JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana https://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 8, Nomor 1, April 2020

Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bayam (Ammaranthus tricolor) Secara Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique)

The Effect of Spacing on the Growth and Yield of Spinach (Ammaranthus tricolor) in Hydroponic NFT (Nutrient Film Technique)

I Made Suarjana, Gusti Ngurah Apriadi Aviantara*, Gede Arda

Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: apriadiaviantara@unud.ac.id

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jarak tanam pada pertumbuhan dan hasil tanaman bayam secara Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) dan untuk menentukan jarak yang paling efektif dari pertumbuhan dan hasil tanaman bayam secara Hidroponik NFT. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat jarak perlakuan, yaitu 5 cm, 10 cm, 15 cm, dan 20 cm. Setiap perlakuan menggunakan jumlah tanaman yang sama dengan 15 tanaman dalam satu growtray. Penelitian dilakukan selama 20 hari. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar, bobot kering, panjang akar, dan diameter batang. Parameter tinggi dan jumlah daun diukur setiap dua hari, sedangkan parameter berat segar, berat kering, panjang akar, dan diameter batang diukur setelah panen pada hari ke-20. Dari hasil uji BNT, perlauan jarak 15 cm memiliki hasil terbaik dan jarak 5 cm menunjukkan hasil terendah di setiap parameter-parameter yang diteliti.

Kata kunci: Bayam, jarak tanam, Hidroponik NFT

Abstract

The purpose of this study was to determine the effect of spacing on the growth and yield of spinach plants hydroponically by the NFT (Nutrient Film Technique) and to determine the most effective distance from NFT hydroponic growth and spinach yield. This study used a Completely Randomized Design (CRD) consisting of four treatment distances, namely 5 cm, 10 cm, 15 cm, and 20 cm. Each treatment uses the same number of plants as 15 plants in one ditch. The study was conducted for 20 days. The parameters observed were plant height, number of leaves, fresh weight, dry weight, root length, and stem diameter. The parameters of height and number of leaves were measured every two days, while the parameters of fresh weight, dry weight, root length, and stem diameter were measured after harvest on the 20th day. From the results of the LSD test, the treatment distance of 15 cm had the best results and the distance of 5 cm showed the lowest results in each treatmen.

Keywords: Spinach, spacing, Hydroponic NFT

PENDAHULUAN

Tanaman Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Tropik. Bayam semula dikenal sebagai tanaman hias, namun dalam perkembangan selanjutnya bayam dipromosikan sebagai bahan pangan sumber protein dan vitamin yang digemari masyarakat. Bayam adalah tanaman sayur yang kaya akan protein,sumber pro vitamin A, B, C, serat dalam jumlah besar dan mengandung asam oksalat yang tinggi pada jaringan daun. Selain itu bayam juga kaya akan kandungan mineral,

kalsium, zat besi, magnesium, fosfor dan kandungan hidrat arang bayam cukup tinggi dalam bentuk serat solulosa yang tidak tercerna. Serat tidak tercerna ini berperan penting dalam membantu proses pencernaan lambung.

Konsumsi bayam perkapita di Indonesia mencapai 0.09627 kg dalam seminggu atau 13.659.48 kg total konsumsi berbanding dengan jumlah konsumen sebesar 141 880 jiwa (Badan Tenaga Atom Nasional 2005). Bayam juga memiliki peluang pasar luar negeri yang besar dengan volume ekspor sebesar

US$ 69 760 (Kementrian Ditjen PPHP 2010). Peluang agribisnis bayam sangat menjanjikan karena permintaan sayuran bayam dalam negeri maupun luar negeri relatif besar. Tetapi pada tahun 2012 produktivitas bayam mengalami penurunan sebesar 1.66%, penurunan produkivitas disebabkan karena penurunan areal tanam sebesar 1.83% (Kementrian Pertanian 2013). Tingginya permintaan pasar akan komoditi tanaman bayam tidak berimbang dengan penurunan produksi. Peningkatan produksi dengan cara memperluas areal tanam adalah hal yang sangat terbatas untuk dilakukan. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi keterbatasan lahan adalah bercocok tanam dengan cara hidroponik.

Menurut Rahimah (2010) budidaya secara hidroponik mampu meningkatkan produktivitas tanaman bayam hingga dua kali dibanding penanaman secara konvensional. Hidroponik merupakan cara budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah dan menggunakan larutan nutrisi yang dicampur dalam air sebagai sumber hara. Salah satu sistem hidroponik yang sangat baik digunakan dalam bercocok tanaman sayururan adalah sistem hidroponik NFT (Nutrient Film Technique). Sistem hidroponik NFT merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi, yang memungkinkan tanam memperoleh air, nutrisi, dan oksigen (Chadirin, 2012). Prinsip kerja dari sistem hidroponik NFT ini adalah air atau nutrien dialirkan melalui wadah penanaman. Wadah penanaman dibuat miring agar nutrien dapat mengalir. Nutrien yang telah melewati wadah penanaman, ditampung dalam bak atau tangki dan kemudian dipompa untuk dialirkan kembali.Tinggi nutrien hanya 3 mm, tidak boleh dari itu karena air yang terlalu tinggi akan menyebabkan oksigen terlalu sedikit (Lingga, 2009).

Secara umum sistem hidroponik memiliki banyak keunggulan dibanding bercocok tanaman secara konvensional. Beberapa keunggulan sistem hidroponik adalah sterilisasi media yang relatif bersih, sanitasi lingkungan yang terkendali, waktu panen dapat lebih awal dan kualitas, kuantitas serta kontinuitas hasil terjamin (Adriani, 2013).

Secara konvensional, dalam budidaya tanaman bayam (Amaranthus tricolor), benih hanya ditebar didalam luasan lahan tanpa memperhitungkan jarak anatara benih satu dengan benih yang lain, sehingga jarak yang terlalu dekat akan menyebabkan persaingan dalam memperoleh nutrisi yang berakibat tidak tercapainya pemerataan dalam pertumbuhan tanaman bayam.

Oleh karena itu, untuk tercapainya budidaya tanaman Bayam (Amaranthus tricolor) secara maksimal dengan sistem hidroponik, jarak tanam yang efektif

adalah hal yang perlu diperhatikan. Dipilihnya jarak tanam dalam penelitian ini bertujuan untuk mendaptkan jarak yang paling ideal yang dapat digunakan dalam budidaya tanaman Bayam secara Hidroponik NFT dari segi hasil dan efinsiensi penggunaan talang agar mendapatkan hasil yang maksimal. Dari hal tersebut, akan dicoba jarak minimum sebesar 5 cm sampai maksimal sebesar 20 cm. Disamping itu, dari beberapa peneli-tian yang sudah dilakukan mengenai penggunaan sistem Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) yang diantaranya dilakukan oleh Harjoko (2009), Vidianto, dkk (2013), RN Sesanti (2016), dan S Wibowo (2017) belum ada yang meneliti mengenai pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Bayam (Ammaranthus tricolor) secara Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique).

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse dan Lab. Sistem Manajemen Keteknikan Pertanian TEP Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei -Agustus 2017.

Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : ember plastik, sprayer, plastik warna hitam, botol kemasan air mineral, gelas ukur, tray, jrigen, penggaris, timbangan, oven, label, alat-alat tulis, EC meter, pH, thermometer, hygrometer meter dan instalasi hidroponik sistem NFT.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Benih bayam cabut (Amaranthus tricolor) varietas bayam putih, pupuk AB Mix, dan air.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan jarak tanam dengan jarak antar lubang tanam yaitu 5 cm, 10 cm, 15 cm dan 20 cm. Masing-masing perlakuan menggunkan jumlah tanaman yang sama sebanyak 15 unit tanaman dalam satu growtray. Panjang growtray dari masing-masing perlakuan akan berbeda-beda tergantung jarak tanam yang diteliti.

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan persiapan
Pembuatan Instalasi Hidroponik NFT

Pembuatan instalasi hidroponik system NFT (Nutrient Film Technique) menggunakan alat dan

bahan sebagai berikut : talang air 6 inci, tutup talang,lem pipa, pipa ½, pipa ¾, netpot, rockwool, selang, ember pelastik, pompa aquarium.

Rancangan disain Instalasi Hidroponik NFT disajikan pada Gambar 1:

Gambar 1. Rancangan disain instalasi hidroponik NFT

Rancangan pada Gambar 1. merupakan modifikasi dari rancangan Instalasi Hidroponik NFT (Nutrient Fil Technique) yang sudah ada sebelumnya yang dibuat oleh Hidroponik Bali. Rancangan struktural dan fungsional dari Instalasi Hidroponik NFT yang dibuat adalah sebgai berikut :

Rancangan structural dari Instalsi Hidroponik NFT

Unit Growtray, pada penelitian ini digunakan talang hujan dengan lebar 12 cm dan panjang disesuaikan dengan kebutuhan jarak tanam yang diteliti. Unit netpot digunakan netpot dengan diameter 5 cm dan tinggi 5 cm. Unit penyangga netpot di gunakan sterofoam dengan tebal 1 cm. Unit pompa digunakan pompa akuarium dengan spesifikasi daya listrik 38 Watt, dan daya dorong maksimal 2 meter. Pada unit pipa penyalur air dan nutrisi utama digunakan pipa PVC3/4. Unit penyalur nutrisi dan air dari pipa utama ke growtray menggunakan selang irigasi tetes dengan diameter 5 mm. Rak penyangga instalasi Hidroponik NFT menggunakan meja dari besi dengan tinggi rak 1 meter. Unit reservoir digunakan ember plastik dengan diameter 50 cm dan tinggi 57 cm. Unit drain tube menggunakan pipa PVC ½. Unit sekat digunakan sterofoam dengan tebal 1 cm dan tinggih 8 cm

Rancangan Fungsional dari Instalasi Hidroponik NFT

Unit Growtray merupakan salah satu bagian utama dalam Instalasi Hidroponik, dimana unit ini sebagai tempat meletakkan media tanam serta sebagai tempat mengalirnya air dan nutrisi yang diberikan ke seluruh tanaman. Unit netpot berfungsi sebagai tempat peletakan tanaman dengan medianya, dimana tata letak netpot menyesuaikan jarak tanam yang ditentukan. Unit penyangga netpot mengunakan sterofoam yang dilubangi sesuai diameter netpot. Selain sebagai penyangga netpot, sterofoam juga berfungsi sebagai penutup growtray. Unit pompa berfungsi untuk menyalurkan air dan nutrisi dari unit reservoir ke seluruh growtray melalui pipa utama dan selang. Unit pipa penyalur utama berfungsi sebagai penyalur nutrisi dari reservoir ke selang penyalur nutrisi ke masing-masing growtray. Unit selang penyalur nutrisi dari pipa utama ke growtray sejumlah 4 selang untuk satu growtray dan keseluruhan berjumlah 12 selang untuk satu Instalasi Hidroponik NFT. Reservoir dalam hal ini menggunakan ember plastik sebagai penampung air dan nutrisi untuk tanaman yang volumenya adalah 30 liter untuk seluruh perlakuan jarak tanam. Unit drain tube memiliki fungsi sebagai penyalur kembali nutrisi dari growtary ke reservoir. Unit sekat yang dibuat di bagian depan growtray difungsikan sebagai penahan air sementara yang keluar dari selang penyalur agar aliran menjadi konstan ke seluruh growtray.

Sistem kerja dari Instalasi Hidroponik NFT

Nutrisi dari reservoir dialirkan oleh pompa melaui pipa penyalur utama dan keluar melalui selang penyalur menuju growtray tempat tanaman. Terdapat masing-masing 4 selang penyalur untuk mengalirkan nutrisi ke satu growtray dan 12 selang penyalur untuk mengalirkan nutrisi dari reservoir menuju 3 buah growtray untuk satu perlakuan jarak tanam.

Gambar 2. Skema aliran nutrisi dari reservoir ke masing-masing growtray.

Nutrisi yang keluar dari selang penyalur tidak langsung mengaliri seluruh growtray, namun terlebih dahulu akan ditampung dalam sekat penampungan yang bertujuan agar aliran nutrisi tipis dan konstan mengaliri seluruh growtray. Selain itu sekat ini dimaksudkan untuk menahan sementara tekanan air yang keluar dari selang penyalur untuk tujuan penyetaraan laju aliran air dan nutrisi yang mengaliri seluruh growtray.

Tanda panah warna biru menunjukkan aliran nutrisi dari selang penyalur nutrisi menuju sekat penampung kemudian menuju growtray

Gambar 3. Sekat penampung nutrisi sementara.

Setelah mengaliri seluruh growtray nutrisi akan kembali mengalir menuju reservoir melalui pipa drain tube dan dari rservoir kembali lagi menuju growtray dan seterusnya selama 24 jam. Skema aliran nutrisi pada sistem Hidroponik NFT, disajikan pada Gambar 4.

Gambar4. Skema aliran nutrisi.

Untuk kemiringan growtray dibuat sebesar 5%. Menurut (Wibowo dan Asriyanti, 2013) kemiringan pipa atau wadah dalam sistem NFT yang berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan tanaman (jumlah daun, tinggi tanaman, dan panjang akar) dan produksi tanaman sayuran (berat tanaman) terdapat pada kemiringan 5%.

Tahap persemaian

Persemaian dilakukan langsung dalam media tanam dengan memasukkan benih ke dalam lubang yang sudah dibuat dalam rockwool menggunakan tusuk sate. Sebelumnya rockwool yang digunakan direndam dahulu dalam larutan nutrisi AB Mix dengan perbandingan 5 ml larutan A dan 5 ml larutan B kedalam 1liter air. Untuk satu buah rockwool

dengan ukuran 3 cm x 3 cm diletakkan tiga buah benih bayam (Ammaranthus tricolor). Rockwool yang sudah berisi benih akan diletakan dalam tray dan dihindarkan dari sinar matahari langsung. Setelah bibit mulai berkecambah bibit akan ditaruh dalam tempat yang terang dan kelembaban tetap dijaga dengan menyemprotkan air ke media tanam secara rutin menggunakan seprayer.

Tahap penanaman

Benih yang sudah berumur 18 hari dan memiliki jumlah daun empat akan dipindah ke netpot langsung dengan media tumbuh rockwool saat pembibitan. Rockwool yang berisi lebih dari satu bibit akan dieliminasi sehinga akan terdapt satu bibit dalam satu rocwool yang akan diteliti. Bibit bayam yang dipilih yaitu tegak, seragam, dan segar. Selanjutnya netpot yang sudah berisi tanaman bayam diletakkan dalam talang instalasi hidroponik system NFT (Nutrient Film Technique).

Tahap penelitian

Tahap pemeliharaan

Tindakan pemeliharaan tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor) meliputi perawatan terhadap hama yang mungkin menyerang tanaman yang dapat mengganggu kualitas dari tanaman bayam. Dilakukan juga perawatan instalasi hidroponik NFT seperti memeriksa keadaan pompa dan kebersihan instalasi secara rutin.

Pemberian unsur hara

Unsur hara yang diberikan adalah jenis unsur hara AB mix. Cara pemberian dilakukan dengan teknik fertigasi yaitu memberikan nutrisi dibarengi dengan pemberian air irigasi. Sebelum diberikan kepada tanaman formula A dan formula B masing-masing dilarutkan ke dalam air. Dari formula A dan formula B yang sudah larut diambil masing-masing 6 ml A dan 6 ml B yang dicampur dengan 1 liter air yang kemudian dapat diberikan ke tanaman. Digunakan juga alat EC meter yang berfungsi untuk mengetahui nilai Electrical Conditivity atau nilai PPM (part per million) dalam larutan nutrisi.

Kebutuhan unsur hara

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat EC (Electrical Conditivity) tetapi alat di atur ke bentuk ppm (part per million) untuk memudahkan perhitungan dalam menentukan nilai unsur hara yang dimanfaatkan oleh tanaman selama 20 hari. Unsur hara yang diberikan diganti setiap empat hari sekali. Cara untuk menghitung unsur hara yang dimanfaatkan tanaman dari masing-masing perlakuan digunakan persamaan:

Unsur hara awal : Unsur hara1 = ppmlx αirl

1.000.000

Unsur hara akhir : Unsur hara2 =

1.000.000

Kebutuhan tanaman = Unsur hara1 – Unsur hara2

Dimana :

ppm = (part per million) Nilai pengukuran larutan menggunkan alat

air = jumlah air terukur

Pemanenan

Dalam penelitian ini, pemanenan tanaman bayam cabut (Amaranthus tricilor) sistem hidroponik dilakukan setalah tanaman berumur 20 hari setelah tanam dengan mencabut tanaman beserta akarnya secara hati-hati, agar tidak ada bagian yang rusak ataupun patah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Selama Penelitian

Suhu dan Kelembaban dalam Greenhouse

Suhu lingkungan merupakan salah satu hal yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Tinggi rendahnya suhu lingkungan akan berpengaruh terhadap kerja enzim dan gen dan laju transpirasi tanaman. Menurut Dwijoseputro (1994), suhu yang rendah akan menghambat kerja enzim dan gen, sedangkan pada suhu yang tinggi akan merusak tanaman serta dapat menyebabkan laju transpirasi meningkat.

Adapun rata-rata hasil pengukuran suhu lingkungan di dalam Greenhouse yang dilakukan pada pukul 06:00, 12:00, 18:00 selama penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Suhu rata-rata lingkungan dalam Greenhouse selama penelitian

Pagi hari Siang hari Sore hari (pukul 06:00) (pukul 12:00) (pukul 18:00)

270C


350C


290C

Menurut Lestari (2009), suhu lingkungan yang optimum untuk tanaman bayam berkisar antara 17-28o C. Berdasarkan hasil pengukuran selama penelitian diperoleh suhu lingkungan dalam Greenhouse berkisar antara 270C – 350C. Dari hasil data yang diperoleh tersebut ternyata pada kisaran suhu tersebut tanaman bayam masih dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini berarti dengan

kisaran suhu lingkungan yang diperoleh selama penelitian, masih dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman bayam (Ammaranthus tricolor).

Selain suhu lingkungan kelembaban udara juga berperan penting dalam proses pertumbuhan tanaman. Menutut Lestari (2009), kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bayam cabut adalah berkisar antara 50 - 60%. Adapun rata-rata hasil pengukuran kelembaban udara didalam Greenhouse selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata kelembaban udara di dalam Greenhouse

Pagi hari Siang hari Sore hari (pukul 06:00) (pukul 12:00) (pukul 18:00)

70%           40%           50%

Pertumbuhan pada kelembaban menurut Cahyono (2003), kelembaban udara yang lebih dari 90% berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman, yakni tanaman tumbuh tidak sempurna, tidak subur, serta kualitas daun akan jelek. Sebaliknya jika kelembaban terlalu rendah akan menyebabkan kenaikan suhu pada lingkungan dan dehidrasi pada tanaman. Berdasarkan hasil pengukuran selama penelitian mendapatkan rata-rata kelembaban udara didalam Greenhouse berkisar antara 40-70% dan dengan kisaran kelembaban tersebut, ternyata tanaman bayam masih bisa tumbuh dengan baik.

Kebutuhan Unsur Hara

Rata-rata nilai unsur hara awal yang diberikan dalam penelitian ini adalah 1500 ppm (part per million) yang merupakan nilai anjuran maksimal untuk tanaman bayam. Menurut Wijayani dan Widodo (2005), pada dosis yang terlalu rendah pengaruh larutan hara tidak nyata, sedangkan pada dosis yang terlalu tinggi selain boros juga akan mengakibatkan tanaman mengalami plasmolisis, yaitu keluarnya cairan sel karena tertarik oleh larutan hara yang lebih pekat. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat EC meter (Electrical Conditivity) tetapi diatur ke bentuk nilai ppm (part per million) untuk memudahkan perhitungan dalam menentukan nilai unsur hara yang dimanfaatkan oleh tanaman selama 20 hari.

Tabel 3 menunjukkan, kebutuhan unsur hara akan meningkat seiring pertumbuhan tanaman. Semakin tanaman mengalami pertumbuhan maka semakin banyak pula unsur hara yang diserap oleh tanaman. Kebutuhan unsur hara tanaman juga dapat dilihat dari umur tanaman seperti pendapat Tisdale et al.(1985),

yang menyatakan bahwa konsumsi hara oleh tanaman berbeda tergantung pada umur fisiologis tanaman tersebut.

Dilihat dari data, perlakuan JT5 mengalami penurunan kebutuhan akan unsur hara dari umur 12 HST hingga 20 HST. Sedangkan perlakuan JT10, JT15, dan JT20 tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan dari umur tanaman 4 HST hingga 20 HST. Hal tersebut juga didukung dari data variabel pertumbuhan yang menunjukkan perlakuan JT5 mengalami laju pertumbuhan paling rendah dari 12 HST sampai 20 HST dibandingkan laju pertumbuhan perlakuan JT10, JT15, dan JT20.

Tabel 3. Data hasil pengukuran kebutuhan unsur hara pada masing-masing perlakuan

Perlakuan

Data Hasil Pengukuran Kebutuhan Unsur hara Tanaman dari Setiap Perlakuan (ml)

4

8

12

16

20

JT5

3.25

7.00

11.44

15.41

19.16

JT10

3.58

7.39

12.14

16.86

21.07

JT15

3.22

7.49

12.43

17.21

21.45

JT20

3.80

7.68

12.55

17.17

21.28

Parameter Pertumbuhan

Tinggi tanaman

Sesuai dengan Tabel 4, berdasarkan analisis keragaman data yang diperoleh, perlakuan jarak tanam, JT5, JT10, JT15, JT20, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan

tanaman sampai 10 hari setelah tanam. Pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman terjadi mulai hari ke-12 hingga hari ke-20 setelah tanam yang ditunjukkan perlakuan JT5, dimana perlakuan JT5 mengalami penurunan nilai tumbuh.

Tabel 4. Hasil uji beda nilai rata- rata tinggi tanaman Bayam Cabut (Ammaranthus tricolor)

Nilai rata-rata tinggi tanaman (Cm) pada pengamatan (HST)

Perlakua

n

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

JT5

5.96a

8.05a

10.10a

12.47a

14.38a

16.68b

20.10b

22.41c

24.69c

27.45c

JT10

5.51a

7.81a

9.67a

12.40a

15.35a

18.20a

21.35a

25.27a

29.01a

32.45a

JT15

5.93a

8.09a

10.12a

12.99a

15.58a

18.30a

21.86a

25.41a

29.40a

33.22a

JT20

6.09a

7.95a

10.00a

12.78a

15.48a

17.70a

21.63a

25.06a

29.17a

32.94a

Tabel 4 memperlihatkan, pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman terjadi mulai hari ke-12 setelah tanam antara perlakuan jarak tanam JT5 dengan jarak tanam JT10, JT15, dan JT20. Antara perlakuan JT10 dengan JT15 memperlihatkan selisih nilai yang tidak jauh berbeda. Kemudian di hari ke-14 setelah tanam perbedaan yang nyata kembali ditunjukkan oleh perlakuan JT5 yang mengalami pertumbuhan paling rendah dibandingkan perlakun JT10, JT15, dan JT20. Dan pengaruh yang sangat nyata mulai terlihat dari hari ke-16 yang menunjukkan perlakuan jarak tanam JT5 tetap mengalami pertumbuhan yang paling rendah dibandingkan perlakuan jarak tanam JT10, JT15, dan JT20.

Jumlah Daun

Berdasarkan analisis keragaman data yang diperoleh, didapatkan bahwa jumlah daun dari seluruh perlakuan jarak tanam JT5, JT10, JT15, dan JT20 tidak berpengaruh secara signifikan mulai dari tanaman bayam umur 2 HST sampai 14 HST. Tetapai perubahan terjadi ditunjukkan oleh perlakuan JT5 mulai hari 16 HST sampai 20 HST.

Berdasarkan uji beda rata-rata penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa perlakuan jarak tanam JT5 memiliki nilai rata-rata jumlah daun terendah yang terlihat mulai hari ke-16 HST sampai 20 HST dibanding perlakuan jarak tanam JT10, JT15, dan JT20. Pada hari ke-20, hasil terbaik diperlihatkan perlakuan JT15 dan yang terendah diperlihatkan perlakuan JT5. Walaupun

perlakuan JT15 mendapatkan nilai yang paling baik, tetapi nilai tersebut tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan JT10 dan JT20.

Parameter Hasil Tanaman

Panjang Akar

Akar merupakan bagian vegetatif tanaman yang memiliki dua fungsi yaitu secara fisik merupakan alat penopang tumbuh tanaman dan sebagai alat untuk

menyerap air dan hara yang kemudian akan disalurkan ke seluruh bagian tanaman. Pertumbuhan akar yang baik sangat diperlukan untuk kekuatan dan pertumbuhan pucuk tanaman. Dari seluruh perlakuan jarak tanam, menunjukkan nilai panjang akar yang berbeda-beda yang di ukuar pada hari ke-20 setelah panen. Data hasil pengukuran disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5. Hasil uji beda nilai rata- rata jumlah daun Bayam Cabut (Ammaranthus tricolor)


Nilai jumlah daun (helai) pada pengamatan hari setelah tanam (HST)

Perlakuan

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

JT5

4.86a

5.55a

6.46a

7.39a

8.4a

8.91a

9.30a

9.84b

10.62b

11.21b

JT10

4.82a

5.57a

6.35a

7.41a

8.35a

8.90a

9.62a

10.68a

11.24a

12.19a

JT15

4.80a

5.61a

6.68a

7.64a

8.48a

9.06a

9.85a

11.08a

11.54a

12.51a

JT20

4.84a

5.61a

6.51a

7.63a

8.61a

9.11a

9.75a

10.85a

11.30a

12.17a


Berdasarkan data yang diperoleh, pengaruh yang nyata ditunjukkan perlakuan JT5 dibandingkan dengan perlakuan JT10, JT15, dan JT20. Antara perlakuan JT10, JT15, dan JT20 tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.

Berat Segar Tanaman

Berat segar tanaman sangat ditentukan oleh laju pertumbuhan tanaman, baik buruknya pertumbuhan dapat diketahui dengan nilai berat segar tanaman. Berdasarkan analisis keragaman data yang diperoleh,

Tabel 6. Hasil uji beda panjang akar

Panjang akar hari ke-

Perlakuan                20         I

hasil yang didapat dari setiap perlakuan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil uji berat segar

JT5               28.06 b ± 0.95

JT10               30.43 a ± 1.28

JT15              31.36 a ± 1.15

JT20               30.70 a ± 0.66

Perlakuan       Berat segar hari ke-20

JT5              182.40 b ± 6.38

JT10              208.24 a ± 0.54

JT15              215.07 a ± 2.94

Diameter Batang Tanaman

Dari hasil pengukuran diameter batang pada hari ke-20 menunjukkan nilai yang berbeda antara setiap perlakuan. Hasil uji beda nilai rata- rata nilai diameter batang disajikan pada Tabel 7 :

JT20 210.76 a ± 2.25

Dari seluruh perlakuan nilai paling tinggi diperoleh perlakuan JT15, tetapi nilai tersebut terlihat tidak berbeda secara signifikan dibandingkan perlakuan JT10 dan JT20. Sedangkan nilai paling rendah

Tabel 7. Hasil uji diameter batang

ditunjukkan perlakuan JT5 dengan selisih nilai yang

Diameter batang hari ke-20

sangat nyata dibandingkan perlakuan yang lain.

JT5              0.72 b ± 0.05

JT10              0.84 a ± 0.02

JT15              0.90 a ± 0.02

JT20              0.85 a ± 0.02

Data hasil pengukura berat kering tanaman dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil uji berat kering

Perlakuan       Berat kering hari ke-

Tabel 7 menunjukkan perlakuan JT5 memiliki selisih

20

nilai yang sangat nyata dibandingkan perlakuan yang lain. Walaupun JT15 memiliki nilai paling tinggi, nilai tersebut tidak berbeda secara signifikan dengan nilai dari perlakuan JT10 dan JT20.

JT10             13.52 a ± 0.47

JT15              15.05 a ± 0.41

JT20              13.71 a ± 0.44


Dari data Tabel 9, dapat dilihat bahwa perlakuan JT5 menunjukkan selisih nilai yang sangat nyata dibandingkan perlakuan jarak tanam yang lain. Sedangkan walaupun perlakuan JT15 menunjukkan nilai yang paling tinggi, tetapi nilai tersebut tidak memperlihatkan selisih yang signifikan dibandingkan perlakuan JT10 dan JT20.

PEMBAHASAN

Antara empat perlakuan jarak tanam yang diteliti, dari hasil analisis parameter pertumbuhan dan hasil tanaman menunjukkan jarak tanam yang paling rendah adalah jarak tanam JT5 sebesar 5 cm. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil perolehan data, dimana dari setiap parameter perlakuan JT5 mendapatkan nilai terendah yang signifikan dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini diakibatkan oleh jarak yang terlalu dekat mengakibatkan antara daun tanaman yang mulai tumbuh setiap harinya menjadi saling berhimpit sehingga pemanfatan sinar matahari untuk proses fotosintesis menjadi terganggu. Harjadi (1996) menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan menurun pada keadaan kekurangan itensitas cahaya. Kekurangan intensitas cahaya akan mempengaruhi proses fotosintesis oleh tanaman. Terganggunya proses fotosintesis menyebabkan tidak maksimalnya pembentukan senyawa-senyawa kompleks untuk proses respirasi sehingga energi yang dibutuhkan untuk aktivitas metabolisme menjadi tidak maksimal. Ditambahkan Maryani (2004), menyatakan terganggunya fotosintesis menyebabkan karbohidrat yang disimpan dalam jaringan tanaman menjadi kecil sehingga tanaman menjadi tertekan. Setres pada tanaman mengakibatkan terhambatnya pembentukan organorgan tanaman sehingga pertumbuhan titik tumbuh menjadi lambat. Lambatnya pertumbuhan titik tumbuh, kemudian secara otomatis akan mempengaruhi tinggi tanaman, diameter batang, perkembangan akar, perkembangan dan penambahan jumlah daun, sehingga pada akhirnya menyebabkan berat segar dan berat kering menadi rendah.

Kemudian untuk perlakuan JT10, JT15, dan JT20 yang berjarak antar lubang masing-masing 10 cm, 15 cm, dan 20 cm dari analisis data tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan dari setiap parameter yang diamati. Dinyatakan Pangli (2016), semakin renggang jarak tanam maka semakin banyak energi matahari yang ditangkap oleh tanaman yang digunakan dalam proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang baik tentu akan menyebabkan proses pembentukan senyawa-senyawa kompleks untuk proses respirasi menjadi maksimal, sehingga

secara otomatis menyebabkan aktivitas metabolisme menjadi maksimal. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan jarak tersebut tanaman bayam tidak ada kendala dalam memanfaatkan unsur hara maupun sinar matahari, sehingga dapat tumbuh dengan baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan perlakuan jarak tanam JT5 sebesar 5 cm mendapatkan hasil paling rendah disetiap parameter-parameter yang diukur dan perlakuan JT10, JT15, JT20 masing-masing berjarak 10 cm, 15 cm, dan 20 cm tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan berdasarkan analisis keragaman data yang diperoleh serta menunjukkan rata-rata hasil pertumbuhan yang baik.

Saran

Dalam budidaya tanaman Bayam (Ammaranthus tricolor) secara Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) dapat digunakan jarak tanam antar lubang sebesar 10 cm untuk efisiensi penggunaan talang demi mendapatkan hasil budidaya yang lebih maksimal, karena antara jarak 10 cm, 15 cm, dan 20 cm rata-rata menunjukkan hasil yang tidak berbeda secara signifikan berdasarkan analisis keragaman data yang diperoleh dari setiap parameter yang diukur.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, E. W. 2013. Peran Pupuk Hijau Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bayam (Ammaranthus tricolor) Secara Hidroponik. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Alviana, V. F., & Susila, A. D. 2009. Optimasi dosis pemupukan pada budidaya cabai (Capsicum annuum L.) menggunakan irigasi tetes dan mulsa polyethylene. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy), 37(1).

Cahyono, B. 2003. Teknik dan strategi budidaya sawi hijau. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Chadirin, Y. 2001. Pelatihan Aplikasi Teknologi Hidroponik Untuk Pengembangan Agribisnis Perkotaan. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.

Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.

Rahimah, D.S. 2010. Budidaya Bayam (var Amaranth 936 white leaf) dengan Sistem Hidroponik di Parung Farm, Bogor, Jawa Barat. Departemen Agronomi dan

Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Harjadi, S. S. 1996. Dasar-dasar Agronomi. Gramedia. Jakarta.

Harjoko, D. 2009. Studi macam media dan debit aliran terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi (Brassica juncea L.) secara hidroponik NFT. Jurnal Agrosains, 11(2), 58-62.

Lestari, T. 2009. Dampak konversi lahan pertanian bagi taraf hidup petani. Skripsi Bogor Intitut Pertanian Bogor Skripsi.

Lingga P. 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Maria, G. M. 2009. Respon Produksi Tanaman Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir) Terhadap Variasi Waktu Pemberian Pupuk Kotoran Ayam. Jurnal Ilmu Tanah, 7(1), 1822.

Maryani, H., & Kristiana, L. 2004. Tanaman Obat untuk Influenza. AgroMedia.

Pangli, M. 2016. Pengaruh jarak tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (glycine max l merril). Jurnal Ilmiah AgroPet, 11(1).

Sesanti, R. N., & User, S. 2016. Pertumbuhan dan Hasil Pakchoi (Brasicca rapa L.) Pada Dua Sistem Hidroponik dan Empat Jenis Nutrisi. Inovasi Pembangunan: Jurnal Kelitbangan, 4(01), 1-9.

Sugito, Y., Nuraini, Y., & Nihayati, E. 1995. Sistem pertanian organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, 43.

Suryanto, P., Aryono, W. B., & Sabarnurdin, M. S. 2006. Model bera dalam sistem agroforestri

(fallow land model in agroforestry systems). Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 12(2).

Tisdale, S. L., Nelson, W. L., & Beaton, J. D. 1985. Soil fertility and   fertilizers. Collier

Macmillan Publishers.

Vidianto, D. Z., Fatimah, S., & Wasonowati, C. 2013. Penerapan Panjang Talang dan Jarak Tanam Dengan Sistem Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) Pada Tanaman Kailan (Brassica oleraceae var. alboglabra). Agrovigor, 6(2), 128-135.

Wibowo, S. 2017. Aplikasi hidroponik NFT pada budidaya Pakcoy (Brassica rapa chinensis). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 13(3).

Wijayani, A., & Widodo, W. 2005. Usaha Meningkatkan Kualitas Beberapa Varietas Tomat Dengan Sistem Budidaya Hidroponik Increasing Of Tomatoes Quality In Hydroponic Culture. Ilmu Pertanian, 12(1), 77-83.

KEMENTAN DITJEN PPHP Kementrian Pertanian, Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.2010. Perkembangan tren pemasaran sayuran di Indonesia.

http://eapv.org/library/presentasion/semin ar/pdf/d1s1_perkembangan.pdf. (diakses tanggal 12 maret 2016)

KEMENTAN Kementrian Pertanian. 2013. Data lima tahun subsektor hortikultura. http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/horti /isi/_dt5thn_horti.php. (diakses tanggal 12 maret 2016)

70