Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Batang Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buze-Kurz) dan Masa Simpan terhadap Kualitas Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Segar
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 11, Nomor 1, bulan April, 2023
Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Batang Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buze-Kurz) dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Segar
The Effects of Tabah Bamboo (Gigantochloa nigrociliata Buze-Kurz) Liquid Smoke Concentrations and Storage Time on The Quality of Fresh Tilapia (Oreochromis niloticus) Fish
I Wayan Fandhu Winangun, Pande Ketut Diah Kencana*, I Gusti Ketut Arya Arthawan Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*email: [email protected]
Abstrak
Ikan nila segar mudah sekali rusak karena mengalami proses pembusukan oleh bakteri akibat kerusakan fisik, kimiawi, maupun biologis. Asap cair bambu tabah dapat dimanfaatkan karena mampu menghambat pertumbuhan bakteri oleh kandungan senyawa fenol yang terkandung dalam asap cair bambu tabah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Bush-Kurz) dan lama penyimpanan terhadap kualitas ikan nila (Oreochromis niloticus) segar serta menentukan konsentrasi asap cair bambu tabah dan lama penyimpanan terbaik untuk menghasilkan ikan nila segar berkualitas. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi asap cair bambu tabah yang terdiri dari 3 taraf yaitu 2%, 4% dan 6% dan faktor kedua adalah lama penyimpanan yang terdiri selama hari ke-0, 1, 2 dan 3. Parameter yang diukur meliputi kadar air, pH, kekerasan, Total Plate Count (TPC) dan organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara asap cair bambu tabah dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekerasan, Total Plate Count (TPC), organoleptik mata, insang, daging, bau dan organoleptic kekerasan ikan nila segar tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, pH dan organoleptik lendir. Perlakuan asap cair bambu tabah 6% dan lama penyimpanan hari ke-1 merupakan perlakuan terbaik menghasilkan ikan nila segar berkualitas.
Kata kunci: ikan nila, asap cair, lama penyimpanan, konsentrasi
Abstract
Fresh tilapia fish is easily deteriorated by the process of bacterial activity. The content of phenolic compounds in the liquid smoke of bamboo is used to inhibit the growth of bacteria. The purpose of this study was to determine the effect of tabah bamboo liquid smoke concentrations and the best storage time on the quality of fresh tilapia and to determine the concentration of tabah bamboo smoke and the best storage time to produce quality fresh tilapia fish. This study used a factorial Completely Randomized Design (CRD) within two factors. The first factor is the immediate concentration of tabah bamboo which consists of 3 levels, namely 2%, 4%, and 6%, and the second factor is the storage time from days 0, 1, 2, and days 3 analyzed by analysis of variance. The observed parameters were moisture content, pH, texture, Total Plate Count (TPC), and organoleptic. The results showed that the interaction between the proportion of the liquid smoke of Tabah bamboo and the storage time has a significant effect on the hardness, Total Plate Count (TPC), eye organoleptic, gills, meat, odor, and texture of fresh tilapia fish but not significant effect on water content, pH and mucus. Liquid smoked tabah bamboo 6% and 1 day of storage time is the best treatment to produce quality fresh tilapia fish.
Keywords: tilapia fish, liquid smoke, storage time
PENDAHULUAN
Diketahui bahwa jenis ikan nila (Oreochormis sp) dianggap sebagai salah satu jenis ikan dengan kategori hanya mampu hidup di jenis air tawar yang memiliki beberapa keunggulan seperti duri yang relatif sedikit, memiliki banyak gizi, mudah dibudidaya dan memiliki daging yang cukup tebal sehingga ikan nila digemari oleh banyak orang (Djunaidah, 2017)). Ikan segar bersifat perishable
atau mudah rusak. Faktor utama penyebab cepatnya ikan nila rusak karena setelah dipanen, bakteri pembusuk akan segera berkembang biak pada medianya yang tersedia (Sasanti & Fitria, 2012). Dengan demikian, perlu dilakukan pengawetan pada ikan nila. Kemudian asap cair dianggap sebagai salah satu bahan yang mampu memberikan sebuah manfaat adanya alternatif pengawetan pada makanan yang tengah sedang dilakukannya proses pengembangan untuk metode pengasapan moderen. 108
organik, karbonil dan fenol, memiliki fungsi sebagai antibakteri sehingga mampu mencegah menurunnya kualitas ikan (Saloko et al., 2014). Fungsi dari kandungan senyawa bioaktif pada asap cair tersebut dapat dijadikan alternatif sebagai bahan pengawet pada makanan (Haji, 2013). Melakukan aktivitas dalam proses pengawetan dengan mengimplementasikan cara dengan mempergunakan asap cair, telah mampu memberikan kepraktisan dan keamanan apabila dalam hal ini dilakukan sebuah perbandingan dengan proses pengasapan tradisional. Asap cair dapat diperoleh dari kayu keras, serbuk kayu, tempurung kelapa, sabut kelapa dan lainnya (Novita, 2011).
Kualitas ikan nila segar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi yaitu jenis bahan pengawet yang digunakan, konsentrasi asap cair yang ditambahkan, lama penyimpanan, dan suhu penyimpanan. Pembusukan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kelembaban, kekeringan, udara, oksigen, cahaya, suhu dan waktu (Widowati et al., 2014). Pada penelitian Rasydta (2015), memperoleh hasil bahwa jenis ikan bandeng telah diketahui masih menujukkan kelayakan untuk dikonsumsi oleh masyarakat dengan memperhatikan batas hari konsumsi hanya mampu dilakukan sampai dengan hari ke-3 dengan cara melakukan perendaman dengan menggunakan bantuan asap cair yang terbuat dari tempurung buah kelapa dengan memperhatikan tingkat konsentrasinya hanya mencapai angka 2% selama kurun waktu hanya mencapai sekitar 20 menit (Rasydta, 2015). Selain itu, umur simpan ikan fillet tuna, meningkat 2,33 kali lebih lama atau meningkat menjadi 54 jam dengan melakukan penambahan bahan asap cair yang terbuat dari tempurung buah kelapa 6%.
Perendaman pada jenis ikan nila dengan mendapatkan bantuan dari asap cair dengan diketahui bahan dasarnya ialah terbuat dari bambu tabah belum pernah dilakukan sebelumnya. Misi atau yang menjadi tujuan diselenggarakannya penelitian ini ialah guna mencari tahu bagaimana sebenarnya kontribusi dari pengaruh aspek konsentrasi asap cair bambu tabah dan guna mencari tahu berapa lama proses dilakukannya penyimpanan terhadap kualitas jenis ikan nila segar serta guna melakukan suatu penentuan terkait konsentrasi asap cair bambu tabah dan berapa lama penyimpanan terbaik untuk menghasilkan ikan nila segar berkualitas.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Peneliti melakukan penyelenggaraan penelitiannya di sebuah Laboratorium secara tepatnya di sebuah Laboratorium Teknik Pascapanen, Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Tempat Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana tepatnya berada di Kampus Sudirman yang terletak di kota Denpasar. Kemudian peneliti melakukan penyelenggaraan penelitiannya dengan memerlukan waktu pelaksanaan penelitian yang dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2020.
Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan ialah alat berupa baskom, pisau, tabung reaksi (Pirex-Iwaki), timbangan analitik (Shimadzu), Textur Analyzer (TA XT Plus), inkubator (memmert), vortex, cawan porselin, desikator, jenis gelas beker, jenis gelas ukur, jenis pipet tetes, jenis batang pengaduk, spatula, jenis pipet tetes, oven (Ecocell), pH meter (Beckman), jenis gelas objek, jenis cawan petri, erlemenyer, Plastik Polyethylen, Styrofoam, peralatan tulis dan adanya perangkat komputer juga menunjang. Bahan yang digunakan ialah jenis ikan nila segar dengan banyaknya sampai 26 ekor dengan juga memperhatikan ukuran panjang yang mencapai angka ±12 cm, lebar yang mencapai angka ± 6 cm, dan berat yang mencapai angka ±150-200 gram Jenis ikan ini telah berasal langsung dari pemasok ikan yang tepatnya berasal dari Desa Tuakilang, Tabanan, Bali. Kemudian Asap cair bambu tabah yang didapatkan dari melakukan proses aktivitas pengolahan Koperasi Bambu Tabah yang tepatnya beralokasi di Kec. Pupuan, Tabanan, Bali. Dengan adanya bahan tambahan yang berupa jenis Plate Count Agar (PCA) dan NaCl.
Rancangan Percobaan
Peneliti telah diketahui mengimplementasikan sebuah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang telah sebelumnya dilakukan penyusunan secara faktorial dengan terdapatnya dua aspek pendukung berupa adanya konsentrasi penambahan asap cair bambu tabah (K) dan lama penyimpanan jenis ikan nila (P). Kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Aspek pendukung pertama terdiri atas 3 taraf: K1 = mencapai taraf 2 %
K2 = mencapai taraf 4 %
K3 = mencapai taraf 6 %
Aspek pendukung kedua terdiri atas 4 taraf:
P1 = Lama waktu penyimpanan ialah selama 0 hari (awal penyimpanan)
P2 = Lama waktu penyimpanan ialah selama 1 hari (24 jam setelah awal penyimpanan)
P3 = Lama waktu penyimpanan ialah selama 2 hari P4 = Lama waktu penyimpanan ialah selama 3 hari
(48 jam) (72 jam)
Tabel 1. Kombinasi Perlakuan Konsetrasi Asap Cair dan Lama Penyimpanan Ikan Nila Segar
Konsentrasi asap cair |
Lama penyimpanan (hari) |
(%) |
P1 (0) P2 (1) P3 (2) P4(3) Kontrol |
K1 (2 %) |
K1P1 K1P2 K1P3 K1P4 - |
K2 (4 %) |
K2P1 K2P2 K2P3 K2P4 - |
K3 (6 %) |
K3P1 K3P2 K3P3 K3P4 - |
Kontrol |
----K |
Sampel direndam pada konsentrasi asap cair selama 20 menit. Kemudian sampel diletakkan pada wadah styrofoam lalu diwrap menggunakan plastik. Selanjutnya, kontrol dan sampel disimpan pada suhu ruang dengan suhu ± 28-32°C. Dalam melakukan aktivitas proses pengamatan atau melakukan aktivitas observasi sampel maka wajib untuk dilakukan pada tahap awal dalam melakukan proses penyimpanan atau dilakukan pada jam ke-0 dan selajutnya dilakukan tahap pengujian yang selaras dengan berapa lama waktu penyimpanan dan parameter yang sudah ditentukan.
Berlandaskan pada penyajian dalam Tabel 1, maka telah diperoleh banyak 12 kombinasi jenis perlakuan. Tiap-tiap jenis perlakuan akan dilakukan proses pengulangan dengan mampu hanya dilakukan sebanyak 2 kali, sehingga akan didapatkan jumlah 26 unit proses melakukan suatu percobaan. Diketahui bahwa data yang didapatkan pada tiap-tiap jenis parameter penelitian ini akan dilakukan sebuah proses penganalisisan dengan mengimplementasikan sidik ragam dan jika timbulnya suatu nilai yang memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata, maka akan mampu untuk dilanjutkan dengan mengimplementasikan pengujian secara uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan mengimplementasikan bentuk software IMB SPPS 25 versi 64 bit.
Pelaksanaan Penelitian
Tahapan Perendaman dan Lama penyimpanan Ikan Nila
Melakukan proses persiapan bahan kategori baku. Bahan jenis kategori baku yang dapat digunakan oleh peneliti ialah jenis ikan nila yang aromanya masih segar dengan memiliki panjang ikan yang sekitar 10-12 cm dengan berat 100-150 g per ekornya yang didapat dari tempat penangkaran ikan di Desa Tuakilang, Tabanan. Ikan nila hidup dimasukkan kedalam plastik tebal dan dibawa ke
laboratium penelitian. Persiapan bahan baku yang lain yaitu asap cair yang telah didapatkan dari melakukan suatu proses pengolahan pada Koperasi Bambu Tabah yang tepatnya beralokasi di Kec. Pupuan, Kab.Tabanan, Prov. Bali.
Asap cair yang diperoleh selanjutnya diolah agar mampu digunakan untuk perendaman. Dengan cara menambahkan 980 ml aquades dan 20 ml asap cair untuk membuat asap cair dengan konsentrasi 2% (K1), menambahkan 960 ml aquades dan 40 ml asap cair untuk membuat asap cair dengan konsentrasi 4% (K2) dan menambahkan 940 ml aquades dan 60 ml asap cair untuk membuat asap cair dengan konsentrasi 6% (K3). Pembersihan dan pencucian, bahan baku yang telah didapat langsung dicuci dengan air bersih mengalir hingga tidak terdapat lendir pada permukaan ikan. Perendaman ikan nila dengan kosentrasi asap cair 2%, 4% dan 6% direndam selama 20 menit kemudian ditiriskan. Selanjutnya ikan nila diletakan pada wadah jenis bahan styrofoam yang kemudian dilakukan pengemasan dengan menggunakan plastik wrap yang selanjutanya dilakukan proses penyimpanan dengan memperhatikan suhu ruang dengan suhu ± 28-32°C. Selama penyimpanan berlangsung, pengamatan dilakukan secara objektif terhadap kontrol maupun ikan nila yang diberi perlakuan berupa perendaman asap cair. Pengamatan dilakukan pada setiap 1 hari sekali ialah dilakukan pada hari ke 0, pada hari ke 1, pada hari ke 2, dan pada hari ke 3.
Variabel yang Diamati
Uji Kadar Air
Melakukan tahapan penganalisisan pada kadar air yang selaras dengan AOAC, (2005). Melakukan tahapan mensterinkan cawan jenis porselen yang dimasukkan ke dalam sebuah oven dengan memperlukan waktu selama 1 jam dengan mempehatikan suhu 100-105oC, yang selajutnya dilakukan tahap pendinginan dengan lamanya
waktu selama 15 menit dan selajutnya dilakukan penimbangan untuk mengetahui berapa beratnya (A g). Melakukan proses penimbangan sampel sebanyak 3 g yang kemudian akan ditaruh dalam sebuah cawan jenis porselen yang sebelumnya sudah diketahui berapa beratnya (B g). Kemudian sampel yang ada dalam porselen ini akan mendapatkan tahapan proses pengeringan dalam sebuah oven pada tingkat suhu 100-105oC jenis sampel konstan dengan memerlukan waktu selama 4 jam, yang kemudian akan dilakukan tahapan pendinginan dalam sebuah desikator dengan memerlukan waktu selama 15 menit dan selajutnya dilakukan penimbangan untuk mengetahui berapa beratnya (C g). Proses tahapan penimbangan ini akan dilakukan secara berulang kali sampai berhasil didapatkan berapa hasil berat yang bersifat secara konstan.
Kadar Air (%) = j^ × 100 [1]
A = Berat kering cawan (g); B = Berat kering cawan dan sampel yang berada pada awal (g); C = Berat kering cawan dan sampel sesuai dilakukan proses pengeringan (g).
Uji pH
Melakukan pengukuran terhadap nilai pH dilakukan dengan memakai sebuah alat ukur pH meter berladaskan pada kajian dari (Bawinto et al., 2015). Urutan kerja analisa pH dimulai dari menghaluskan 10 g sampel. Sebelum dihomohgenkan selama 1 menit pada mortar, sampel ditambahan 20 ml aquades. Lalu, diukur memakai pH meter. Sebelum menuju dalam penggunaan maka dalam hal ini kepekaan jarum petunjuk pH meter wajib dilakukan tahapan untuk dikalibrasi dengan memakai sebuah larutan jenis buffer pH 7. Besarnya nilai pH yang diukur adalah nilai pH yang konstan dibaca oleh alat.
Uji Kekerasan
Pengukuran kekerasan pada ikan nila segar dalam hal ini dilakukan suatu proses tahapan dengan mengimplementasikan sebuah alat yang bernama Texture Analyzer (TA. XT Plus, United Kingdom) (Indiarto et al., 2012). Langkah awal mengukur kekerasan adalah dengan menghubungkan alat texture analyzer pada komputer dengan sofware “Texture Exponent 32”. Kemudian dilakukan setting kecepatan 10 mm/s, cilynder probe yang berdiameter 0.6 cm dan luas probe 0,282 cm2, digunakan untuk menekan tubuh ikan segar pada bagian perut dan pangkal ekor dengan kedalaman 20 persen dari permukaan. Hasil pengukuran ditampilkan pada layar komputer dalam bentuk grafik. Nilai kekerasan ikan nila segar akan ditampilkan dalam satuan N.
Uji Total Plate Count (TPC)
Dalam hal ini TPC dinilai sebagai pengujian yang mampu untuk memperlhatkan berapa banyaknya jumlah mikroba yang yang muncul dalam suatu produk dengan cara atau proses melakukan perhitungan koloni bakteri. Pada kondisi yang memperlihatkan jumlah nilai TPC terlihat rendah, maka dalam kondisi ini akan semakin layak dikonsumsi. Berikut perhitungan nilai TPC:
i
Nilai TPC = ∑ koloni per cawan × — [2]
Dimana f'p merupakan faktor pengenceran.
Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan skor ikan asap yang berladaskan pada SNI 01-23462006. Pengujian secara uji organoleptik dinilai sebagai suatu cara atau dinilai sebagai suatu proses pengujian yang mampu memunculkan sifat secara subjektif dengan mendapatkan dukungan dari indera manusia yang mencakup aspek penilaian terhadap derajat aroma, mencakup aspek penilaian terhadap kekerasan dan mencakup aspek penilaian terhadap kenampakan ikan asap. Tiap-tiap sampel akan mampu memperlihatkan karakterlistik yang mampu memberikan suatu pernyataan bahwa jenis ikan segar telah mengalami kondisi yang rusak dan terus akan mengalami kondisi perubahan selama masa penyimpanan tengah berlangsung dan akan dapat mencapai tingkat kondisi yang rusak secara optimal atau keseluruhan hingga pada rentan waktu secara berkala.
Berlandaskan pada Badan Standarisasi Nasional 012346-2006, persyaratan mutu dan keamanan pangan minimal 7 dengan skala 1-9 nilai organoleptik untuk produk ikan asap. Nilai 9 menunjukkan kondisi ikan nila yan masih bagus dan 1 menunjukkan kondisi ikan nila yang buruk. Pada uji organoleptik ini dilakukan oleh panelis yang tidak terlatih dan dipilih secara acak sebanyak 15 orang. Merujuk pada perolehan data, selajutnya akan dilakukan tahapan penganalisisan terhadap jenis ikan nila segar yang mencakup aspek bagian mata, mencakup aspek bagian insang, mencakup aspek bagian lendir permukaan badan, mencakup aspek bagian daging (warna dan kenampakan), mencakup aspek bagian bau, dan mencakup aspek bagian kekerasan jenis ikan nila segar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Perolehan dari hasil penganalisisan pada keanekaragaman telah memperlihatkan bahwa
perlakuan terhadap persentase dalam proses penambahan asap cair bambu tabah dan berapa lama proses dalam melakukan penyimpanan akan memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata sebesar (P≤0,05) sementara interaksinya
tanpa memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata sebesar (P≥0,05) terhadap jumlah dari kadar air jenis ikan nila segar. Perolehan dari hasil penganalisisan secara statistik pada jumlah kadar air ikan jenis nila telah disajikan dalam Gambar 1.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
K1 (2%)
K2 (4%)
K3 (6%)
Kontrol
01
23
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 1. Grafik nilai kadar air ikan nila
Berladaskan pada penyajian data dalam Gambar 1, menunjukkan adanya perbedaan jumlah nilai kadar airyang ditemukan pada jenis ikan nila yang telah diberikan perlakuan dan yang telah diberikan kontrol. Jenis ikan nila yang diberikan perlakuan akan lebih cederung memiliki nilai kadar air yang lebih rendah di hari ke-1 Nilai kadar air ikan nila cenderung naik di hari ke-2 dan 3. Penurunan kadar air ini, diduga disebabkan oleh aktivitas antimikroba fenol yang terdapat pada asap cair bambu tabah. Zuraida et al. (2009) menyatakan bahwa reaksi fenol dengan membran sel dapat menyebabkan perusakan enzim-enzim esensial atau mekanisme aktivitas antimikroba fenol dan turunannya, dapat menyebabkan inaktivasi fungsional materi genetik. Selain itu, fenol mampu memberikan kondisi akan terjadinya peningkatan pada aspek permeabilitas membran sel dan karena kondisi ini akan memberikan akibat terjadi hilangnya isi dari sel. Gómez-Guillén et al. (2000) menyatakan bahwa keluarnya air dari daging fillet ikan salmon diakibatkan oleh penggunaan asap cair yang dapat menyebabkan ketidaklarutan jaringan penghubung dalam daging.
Lama dalam proses melakukan suatu penyimpanan akan memberikan kontribusi pengaruh pada jumlah nilai kadar air jenis ikan nila segar, sebab dalam kondisi semakin lamanya waktu melakukan proses penyimpanan akan memberikan akibat pada jumlah kadar air pada jenis ikan nila yang akan mengalami kondisi peningkatan. Kondisi ini terjadi sebab jenis
ikan sebelumnya sudah mengalami tahapan proses pembusukan atau mengalami tahapan proses kelembaban ruang yang lebih tinggi. Alinti et al. (2018), kelembaban udara di lingkungan, dipengaruhi oleh kadar air suatu produk. Selama penyimpanan, produk masih melakukan proses metabolisme sehingga kadar air ikan asap dapat meningkat yang disebabkan oleh aktivitas mikroba pada ikan yang akan menghasilkan air. Hal ini diduga disebabkan oleh aktivitas bakteri proteolitik. Bakteri ini dapat menyebabkan protein terdenaturasi atau pemutusan ikatan yang lemah dalam molekul protein yang membuat struktur yang sangat teratur dalam protein berubah yang membuat kehilangan kemampuan mengikat air.
Derajat Keasaman (pH)
Perolehan hasil penganalisisan pada keberagaman memperlihatkan hasil bahwa perlakuan persentase penambahan asap cair bambu tabah dan berapa lama proses penyimpanan akan memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata sebesar (P≤0,05) sedangkan pada aspek interaksinya tanpa memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata sebesar (P≥0,05) terhadap pH jenis ikan nila segar. Perolehan hasil penganalisisan secara statistik pH jenis ikan nila segar dapat dilihat serta dicermati dalam Gambar 2.
Pada produk segar, derajat keasaman atau pH umumnya berkaitan dengan mikroba. Jika ditinjau dari Gambar 2, ikan nila yang diberi perlakuan asap
cair maupun kontrol, umumnya mengalami kenaikan nilai pH. Tetapi, nilai pH kontrol selama penyimpanan memunculkan hasil yang lebih tinggi pada kondisi dilakukannya perbandingan dengan yang diberikan perlakuan. Penambahan konsentrasi asap cair dapat menghambat kenaikan pH. Sebab dalam kondisi semakin tingginya asap cair bambu tabah yang mampu untuk diberikan, maka dalam hal ini akan terjadi semakin rendahnya nilai pH. Jenis ikan yang mendapatkan proses pengawetan dengan menggunakan bantuan asap cair hasilnya akan lebih rendah pada saat dilakukan perbandingan dari aspek pH jenis ikan segar (Sutanaya et al., 2018). Lala et al. (2017) menyebutkan bahwa proses dalam melakukan penambahan asap cair pada produk, mampu memberikan perubahan nilai pH menjadi lebih rendah. Kondisi ini terjadi diduga karena disebabkan oleh adanya aspek senyawa fenol dan
diduga karena disebabkan oleh adanya aspek asam asetat yang sangat berperan sebagai antimikrobial. Senyawa tersebut mampu menimbulkan terjadinya penghambatan pada pertumbuhan serta perkembangbiakan pada bakteri (bakteriostatik) dan mampu menimbulkan terjadinya pembunuhan pada bakteri (bakteriosidal). Sehingga dalam hal ini senyawa antara fenol dan asam asetat dinilai sebagai jenis senyawa karbonil (Darmadji 1996). Senyawa-senyawa yang ada dalam hal ini dianggap sebagai jenis senyawa yang memiliki aspek fungsional dalam melakukan pengolahan dan memiliki aspek fungsional dalam melakukan pengawetan daging sebab mampu memunculkan perannya yang mencakup peran sebagai antioksidan, mencakup peran sebagai antimikrobia dan mencakup peran sebagai pembentukan citarasa serta mencakup peran sebagai warna produk.
10,00
9,00
8,00
7,00
6,00
^d 5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
K1 (2%)
-■- K2 (4%)
K3 (6%)
Kontrol
01
23
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 2. Grafik nilai derajat keasaman (pH) ikan nila
Lamanya proses melakukan penyimpanan mampu memberikna kontribusi pengaruh pada pada aspek hasil nilai kadar air jenis ikan nila segar. Perolehan hasil memperlihatkan bahwa pada kondisi semakin lamanya proses melakukan penyimpanan berlangsung, maka pada hasil nilai pH jenis ikan nila akan mengalami kondisi pertumbuhan secara meningkat. Sutanaya et al., (2018) memberikan suatu pernyataan bahwa hasil dari nilai pH ikan memberikan hasil yang angkanya antara kisaran 6-7 dengan memperlihatkan suhu di antara 26-31oC sehingga memberikan asumsi adanya kondisi yang terlihat ideal pada pertumbuhan bakteri-bakteri pembusuk. Menurut Lala et al. (2017), enzim proteolitik yang diproduksi oleh aktivitas bakteri
pembusuk, menyebabkan kenaikan pH. Dalam hal ini diketahui bahwa enzim ini mampu melakukan pemecahan pada protein yang akan berubah menjadi amonia, berubah menjadi trimetilamin dan berubah menjadi komponen volatil lainnya, sehingga hasil pada nilai pH akan mengalami pertumbuhan secara naik. Dalam setiap proses penanganan ikan, nilai pH pada ikan harus di bawah atau mendekati pH 7 (netral) karena nilai tersebut merupakan nilai pH pada saat kondisi ikan masih hidup. Secara global jenis ikan yang sudah tidak memperlihatkan kondisi yang segar dan terlihat sudah kondisi dagingnya memiliki pH yang lebih tinggi dari pada jenis ikan yang masih berada dalam kondisi yang segar.
Kekerasan
Perolehan hasil penganalisisan pada keberagaman memperlihatkan hasil bahwa perlakuan persentase penambahan asap cair bambu tabah dan berapa lama proses penyimpanan akan memberikan kontribusi
pengaruh yang bersifat secara nyata sebesar (P≤0,05) terhadap aspek kekerasan jenis ikan nila segar. Perolehan hasil penganalisisan secara statistik kekerasan ikan nila segar disajikan pada Gambar 3.
300
250
200
150
100
50
0
K1 (2%)
K2 (4%)
K3 (6%) Kontrol
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 3. Grafik nilai organoleptik kekerasan ikan nila
Dalam Gambar 3, telah mampu memperlihatkan bahwa aspek pada nilai kekerasan berada dalam kondisi yang semakin hari memperlihatkan hasil yang semakin mengalami penurunan dari hari ke-0 sampai menuju hari ke-3. Hal ini terjadi karena kekerasan sangat berkaitan dengan adanya jumlah pada kadar air. Pada kondisi semakin tinggi jumlah kadar air yang ada pada suatu produk, maka dalam kondisi ini akan menimbulkan semakin lunaknya bahan, begitu juga sebaliknya yang akan terjadi. Hasil ini menunjukan bahwa pada kondisi semakin besarnya konsentrasi asap cair bambu tabah yang mampu ditambahkan maka aspek kekerasan yang terjadi pada jenis ikan nila akan cenderung memberikan hasil yang makin tinggi.
Pendapat dari Lombongadil et al. (2013), bahwa nilai kekerasan yang memunculkan hasil yang tinggi, akan memunculkan juga jumlah kadar air yang nilai kandungannya rendah. Ardiansyah et al. (2011) memberikan suatu pernyataan, bahwa pada kondisi
semakin tingginya aspek konsentrasi asap cair, maka dalam hal ini munculnya daya ikat air yang akan akan mengalami peningkatan. Peran asap cair sebagai pelapis produk yaitu mampu membuat longgar ikatan serabut myofibril yang membentuk semacam ruang-ruang yang terlihat kosong yang dalam hal ini diisikan oleh air dalam bentuk kondisi setengah bebas, maka dalam hal ini kekuatan pada daging akan mampu mengikat air memberikan hasil yang makin meningkat.
Perlakuan lama penyimpanan pada ikan nila menunjukkan adanya penurunan kekerasan disetiap harinya. Terjadinya proses dalam aktomiosin sebagai perolehan dari hasil terjadinya interaksi protein aktin dan sebagai perolehan dari hasil terjadinya interaksi miosin yang dianggap menjadi salah satu aspek pendukung yang akan memberikan kemungkinan mampu memberikan pengaruh pada derajat kekerasan pada bagian daging jenis ikan nila.
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
K1 (2%)
K2 (4%)
K3 (6%)
KONTROL
Kondisi ini telah selaras dengan sebuah pernyataan dari Koswara (2009) ialah bahwa, terjadinya kondisi penurunan kekerasan pada suatu produk mendapatkan sebab dari aspek protein yang terdegradasi oleh berbagai macam aktivitas yang mikroorganisme, terlihat memberikan hasil pada senyawa yang lebih menujukkan kondisi yang sederhana sehingga kondisi ini akan memberikan kontribusi pengaruh pada kekuatan protein dalam hal untuk melakukan pengikatan pada air yang akan berada pada kondisi yang semakin menurun. Jika kandungan protein rendah, maka daya ikat air akan rendah. Hal ini disebabkan oleh protein yang memiliki gugus hidrofilik sehingga dapat mengikat air (Ginting et al., 2014).
Total Plate Count (TPC)
Perolehan hasil penganalisisan pada keberagaman memperlihatkan hasil bahwa perlakuan persentase penambahan asap cair bambu tabah dan berapa lama proses penyimpanan akan memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata sebesar (P≤0,05) terhadap aspekTPC ikan nila segar.
Gambar 4 menunjukkan bahwa setiap perlakuan menunjukan tejadinya pertumbuhan secara meningkat pada banyaknya jumlah koloni jenis bakteri. Tetapi selama penyimpanan dari hari ke-0 hingga menuju pada hari ke-1, jumlah koloni bakteri yang ada pada jenis ikan nila yang diberikan perlakuan asap cair sedikit mengalami peningkatan. Kondisi ini terjadi karena diduga disebabkan oleh senyawa antimikroba asap cair yaitu senyawa asam asetat, fenol, kreosat dan formaldehid, terlihat menempel pada bagian-bagian yang ada pada permukaan bahan sehingga hal ini akan menimbulkjan terjadinya penghambatan pada proses pertumbuhan pada jenis jamur serta menimbulkan terjadinya penghambatan pada proses pertumbuhan pada jenis bakteri. Pendapat dari Dwiyitno dan Riyanto (2006), pada kondisi semakin tingginya konsentrasi yabg terjadi pada larutan asap cair yang dipakai, maka pada kondisi ini akan terjadi semakin besar kekuatannya untuk melakukan penghambatan dalam laju pembentukan jenis asam-basa volatil. Produk segar umumnya akan menyerap komponen yang ditemukan dalam asap cair yang mencakup jenis cairan fenol, jenis cairan aldehid dan jenis cairan asam asam organik lainnya yang berfungsi sebagai pengawet karena bersifat racun bagi bakteri (Sulistijowati et al., 2011). Perlakuan lama penyimpanan pada ikan nila menunjukkan adanya kenaikan nilai TPC ikan nila segar. Hal ini disebabkan karena jika ikan nila segar dibiarkan begitu saja berada pada suhu kamar, maka dalam kondisi ini akan cepat kondisinya mengalami proses
menjadi busuk. Pembusukan terjadi karena tingginya kandungan air pada produk sehingga dinilai akan menjadi sebuah media guna terjadinya pertumbuhan atau perkembangbiakan jenis bakteri pembusuk atau guna terjadinya pertumbuhan atau perkembangbiakan jenis mikroorganisme lain (Kurniawan et al., 2012). Lama penyimpanan juga menyebabkan aktivitas fenol mengalami penurunan akibat dari sifat senyawa fenol yang volatile atau mudah menguap.
Aspek faktor lain yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas atau mutu ikan ialah bagaimana mutu atau kualitas terjadinya proses autolisis. Autolisis dianggap sebagai suatu tahapan dari proses melakukan penguraian pada tiap organ-organ tubuh ikan yang mendapatkan bantuan dari enzim-enzim yang ditemukan di dalam tubuh ikan itu sendiri. Tahap dalam proses ini secara global terjadi sesuai ikan yang terlihat berada dalam kondisi mati berhasil melewati fase-fase rigor mortis atau yang terlihat berada dalam kondisi terjadinya perubahan daging menjadi terlihat kaku (Munandar et al., 2009).
Organoleptik
Mata
Perolehan hasil penganalisisan pada keberagaman memperlihatkan hasil bahwa perlakuan persentase penambahan asap cair bambu tabah dan berapa lama proses penyimpanan akan memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata sebesar (P≤0,05) terhadap aspek organoleptik mata ikan nila segar.
Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata organoleptik mata jenis ikan nila segar tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 2 persen dan lama penyimpanan selama hari ke-0 (K1P1) sebesar 8,67 tidak berbeda dengan perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 6 persen dan lama penyimpanan hari ke-0 (K3P1) (cerah, bola mata menonjol, kornea jernih) sedangkan nilai organoleptik mata terendah pada jenis ikan nila yang diberikan perlakuan, dengan berhasil diperoleh pada aspek konsentrasi asap cair bambu tabah yang mampu memperlihatkan hasil sebesar 2 persen dan lama prose melakukan penyimpanan selama kurang lebih sampai hari ke-3 (K1P4) sebesar 2,67 (bola mata sangat cekung, kornea agak kuning). Hasil menunjukan bahwa semakin lamanya proses melakukan penyimpanan, maka perolehan pada nilai rata-rata organoleptik mata akan memunculkan hasil yang semakin menunjukkan penurunan. Menurut Munandar et al. (2009), mata yang terbenam dan pudar merupakan salah satu ciri-ciri mulai berkembangnya bakteri.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0123 Lama penyimpanan (hari)
K1 (2%)
K2 (4%)
K3 (6%) Kontrol
Gambar 5. Grafik nilai organoleptik mata ikan nila
Insang
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan persentase penambahan konsentrasi asap cair dengan menggunakan bambu tabah tanpa memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat
secara nyata (P≥0,05), sedangkan lama penyimpanan dan interaksinya memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata (P≤0,05) terhadap organoleptik insang ikan nila segar. Hasil analisis statistik organoleptik insang ikan nila segar disajikan pada Gambar 6.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0123 Lama penyimpanan (hari)
K1 (2%)
K2 (4%)
K3 (6%) Kontrol
Gambar 6. Grafik nilai organileptik insang ikan nila
Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai organoleptik insang ikan nila segar tertinggi diperoleh dari adanya perlakuan konsentrasi asap cair yang menggunakan bambu tabah yang mencapai 2 persen dan lama penyimpanan selama hari ke-0 (K1P1) sebesar 8,76 (warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir) sedangkan nilai organoleptik insang terendah pada ikan nila yang diberi perlakuan, diperoleh pada konsentrasi asap cair bambu tabah 2 persen dan lama penyimpanan selama hari ke-3 (K1P4) (warna merah coklat ada terlihat sedikit putih, adanya lendir tebal).
Hasil menunjukan bahwa
semakin lama
penyimpanan maka nilai organoleptik insang semakin menurun.
Secara organoleptik insang mengalami perubahan warna menjadi merah coklat sampai coklat atau kelabu dengan tertutup dengan lendir tebal. Menurut Munandar et al. (2009), ikan yang baru ditangkap sudah terkontaminasi mikroba yang secara alami terdapat pada tiga bagianyang secara utama ialah mencakup bagian permukaan kulit, mencakup bagian insang, dan mencakup bagian isi perut. Banyaknya
jumlah mroorganisme yang ada pada jenis ikan memilki variasi yang bergantung pada media dimana hidupnya berada.
Lendir Permukaan Badan
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan konsentrasi asap cair bambu tabah dan lama penyimpanan berpengaruh nyata secara tunggal (P≤0,05), sedangkan interaksinya berpengaruh tidak nyata (P≥0,05) terhadap organoleptik lendir ikan nila segar. Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai organoleptik lendir ikan nila segar tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan konsentrasi asap cair bambu tabah 6 persen dan lama penyimpanan selama hari ke-0 (K3P1) sebesar 8,77 (mencakup kondisi adanya lapisan lendir jernih, mencakup kondisi adanya transparan, mencakup kondisi
adanya cerah, mencakup kondisi adanya belum ada perubahan warna) sedangkan terlihat pada nilai organoleptik lendir menunjukkan kondisi terendah pada jenis ikan nila yang diberikan sebuah perlakuan, diperoleh dalam penambahan konsentrasi asap cair bambu tabah 2 persen, 4 persen dan 6 persen pada penyimpanan selama hari ke-3 (K1P3, K2P3 dan K3P3) sebesar 2,27 (lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan). Kondisi ini menunjukan adanya penurunan mutu pada setiap harinya. Selama penyimpanan, munculnya bagian senyawa-senyawa yang memunculkan sifat secara basa yang mencakup jenis senyawa amoniak, mencakup jenis trimetilamin, dan mencakup jenis volatile lainnya yang mampu menimbulkan terjadinya penurunan pada nilai organoleptik jenis ikan nila yang telah sebelumnya diberikan perlakuan asap cair (Alinti et al., 2018).
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
01 23
K1 (2%)
K2 (4%)
K3 (6%) Kontrol
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 7. Grafik nilai lendir permukaan badan ikan nila
Daging
Perolehan hasil penganalisisan pada keberagaman memperlihatkan hasil bahwa perlakuan persentase penambahan asap cair bambu tabah dan berapa lama proses penyimpanan akan memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata sebesar (P≤0,05) terhadap organoleptik daging ikan nila segar. Hasil analisis statistik organoleptik daging ikan nila segar disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai organoleptik daging ikan nila segar tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 6 persen dan lama penyimpanan selama hari ke-0 (K3P1) sebesar 8,84 tidak berbeda dengan perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 4 persen dengan lama penyimpanan hari ke-0
(K2P1). Mutu ikan termasuk pada rentang yang baik dan masih segar (sayatan daging cemerlang spesifik yang terlihat pada jenis, tanpa munculnya pemerahan dalam sepanjang bagian tulang belakang, bagian pada dinding perut secara utuh) sementara pada aspek nilai yang ada pada aspek organoleptik daging terlihat hasilnya terendah pada ikan nila yang diberi perlakuan, diperoleh pada konsentrasi asap cair bambu tabah 2 persen dan lama penyimpanan selama hari ke-3 (K1P4) sebesar 2,94 (terlihat adanya bentuk sayatan daging yang dalam kondisi kusam sekali, terlihat adanya warna merah yang sangat jelas sekali pada sepanjang bagian tulang belakang, pada bagian dinding perut yang sangat lunak). Kondisi ini menunjukan adanya penurunan mutu pada setiap harinya.
10,00
9,00
8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
0123
K1 (2%)
K2 (4%)
K3 (6%) Kontrol
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 8. Grafik nilai organoleptik daging ikan nila
Bau
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan persentase penambahan konsentrasi asap cair bambu tabah berpengaruh nyata (P≤0,05), sedangkan lama penyimpanan dan interaksinya
memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata sebesar (P≤0,05) terhadap organoleptik bau ikan nila segar. Hasil analisis statistik organoleptik bau ikan nila segar disajikan pada Gambar 9.
10,00 9,00
3 8,00
7,,00 6,00
i 5,00
I 4,00
^≤ 3,00
2,00
1,00
0,00
0 1 2 3
K1 (2%)
K2 (4%)
K3 (6%) Kontrol
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 9. Grafik nilai organoleptik bau ikan nila
Gambar 9 menunjukkan bahwa dalam nilai organoleptik yang ada pada bau jenis ikan nila segar terlihat kondisinya tertinggi diperolehnya pada perlakuan secara konsentrasi asap cair yang menggunakan bambu tabah yang mampu mencapai hasil yang besarnya 6 persen dan lama penyimpanan selama hari ke-0 (K3P1) sebesar 8,70 tidak berbeda dengan perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 2 persen, 4 persen dengan lama penyimpanan hari ke-0 (K1P1 dan K2P1) (segar, spesifik jenis) sedangkan nilai organoleptik bau terendah pada ikan nila yang diberi perlakuan,
diperoleh pada konsentrasi asap cair bambu tabah 6 persen serta lama penyimpanan selama hari ke-3 (K3P4) sebesar 2,00 (tercium bau busuk yang sangat jelas).
Komponen yang ada pada flavor dari jenis senyawa fenolik pada asap cair, digunakan sebagai bahan pemberi aroma (Muratore et al., 2007). Dari segi organoleptik bau sudah mulai mampu untuk dihirup bau busuk dan sudah mulai mampu untuk dihirup bau amoniak pada hari ke-1 sehingga memiliki kesan ditolak oleh panelis. Menurut Munandar et al. (2009),
proses terjadinya pembusukkan pada jenis ikan lebih memunculkan sifat yang secara ketengikan. Perubahan yang terjadi ini terjadi karena medapatkan kontribusi pengaruh dari oksidasi lemak sehingga mampu dalam kondisi ini memunculkan bau yang tengik yang tanpa sebenarnya diinginkan. (Kalista et al., 2018) menyatakan, mikroorganisme pada ikan juga mengakibatkan perubahan bau.
Menurut Rasydta et al. (2015) aroma ikan yang baik adalah aroma sedikit asap pada produk. Dengan karakterlistik dari kualitas atau mutu dari bau yang dihirup untuk jenis ikan asap ialah tanpa adanya bau yang apek, tercium bau asap yang begitu lembut sampai baunya yang cukup dihirup sangat tajam,
tanpa adanya bau asam, tanpa adanya asing dan tanpa adanya bau yang tengik. Makanan yang baik memberikan bau yang khas dan bila aroma yang dikerluarkan sudah menyimpang, maka makanan tersebut dianggap mulai membusuk.
Kekerasan
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan persentase penambahan konsentrasi asap cair bambu tabah, lama penyimpanan dan interaksinya berpengaruh nyata (P≤0,05) terhadap organoleptik kekerasan ikan nila segar. Hasil analisis statistik kekerasan ikan nila segar disajikan pada Gambar 10.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
01
23
K1 (2%)
—■— K2 (4%)
K3 (6%) Kontrol
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 10. Grafik nilai organoleptik kekerasan ikan nila
Terlihat pada Gambar 10, menunjukkan bahwa nilai organoleptik kekerasan ikan nila segar tertinggi diperoleh dalam sebuah perlakuan konsentrasi asap cair yang menggunakan bambu tabah yang besarnya mencapai 6 persen dan lama penyimpanan selama hari ke-0 (K3P1) sebesar 8,87 (agak padat, eleastis apabila dilakukan sebuah penekanan dengan menggunakan jari, maka akan terasa sulit untuk merobek bagian daging yang ada pada bagian tulang belakang) sementara jumlah pada nilai organoleptik kekerasan menunjukkan terendah pada jenis ikan nila yang diberi perlakuan, diperoleh pada konsentrasi asap cair bambu tabah 2 persen dan lama penyimpanan selama hari ke-3 (K1P4) sebesar 1,34 (sangat terasa lunak, bekas-bekas tanpa bisa hilang apabila dilakukan semacam penekanan, sangat mudah disobek bagian daging dari bagian tulang belakang).
Menurut Lombongadil et al. (2013), nilai kekerasan yang tinggi pada suatu produk, disebabkan oleh rendahnya jumlah kadar air yang kandung pada suatu bahan sehingga bagian daging ikan akan semakin
terasa padat. Menurut Ardiansyah et al. (2011), peran asap cair sebagai pelapis produk yaitu dapat membuat terjadinya pelonggaran atau ruang pada ikatan yang terjadi pada serabut myofibril yang mampu membentuk bagian ruang-ruang kosong yang diisikan oleh air dalam bentuk setengah bebas sehingga dalam hal ini kekuatan yang ada pada bagian daging mampu melakukan pengikatan air secara meningkat. Penyimpanan yang terlalu lama, dapat mempengaruhi kekerasan dari ikan nila yaitu penurunan kekerasan. Penurunan kekerasan suatu pada ikan nila disebabkan oleh protein yang terdegradasi oleh aktivitas mikroorganisme, menghasilkan senyawa yang nilainya menujukkan semakin sederhana sehingga dalam kondisi ini akan menimbulkan adanya kekuatan protein guna melakukan pengikatan pada air akan yang semakin mengalami penurunan (Koswara, 2009).
KESIMPULAN
Interaksi yang terjadi diantara asap cair bambu tabah dan lamanya proses melakukan penyimpanan
memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata terhadap aspek yang mencakup kekerasan, mencakup Total Plate Count (TPC), mencakup organoleptik mata, mencakup bagan insang, mencakup bagian daging, mencakup bau dan mencakup kekerasan jenis ikan nila segar namun tanpa memberikan kontribusi pengaruh yang bersifat secara nyata terhadap kadar air, pH dan lendir. Perlakuan asap cair bambu tabah 6 persen dan lama penyimpanan pada hari ke-1 dinilai sebagai suatu perlakuan terbaik guna memberikan hasil pada jenis ikan nila segar dengan menunjukkan karakteristik-karakteristik sebagai berikut ialah kadar air 57,24 persen, pH 6,5, kekerasan 246,645 N, TPC ,7 x 105 koloni/g, organoleptik mata 7,57 (mencakup bagian bola mata rata, mencakup bagian kornea agak keruh, mencakup bagian pupil agak keabu-abuan, agak mengkilap), insang 5,47 (warna insang merah muda atau coklat muda pucat dengan lendir keruh), lendir 6,57 (lapisan lendir mulai keruh), daging 7,67 (sayatan daging sedikit kurang cemerlang, jaringan daging kuat), bau 6,27 (netral) dan kekerasan 8,14 (padat, kompak, elastis).
DAFTAR PUSTAKA
Alinti, Z., Timbowo, S. M., & Mentang, F. (2018). Kadar Air, pH, dan Kapang Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L.) Asap Cair yang Dikemas Vakum dan Non Vakum pada Penyimpanan Dingin. Media Teknologi Hasil Perikanan, 6(1), 6.
https://doi.org/10.35800/mthp.6.1.2018.16851
AOAC. (1995). Official Methods of Analysis The Association Official Analytical. Chemists.
Ardiansyah, M., Abustam, E., & Ali, H. M. (2011). Pengaruh Level Asap Cair dan Jenis Otot terhadap Nilai Daya Ikat Air (Dia) dan pH Daging Sapi Bali yang Ditransportasikan. 1–9.
Badan Standarisasi Nasional. (2006). Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. Standar Nasional Indonesia, 2–14.
Bawinto, A. S., Mongi, E. L., & Kaseger, B. E. (2015). Analisa Kadar Air, pH, Organoleptik dan Kapang pada Produk Ikan Tuna(Thunnus Sp) Asap, di Kelurahan Girian Bawah, Kota Bitung, Silawesi Utara. Media Teknologi Hasil Perikanan, 3(2), 55–65.
https://doi.org/10.35800/mthp.3.2.2015.10355
Darmadji, P. (1996). Aktivitas Anti Bakteri Asap Cair yang Diproduksi dari Bermacam - Macam Limbah Pertanian. In Agritech (Vol. 16, Issue 4, pp. 19–22).
Djunaidah, I. S. (2017). Tingkat Konsumsi Ikan di
Indonesia: Ironi di Negeri Bahari. Jurnal Penyuluhan Perikanan Dan Kelautan, 11(1), 12–24. https://doi.org/10.33378/jppik.v11i1.82
Dwiyitno, & Riyanto, R. (2006). Studi Penggunaan Asap Cair untuk Pengawetan Ikan Kembung (Rastrelliger neglectus) Segar. In Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (Vol. 1, Issue 2, p. 143). https://doi.org/10.15578/jpbkp.v1i2.397
Ginting, C., Ginting, S., & Suhaidi, I. (2014).
Pengaruh Jumlah Bubuk Kunyit terhadap Mutu Tahu Segar selama Penyimpanan pada Suhu Ruang. Rekayasa Pangan, 9(2), 108–114.
Gómez-Guillén, M. C., Montero, P., Hurtado, O., & Borderías, A. J. (2000). Biological Characteristics Affect the Quality of Farmed Atlantic Salmon and Smoked Muscle. Journal of Food Science, 65(1), 53–60.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2621.2000.tb15955.x
Haji, A. G. (2013). Komponen Kimia Asap Cair Hasil Pirolisis Limbah Padat Kelapa Sawit. Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan, 9(3), 110. https://doi.org/10.23955/rkl.v9i3.779
Indiarto, R., Nurhadi, B., & Subroto, E. (2012). Kajian Karakteristik Tekstur (Texture Profil Analysis) dan Organoleptik Daging Ayam Asap Berbasis Teknologi Asap Cair Tempurung Kelapa. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, V(2), 106–116.
Kalista, A., Redjo, A., & Rosidah, U. (2018). Analisis Organoleptik (Scoring Test) Tingkat Kesegaran Ikan Nila Selama Penyimpanan. Fishtech, 7(1), 98–103.
Koswara, S. (2009). Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori Dan Praktek). In Ebook Pangan (Vol. 21, Issue 21, pp. 7190–7190).
Kurniawan, R., Yoswaty, D., & Nedi, S. (2012). Analisis Bakteri Pembentuk Histamin pada Ikan Tongkol di Perairan Pasie Nan Tigo Koto Tangah Padang Sumatera Barat. Repository Unri.
Lala, N. S., Pongoh, J., & Taher, N. (2017).
Penggunaan Asap Cair Cangkang Pala (Myristica fragrans) sebagai Bahan Pengawet pada Pengolahan Ikan Tongko (Euthinnus affinis) Asap. Media Teknologi Hasil Perikanan, 5(1), 24.
https://doi.org/10.35800/mthp.5.1.2017.14905
Lombongadil, G. P., Reo, A. R., & Onibaba, H. (2013). Studi Mutu Produk Ikan Japuh (Dussumieria acuta C.V.) Asap Kering Industri
Rumah Tangga di Desa Tumpaan Baru, Kecamatan Tumpaan. Media Teknologi Hasil Perikanan, 1(2).
terhadap Bakso Ikan. Ilmu Pertanian Indonesia, 14(1), 41–49.
Munandar, A., Nurjanah, & Nurilmala, M. (2009). Kemunduran Mutu Ikan Nila (Oreochormis niloticus) pada Penyimpanan Suhu Rendah dengan Perlakuan Cara Kematian dan Penyiangan. Jurnal Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, XI(2), 88–101.
Muratore, G., Mazzaglia, A., & Lanza, C. M. (2007). Effect of Process Variables on The Quality of Swordfish Fillets Flavored with Smoke Condensate. Food Processing and Preservation, 31, 167–177.
Novita, S. A. (2011). Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang. Tesis, 0–16.
Rasydta, H. P. (2015). Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa Dalam Pengawetan Ikan Bandeng. Indonesian Journal of Chemical Science, 4(1).
Rasydta, H. P., Sunarto, W., & Haryani, S. (2015). Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa dalam Pengawetan Ikan Bandeng. Indonesian Journal of Chemical Science, 4(1).
Saloko, S., Darmadji, P., Setiaji, B., & Pranoto, Y. (2014). Antioxidative and antimicrobial activities of liquid smoke nanocapsules using chitosan and maltodextrin and its application on tuna fish preservation. Food Bioscience, 7(September), 71–79.
https://doi.org/10.1016/j.fbio.2014.05.008
Sasanti, A. D., & Fitria, K. (2012). AKTIVITAS PENGHAMBATAN ISOLAT BAKTERI ASAM. 15, 94–100.
Sulistijowati, R., Djunaedi, O. S., Nurhajati, J., Afrianto, E., & Udin, Z. (2011). Mekanisme Pengasapan Ikan (W. Nadeak (ed.)). Unpad Press.
Sutanaya, A. T. N., Kencana, D. K. P., & Arda, G. (2018). Aplikasi Asap Cair Tempurung Kelapa Mampu Meningkatkan Umur Simpan Fillet Ikan Tuna. Jurnal Beta (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 6(2), 82–89.
Widowati, I., Efiyati, S., & Wahyuningtyas, S. (2014). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera) terhadap Bakteri Pembusukan Ikan Segar. Universitas Negeri Yogyakarta, IX, 146–157.
Zuraida, I., Hasbullah, R., Sukarno, Budijanto, S., Prabawati, S., & Setiadjit. (2009). Aktivitas Antibakteri Asap Cair dan Daya Awetnya
121
Discussion and feedback