Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dan Suhu Pemasakan Terhadap Mutu Se'i Bandeng
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
https://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 8, Nomor 1, April 2020
Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz dan Suhu Pemasakan terhadap Mutu Se’i Bandeng
Effect of the Concentration Liquid Smoke Tabah Bamboo (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) and Cooking Temperature on Quality Se’i of Milkfish
Maria Liliosa Yulita Jakung, Ida Ayu Rina Pratiwi Pudja*, Pande Ketut Diah Kencana Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,Universitas Udayana *email: [email protected]
Abstrak
Ikan bandeng merupakan produk perikanan yang memiliki rasa gurih demgam daging kenyal. Ikan bandeng digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah. Pengasapan pada ikan bandeng merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan nilai tambah produk khusus pada perubahan rasa, warna, tekstur, dan aroma khas pada ikan asap, sehingga menghasilkan tingkat penerimaan produk yang tinggi. Asap cair mengandung senyawa fenol, karbonil dan asam organik. Asap cair modern yang digunakan yaitu asap cair bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair bambu tabah dan suhu pemasakan terhadap mutu se,i bandeng. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi asap cair , terdiri dari 4%, 6%, dan 8%. Faktor kedua adalah suhu pemasakan, terdiri dari 60oC, 80oC, dan 100oC. Kombinasi perlakuan terbaik adalah pada konsentrasi asap cair 8% dan suhu pemasakan 100oC, dengan pemanasan selama 4 jam menghasilkan pH 5,5, kadar air 50,70%, kadar abu 2,70%, dkadar protein 15,91%, uji sensori kenampakan 4,67, bau 4,67, rasa 4,53, dan tekstur 4,67.
Kata kunci: bambu tabah, asap cair, se’i bandeng
Abstract
Milkfish has a savory flavor and taste of chewy meat. Milkfish is classfied as a high - protein and low -fatty fish. Smoking milkfish in one of the effort to increase the added value of special product on change in flavor, visibility, texture, and aroma of smoke to produce a high level of product acceptance. Liquid smoke consist of phenol, carbonyl and organic acids. Liquid smoke comes from stem of bamboo tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse - Kurz). The purpose of this research was to know how the effect of liquid smoke with various concentrations and the different of cooking temperature oward quality se’i of milkfish. The used method was complete random design within two faktor. The first factor was the concentration of liquid smoke, consisting of 4%, 6%, and 8%. The second faktors was the cooking temperature, consisting of 60oC, 80oC, and 100oC. The best combination of treatment is 8% concetration liquid smoke and temperature of cooking was 100oC, during 4 hours result moisture content 50.70%, ash 2.70%, pH 5.5, protein 15.91%, visibility 4.53, aroma 4.67, taste 4.53, and texture 4.67.
Keyword: Tabah bamboo, liquid smoke, se’i of milkfish
PENDAHULUAN
Ikan bandeng merupakan salah satu produk yang disukai masyarakat, karena memiliki rasa gurih, rasa daging kenyal, dan juga tidak mudah hancur bila diolah. Hafiludin dan haryo (2011) mengemukakan bahwa ikan bandeng air tawar memiliki kandungan protein (15,38%), lemak (0,45%), kadar air (79,42%), dan kadar abu (0,86%). Berdasarkan komposisi gizi tersebut, maka ikan bandeng digolongkan sebagai ikan
yang berptorein tinggi dan berlemak rendah. Selain itu ikan bandeng memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga membutuhkan perlakuan berkelanjutan guna menjaga ketahanan mutu yang lebih baik. Kriteria mutu yang penting pada komoditas pangan adalah keamanan, cita rasa, tekstur, dan warna (Andarwulan dan Hariyadi 2004).
Pengasapan dapat dijadikan sebagai salah satu alternative pengolahan produk perikanan guna menambah nilai cita rasanya. Akibat dari proses
pengasapan, produk pangan memiliki nilai cita rasa dan aroma khas asap cair, berwarna kecoklatan atau kehitaman, tekstur lebih bagus dan matang sehingga siap untuk disantap. Wibowo (2000), mengemukakan bahwa pengasapan bisa memberkan aroma khas asp cair yang khas, warna kecoklatan, tekstur yang bagus, serta cita rasa yang khas pada daging ikan yang diolah. Asap cair merupakan senyawa yang menguap dari reaktor panas melalui teknik pirolisis (penguraian dengan panas) dan berkondensasi pada sistem pendingin (Simon et al. 2005). Pengasapan dengan asap cair lebih praktis dan mengandung senyawa aldehid, ketone, furan, ester, fenol, karbonik, dan asam organik (Guillen dan Ibargoitia, 1999). Asap cair yang digunakan berasal dari bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz), dimana batang bambu tabah sebagai bahan baku pembuatan asap cair.
Penggunaan asap cair memiliki banyak keuntungan diantaranya mudah diaplikasikan, pengolahan lebih cepat, dapat memberikan karakteristik khas pada produk akhir berupa kenampakan, aroma, tekstur, rasa yang lebih menarik, tidak mencemari lingkungan dan polusi udara (Budijanto et al.2008). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dan suhu pemasakan yang berbeda terhadap mutu se’i bandeng, serta pengaruhnya terhadap karakteristik sensori se,i bandeng.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Alat dan Ergonomika, Laboratorium Teknik Pascapanen, dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2019.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pirolisator, kondensor, botol, corong, kertas saring, baskom, cool box, spatula, oven listrik, timbangan analitik, Erlenmeyer, labu kjeldal, cawan porsnelen, penjepit, muffle purbace, gelas ukur, gelas beker, pisau, talenan, mortal dan pastle, Ph meter, dan formulir penelitian. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 ekor ikan bandeng ukuran 15-20 cm, 3 kg bambu tabah berumur minimal 2 tahun, larutan buffer
pH 7, NaOH, H2So4 pekat, tablet kjeldahl, asam borat, phenolphthalein 1%, HCL o0,1 N, aguades dan air kemasan.
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor dan 3 perlakuan dengan dua kali pengulangan. Faktor pertama yang digunakan dalam rancangan penelitian ini adalah konsentrasi asap cair terdiri dari tiga perlakuan yaitu 4% (K1), 6% (K2) dan 8% (K3), dan faktor kedua yang digunakan adalah suhu pemasakan yang terdiri dari tiga perlakuan dengan suhu 60oC, 80oC, dan 100oC. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan analisis sidik ragam dan apabila pengaruh perlakuan signifikan (P>0,05) maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Asap Cair Batang Bambu Tabah Bambu tabah merupakan salah satu varietas bambu yang berasal dari Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, Bali. Batang bambu tabah menjadi bahan utama dalam proses pembuatan asap cair bambu tabah. Bahan bambu tabah yang digunakan adalah batang bambu tabah yang sudah berumur minimal 2 tahun sebanyak 3 kg yang sudah dipotong dengan ukuran 5 cm. Batang bambu tabah tersebut dijemur selama 7 hari. Batang bambu tabah yang sudah dikeringkan kemudia dilakukan proses pirolisis menggunakan pirolisator dengan suhu 400oC. Bahan baku dimasukkan kedalam reactor pirolisis dan dilakukan pemanasan menggunakan kompor. Selama proses pemanasan, batang bambu tabah yang terdapat dalam pirolisator mengalami perombakan senyawa penyusunnya menjadi fase gas. Proses pirolisis menghasilkan asap cair grade 3. Asap cair grade 3 masih mengandung senyawa tar bersifat karsinogenik, sehingga dilakukan proses pemurnian (destilasi) dengan suhu 150oC. Proses destilasi dilakukan sebanyak 2 kali untuk mendapatkan asap cair grade 1 yang layak diaplikasikan ke produk pangan.
Pengaplikasian Asap Cair Bambu Tabah
Bahan baku yang digunakan adalah 18 ekor ikan bandeng ukuran 15-20 cm. Sebelum diolah, ikan bandeng dibersikan dengan membuang ingsang, isi perut, sisik dan sirip ikan, kemudia dicuci bersih pada air mengalir dengan tujuan untuk menghilangkan sisa kotoran dan lendir pada tubuh ikan. Bahan baku yang sudah dibersihkan kemudian direndam dalam asap cair bambu tabah
konsentrasi 4%, 6%, dan 8% dalam 1 liter air kemasan. Perendaan dilakukan selama 30 menit, kemudian ditiriskan selama 15 menit. Tahapan selanjutnya adalah proses pemasakan ikan menggunakan oven listrik dengan suhu yang berbeda yaitu 60oC, 80oC, dan 100oC selama 4 jam (Sutanaya, 2018).
Parameter Penelitian
Kadar Air
Analisis kadar air (AOAC, 1995) dapat dilakukan dengan cara cawan porselen disterilkan dalam oven selama 1 jam dengan suhu 100-105oC, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang beratnya. Sampel ditimbang sebanyak 3 gram dan diletakkan dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya (B gram). Sampel dalam cawan porselen kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 selama 4 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (C gram). Pengeringan dilakukan kembali hingga mencapai berat konstan.
B ~C
Kadar Air = 100
B-A
Kadar Abu
Analisis kadar abu dapat dilakukan dengan cara cawan disterilkan dalam oven selama 1 jam dengan suhu 100 – 105oC, dilanjutkan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Sampel ditimbang sebanyak 3 kg dan diletakkan dalam cawan yang sudah disterilkan dan diketahui beratnya. Sampel kemudian dipijarkan dalam hot plate selama kurang lebih 2 jam hingga mengeluarkan asap. Sampel yang sudah dipijarkan kemudia dimasukkan kedalam muffle dengan suhu 650°C selama 5 jam. Sampel dikeluarkan dari muffle kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit. kemudian ditimbang dan dicatat beratnya.
Kadar Abu = x 100%
Berat bahan ig)
Nilai pH
Analisis pH dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (AOAC, 1995) timbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak 10 gram, lalu dihomogenkan dengan 10 ml aquades. Tuangkan
ke dalam gelas beker, kemudian diukur pH-nya dengan menggunakan pH meter. Besarnya pH adalah pembacaan jarum penunjuk pH setelah jarum skala kontan kedudukannya.
Kadar Protein
Analisa kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode mikro kjeldhal (Sumardji et al. 1997) dengan cara sampel yang dihaluskan sebanyak 0,1 gram, lalu dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer kemudian ditambahkan 0,5 gram tablet kjeldhal dan 5 ml H2SO4. Sampel didestruksi selama 1-2 jam hingga berwarna bening. Kemudian, ditambah dengan 25 ml aquades. Larutan dipindahkan ke dalam labu kjeldhal dan ditambahkan 50 ml aquades, 25 ml NaOH 50%, 3 tetes indikator phenolphthalein (PP), lalu didestilasi. Distilat ditampung dalam labu ukur yang berisi 10 ml asam borak 3% dan ditunggu hingga filtrat yang dihasilkan 50 ml. Filtrat dipindahkan ke dalam gelas erlenmeyer untuk dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna filtrat menjadi jingga pucat. Kadar protein ditentukan dengan rumus perhitungan %N:
%N= 100%
mg sampel
Kadar protein = %N faktor konversi (6,25)
Sensori
Uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Uji sensori ikan kakap putih olahan berdasarkan SNI 01-2346-2006. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu produk, yaitu memberi indikasi kemunduran mutu. Uji sensori menggunakan kuisioner yang diberikan pada 15 orang panelis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Kadar air merupakan karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan rasa pada bahan pangan. Hasil pengukuran kadar air se’i bandeng dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan serta kombinasi kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air se’i bandeng
yang dihasilkan. Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air se’i bandeng yang dihasilkan berkisar antara 50,70% hingga 70,06%. Nilai kadar air terendah adalah 50,71% terdapat pada perlakuan konsentrasi 8% dan suhu pemasakan 100oC
Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air (%) se’i bandeng dari kombinasi perlakuan konsentrasi dan Suhu pemasakan
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
70.06a |
68.45c |
55.58f |
K2 |
69.04b |
68.48c |
52.21g |
K3 |
67.55d |
65.69e |
50.70h |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
80,00 60,00 S' 40,00 < 20,00 < 0,00 S , | |||||||||
:Λ>⅛W⅛WV^ KOMBINASI PERLAKUAN |
Gambar 1. Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan terhadap nilai kadar air se’i bandeng.
(K3S3) dimana jumlah konsentrasi asap cairnya dan suhu pemasakan tinggi. Nilai kadar air tertinggi adalah 70,07% terdapat pada perlakuan konsentrasi 4% dan suhu pemasakan 60oC (K1S1) dengan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan rendah. Nilai rata-rata kadar air kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan adalah 63,08%. Perlakuan dengan penambahan asap cair sangat mempengaruhi kandungan kadar air se’i bandeng. Asap cair yang meresap dalam bahan mampu mendesak air bebas keluar sehingga menyebabkan jumlah kadar air akan rendah. Suhu pengovenan juga membantu dalam proses penurunan jumlah kadar air. Proses pengovenan yang dilakukan dapat mempengaruhi nilai kadar air (Fellows, 2000). Semakin tinggi suhu pengovenan, semakin rendah jumlah kadar air yang terkandung dalam bahan. Harikedua (2002), mengemukakan bahwa suhu pemasakan sangat
mempengaruhi nilai kadar air. Hal ini dikarenakan selama proses pengasapan, akan terjadinya penguapan molekul air dari produk yang diasapi. Kadar air akan semakin berkurang karena dikarenakan air bebas yang terkandung dalam bahan mengalami penguapan selama pemasakan.
Kadar Abu
Jumlah kadar abu yang terkandung dapat menentukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Hasil pengukuran kadar air se’i bandeng dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar abu (%) se’i bandeng dari kombinasi perlakuan konsentrasi dan suhu pemasakan
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
1.94e |
2.04d |
2.26c |
K2 |
2.06d |
2.26c |
2.48b |
K3 |
2.22c |
2.47b |
2.70a |
Keterangan :Huruf yang sama dibelakang angka
pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
Gambar 2. Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan terhadap nilai kadar abu se’i bandeng.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan serta kombinasi kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu se’i bandeng yang dihasilkan. Tabel 2 menunjukkan nilai kadar abu terendah adalah 1,94% terdapat pada perlakuan konsentrasi 4% dan suhu pemasakan 60oC (K1S1) dengan jumlah konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan rendah. Nilai kadar abu tertinggi adalah 2,70% terdapat pada perlakuan konsentrasi 8% dan suhu pemasakan 100oC
(K3S3) dengan konsentasi asap cair dan suhu pemasakan tinggi. Nilai rata-rata kadar abu kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan adalah 2,27%. Perlakuan dengan penambahan asap cair dan suhu pemasakan serta kombinasi kedua perlakuan mempengaruhi kandungan kadar abu se’i bandeng. Semakin tinggi konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan yang diberikan menyebabkan nilai kadar abu akan semakin tinggi. Nilai kadar abu akan berbanding terbalik dengan kadar air. Semakin rendah kadar air akan menyebabkan nilai kadar abu akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena sedikitnya jumlah air yang terkandung dalam bahan.
Nilai pH
Pengukuran pH bahan bertujuan untuk mengetahui nilai pH produk yang diolah. Hasil pengukuran pH se’i bandeng dapat dilihat pada Tabel 3 Gambar 3.
Tabel 3. Nilai rata-rata pH se’i bandeng dari kombinasi perlakuan konsentrasi dan suhu pemasakan
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
6,55a |
6,40b |
6,30c |
K2 |
6,20d |
6,10e |
6,00f |
K3 |
5.80g |
5,70h |
5,50i |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
7,00
KISI KIS2 KIKS3OKM2BSINKA2SS2IKP2ESR3KL3ASK1KU2ASN2K3S3
Gambar 3. pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan terhadap nilai pH se’i bandeng.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) serta kombinasi kedua perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai pH se’i bandeng yang dihasilkan. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai pH
terendah adalah 5,50 terdapat pada perlakuan konsentrasi 8% dan suhu pemasakan 100oC (K3S3) dimana konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan tinggi. Nilai pH tertinggi adalah 6,55 terdapat pada perlakuan konsentrasi 4% dan suhu pemasakan 60oC (K1S1) dengan jumlah konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan rendah. Nilai rata-rata pH kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan adalah 6,06. Penggunaan asap cair memiliki pengaruh terhadap nilai pH ikan. Ikan yang diolah menggunakan asap cair akan memiliki pH lebih rendah (lebih asam) daro pH ikan segar (Sutanaya, 2018). Hal ini disebabkan karena konsentrasi asap cair bambu tabah yang ditambahkan pada produk tinggi sehingga kandungan asammeningkat. Menurut Himawati (2010) dalam Lala (2017), semakin tinggi konsentrasi asap cair yang ditambahkan pada produk, semakin rendah atau asam nilai pH-nya. Rendahnya nilai pH disebabkan karena daging ikan belum terdenaturasi sehingga mempermudah penyerapan senyawa dari asap cair dalam jumlah yang cukup banyak. Tinggi rendahnya nilai pH juga dipengaruhi oleh suhu pemasakan yang digunakan. Menurut Pelokang (2010) dalam Lala (2017), Semakin tinggi suhu pemasakan yang diberikan dengan waktu pengasapan yang cukup lama, maka unsur asap cair yang terserap dan melekat dalam bahan lebih banyak, dan senyawa asam yang terserap dapat mengikat sehingga nilai pH menjadi rendah.
Kadar Protein
Hasil pengukuran kadar protein se’i bandeng dapat dilihat pada Tabel 4 Gambar 4. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan serta kombinasi kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein se’i bandeng yang dihasilkan. Tabel 4 menunjukkan nilai kadar protein terendah adalah 11,80% terdapat pada perlakuan konsentrasi 4% dan suhu pemasakan 60oC (K1S1) dengan jumlah konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan rendah. Nilai kadar protein tertinggi adalah 15,91% terdapat pada perlakuan konsentrasi 8% dan suhu pemasakan 100oC (K3S3) dimana jumlah konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan tinggi.
Tabel 4. Nilai rata-rata kadar protein (%) se’i bandeng dari kombinasi perlakuan konsentrasi dan suhu pemasakan.
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
11.79g |
12.62f |
13.65d |
K2 |
12.62f |
13.47e |
14.35c |
K3 |
13.70d |
14.57b |
15.91a |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
Gambar 4. Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan terhadap nilai kadar protein se’i bandeng.
Nilai rata-rata kadar protein kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan adalah 13,63%.Penggunaan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan sangat berpengaruh pada nilai kadar protein se’i bandeng. Nilai kadar protein sangat berbanding terbalik dengan kadar air. Meningkatnya nilai kadar protein disebabkan oleh rendahnya nilai kadar air se’i bandeng. Menurut Buckle et al. (1987), protein terbagi menjadi dua bagian berdasarkan kelarutannya, yaitu protein larut air, dan protein tidak larut air. Protein larut air akan tertinggal dalam ikan dengan menguapnya seagai air bebas.
Sensori
Uji sensori merupakan suatu uji penginderaan yang dilakukan pada bahan pangan. Metode ini merupakan suatu cara untuk mengukur, menganalisa dan menginterprestasikan karakter dari suatu bahan. Produk se’i yang sudah tersedia dilakukan pengujian pada sensori kenampakan, aroma, rasa, dan tekstur.
Kenampakan
Kenampakan merupakan kondisi keseluruhan produk yang dilihat secara visual melalui indra
penglihatan. Pengujian sensori kenampakan se’I bandeng dapat dilihat pada Tabel 5 Gambar 5.
Tabel 5. Nilai rata-rata uji sensori kenampakan se’i bandeng dari kombinasi perlakuan konsentrasi dan suhu pemasakan.
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
2.53d |
3.20c |
3.40bc |
K2 |
3.53bc |
3.60bc |
3.73b |
K3 |
4.20a |
4.33a |
4.53a |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
KOMBINASI PERLAKUAN
Gambar 5. Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan terhadap uji sensori kenampakan se’i bandeng.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi dan suhu pemasakan pada se’i bandeng berpengaruh sangat nyata (P<0,01), sedangkan faktor konsentrasi dan suhu pemasakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai rata-rata uji sensori kenampakan se’i bandeng. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji sensori kenampakan diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 8% dan suhu pemasakan 100oC yaitu sebesar 4,53 dengan kriteria kenampakan menarik, bersih, coklat emas, dan bercahaya menurut jenis. Sedangkan nilai terendah uji sensori kenampakan diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 4% dan suhu pemasakan 60oC yaitu sebesar 2,53 dengan kriteria kenampakan kurang menarik, warna coklat tua, dan kusam. Nilai rata-rata keseluruhan uji sensori kenampakan adalah 3,67 dengan kriteria kenampakan menarik, bersih, coklat emas, dan kurang bercahaya menurut jenisnya. Penggunaan asap cair bambu tabah dan
suhu pemasakan berpengaruh terhadap sensori kenampakan se’i bandeng. Dari hasil pengujian panelis masih disukai karena kenampakannya masih terlihat menarik, bersih, berwarna coklat emas, bercahaya menurut jenisnya. Kenampakan dari segi warna semakin coklat keemasan yang disebabkan oleh senyawa karbonil dari asap cair (Putra, 2010). Menurut Lombongadil et al. (2013), nilai kenampakan sangat dipengaruhi oleh jumlah kadar air pada bahan, dimana semakin rendah kadar airnya maka nilai kenampakannya semakin tinggi. Oleh karena itu, perlakuan kombinasi konsentrasi asap cair bambu tabah dan suhu pemasakan berpengaruh terhadap uji sensori kenampakan dari se’i bandeng.
Aroma
Aroma merupakan sifat produk yang dirasakan oleh penciuman (Darmaji, 1996). Pengujian sensori aroma se’i bandeng dapat dilihat pada Tabel 6 Gambar 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata uji sensori aroma se’i bandeng dari kombinasi perlakuan konsentrasi dan suhu pemasakan.
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
2.60c |
2.73c |
3.47b |
K2 |
3.53b |
3.73b |
4.40b |
K3 |
4.47a |
4.60a |
4.67a |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
KOMBINASI PERLAKUAN
Gambar 6. Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan terhadap uji sensori aroma se’i bandeng.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi dan suhu pemasakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dan kombinasi keduanya
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai rata-rata uji sensori aroma se’i bandeng. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji sensori aroma diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 8% (K3) dan suhu pemasakan 100oC (S3) yaitu sebesar 4,67 dengan kriteria sensori aroma asap cukup, dan tanpa bau tambahan mengganggu. Sedangkan nilai terendah uji sensori aroma diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 4% (K3) dan suhu pemasakan 60oC (S1) yaitu sebesar 2,60 dengan kriteria sensori aroma hampir netral akibat jumlah asap cair sedikit, dan juga sudah ada sedikit aroma tambahan. Nilai rata-rata keseluruhan uji sensori aroma adalah 3,80 dengan kriteria sensori aroma kurang harum asap, dan tanpa aroma tambahan pengganggu. Semakin tinggi konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan yang diberikan menyebabkan nilai sensori aroma semakin meningkat. Menurut Girard (1992), aroma asap yang terbentuk dipengaruhi senyawa fenol dan karbonil dari asap cair. Kriteria mutu aroma untuk ikan asap adalah aroma asap yang lembut hingga cukup tajam, tidak ada bau tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam, dan tanpa bau apek (wibowo, 2000). Semakin tinggi konsentrasi asap yang diberikan memberikan aroma khas pada produk (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Rasa
Cita rasa merupakan rangsangan yang ditimbukan oleh bahan yang dimakan, terutama dirasakan oleh indera pengecap (De Man, 1976). Pengujian sensori rasa se’i bandeng dapat dilihat pada tabel 7 dan gambar 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata uji sensori rasa se’i bandeng dari kombinasi perlakuan konsentrasi dan suhu pemasakan.
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
2.27d |
2.53d |
3.20c |
K2 |
3.47bc |
3.60b |
3.73b |
K3 |
4.27a |
4.47a |
4.53a |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi dan suhu pemasakan pada se’i bandeng berpengaruh sangat nyata (P<0,01), sedangkan faktor konsentrasi dan suhu
pemasakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai rata-rata uji sensori rasa se’i bandeng. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji sensori rasa diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 8% dan suhu pemasakan 100oC yaitu sebesar 4,53 dengan kriteria sensori rasa enak, gurih, tanpa rasa tambahan pengganggu.. Sedangkan nilai rata-rata terendah uji sensori rasa diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 4% dan suhu pemasakan 60oC yaitu sebesar 2,27 dengan kriteria sensori rasa tidak enak dengan adanya rasa tambahan pengganggu.
Gambar 7. Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan terhadap uji sensori rasa se’i bandeng.
Nilai rata-rata keseluruhan uji sensori rasa adalah 3,56 dengan kriteria sensori rasa enak, namun sedikit kurang gurih. Rasa dipengaruhi oleh faktor kimia, konsentrasi, suhu, dan interaksi degan komponen rasa lain (Winarno, 2004). Komponen asap cair yang mampu memberikan rasa asap pada produk adalah senyawa fenol. Senyawa fenol berperan dalam pembentukan rasa pada produk asapan (Girard, 1992). Semakin tinggi konsentrasi dan suhu pemasakan yang diberikan, semakin meningkat rasa asap pada bahan.
Tekstur
Tekstur se’i bandeng dapat dievaluasi dengan uji mekanika (instrumen) atau dengan menggunakan analisis secara penginderaan. Tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan selain aroma, rasa, dan kenampakan. Tekstur paling penting pada bahan makanan yang lunak dan renyah (De Man, 1997). Pengujian sensori rasa se’i bandeng dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 8.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi dan suhu pemasakan pada se’i bandeng berpengaruh sangat nyata (P<0,01), dan kombinasi keduanya berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai rata-rata uji sensori
tekstur se’i bandeng. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji sensori tekstur diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 8% (K3) dan suhu pemasakan 100oC (S3) yaitu sebesar 4,67 dengan kriteria sensori tekstur padat, kompak, kering, antar jaringan erat. Sedangkan nilai terendah uji sensori tekstur diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 4% (K3) dan suhu pemasakan 60oC (S1) yaitu sebesar 2,60 dengan kriteria sensori tekstur kurang kering, antar jaringan longgar. Nilai rata-rata keseluruhan uji sensori tekstur adalah 3,73 dengan kriteria sensori tekstur padat, kompak, cukup kering, dan antar jaringan erat. Semakin tinggi konsentrasi asap cair bambu tabah dan suhu pemasakan menyebabkan nilai sensori tekstur semakin baik. Tekstur sangat berkaitan dengan kadar air. Semakin tinggi kadar air, maka semakin lunak tekstur bahan, begitu juga sebalikmya. Menurut Enampato (2011), semakin rendah jumlah kadar air suatu bahan, maka nilai tekstur akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan daging ikan semakin padat seiring dengan menurunnya kadar air dari daging ikan.
Tabel 8. Nilai rata-rata uji sensori tekstur se’i bandeng dari kombinasi perlakuan konsentrasi dan suhu pemasakan.
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
2.40e |
2.73f |
3.27e |
K2 |
3.47de |
3.73d |
3.20c |
K3 |
4.53ab |
4.60a |
4.67a |
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
Gambar 7. Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan terhadap uji sensori tekstur se’i bandeng
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perbedaan konsentrasi cair bambu tabah dan suhu pemasakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kadar air, pH, kadar abu, kadar protein, organoleptik kenampakan, bau, rasa dan tekstur. Kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah dan suhu pemasakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai pH, uji sensori kenampakan, uji sensori bau/aroma, uji sensori rasa dan uji sensori tekstur. Kombinasi perlakuan terbaik adalah pada konsentrasi asap cair bambu tabah 8% dan suhu pemasakan 100oC dengan nilai kadar air 50,70%, kadar abu 2,70%, pH 5,5%, kadar protein 15,91%, uji sensori kenampakan 4,53, aroma 4,67, rasa 4,53, dan tekstur 4,67.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, disarankan untuk menggunakan suhu pemasakan 100oC dengan konsentrasi asap cair bambu tabah 8% untuk menghasilkan se’i bandeng terbaik sesuai dengan standar yang berlaku, dan diperlukan penelitian lanjutan terkait kadar lemak, nilai TPC (Total Plate Count), dan masa simpan produk.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, I. E., & Liviawaty, I. E. 1989. Pengawetan dan pengolahan ikan. Kanisius.
Andarwulan, N., & Hariyadi, P. 2004. Perubahan mutu (fisik, kimia, mikrobiologi) produk pangan selama pengolahan dan penyimpanan produk pangan. Pelatihan Pendugaan Waktu Kedaluwarsa.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analyticial. Chemists.Washington
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., & Wootton, M. 1987. Ilmu pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta (Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono).
Budijanto, S., Hasbullah, R., Prabawati, S., & Zuraida, I. 2019. Identifikasi dan uji keamanan asap cair tempurung kelapa untuk produk pangan. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian, 5(1), 32-40.
Darmadji, P. 1996. Aktivitas antibakteri asap cair yang diproduksi dari bermacam-macam limbah pertanian. Agritech, 16(1996).
De Man. J. M. 1976. Priciples of food chemistry. the AVI publishing Co. Inc. Westport Co.
De Man, J. M. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB. Bandung.
Enampato, M. H. 2011. Inventarisasi Keragaman Mutu Produk Ikan Tandipang (Dussumieria acuta CV) Asap Kering Produksi Rumah Tangga Didesa Matani I Kecamatan Tumpaan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNSRAT. Manado.
Fellows, P. J. 2009. Food Processing Technology: Principles and Practice. Elsevier.
Girard, JP. 1992. Technology of Meat and Meat Product Smoking. Ellis Hardwood.
Guillén, M. D., and Ibargoitia, M. L. 1999. Influence of the moisture content on the composition of the liquid smoke produced in the pyrolysis process of Fagus sylvatica L. wood. Journal of agricultural and food chemistry, 47(10), 4126-4136.
Hafiluddin dan Haryo T. 2011. Penambahan Kitosan pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) sebagai Cita Rasa Lumpur (Geosmine). Jurnal Embryo 2(8): 126-132.
Harikedua. J. W. 2002. Metode Analisis Hasil Perikanan. Manado.
Lala, N., S. 2017. Penggunaan Asap Cair Cangkang Pala (Myristica fragrans) sebagai Bahan Pengawet pada Pengolahan Ikan Tongkol (Euthinnus affinis) Asap. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. Vol 5, No.1.
Lombongadil, G. P., Reo, A. R., dan Onibala, H. 2013. Studi mutu produk ikan Japuh (Dussumieria acuta CV) asap kering industri rumah tangga di desa Tumpaan Baru, Kecamatan Tumpaan. MEDIA TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN, 1(2).
Putra, D. 2010. Asap Cair Pengawet Makanan. Asap Cair Pengawet Makanan. wordpress. com. Diakses 04 Oktober 2016.
Simon, R., de la Calle, B., Palme, S., Meier, D., & Anklam, E. 2005. Composition and analysis of liquid smoke flavouring primary products. Journal of Separation Science, 28(9-10), 871-882.
Sutanaya, Nyoman Try Atmaja. 2018. Aplikasi Penggunaan Asap Cair terhadap Daya Awet Fillet Ikan Tuna. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Bali.
Wibowo, S. 2000. Industri pengasapan ikan. Penebar Swadaya.
Winarno. F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta
102
Discussion and feedback