P0

34,21a

33,78b

32,23c

P1

32,21c

31,70d

31,26e

P2

27,26f

26,08g

25,25h

P3

24,85i

24,75j

24,38k

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).

Data diatas menunjukkan jika semakin meningkat konsentrasi larutan CaCl2 dengan suhu pengeringan mengakibatkan kadar protein tepung rebung bambu tabah semakin menurun. Nilai kadar protein berbanding terbalik dengan kadar air, dimana menurunnya nilai kadar protein disebabkan oleh tingginya kadar air tepung rebung bambu tabah. (John et al., 1999), menyatakan protein berdenaturasi diantara kisaran suhu antara 55-77°C. Seperti pernyataan (Radifar et al., 2013), pemanasan dan suhu yang sangat tinggi dan lama akan menyebabkan protein terdenaturasi. Selain itu proses blanching juga mengakibatkan kadar protein menurun karena protein larut dalam air, seperti yang dikemukakan oleh (Anglemier & Montgomery, 1976) dalam (Fajar Kertanegara et al., 2014), kadar protein yang menurun dan perendaman yang makin lama akan menyebabakan hilangnya struktur ikatan protein sehingga komponen protein larut dalam air.

Kadar Serat Kasar

Analisa sidik ragam yang dilakukan menunjukkan bahwa kombinasi larutan konsentrasi CaCl2 dengan suhu pengering berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap serat kasar tepung rebung bambu tabah yang dihasilkan. Pengukuran data kadar serat tepung rebung bambu tabah terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata-rata serat kasar (%) tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dari kombinasi konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan

T1

T2

T3

P0

31,04a

30,03b

27,48c

P1

26,09d

26,05d

24,60e

P2

23,07f

21,25g

20,97h

P3

20,05i

19,15j

18,13k

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai kadar serat terendah adalah 18,13% terdapat pada perlakuan konsentrasi 6% dan suhu pengeringan 80oC (P3T3) dan nilai kadar serat tertinggi adalah 31.04% terdapat pada perlakuan konsentrasi 0% dan suhu pengeringan 60oC (P0T1). Data diatas menunjukkan jika makin tinggi larutan konsentrasi CaCl2 dengan suhu pengering meyebabkan makin rendahnya kandungan serat kasar tepung rebung bambu tabah. Pada tepung rebung yang di blanching, kadar serat kasar akan mengalami sedikit penurunan karena prose pengukusan. Seperti yang dikemukan oleh (Patty et al., 2014), dimana pengukusan mengakibatkan bahan pangan akan larut dan uap air akan masuk sehingga kandungan yang terdapat pada bahan tepung rebung akan mengalami sedikit penurunan. Penurunan serat ini diakibatkan oleh dinding sel bahan yang larut di dalam air selama prose pengolahan, karena struktur gel hemiselulosa teruruai oleh pemanasan pada saat blanching (Suprapto, 2004 dalam (Kusumawati et al., 2012). Serat kasar yang mengalami penurunan ini terdapat juga pada penelitian (Prabasini et al., 2013), pada labu kuning dengan penurunan serat kasar dari 15,58% jadi 13,06% setelah melalui proses blanching.

Warna

a.    Nilai kecerahan (L*)

Analisa sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan kombinasi larutan konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) uji warna L* tepungrebung yang dihasilkan. Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai tertinggi untuk uji warna L* adalah 86,85 diperoleh pada perlakuan konsentrasi 6% dan suhu pengeringan 80oC (P3T3) dan nilai terendah warna L* adalah 51.20 terdapat dalam perlakuan 0% dan suhu pengeringan 60oC (P0T1). Pengujian warna L* tepung rebung bambu tabah terdapat dalam Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata nilai warna L* tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-kurz) dari kombinasi konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan

T1

T2

T3

P0

51,20e

51,30e

66,30d

P1

70,70c

71,55c

72,50b

P2

86,20a

86,25a

86,35a

P3

86,45a

86,55a

86,85a

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kecerahan L* berkisar antara 51,2 - 86,85. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan warna kecerahan L* pada setiap perlakuan berbeda nyata, ini diakibatkan karena CaCl2 yang masuk pada jaringan bahan bisa memperlambat proses pencoklatan non enzimatis. Menurut pendapat (Faiqoh, 2014), menyebutkan CaCl2 mampu menghambat pencoklatan non enzimatis karena ion Ca2+akan berkaitan pada asam-asam amino sehingga menghambat reaksi gula reduksi dan reaksi amino yang mengakibatkan warna coklat. Uji warna kecerahan L* juga dipengaruhi oleh blanching. Ini sesuai dengan pernyataan (Ahmadi et al., 2009), karena perlakuan blanching sehingga enzim polifenoloksidase pada bahan akan diinaktifkan maka warna coklat akibat perubahan reaksi enzimatis dapat diminimalkan.

  • b.    Nilai kemerahan (a*)

Berdasarkan analisa sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi larutan konsentrasi CaCl2 dengan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji warna a* tepung rebung bambu tabah yang dihasilkan. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai tertinggi untuk uji warna a* adalah 4,80 terdapat pada perlakuan 0% dan suhu pengeringan 80oC (P0T3) dan nilai warna a* terendah adalah 0,55 terdapat pada perlakuan 0% dan suhu pengeringan 70oC (P0T2). Hasil pengukuran warna a* (redness) tepung rebung bambu tabah terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata nilai uji warna a* tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dari kombinasi konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan

T1

T2

T3

P0

3,95b

0,55h

4,80a

P1

0,75g

1,45e

1,65d

P2

0,85g

0,75g

1,15f

P3

1,85c

1,85c

1,45e

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai yang sama tidak berbeda nyata (P>0,05)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai (a*) berkisar antara 0,554,80. Suhu pengeringan dan konsentrasi CaCl2 menyebabkan interaksi yang sangat berbeda nyata terhadap nilai (a*). Menurut (Janatul, 2017), CaCl2 bisa dipergunakan dalam pengurangan warna coklat pada bahan, reaksi millard yang terjadi melibatkan suhu tinggi, dimana adanya reaksi diantara gula pereduksi dan asam amino yang dapat mengakibatkan bahan menjadi coklat.

  • c.    Nilai kekuningan (b*)

Berdasarkan analisa sidik ragam menunjukkan jika larutan konsentrasi CaCl2 dengan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji warna b* tepung rebung bambu tabah yang dihasilkan. Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai uji warna b* tertinggi adalah 23,10 terdapat dalam perlakuan 0% dan suhu pengeringan 80°C (P0T3) dan nilai uji warna b* terendah adalah 8,15 terdapat pada perlakuan 6% dan suhu pengeringan 80C (P3T3). Pengujian warna b* tepung rebung bambu tabah terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-rata nilai uji warna b* tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dari kombinasi konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan

T1

T2

T3

P0

17,15b

16,55c

23,10a

P1

16d

10,6f

13,45e

P2

9,45g

8,5h

8,25h

P3

8,35h

8,15h

8,15h

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai warna (b*) berkisar antara 8,15-23,1. Nilai b* tertinggi terdapat pada tanpa penambahan kalsium klorida dan dengan penambahan 2%, sedangkan penambahan kalsium klorida 4% dan 6% memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai kekuningan (b*).

Uji Organoleptik

a.    Organoleptik warna

Hasil sidik ragam menunjukkan kombinasi larutan konsentrasi CaCl2 dengan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap uji organoleptik warna tepung rebung bambu tabah yang dihasilkan. Pengujian uji organoleptik warna tepung rebung bambu tabah dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata nilai uji organoleptik warna tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dari kombinasi konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan

T1

T2

T3

P0

3,16b

3,10b

3,00b

P1

3,86a

3,73a

3,73a

P2

3,93a

3,96a

4,00a

P3

3,83a

3,80a

3,93a

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolo dan baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).

Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji organoleptik warna diperoleh pada perlakuan konsentrasi CaCl2 4% (P2) dan suhu pengeringan 80oC (T3) yaitu sebesar 4,00 dengan kriteria warna coklat muda agak keputihan. Sedangkan organoleptik warna memperoleh nilai terendah pada konsentrasi CaCl2 0% (P0) dan suhu pengeringan 80oC (T3) yaitu sebesar 3.00 dengan kriteria warna coklat muda. Uji organoleptik warna merupakan kondisi yang dapat dilihat menggunakan indra penglihatan secara visual keseluruhan produk. Tabel 9. Menunjukkan perlakuan konsentrasi larutan CaCl2 dengan suhu pengeringan berpengaruh nyata. Kesukaan panelis terhadap uji organoleptik warna menunjukkan kesukaan dengan semua kombinasi perlakuan hampir sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Afiffudin et al., 2009), menyebutkan bahwa warna yang dihasilkan pada tepung rebung adalah hasil dari prose pengeringan. Pengeringan bisa menimbulkan perubahan tekstur, warna dan aroma bahan pangan. Jadi semakin tinggi suhu yang digunakan dalam pengeringan rebung akan menghasilkan warna yang lebih coklat.

  • b.    Organoleptik aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi larutan CaCl2 dan suhu pengeringan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap nilai rata-rata uji organoleptik aroma tepung rebung bambu tabah. Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji organoleptik aroma diperoleh pada perlakuan konsentrasi larutan CaCl2 0% (P0) dan suhu pengeringan 60oC (T1) yaitu sebesar 3.40 dengan kriteria bau khas rebung. Sedangkan nilai terendah uji organoleptik aroma diperoleh pada perlakuan konsentrasi larutan CaCl2 6% (P3) dan suhu pengeringan 80oC (T3) yaitu sebesar 2.90 dengan kriteria apek. Pengujian organoleptik aroma tepung rebung bambu tabah terdapat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai rata-rata uji organoleptik aroma tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz)) dari kombinasi konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan

I

T1

T2

T3             I

P0

3,40a

3,33a

3,36a

P1

3,23a

3,20a

3,16a

P2

2,90b

2,86b

2,80b

P3

2,83b

2,93b

2,90b

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Aroma atau bau adalah karakteristik non visual (tanpa penglihatan) dari suatu bahan yang dapat dirasakan oleh seseorang melalui indra penciuman manusia, dari terciumnya aroma tersebut maka timbul persepsi tanggapan akibat rangsangan indra penciuman. Tabel 10 menunjukkan bahwa uji organoleptik aroma berkisar antara 2,9-3.40. Tingkat perbedaan konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan tidak berpengaruh terhadap tingkat kesukaan pada aroma tepung rebung bambu tabah.

  • c.    Organoleptik tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi larutan konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rata-rata nilai uji organoleptik tekstur tepung rebung bambu tabah. Tabel 11 menunjukkan nilai uji organoleptik tekstur paling tinggi terdapat pada larutan konsentrasi CaCl2 0% (P0) dan suhu pengeringan 80oC (T3) yaitu sebesar 3,86 dengan kriteria agak kering. Sedangkan nilai uji organoleptik tekstur terendah terdapat dalam perlakuan konsentrasi larutan CaCl2 2% (P1) dan suhu pengeringan 80oC (T3) yaitu sebesar 3,59 dengan kriteria agak kering. Pengujian uji organoleptik tekstur tepung rebung bambu tabah dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rata-rata nilai uji organoleptik tekstur tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dari kombinasi konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan

I

T1

T2

T3

P0

3,83a

3,80ab

3,86a

P1

3,80ab

3,66ab

3,59b

P2

3,83a

3,80ab

3,76ab

P3

3,80ab

3,76ab

3,79ab

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Bagian penting dari mutu makanan selain warna dan aroma adalah tekstur. Tekstur merupakan bagian paling penting pada bahan makanan yang renyah dan lunak (deMan, 1997). Dalam penelitian yang dilakukan CaCl2 dengan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur tepung rebung. Tekstur rebung disini berkaitan dengan kerenyahan rebung. Proses dehidrasi dengan laju rehidrasi yang kurang ,membuat permukaan rebung menjadi kering dan tekstur semakin renyah dan keras (Fellows, 1990). Proses rehidrasi dengan suhu yang semakin tinggi membuat berkurangnya kadar air dan lemak. Sehingga viskositas rebung

berkurang dan tekstur semakin lembek. Menurut (Hellyer, 2004) penentuan tekstur makan dapat dilihat dari kandungan airnya, jumlah karbohidrat dan lemak (selulosa, pati serta dekatrin) serta proteinya.

  • d.    Uji hedonik penerimaan keseluruhan tepung rebung bambu tabah

Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa larutan konsentrasi CaCl2 dengan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rata-rata nilai uji hedonik penerimaan keseluruhan tepung rebung bambu tabah. Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji hedonik penerimaan keseluruhan diperoleh pada perlakuan konsentrasi 4% (P2) dan suhu pengeringan 80 oC (T3) dengan nilai 4,76 (suka) dengan kriteria warna coklat muda agak keputihan,aroma bau khas rebung, dan tekstur agak kering, sedangkan nilai terendah diperoleh pada konsentrasi perlakuan CaCl2 0% (P0) dan suhu pengeringan 60 oC (T1) dengan nilai 2,83 (tidak suka) dengan kriteria warna coklat muda, aroma apek, dan tekstur agak kering. Pengujian hedonik penerimaan keseluruhan tepung rebung bambu tabah terdapat pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai rat-rata uji hedonik penerimaan keseluruhan tepung rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dari kombinasi konsentrasi CaCl2 dan suhu pengeringan

I

T1

T2

T3

P0

2,83f

3,73d

3,20e

P1

4,00b

3,93bc

4,00b

P2

4,76a

4,76a

4,76a

P3

4,00b

3,86c

3,93bc

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom dan baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Hasil pada penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi CaCl2 0% dengan suhu pengeringan 60 oC memiliki nilai skoring lebih rendah yaitu 2,83 (tidak suka) dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi CaCl2 4% dengan suhu pengeringan 80 oC yaitu 4,76 (suka). Dari hasil nilai uji hedonik penerimaan keseluruhan mulai dari uji skoring warna, aroma serta tekstur membuktikan bahwa tepung rebung bambu tabah dapat diterima oleh panelis. Warna tepung rebung bambu tabah merupakan karakteristik sensorik yang paling mempengaruhi dalam penerimaan keseluruhan tepung rebung bambu tabah, hal ini dikarenakan warna memiliki peranan penting dalam penentuan kesukaan panelis terhadap suatu produk.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa konsentrasi larutan CaCl2 dan perbedaan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein rendemen, kadar serat kasar, kadar abu, kadar air, warna yang meliputi, nilai kemerahan a*, nilai kekuningan b* dan nilai kecerahan L*, organoleptik aroma, organoleptik warna, serta uji hedonik penerimaan keseluruhan dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik tekstur. Kombinasi perlakuan terbaik adalah konsentrasi CaCl2 6% dengan suhu pengeringan 80℃ dengan nilai kadar abu 24,23%, kadar protein 24,38%, kadar serat kasar 18,13%, kadar air 10,70%, aroma 2,90, warna L* 86,85 dan b* 8,15.

DAFTAR PUSTAKA

Afiffudin, N. I., Pratiwi, M. . I. E., & Ika, F. 2009. Pengaruh Perendaman Berbagai Suhu Rebung Kering Terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik. Jurnal Teknologi Pertanian, Universitas Semarang, 1–9.

Ahmadi, K., Estiasih, T., & Sunarharum, W. B. 2009. Pengembangan teknik pembuatan konsentrat PUFA dan konsentrat secara simultan dari kedelai varietas lokal.

Andarwulan, N., Kusnandar, F., & Herawati, D. 2011. Analisis pangan. Dian Rakyat. Jakarta, 3.

Anglemier, A. F., & Montgomery, M. W. (1976). Amino acids, peptides, and proteins. Mercil Decker Inc., New York.

Arun, R. H., Dewayani, W., Syamsuri, R., & Septianti, E. 2021. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Perendam Terhadap Mutu Keripik Kentang Varietas Super John. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 24(1), 55– 65.

Asgar, A., Kartasih, A., Supriadi, A., & Trisdyani, H. 2010. Pengaruh Lama Penyimpanan, Suhu Dan Lama Pengeringan Kentang Terhadap Kualitas Keripik Kentang Putih [Effect of Storage, Temperature and Drying Duration of Potato on Potato Chip Quality]. Berita Biologi, 10(2), 217– 226.

Astuti, J. T. 1979. Pengaruh Penambahan NaHSO 3, Blanching dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Kelapa Parut Kering Selama Penyimpanan. Fatemeta IPB, Bogor.

Bachtiar, Y., & Fatah, A. 2004. Membuat Aneka

Manisan Buah. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Darmajana, A. D.2007. Pengaruh konsentrasi natrium

bisulfit terhadap mutu tepung inti buah nenas. Seminar Nasional Teknik Kimia UGM. Yogyakarta.

de los Ángeles Cornejo-Villegas, M., Rincón-Londoño, N., Del Real-López, A., & Rodríguez-García, M. E.2018. The effect of Ca2+ ions on the pasting, morphological, structural, vibrational, and mechanical properties of corn starch–water system. Journal of Cereal Science, 79, 174–182.

deMan, J.1997. Kimia Makanan. Terjemahan: Kosasih Patmawinata, Penerbit ITB Bandung.

Effendi, M. S. 2009. Food processing and preservation technology. Alfabeta Bandung Publisher Bandung.

Faiqoh, E. N. 2014. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam CaCl2 (Kalsium Klorida) terhadap Kuanlitas dan Kuantitas Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis). Jurnal Sains Dan Teknologi,  9(September), 1–10.

http://etheses.uin-malang.ac.id/445/12/10620070 Ringkasan.pdf

Fajar Kertanegara, I., Kencana, P., & Arda, G. 2014. Pengaruh Suhu Dan Waktu Blanching Terhadap Karakteristik Fisik Dan Kimia Produk Rebung Bambu Tabah Kering (Gigantochloa Nigrociliata (Buese) Kurz). BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 2(1), 1–9.

Fellows, J. P. 1990. Food Processing Technology Principles and Practice. Ellis Horwood Limited, New York.

Fibra, N., Siti, N., Otik, N., & Rahmad, H. 2013.

Pengaruh Konsentrasi CaCl2 dan Lama Perendaman terhadap Sifat Organoleptik Keripik Pisang Muli (Musa paradisiaca L.) dengan Penggorengan Vakum (Vacum Frying) The effect of CaCl2 concentration and soaking time on the organoleptic properties of muli banana . Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, 18(1), 78–90.

Haryani, M., Widawati, L., & Sari, E. R. 2014. Tepung rebung termodifikasi sebagai substituen terigu pada pembuatan donat kaya serat. AGRITEPA: Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pertanian, 1(1).

Hellyer, J. 2004. Quality Testing with Instrumental Texture Analysis in Food Manufactering. http://www.labplusinternational.com/.

Janatul, M. P. S. S. 2017. Pengaruh Konsentrasi KalsiumKlorida (CaCl2) dan Lama Blancing terhadap Karakteristik Kimia, Fisik dan Organoleptik Fries Uwi Putih (Dioscorea alata). Universitas     Brawijaya,      7(1),      1–10.

https://gain.fas.usda.gov/Recent            GAIN

Publications/Agricultural           Biotechnology

Annual_Ottawa_Canada_11-20-2018.pdf%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.resourpol.2 020.101869%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.jenvm an.2017.06.039%0Ahttp://www.oecd.org/gov/regu latory-poli

John, R. J. S., Carpenter, J. F., & Randolph, T. W. 1999. High pressure fosters protein refolding from aggregates at high concentrations. Proceedings of the National Academy of Sciences, 96(23), 13029– 13033.

Kencana, P. K. D., Widia, W., & Antara, N. S. 2012. Praktek Baik Budi Daya Bambu Rebuffing Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ). Balai Penelitian. Denpasar.

Kleinhenz, V., & D.J, M. 2002. Improved Mnagement Prctices for Culinary Bamboo Shoots. RIRDC (Rural Industries Researc and Development Corporation).

Kusumawati, D., Amanto, B., & Muhammad, D. 2012. Pengaruh perlakuan dan suhu pengeringan terhadap sifat fisik, kimia dan sensoris tepung biji nangka (Artocarpus heterophyllus). J Teknosains Pangan, 1, 42–44.

Magdalena, U. 2017. Pengaruh Tingkat Kematangan Dan Konsentrasi Cacl2 Terhadap Karakteristik Fisikokimia Dan Tingkat Kesukaan French Fries Pisang Goroho (Musa Acuminate L.). Jurnal Teknologi     Pertanian,Fakultas     Pertanian,

UNSRAT, 1(4).

Muchtadi, T. R.,  & Ayustaningwarno, F. 2010.

Teknologi proses pengolahan pangan. Alfabeta. Bandung, 246.

Patty, R. H., Antara, N. S., & Arnata, I. W. 2014. Pengaruh Bagian Rebung dan Perlakuan Pendahuluan terhadap Karakteristik Tepung dari Rebung Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE – KURZ). Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri, 2(2), 87–98.

Prabasini, H., Ishartani, D., & Muhammad, D. R. A. 2013. Kajian sifat kimia dan fisik tepung labu kuning (cucurbita moschata) dengan perlakuan blanching dan perendaman dalam natrium metabisulfit (Na2S2O5). Jurnal Teknosains Pangan, 2(2).

Puji, L. A., Diah, K. P. ., & Anom.S., W. I. M. 2008. Pengaruh Suhu Terhadap Karakteristik Pengeringan    Rebung    Bambu    Tabah

(Giganthochloa nigrociliata Kurz) The Effects of Temperature to the Drying Characteristic of Bamboo Tabah   Shootss (Giganthochloa

nigrociliata Kurz). 1–8.

Radifar, M., Yuniarti, N., & Istyastono, E. P. 2013. PyPLIF: Python-based protein-ligand interaction fingerprinting. Bioinformation, 9(6), 325.

Sovia, M. E., Fitri, E., & SGz. 2004. Mutu Fisik dan Karakteristik Tepung Rebung (Dendrocalamus asper).                                           55.

http://eprints.uanl.mx/5481/1/1020149995.PDF

Sudarmadji, S., & Haryono, B. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Libery.

Vincent, E., Rubatzky, & M, Y. 1999. Sayuran Dunia 3.

Penerbit ITB Bandung.

Widya, & Deasy. 2003. Proses Produksi dan Karakteristik Tepung Biji Mangga (Mangifera indica L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Journal Teknosains Pangan, 3(1), 733–2302.

Winarno, F. G., & Aman, M. 1981. Fisiologi lepas panen. Sastra Hudaya.

Winarno, F. G., & S, K. 2002. Telur: komposisi,

penanganan dan pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.

Wiyono, R. 2006. Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorizzaroxt). Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat. Universitas Andalas. Padang.

285