Pengaruh Penambahan Urea pada Mediad dan Pemanasan terhadap Produksi Biogas
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
Volume 8, Nomor 1, April 2020
Pengaruh Penambahan Urea dan Pemanasan terhadap Produksi Biogas
Effect of Urea Addition and Heating on Biogas Production
Kadek Mila Adiani, Ida Bagus Putu Gunadnya*, Yohanes Setiyo
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
*email: [email protected]
Abstrak
Biogas merupakan salah satu sumber energi yang berasal dari limbah peternakan yang ramah lingkungan (renewable energy) dan berkelanjutan (suistainable energy). Biogas adalah campuran gas hasil proses fermentasi anaerob dari kotoran ternak (sapi). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan urea dan pemanasan selama fermentasi pada produksi biogas. Penelitian ini menerapkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan: penambahan urea (2%, 4%, 6%, 8%) dan pemanasan (pemanasan dan tanpa pemanasan). Pengamatan yang dilakukan berupa pengukuran suhu media biogas, volume gas, volume CO2 biogas, volume gas metana, dan waktu terbentuk biogas. Analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan berpengaruh signifikan (P <0,05) terhadap suhu media biogas, volume gas, volume CO2 biogas, volume metana, dan waktu terbentuk biogas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pemanasan dengan penambahan 8% urea adalah perlakuan terbaik dalam memproduksi biogas dengan karakteristik volume gas 16,67 ml, volume CO2 0,08 ml, volume metana 15,49 ml, dengan waktu terbentuk biogas yaitu di hari ke-10.
Kata kunci : urea, pemanasan, kotoran sapi biogas, metana.
Abstract
Biogas is one of the energy sources originating from livestock waste, besides being environmentally friendly and known as renewable energy, it can also be used for sustainable energy. Biogas is a mixture of gases resulting from an anaerobic fermentation process from livestock manure such as from cow dung. The purpose of this study was to determine the effect of various urea concentrations and heating on biogas production. This study applied a completely randomized design (RAL) with two factors, namely: urea addition (2%, 4%, 6%, and 8%) to media and heating such as heating and without heating. Observations was carried out on temperature of fermentation media, biogas, CO2, volume of methane gas, and time of biogas formation. Analysis of variance showed that all observed parameters were significantly affected (P < 0.05) by treatment interaction of urea concentration and media heating. The results showed that the interaction of 8% urea addition to media and heating treatment became the best treatment in producing biogas, with the characteristics of biogas volume of 16.67 ml, CO2 volume of 0.08%, methane volume of 15.49 ml at the 35th of fermentation day, and needed 10 days of fermentation to produce biogas.
Keywords: urea, media heating, cow dung, biogas, methane
PENDAHULUAN
Energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk, industri dan transportasi menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan akan kebutuhan energi tercatat hingga tahun 2018 yaitu penggunaan gas bumi 22,1%, batubara 60,5%. Hal ini memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera mengupayakan mencari sumber energi alternatif atau menggunakan energi baru terbarukan yang saat ini penggunaannya baru 12,4%. (KESDM, 2018). Menipisnya sumber cadangan minyak dunia juga
menjadi alasan yang serius bagi banyak negara di dunia untuk mengembangkan sumber energi baru termasuk di Indonesia. Demikian pula yang disampaikan oleh (Mahajoeno, 2008) kebutuhan energi bagi masyarakat yang semakin meningkat dan harga bahan bakar minyak (fosil/energi tak terbarukan) yang membumbung tinggi menjadi salah satu strategi dalam upaya pemenuhan kebutuhan energi yang lebih murah dan tersedia melimpah berupa energibio sebagai energi terbarukan. Limbah peternakan merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Kotoran sapi merupakan biomassa yang mengandung
karbohidrat, protein dan lemak (Zulkarnaen, et al., 2017). Biogas salah satu sumber energi yang berasal dari limbah peternakan yang keberadaannya mudah di dapat di alam serta terjamin kontinuitasnya dan ramah lingkungan (Wiratmana, et al., 2012). Biogas adalah campuran gas hasil proses fermentasi anaerob dari kotoran ternak (sapi). Menurut Weiland (2010) biogas adalah sumber energi terbarukan serbaguna yang dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil dalam produksi listrik dan panas. Biogas juga dapat memberikan manfaat seperti menguntungkan lingkungan dan dapat menggunakan kembali berbagai limbah (Bond, 2011). Kotoran sapi sangat memenuhi kebutuhan kotoran untuk pembuatan biogas. Pada kondisi normal proses pembuatan biogas memerlukan waktu kurang lebih 35 hari untuk menghasilkan gas metana pada kondisi anaerob. Hal tersebut terjadi karena kurangnya nutrisi berupa nitrogen dan juga kurang mendukungnya tumbuh bakteri di dalam pembuatan biogas karena berdasarkan pengamatan proses pembuatan biogas hanya menambahkan air dan kotoran sapi sehingga proses fermentasi yang terjadi cukup lama. Pemilihan bahan biogas dapat ditentukan dari perbandingan kadar C (karbon) dan N (nitrogen) dalam bahan tersebut. Bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan baku produksi biogas adalah bahan organik dengan C/N rasio 8-25, sehingga limbah peternakan sapi berpotensi untuk dikomposkan secara anaerob untuk menghasilkan gas metan (Pedrawati, 2010). Perbandingan C dan N dalam bahan biogas merupakan faktor penting untuk berkembanganya bakteri yang akan menguraikan bahan organik tersebut. Pada perbandingan C/N kurang dari 8, dapat menghalangi aktivitas bakteri akibat kadar amonia yang berlebihan (Werner, 1989). Pada perbandingan C/N lebih dari 43 mengakibatkan kerja bakteri juga terhambat (Dennis, 2001). Untuk mendapatkan produksi biogas yang tinggi, maka penambahan bahan yang mengandung N (misalnya urea) perlu dilakukan untuk mencapai rasio C/N 2030 optimum pada proses anaerob (Demuynck et al., 1984). Dengan penambahan kandungan nitrogen maka dapat mengefisiensikan waktu produksi biogas. Penambahan urea juga mampu mempermudah dalam peruraian karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan bersifat higroskopis (Yanuartono, et al., 2018). Selain itu pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan pada produksi biogas dari limbah rumah makan dengan penambahan urea menggunakan konsentrasi 3% dan 6% didapatkan hasil penambahan urea 3% menunjukan produksi biogas terbaik. Maka dari itu pada penelitian ini menggunakan penambahan urea 2%, 4%, 6%, dan 8%. Selain penambahan urea perlakuan tambahan yang dilakukan yaitu dengan perlakuan pemanasan. Dengan perlakuan pemanasan proses perombakan
akan berjalan lebih optimal (Bitton, 1999). Tujuan penelitian adalah (1) mengetahui pengaruh penambahan urea terhadap produksi biogas, (2) mengetahui pengaruh pemanasan media biogas terhadap produksi biogas, dan (3) menentukan interaksi perlakuan terbaik dari produksi biogas.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Baluk, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2019.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam pembuatan biogas yaitu terdiri dari berupa: galon minum bening ukuran 6 liter, gelas ukuran 240 ml, selang kecil diameter 4 mm, selain itu alat ukur timbangan, termometer alkohol, buble flowmeter, buret, termometer suhu dan alat pendukung lainnya berupa lampu bohlam 80 Watt dan kipas angin. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa feses sapi segar yang diambil dari Desa Baluk, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, air, urea, NaOH, indikator PP (Phenolphthalein), larutan HCL.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan, faktor pertama yaitu penambahan urea ke dalam media selama fermentasi, dan faktor kedua yaitu pemanasan media fermentasi. Faktor pertama terdiri empat taraf yaitu (A1) : penambahan 2% urea, (A2) : penambahan 4% urea, (A3) : penambahan 6% urea, (A4) : penambahan 8% urea. Faktor kedua terdiri dari dua taraf yaitu (P1): pemanasan, dan (P2) : tanpa pemanasan. Sehingga dari dua faktor yang digunakan dalam penelitian diperoleh delapan kombinasi perlakuan. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 24 unit percobaan. Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis ragam dan apabila pengaruh perlakuan signifikan (P<0.05) maka analisis data dilanjutkan dengan uji BNT.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Percobaan
Persiapan sampel dimulai dari persiapan bahan-bahan dan juga alat yang digunakan. Limbah peternakan berupa feses sapi baru yang berasal dari petani diambil sebanyak 24 kg. Disiapkan digester berupa galon minum ukuran 6 liter sebanyak 24 buah. Media dibuat dengan menggunakan perbandingan feses sapi dengan air 1:1,5 (feses sapi : air) dengan
penambahan urea yang berbeda dimulai dari 2%, 4%, 6%, 8%.
Proses Pembuatan Biogas
Proses pembuatan biogas dapat dilihat pada Gambar 1. Proses diawali dengan mencampurkan feses sapi dan air pada ember lalu dilakukan pengadukan sebanyak 10 kali adukan dengan menggunakan kayu serta ditambahkan kandungan nutrisi urea masing-masing komposisi penambahan urea. Basis untuk penambahan urea menggunakan basis dari volume digester 6 liter. Setelah penambahan urea campuran bahan diaduk kembali. Selanjutnya, media dengan penambahan urea tersebut dimasukkan ke dalam digester sampai leher alat digester hampir penuh Tutup galon dengan rapat dan diberikan lubang pada bagian atas dipasangkan termometer alkohol dan diberikan lubang selang berdiameter 4 mm yang dihubungkan dengan penampung 1 dan tutup rapat digester. Selang satu dihubungkan dengan penampung 1 yang sudah diisi dengan air sebanyak 100 ml bertujuan ketika gas telah terbentuk maka akan terlihat gelembung pada penampung 1 hal ini menandakan bahwa gas pada biogas telah terbentuk. Kemudian dilanjutkan pada pada penampung 1 menggunakan selang 2 ke penampung dua yang sudah diisi NaOH 50 ml. Pada selang 2 di penampung 1 selang dipasangkan berada di atas air bertujuan sebagai pipa inlet untuk mengukur gas menggunakan buble flowmeter. Fungsi NaOH pada penampung 2 yaitu untuk dapat menyerap karbondioksida yang dihasilkan oleh biogas, sehingga sisa NaOH yang berada pada penampung 2 akan dilanjutkan dengan uji volume CO2. Proses akhir dari pembuatan biogas yaitu pengukuran suhu bahan di dalam media dan
memastikan tidak ada udara yang masuk sehingga proses fermentasi anaerob dapat berjalan dengan baik. Pada proses perlakuan pemanasan dibantu menggunakan lampu bohlam 80 Watt yang berfungsi untuk memberikan pemanasan terhadap media serta kipas angin yang berfungsi untuk menjaga agar perlakuan pemanasan dapat terjaga.
Gambar 1. Gambar rancangan penelitian.
Parameter Yang Diamati
Parameter yang diamati yaitu suhu media biogas menggunakan termometer alkohol, volume biogas menggunakan buble flowmeter, volume CO2 menggunakan titrasi, volume metana dan waktu terbentuk biogas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu Media Biogas
Berdasarkan hasil pengamatan suhu media biogas yang dilakukan setiap hari dapat dilihat hasil pada grafik Gambar 2 dan Gambar 3.
Hari pengamatan
→- penambahan 2% urea dan pemanasan
—■—penambahan 4% urea dan pemanasan
—⅛- penambahan 6% urea dan pemanasan penambahan 8% urea dan pemanasan
Gambar 2. Pengaruh perlakuan penambahan urea dan pemanasan terhadap suhu media biogas.
47
33
1 3 5 7 9 11 1315 171921 23 25 272931 3335
Hari pengamatan
—♦— penambahan 2% urea dan pemanasan
—■—penambahan 4% urea dan pemanasan
—⅛- penambahan 6% urea dan pemanasan penambahan 8% urea dan pemanasan
Gambar 3. Pengaruh perlakuan penambahan urea tanpa pemanasan terhadap suhu media biogas.
Volume Biogas
Berdasarkan hasil analisis ragam interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap produksi biogas pada pengamatan hari ke-35. Hasil analisis BNT menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan urea dengan pemanasan berbeda nyata (P<0,05).
B penambahan 2% urea
Ei penambahan 4% urea
□ penambahan 6% urea
B penambahan 8% urea
Pemanasan dan Tanpa Pemanasan
Gambar 4. Pengaruh perlakuan penambahan urea dan pemanasan terhadap volume biogas yang dihasilkan pada hari ke-35.
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa perubahan volume gas pada produksi biogas semakin banyak nutrisi berupa nitrogen yang diberikan semakin besar hasil volume gas yang dihasilkan. Pada gambar tersebut terlihat bahwa perlakuan dengan pemanasan dapat menghasilkan volume biogas yang besar. Volume biogas terendah ditunjukkan oleh interaksi perlakuan penambahan 2% urea tanpa pemanasan (A1P2) dengan nilai 6 ml dan nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan 4% urea tanpa pemanasan (A2P2). Sedangkan nilai volume biogas tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan dengan penambahan 8% urea dengan pemanasan (A4P1) dengan nilai 16,67 ml, nilai tersebut berbeda nyata dengan seluruh perlakuan. Volume biogas tertinggi terjadi karena pada perlakuan pemanasan perombakan mikroorganisme lebih aktif sehingga suhu yang dihasilkan lebih tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa suhu penyimpanan
dengan pemanasan menghasilkan volume biogas yang lebih besar dibandingkan tanpa pemanasan. Hal ini diakibatkan karena selama masa penyimpanan dapat meningkatkan suhu media biogas sehingga dapat mempercepat perombakan. Sesuai dengan pernyataan (Santoso, 2010) bahwa suhu proses berpengaruh terhadap proses perombakan anaerob bahan organik produksi gas.
Volume CO2 Biogas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan pemanasan dan ragam penambahan urea berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap volume CO2. Adapun nilai grafik volume CO2 biogas dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil analisis BNT menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan urea dengan pemanasan tidak berbeda nyata (P>0,05). Adapun nilai rata-rata dan grafik volume CO2 biogas dapat dilihat pada Gambar 5.
0,16 0,14 £ 0,12 J 0,1 ∞ 0,08 I 0,068 J 0,04 8 0,02 0
□ penambahan 2% urea
□ penambahan 4% urea
□ penambahan 6% urea
B penambahan 8% urea
Pemanasan dan Tanpa Pemanasan
Gambar 5. Pengaruh perlakuan penambahan urea dan pemanasan terhadap volume CO2 yang dihasilkan pada hari ke-35.
Gambar 5 menunjukkan nilai dari volume CO2 biogas pada hari ke-35 hari, nilai volume CO2 tertinggi ditunjukkan oleh interaksi perlakuan penambahan 2% urea dengan pemanasan (A1P1) dengan nilai sebesar 0,13 ml dan nilai ini tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan penambahan 2% urea dengan tanpa pemanasan (A1P2). Sedangkan volume
CO2 terendah terjadi pada interaksi perlakuan penambahan 8% urea dengan pemanasan (A4P1) dengan nilai 0,080 ml. Semakin tinggi penambahan urea maka volume CO2 yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan penambahan urea yang rendah menghasilkan volume CO2 yang tinggi. Volume CO2 biogas yang cukup tinggi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengaruh penambahan urea sebagai nutrisi, pH awal fermentasi. Haryati (2006) menyatakan nilai pH terbaik dalam memproduksi biogas berkisar antara 6,8-8. Apabila pH di bawah 6,8 aktivitas bakteri metanogen akan menurun dan pH di bawah 5,0 aktivitas fermentasi akan terhenti. Selain faktor tersebut faktor suhu juga dapat berpengaruh. Perubahan suhu dapat memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap pertumbuhan bakteri di dalam digester, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi aktivitas bakteri dalam proses fermentasi. Sahidu (1983) menyatakan suhu optimum pertumbuhan bakteri anaerobic berkisar antara 30-35°C.
Volume Gas Metana
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan ragam penambahan urea dan pemanasan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap volume gas metana. Adapun nilai grafik volume gas metana dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil analisis BNT menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan urea dengan pemanasan tidak berbeda nyata (P>0,05).
8
c⅛
I
Q
∞ 03
C
U
o
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
penambahan 2% urea
penambahan 4%
urea
penambahan 6%
urea
penambahan 8% urea
Pemanasan dan Tanpa Pemanasan
Gambar 6. Pengaruh perlakuan penambahan urea dan pemanasan terhadap volume gas metana yang dihasilkan pada hari ke-35.
Gambar 6 menunjukkan nilai volume gas metana selama penyimpanan 35 hari dan dapat dilihat bahwa nilai volume gas metana terendah ditunjukkan oleh interaksi perlakuan penambahan 4% urea tanpa pemasanan (A2P2) dengan nilai 5,22 ml dan nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan beberapa perlakuan diantaranya perlakuan penambahan 2% urea dengan pemanasan (A1P1), perlakuan
penambahan 4% urea dengan pemanasan (A2P1), perlakuan penambahan 2% urea tanpa pemanasan (A1P2), perlakuan penambahan 6% urea tanpa pemanasan (A3P2). Sedangkan nilai volume gas metana tertinggi ditunjukan oleh perlakuan penambahan 8% urea dengan pemanasan (A4P1) dengan nilai 15,48 ml, nilai ini berbeda nyata dengan seluruh perlakuan. Pada tahap pembentuk gas CH4 bakteri yang berperan yaitu bakteri methanogenesis (bakteri metana). Bakteri ini merupakan bakteri obligat anaerobik dan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Bakteri ini membutuhkan kondisi digester yang kedap udara dan berada pada suhu optimal 35°C. Pada tahap metanogenesis, terbentuk metana dan karbondioksida. Metana dihasilkan dari asetat atau dari reduksi karbondioksida. Pada proses ini bakteri metana mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi: CH3COOH ÷ CH4 + CO2
2H2 + CO2 ÷ CH4 + 2H2O
Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa perlakuan dengan pemanasan menghasilkan volume gas metana yang lebih tinggi daripada tanpa pemanasan selain itu penambahan nutrisi pada substrat biogas memberikan pengaruh terhadap gas metana yang dihasilkan. Jumlah volume gas metana yang kecil terjadi karena proses degradasi yang tidak maksimal. Dari biogas yang dihasilkan sebagian besar tidak dapat menghasilkan nyala api, hal ini terjadi karena gas metana yang dihasilkan hanya sedikit. Hessami (1996) menyatakan bahwa biogas dapat terbakar jika kandungan metana minimal 60%. Gas metana dalam biogas dapat digunakan sebagai kebutuhan bahan bakar. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana. Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor. Faktor pH juga berpengaruh terhadap gas metana yang dihasilkan, karena pada rentang pH yang tidak sesuai mikroba tidak dapat tumbuh dengan maksimum dan dapat menyebabkan kematian. Pada akhirnya kondisi ini dapat menghambat perolehan gas metana. Derajat keasamaan yang optimum bagi kehidupan mikroorganisme adalah 6,8 – 7,8 (Simamora et al., 2006). Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH bahan berada pada keadaan basa yaitu 6,5 sampai 7. Apabila nilai pH dibawah 6,8 maka aktivitas bakteri metanogen akan menurun dan apabila pH di bawah 5,0 maka fermentasi akan terhenti (Haryati, 2006). Jika pH melebihi dari standar maka dapat berpengaruh terhadap populasi bakteri metanogen, sehingga akan mempengaruhi laju pembentukan biogas dalam digester dan menyebabkan produk akhir yang dihasilkan adalah CO2.
Waktu Terbentuk Biogas
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan ragam penambahan urea dan pemanasan sangat berpengaruh nyata (P<0.01) terhadap waktu terbentuk biogas. Adapun nilai grafik waktu terbentuk biogas dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil analisis BNT menunjukkan bahwa interaksi perlakuan penambahan urea dengan pemanasan tidak berbeda nyata (P>0,05).
□ penambahan 2% urea
□ penambahan 4% urea
□ penambahan 6% urea
B penambahan 8% urea
Gambar 7. Pengaruh perlakuan penambahan ureadan pemanasan terhadap waktu terbentuk biogas dihasilkan pada hari ke-35.
Pada Gambar 7 dapat dilihat waktu terbentuk biogas dengan penambahan urea dan perlakuan pemanasan. Dapat dilihat bahwa waktu terbentuk biogas tercepat yaitu interaksi antara pemanasan dengan penambahan 8% urea yang terlihat pada hari ke-10 yang berbeda nyata dengan seluruh perlakuan. Sedangkan waktu terlama yaitu terjadi pada interaksi perlakuan penambahan 2% urea tanpa pemanasan (A1P2) yang terlihat pada hari ke-20, waktu tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan 4% urea tanpa pemanasan (A2P2). Waktu terbentuk biogas diamati dari gelembung yang terbentuk pada media penampung. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa perlakuan dengan menggunakan pemanasan dapat memacu percepatan laju fermentasi dibandingkan tanpa pemanasan. Penambahan nutrisi urea mampu meningkatkan kandungan N (nitrogen) dalam pembentukan biogas. Urea dipilih sebagai sumber nitrogen karena mudah dicerna oleh berbagai mikroorganisme. Kandungan urea berupa nitrogen menjadi sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroorganisme. Sehingga rasio C/N tinggi yang akibatnya perkembangan mikroba pembentuk gas lebih cepat. Hal ini didukung oleh pernyataan Saputra, et al., (2010) bahwa perbandingan C dan N akan menentukan lama tidaknya proses pembentukan biogas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan urea dapat menyebabkan perubahan suhu sebesar 0,05°C setiap penambahan 2% urea,
dengan kecepatan proses 6 hari lebih cepat jika dengan penambahan 8% urea, dari penambahan urea berpengaruh terhadap parameter hasil volume gas, volume metana yang lebih tinggi dengan kadar CO2 yang lebih rendah. Pemanasan berdampak terhadap perubahan suhu sebesar 0,13°C daripada tanpa pemanasan, dengan kecepatan proses 6 hari lebih cepat dibandingkan tanpa pemanasan dari proses pemanasan berpengaruh terhadap parameter hasil volume gas dan volume metana yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemanasan. Interaksi perlakuan penambahan urea 8% ke dalam media dan pemanasan media merupakan perlakuan terbaik. Interaksi perlakuan ini pada hari ke-35 menghasilkan volume biogas 16,67 ml, volume CO2 0,08 ml, dan volume metana 15,49 ml, dengan waktu terbentuk biogas yaitu di hari ke-10.
Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa didalam produksi biogas dengan perbandingan 1/kg feses sapi dan 1,5/liter air, perlu ditambahkan urea sebanyak 8% ke dalam media dan dilakukan pemanasan media selama proses fermentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bond, T., & Templeton, M. R. (2011). History and future of domestic biogas plants in the developing world. Energy for Sustainable development, 15(4), 347-354.
https://www.sciencedirect.com/science/article /pii/S0973082611000780
Darmanto, A., Soeparman, S., & Widhiyanuriawan, D. (2012). Pengaruh Kondisi Temperatur Mesophilic (35oC) dan Thermophilic (55oC) Anaerob Digester Kotoran Kuda Terhadap Produksi Biogas (Vol. 3). Retrieved from http://rekayasamesin.ub.ac.id/index.php/rm/arti cle/download/155/151
Demucyk M, Nyns EJ, Naveau HP. 1984. A review of the effects of anaerobic digestion on odor and on disease survival. In: Composting of agricultural and other wastes. In: Gasser JKR (ed) Elsevier Applied Sience Publisher, London.
Dennis A. Burke P.E., 2001, Dairy Waste Anaerobic Digestion Handbook, Environmental Energy Company, Olympia.
Haryati, T. (2006). Biogas : Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber Energi Alternatif (Vol. 16).
Hantoni.2000. Perancangan Bioreaktor Gas Bio Tipe Generator Asitelin. Universitas Udayana.
Skripsi. Tidak dipublikasikan, Jurusan Teknik Pertanian.
Hessami M.A., Christensen S. and Gani R. 1996. Anaerobic digestion of household organic waste to produce biogas. Renewable Energy (9) : 1-4, 954-957.
Holm-Nielsen, J. B., Al Seadi, T., & Oleskowicz-Popiel, P. (2009). The future of anaerobic digestion and biogas utilization. Bioresource technology, 100(22), 5478-5484.
https://www.sciencedirect.com/science/article /pii/S0960852408011012
Indarto Khori (2010). Produksi Biogas Limbah Cair Industri Tapioka Melalui Peningkatan Suhu dan Penambahan Urea pada Perombakan Anaerob. Jurusan Biologi Universitas Sebelas maretSurakarta. https://eprints.uns.ac.id/9242/
Mahajoeno, E., Lay W.B, Sutjahjo, H.S., SiswantoHal 2008. Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas. Biodiversitas 9: 48 –52.
Pedrawati. A. A. I. R. 2010. Kajian Ratio Kotoran Sapi Dengan Air Pada Bioreaktor Tipe “UAS (Up flow Anaerobic Sludge)” Dalam Memproduksi Biogas. Universitas Udayana. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Jurusan Teknik Pertanian. Program Studi Teknologi Pertanian. Universitas Udayana. Denpasar.
Ratnaningsih, H. Widyatmoko danT. Yananto. 2009. Potensi pembentukan biogas pada proses biodegradasi campuran sampah organik segar dan kotoran sapi dalam batch bioreaktoranaerob. J. Teknol. Ling. 5(1):19-26.
http://ced.petra.ac.id/index.php/jtl/article/view /17550
Sahidu, S. 1983. Kotoran Ternak Sebagai Sumber Biogas. Dewaruci. Jakarta.
Santoso, A. A. (2010). Produksi Biogas Dari Limbah
Rumah Makan Melalui Peningkatan Suhu Dan Penambahan Urea Pada Perombakan Anaerob. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Saputra, T., Triatmojo, S., & Pertiwiningrum, A. (2010). Produksi Biogas dari Campuran Feses Sapi dan Ampas Tebu Dengan Rasio CN yang Berbeda (Vol. 34).
https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v34i2. 97
Setu Embu W. 2019. KESDM Terus Dorong Penggunaan EBT Jadi Sumber Energi Masyarakat.
https://www.merdeka.com/uang/esdm-terus-dorong-penggunaan-ebt-jadi-sumber-energi-masyarakat.html. Kamis, 4 April 2019. 12:45
Wiratmana, I., Sukadana, I., & Tenaya, I. (2012). Studi Eksperimental Pengaruh Variasi Bahan Kering Terhadap Produksi dan Nilai Kalor Biogas Kotoran Sapi (Vol. 5).
Weiland, P. (2010). Biogas production: Current state and perspectives (Vol. 85). https://doi.org/10.1007/s00253-009-2246-7
Uli, W., Ulrich, S., Nicolai, H., 1989, Biogas Plants in Animal Husbandry, GTZ, Germany.
Yanuartono, Y., Nururrozi, A., Indarjulianto, S., Purnamaningsih, H., & Raharjo, S. (2018). Urea: Manfaat Pada Ruminansia. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 28(1): 10-34.
https://doi.org/10.21776/ub.jiip.2018.028.01.0 2
Zulkarnaen, R., Bagus, I., Gunadnya, P., & Setiyo, Y. (2017). Modifikasi Instalasi Biogas Kotoran Sapi Tipe Fixed Dome di Anggota Kelompok Tani Kanti Sembada Desa Candikuning Modification of Cow Manure Fixed Dome Type Biogas Installation Kanti Sembada Farmers Group in Candikuning Village Abstrak Abstract The purpose (Vol. 5).
92
Discussion and feedback