JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 10, Nomor 2, bulan September, 2022

Kajian Kemampuan Media Tanam Penyimpan Air dan Produktivitas Tanaman pada Budidaya Kentang(Solanum tuberosum L.)

The Study of Planting Media Water Holding Capacity and Productivity Plants in Potato Cultivation (Solanum tuberosum L.)

I Made Nanda Suastika, Yohanes Setiyo*, Ni Nyoman Sulastri

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem , Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*Email: [email protected]

Abstrak

Petani menanam kentang pada musim kemarau, air menjadi komponen utama agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Penelitian ini bertujuan menentukan kemampuan media tanam mengikat unsur hara dan untuk menentukan proporsi jenis media tanam yang menghasilkan water holding capacity (WHC) yang terbaik untuk produktivitas budidaya kentang. Parameter yang diamati pada penelitian meliputi porositas, ketersediaaan air tanaman (KAT), volume air terikat (VAT), electrical conductivity (EC), produktivitas kentang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 8 taraf komposisi, kompos kotoran ayam 100% (P1), tanah 100% (P2), arang sekam 100% (P3), tanah 50% + kompos kotoran ayam 40% + arang sekam 10% (P4), tanah 50% + kompos kotoran ayam 30% + arang sekam 20% (P5), tanah 50% + kompos kotoran ayam 20% + arang sekam 30% (P6), tanah 50% + kompos kotoran ayam 10% + arang sekam 40% (P7), tanah 50% + kompos kotoran ayam 25% + arang sekam 25% (P8). Media tanam arang sekam 100 % (P3) menghasilkan porositas, ketersediaan air bagi tanaman dan volume air terikat yang paling tinggi, dengan nilai porositas 55,71%, nilai ketersediaan air bagi tanaman 17,22 % w.b, dan nilai volume air terikat 1.603 ml. Perlakuan media tanah 100 % (P2) menghasilkan kemampuan media tanam mengikat unsur hara paling tinggi dengan nilai 788,67 µS/cm. Proporsi tanah 50% kompos kotoran ayam 10% arang sekam 40% menghasilkanproduktivitas budidaya kentang paling tinggi yaitu 571,70 g/tanaman.

Kata kunci: Media tanam, kemampuan media tanam mengikat air, kemampuan media tanam mengikat nutrisi, produktivitas kentang.

Abstract

Since farmers plant potatoes in the dry season, water becomes the main component for plants to grow well. This study aims to determine the ability of planting media to bind nutrients and the proportion of types of planting media that produce the best water holding capacity (WHC) for potato cultivation productivity. Parameters observed in this study include porosity, plant water availability (KAT), bound water volume (VAT), electrical conductivity (EC), potato productivity. This study used a completely randomized design with 8 levels of composition, 100% chicken manure compost (P1), 100% soil (P2), 100% husk charcoal (P3), 50% soil + 40% chicken manure compost + 10% husk charcoal ( P4), 50% soil + 30% chicken manure compost + 20% husk charcoal (P5), 50% soil + 20% chicken manure compost + 30% husk charcoal (P6), 50% soil + 10% chicken manure compost + charcoal husk 40% (P7), 50% soil + 25% chicken manure compost + 25% husk charcoal (P8). Rice husk charcoal planting medium 100% (P3) produces porosity, water availability for plants and the highest volume of bound water, with a porosity value of 55.71%, a value of water availability for plants 17.22% wb, and a volume value of bound water 1.603 ml.. Treatment of 100% soil media (P2) resulted in the ability of the planting medium to bind the highest nutrients with a value of 788.67 S/cm. The proportion of soil 50% chicken manure compost 10% husk charcoal 40% produced the highest productivity of potato cultivation, namely 571.70 g/plant.

Keywords: Planting media, water holding capacity, soil nutrient binding ability, potato productivity

PENDAHULUAN

Kentang merupakan salah satu komoditas yang ditanam di dataran tinggi, petani menanam kentang pada saat musim kemarau dikarenakan cahaya matahari yang diperlukan untuk proses fotosintesis maksimal dan berdampak pada maksimalnya produksi pada tanaman kentang. Namun air sebagai komponen utama menjadi masalah, petani harus menyiram tanaman kentang agar dapat tumbuh dengan baik, tanaman kentang membutuhkan air irigasi sebanyak 150 - 200 cc setiap 5 – 7 hari, karena tanaman kentang mengalami evapotranspirasi 0,1-0,6 cm/hari (Setiyo et al., 2016). Penyiraman air pada tanaman kentang akan membuat perkembangan kentang menjadi baik. Berdasarkan nilai evapotranspirasi tanaman, maka air hujan yang dipergunakan tanaman kentang hanya 5 - 15% dari curah hujan pada musim hujan. Sisa dari curah hujan yang tidak diserap perakaran tanaman kentang akan melimpas sebagai aliran permukaan atau terinfiltrasi kedalam tanah (Setiyo et al., 2017).

Water Holding Capacity (WHC) merupakan kapasitas menahan air, faktor yang mempengaruhi yaitu jenis tanah dan penggunaan lahan, tanah menyediakan tanaman nutrisi yang diperlukan untuk tumbuh dan dapat menyimpan air. Jumlah air yang dapat diserap oleh tanah tergantung pada kemampuan tanah untuk dapat menyerap dan meneruskan air yang diterima dari permukaan tanah, tekstur tanah dan bahan organik tanah mempengaruhi kemampuan mengikat air pada tanah (Ismi et al., 2011). Kemampuan media tanam menahan air berkaitan erat dengan sifat fisik tanah terutama porositas tanah, porositas media tanam yang baik untuk budidaya kentang adalah proporsi pori mikro nya 40 – 60 % dari jumlah pori total (Setiyo et al., 2017).

Bahan organik tanah mempunyai peranan yang penting karena mempengaruhi sifat-sifat tanah (Ismi et al., 2011), salah satu pengaruhnya adalah terhadap sifat listrik tanah atau Electrical Conductivity (EC) tanah, bahan organik tanah dapat meningkatkan daya mengikat jumlah air tanah bagi kebutuhan air tanaman (Jumin, 2002). EC tanah dapat digunakan mengkarakterisasi kondisi kelembaban tanah, penelitian tentang hubungan EC dengan kadar air tanah menunjukan adanya korelasi sebesar 0.989. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan yang kuat antara EC dengan kadar air tanah (Costa et al., 2014), selain itu EC tanah juga menunjukan kondisi bahan organik tanah dengan koefisien korelasi 0.8 (Kweon et al., 2013). Penambahan bahan organik pada media tanam secara fisik berperan memperbaiki struktur tanah menjadi remah dan menekan laju evaporasi yang terjadi, mengingkatkan kadar humus dan kandungan orhanik dilakukan dengan pemberian pupuk kompos (Hanafiah, 2005). Setiap penambahan pupuk kotoran ayam dengan dosis 0,1kg/m2, maka terjadi peningkatan WHC sebesar 0,7- 0,8% (Setiyo et al., 2016), semakin padat media tanam maka semakin rendah porositas suatu media tanamsehingga ketersediaan air pada media tanam

berkurang (Aisyah et al., 2006). Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penelitian ini yaitu mengkaji kemampuan beberapa proporsi media tanam dalam menyimpan air yang diukur dengan parameter yang meliputi porositas, ketersediaan air tanaman, volume air yang terikat, electrical conductivity, Selain itu penelitian ini bertujuan untuk menentukan proporsi media tanam yang menghasilkan produktivitas terbaik pada budidaya tanaman kentang.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Candi Kuning dan Laboratorium Pengolahan Sumber Daya Alam Agrokomplek Sudirman. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2021.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk mendukung penelitian yaitu penggaris, wadah besar untuk mencampur media tanam, gelas ukur, timbangan digital, alat siram, cetok, pH meter, EC meter. Bahan yang digunakan untuk medukung penelitian ini yaitu bibit kentang varietas granola kelompok G2, arang sekam, kompos kotoran ayam yang di beli dari peternak ayam, tanah yang memiliki tekstur remah, pupuk NPK, polybag dengan ukuran 50 cm x 50 cm.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 8 tafar perlakuan yaitu kompos kotoran ayam 100% (P1), tanah 100% (P2), arang sekam 100% (P3), tanah 50% + kompos kotoran ayam 40% + arang sekam 10% (P4), tanah 50% + kompos kotoran ayam 30% + arang sekam 20% (P5), tanah 50% + kompos kotoran ayam 20% + arang sekam 30% (P6), tanah 50% + kompos kotoran ayam 10% + arang sekam 40% (P7), tanah 50% + kompos kotoran ayam 25% + arang sekam 25% (P8).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan bibit kentang G2 yang sehat dan tidak cacat, persiapan media tanam, penanaman umbi kentang yang sudah tumbuh tunas, perawatan tanaman, pengambilan data, analisis data. Adapun parameter yang diamati adalah porositas, ketersediaaan air tanaman, volume air terikat, electrical conductivity, dan produktivitas tanaman kentang. Pengambilan data diambil setiap 2 minggu sekali dengan 3 kali pengulangan pada setiap perlakuan.

Data porositas, KAT, kapasitas lapang dan titik layu permanen di ukur menggunakan metode Gravimetri (Utomo et al., 2016), parameter produktivitas diukur pada minggu ke-10 dengan cara umbi kentang ditimbang per tanaman di setiap polybag (g/tanaman). Sedangkan volume air terikat di ukur dengan volume air in – volume air out , sedangkan EC di ukur dengan cara EC in – Ec out (in merupakan nutrisi atau air yang diberikan, sedangkan out merupakan nutrisi atau air yang menetes) (Sinulingga dan Darmanti, 2007).

Analisis Data

Parameter diamati dari minggu ke-0 sampai minggu ke-10, untuk mengetahui keadaan awal media tanam sampai dengan fase vegetatif. Dimana pengambilan data dilakukan setiap 2 minggu sekali kecuali parameter produktivitas diukur pada minggu ke-10 dengan cara umbi kentang ditimbang per tanaman di setiap polybag. Pada penelitan ini terdapat 8 taraf perlakuan dengan 3 ulangan pada setiap perlakuan, jaditerdapat 24 sampel. Data yang yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan Post Hoct Tukey HSD test, jika terdapat perbedaan yang significant (α = 0.05) antar perlakuan. Uji ANOVA dan Post Hoc Tukey HSD ini dilakukan dengan software RStudio.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Porositas Tanah

Berdasarkan hasil pengamatan data porositas di setiap perlakuan mengalami penurunan di setiap perlakuan selama waktu penelitian. Penurunan porositas dari waktu ke waktu disebabkan karena media tanam dari minggu ke-0 sampai minggu ke-10 mengalami pemadatan, sehingga semakin padat media tanam maka semakin rendah porositas pada media tanam (Aisyah et al., 2006).

■ MINGGU 0

■ MINGGU 4

■ MINGGU 8

■ MINGGU 2

■ MINGGU 6

■ MINGGU 10

Gambar 1. Grafik perubahan porositas media tanam kentang.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, porositas tanah pada masing-masing perlakuan diperoleh data dengan hasil yang bervariasi pada setiap perlakuan dengan komposisi yang berbeda yaitu 50,60% sampai dengan 55,70%. Jumlah rata-rata porositas tanah berada dalam kisaran 50%, rata-rata tersebut merupakan porositas yang ideal untuk budidaya hortikultura termasuk kentang dengan pH tanah berkisar antara 6,5 sampai 6,8.

Dari hasil ANOVA yang dilakukan, terlihat bahwa terdapat perbedaan rata-rata porositas yang signifikan antara perlakuan (p<0.05). Pada Gambar 1 terlihat perlakuan arang sekam mempunyai nilai rata-rata porositas tertinggi yaitu 55,71-55,04%, arang sekam memiliki porositas lebih tinggi dibandingkan tanah

(porositas 53,71-53,13 %) dan kompos (porositas 50,6150,12 %). Hal ini dikarenakan arang sekam bersifat ringan, sehingga dapat menjaga kondisi tanah tetap gembur dan tidak mudah menggumpal (Prihmantoro dan Indriani, 2017).

Hasil Post-Hoc Tukey HSD pada Tabel 1 menunjukan bahwa rata-rata porositas P3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 dan P7. Hal ini menunjukan penggunaan sekam bakar sebagai media tanam, tidak secara signifikan merubah rata-rata porositas pada ketiga perlakuan tersebut. Demikian juga penambahan 10% proporsi kompos pada campuran media tanam tanah dan sekam tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap perubahan porositas media tanam. Hal ini sejalan dengan penelitian tentang pengaruh penambahan arang dan abu sekam yang menunjukan baik penambahan abu sekam dan abu arang tidak mampu meningkatkan porositas tanah, hal ini dikarenakan pori-pori tanah tidak terbentuk (Kusuma et al., 2013).

Perlakuan

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P2

0.00

-

-

-

-

-

-

P3

0.00

0.14

-

-

-

-

-

P4

0.87

0.08

0.00

-

-

-

-

P5

0.69

0.16

0.00

0.99

-

-

-

P6

0.13

0.73

0.00

0.76

0.92

-

-

P7

0.00

0.99

0.30

0.03

0.07

0.47

-

P8

0.54

0.23

0.00

0.99

0.99

0.97

0.11

Tabel 1. Hasil Post-Hoc Tukey HSD porositas pada perlakuan media tanam.

Porositas terbaik pada budidaya kentang adalah pada porositas media tanam di atas 50% (Setiyo et al., 2017). Namun proporsi jumlah pori-pori mikronya 40% dan pori-pori makronya 60%, sehingga ketersediaan air dan oksigen di zone perakaran bagi tanaman kentang terpenuhi. Oleh karena itu berdasarkan hal ini perlakuan terbaik untuk budidaya kentang adalah P7 (50% tanah, 10% kompos dan 40% arang sekam).

Ketersediaan Air Bagi Tanaman (KAT)

Ketersediaan air untuk tanaman kentang varietas G2 yang dibudidayakan merupakan selisih dari nilai kadar air Kapasitas lapang (KLP) dengan nilai Titik layu permanen (TLP) (Heryani et al., 2000). Data kadar air kapasita lapang pada masing-masing percobaan perlakuan dengan komposisi yang berbeda-beda, didapatkan hasil kapasitas lapang yang bervariasi, yang terendah 31,18% w.b dan yang tertinggi 33,26% w.b, sedangkan hasil porositas media tanam 50,12% - 55,71%. Hal ini menunjukan bahwa jumlah air yang terdapat pada pori-pori tanah mendekati 60% dari pori-pori total tanah. Kadar air kapasitas lapang pada media kompos 100% (P1) lebih rendah yaitu 31,18%, dibandingkan dengan media tanam yang lainnya, dikarenakan media tanam kompos kotoran ayam tidak mampu mengikat air irigas dengan jumlah yang banyak, berbeda halnya dengan media arang sekam 100% (P3) yang mampu mengikat air irigasi sangat tinggi yaitu 33,26%.

Kadar air titik layu permanen dimana keadaan kadar air tanah yang tersedia sudah lebih rendah ketimbang kebutuhan air (Marsha et al., 2014), data pada masing masing perlakuan terdiri dari komposisi yang berbeda, memiliki nilai yang bervariasi di setiap perlakuan, titik layu permanen terendah yaitu 16,49% pada media arang sekam 100% (P3) dan titik layu permanen tertinggi pada media tanah 100% (P2) yaitu 19,25% w.b. Pada media tanam arang sekam 100% (P3) kadar air titik layu permanen mencapai 16,49%, hal ini dikarenakan pada media tanam sekam bakar mampu mengikat air dengan jumlah yang banyak dibandingkan perlakuan lainnya, sehingga menyebabkan air yang tersimpan pada media tanam dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Berdasarkan hasil penelitian, data ketersediaan air bagi tanaman di setiap perlakuan mengalami peningkatan selama waktu penelitian. Kenaikan ketersediaan air bagi tanaman dari waktu ke waktu disebabkan karena mineralmineral yang terdapat pada media tanam seperti K+, Ca+, Fe+, Al+ dan kation lainnya sebagai penyusun fraksi debu dapat meningkatkan jumlah pori mikro, hal ini diikuti dengan meningkatnya kadar air kapasitas lapang serta kapasitas menahan air oleh tanah (Setiyo et al., 2016) sehingga menyebabkan ketersediaan air tanaman meningkat.

Perlakuan

■ MINGGU 0

■ MINGGU 6


■ MINGGU 2

■ MINGGU 8


■ MINGGU 4

■ MINGGU 10


Gambar 2. Grafik peningkatan ketersediaan air bagi tanaman ketang.

Dari data pengamatan ketersediaan air bagi tanaman kentang pada masing-masing percobaan, diperoleh rata-rata ketersediaan air tanaman yang bervariasi pada setiap perlakuan yaitu 13,39 % w.b – 17,22 % w.b. Komposisi media tanam dapat memberikan dampak terhadap peningkatan ketersediaan air bagi tanaman walaupun pengaruhnya tidak langsung terhadap tanaman kentang, pada hasil penelitian ketersediaan air bagi tanaman P2 dan P6 memiliki ketersediaan air yang rendah, dan P3 memiliki ketersediaan air yang tinggi.

Dari hasil ANOVA yang dilakukan terlihat bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada ketersediaan air tanaman antar perlakuan (p>0.05). Pada Gambar 2 terlihat

P3 mempunyai nilai rata-rata ketersediaan air bagi tanaman tertinggi yaitu 17,22% w.b. diantara perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena drainase pada media tanam arang sekam dapat dikendalikan setelah air irigasi yang diberikan sebagian terserap oleh arang sekam (Setiyo et al., 2017).

Perlakuan 3 adalah yang terbaik dalam menyediakan air bagi tanaman kentang, namun keseimbangan jumlah air dan oksigen di zone perakaran perlu menjadi perhatian. Proporsi jumlah pori-pori mikronya 40% dan pori-pori makronya 60%, sehingga ketersediaan air dan oksigen di zone perakaran bagi tanaman kentang terpenuhi dan seimbang. Oleh karena itu berdasarkan hal ini perlakuan terbaik untuk budidaya kentang adalah P7 (50% tanah, 10% kompos dan 40% arang sekam).

Kemampuan Media Tanam mengikat Unsur Hara

Kemampuan media tanam mengikat unsur hara ditentukan menggunakan nilai konduktivitas elektrik tanah. EC merupakan indikator kondisi nutrisi tanah yang banyak digunakan di pertanian presisi (Sulastri et al., 2020). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, data kemampuan media tanam mengikat unsur hara di setiap perlakuan mengalami peningkatan selama waktu penelitian. Peningkatan mengikat unsur hara dari waktu ke waktu disebabkan karena secara fisik bahan organik dapat memperbaiki agregat-agregat tanah dan pori-pori tanah sehingga menyebabkan drainase dan aerasi tanah menjadi lebih baik sehingga akar mampu menyerap unsur hara meningkat (Sutedjo, 2010).

Data hasil pengamatan kemampuan media tanam mengikat unsur hara pada masing-masing perlakuan diperoleh nilai dan hasil yang bervariasi yaitu 548 sampai 788 µS/cm pada setiap perlakuan dengan komposisi yang berbeda, hal ini disebabkan faktor penyerapan unsur hara oleh tanaman sehingga kebutuhan unsur hara pada tanaman meningkat untuk pertumbuhan pada tanaman yang digunakan pada proses metabolisme, sehingga menghasilkan produksi yang optimal (Nurwanto et al., 2017).

■ MINGGU 0 ■ MINGGU 2 ■ MINGGU 4

■ MINGGU 6 ■ MINGGU 8 ■MINGGU 10

Gambar 3. Grafik peningkatan kemampuan media tanam mengikat unsur hara.

Perlakuan yang menggunakan media tanam tanah (P2)

mampu lebih banyak menyerap unsur hara, dikarenakan pada penanaman sebelumnya media tanam tanah sudah tercampur dengan arang sekam sehingga membuat media tanam steril, dan drainase pada media tanam dapat dikendalikan setelah air irigasi yamg diberikan sebagian terserap oleh tanah sehingga tanah dapat mengikat unsur hara pada air irigasi sangat tinggi.

Dari hasil ANOVA, terlihat bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan media tanam mengikat unsur hara yang signifikan antar perlakuan (p<0.05). Pada Gambar 3 terlihat P2 mempunyai nilai rata-rata kemampuan mengikat unsur hara tertinggi yaitu 788,67 µS/cm diantara perlakuan lainnya. Hasil post-Hoc Tukey HSD pada Tabel 2 menunjukan bahwa rata-rata P2 berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya.

Volume Air Terikat Pada Media Tanam

■ MINGGU 0 ■ MINGGU 2 ■ MINGGU 4

■ MINGGU 6 ■ MINGGU 8 ■ MINGGU 10


Tabel 2. Hasil Post-Hoc TukeyHSD kemampuan media tanam mengikat unsur hara.

Perlakua

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

n

P2

0.0

-

-

-

-

-

-

0

P3

0.0

0.0

-

-

-

-

-

0

0

P4

0.0

0.0

0.0

-

-

-

0

0

0

P5

0.0

0.0

0.0

0.3

-

-

-

0

0

0

4

P6

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-

-

0

0

0

0

0

P7

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-

0

0

0

0

0

0

P8

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0

0

0

0

0

1

0

Perlakuan 2 adalah yang terbaik dalam kemampuan media tanam mengikat unsur hara bagi tanaman kentang, namun keseimbangan jumlah air dan oksigen di zone perakaran perlu menjadi perhatian. Proporsi jumlah pori-pori mikronya 40% dan pori-pori makronya 60%, sehingga ketersediaan air dan oksigen di zone perakaran bagi tanaman kentang terpenuhi dan seimbang. Oleh karena itu berdasarkan hal ini perlakuan terbaik untuk budidaya kentang adalah P7 (50% tanah, 10% kompos dan 40% arang sekam).

Gambar 4. Grafik perubahan volume air yang diserap oleh media tanam.

Kemampuan tanah untuk mengikat air mempengaruhi ketersediaan air pada, bahan organik dan tekstur tanah menentukan jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah. Nilai kebutuhan air meningkat sesuai dengan pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat vegetasi maksimum. Setelah berada pada titik maksimum maka nilai kebutuhan air akan mengalami penurunan sejalan dengan pembentukan umbi (Purwanto, 2006).

Pada penelitian ini jumlah air yang digunakan sebanyak 1 liter, dikarenakan air pada sampel tidak ada yang menetes maka ditambahkan 1 liter hingga jumlah air yang digunakan yaitu 2 liter. Pada Gambar 4 dapat diuraikan pada perlakuan kompos 100% (P1) jumlah air yang menetes sangatlah banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, dikarenakan kompos kotoran ayam tidak mampu menyerap atau mengikat air dengan baik. Berbeda halnya dengan arang sekam yang dapat mengikat air dengan sangat tinggi, sehingga lengas tersedia bagi tanaman kentang (Setiyo et al., 2017).

Produktivitas umbi kentang

Gambar 5. Grafik produktivitas kentang pada setiap perlakuan.

Berdasarkan hasil pengamatan pada minggu ke-10, pada


Gambar 5 dihasilkan rerata hasil umbi kentang G2 pada masing-masing perlakuan dengan komposisi yang berbeda dengan hasil 420,20 - 571,70 g/tanaman dengan umur tanam 10 minggu. Dari Gambar 5 dapat dilihat produktivitas terendah dan tertinggi pada tanaman kentang, terlihat bahwa komposisi media tanam dapat mempengaruhi produktivitas tanaman kentang per pohon per polybag, terlihat bahwa setiap perlakuan dengan komposisi yang berbeda memiliki tingkat produktivitas kentang yang berbeda.

Dari hasil ANOVA yang dilakuakan, terlihat bahwa terdapat perbedaan rata-rata produktivitas yang signifikan antar perlakuan (p<0.05). Pada Gambar 5 terlihat P7 mempunyai nilai rata-rata produktivitas tertinggi yaitu 571,70 g/tanaman. Hasil Post-Hoc Tukey HSD pada Tabel 3 menunjukan bahwa rata-rata produktivitas P7 memiliki perbedaan nyata denga perlakuan yang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa produktivitas tanaman kentang pada P7 menghasilkan berat kentang yang tertinggi diantara perlakuan lainnya, dikarenakan media tanam pada tanaman kentang lebih mudah menyerap unsur hara sehingga dapat digunakan oleh tanaman untuk proses metabolisme. Penambahan arang sekam pada komposisi yang berbeda tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, akan tetapi lebih berpengaruh kepada produksi tanaman (Yulfianti, 2011).

Faktor yang menentukan produktivitas tanaman kentang yang dibudidayakan yaitu sifat fisik tanah, porositas tanah yang lebih dari 50% berarti pori-pori makro tanah cukup besar sehingga menyebabkan pembentukan umbi kentang semakin baik. Kondisi porositas tanah dan ketersediaan air didukung oleh struktur tanah dalam kondisi remah, dikarenakan struktur tanah remah dapat menyebabkan akar tanaman mampu berkembang, yang nantinya dapat mengabsorsi air dan unsur hara secara mudah (Arsa et al., 2015).

Tabel 3. Hasil Post-hoc TukeyHSD produktivitas pada tanaman kentang.

Perlakua

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

n

P2

0.8

-

-

-

-

-

-

6

P3

0.0

0.0

-

-

-

-

0

0

P4

0.0

0.0

0.0

-

-

-

-

0

0

0

P5

0.0

0.0

0.5

0.0

-

-

-

0

0

1

6

P6

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-

-

0

0

0

0

0

P7

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-

0

0

0

0

0

0

P8

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0

0

0

0

0

0

0

KESIMPULAN

Perlakuan komposisi media tanam arang sekam 100 % (P3) mampu menghasilkan porositas, ketersediaan air bagi tanaman dan volume air terikat yang tertinggi diantara perlakuan lainnya. Nilai porositas yaitu

mencapai 55,71%, nilai ketersediaan air bagi tanaman 17,22 % w.b, dan nilai volume air terikat yaitu mencapai 1603 ml. Perlakuan komposisi media tanam tanah 100 % (P2) mampu menghasilkan kemampuan media tanam mengikat unsur hara tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, dengan nilai 788,67 µS/cm.

Perlakuan komposisi tanah 50% kompos kotoran ayam 10% arang sekam 40% mampu menghasilkan produktivitas budidaya kentang yang paling tinggi diantara perlakuan lainnya, yaitu 571,70 g/tanaman. Pada kombinasi media tanam tanah : kompos : arang sekam = 5:1:4 mampu menciptakan porositas tanah 53,43 %

dengan proporsi pori mikro 40% dan pori makro 60%, sehingga mampu menyediakan air serta oksigen secara cukup dan berimbang bagi tanaman kentang.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, D. ., T. Kurniatin, & S. Maryam. (2006). Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Jurnal Ilmu Tanah, Faperta Unpad, 7–18.

Arsa, I. W., Setiyo, Y., & Nada, I. M. (2015). Kajian Relevansi Sifat Piskokimia Tanah Pada Kualitas Dan Produktifitas Kentang (Solanum Tuberosum L). Jurnal BETA  (Biosistem  Dan Teknik

Pertanian), 1(1), 1–10.

Costa, M. M., de Queiroz, D. M., de Carvalho Pinto, F. de A., dos Reis, E. F., & Santos, N. T. (2014). Moisture content effect in the relationship between apparent electrical conductivity and soil attributes. Acta Scientiarum - Agronomy, 36(4), 395–401.

Hanafiah, K. A. (2005). Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajawali press.

Heryani, N., Sawiyo, & Pujilestari, N. (2000). Pemberian Irigasi Suplementer Pada Lahan Kering Berbasis Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan.           Core.Ac.Uk,           58–71.

https://core.ac.uk/download/pdf/198231605.pdf

Ismi, I. Y., Asep, S., Naken, S., & Bintoro, D. M. H. (2011). Pengaruh Pemberian Bahan Organik Pada Tanah Liat Dan Lempung Berliat Terhadap Kemampuan Mengikat Air. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 16(2), 130–135.

Jumin, H. B. (2002). Agroekologi. Raja Grafindo.Jakarta.

Kusuma, A. H., Izzati, M., & Saptiningsih, E. (2013).

Pengaruh Penambahan Arang dan Abu Sekam dengan Proporsi yang Berbeda terhadap Permeabilitas dan Porositas Tanah Liat serta Pertumbuhan Kacang Hijau (Vigna radiata L). Anatomi      Fisiologi,      XXI(1),       1–9.

https://doi.org/10.14710/baf.v21i1.6260

Kweon, G., Lund, E., & Maxton, C. (2013). Soil organic matter and cation-exchange capacity sensing with on-the-go electrical conductivity and optical sensors.      Geoderma,      199,      80–89.

https://doi.org/10.1016/j.geoderma.2012.11.001

Marsha, N. D., Aini, N., & Sumarni, T. (2014). Pengaruh Frekuensi dan Volume Pemberian Air Pada Pertumbuhan Tanaman Crotalaria mucronata

Desv. Jurnal Produksi Tanaman, 2(8), 673–678.

Nurwanto, A., Soeddradjad, R., & Sulistyaningsih, N. (2017). Aplikasi berbagai dosis pupuk kalium dan kompos terhadap produksi tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Agritrop, 15(2), 181– 193.

Prihmantoro, H., & Y.H, I. (2017). Petunjuk praktis memupuk tanaman sayur. Jakarta:  Penebar

Swadaya 2017.

Purwanto. (2006). Bertanam cabai rawit dalam pot. Jakarta : Agromedia Pustaka, 2006.

Setiyo, Y., Gunadnya, I. B. P., Gunam, I. B. W., Permana, I. D. G. M., Susrusa, I. K. B., & Triani, I. G. A. L. (2016). Improving Physical and Chemical Soil Characteristic on Potatoes (Solanum tuberosum L.) Cultivation by Implementation of Leisa System. Agriculture and Agricultural Science Procedia, 9, 525–531.

https://doi.org/10.1016/j.aaspro.2016.02.172

Setiyo, Y., Susrusa, K. B., Gunam, I., Gunadnya, I. B. P., Yulianti, N. L., & Ada, W. (2017). Agribisnis Kentang.

Setiyo, Y., Susrusa, K. B., Triani, I. G. A. L., & Permana, I. D. G. M. (2016). Pengembangan Sistim LEISA untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas Umbi Kentang ( Solanum Tuberosum L. ) Development LEISA System Granola Variety to Increase Productivity and Quality of Potatoes Tuber (Solanum Tuberosum L.). Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO, 1(2), 101–106.

Sinulingga, M., & Darmanti, S. (2007). Kemampuan Mengikat Air oleh Tanah Pasir yang Diperlakukan dengan Tepung Rumput Laut Gracilaria verrucosa. Anatomi     Fisiologi,     XV(2),      32–38.

https://doi.org/10.14710/baf.v15i2.2570

Sulastri, N. N., Shibusawa, S., & Kodaira, M. (2020). Soil Electrical Conductivity (Ec) Mapping Using RealTime Soil Sensor. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian       Agrotechno,       5(1),       9.

https://doi.org/10.24843/jitpa.2020.v05.i01.p02

Sutedjo, M. M. (2010). Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.

Utomo, M., SudaTrUsono, Rusman, B., Sabrina, T., & Lumbanraja, J. (2016). Ilmu Tanah Dasar-Dasar Pengolahan. Rajawali press.

Yulfianti, C. E. (2011). Efek pemanfaatan Abu Sekam Sebagai Sumber Silika (Si) untuk Memperbaiki Kesuburan Tanah Sawah. 38, 33–36.

238