JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana https://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 8, Nomor 1, April 2020

Pengaruh Suhu dan Lama Pengovenan Ikan Tongkol yang direndam dalam Larutan Asap Cair Batang Bambu Tabah terhadap Karakteristik Produk Ikan Olahan

Effect of Temperature and Duration Heating Using Oven in Tuna which soaked Liquid Smoke Stems Tabah Bamboo Solution to the Characteristics of Processed Fish Products

Luber Perkasa Turnip, I Wayan Widia*, Pande Ketut Diah Kencana

Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

*email: wayanwidia@unud.ac.id

Abstrak

Ikan tongkol memiliki kandungan protein dan kadar air yang tinggi, serta memiliki daging yang padat. Akan tetapi, ikan tongkol juga sangat mudah mengalami kerusakan. Penyebab kerusakan ikan adalah kadar air yang tinggi yang dapat menyebabkan mikroorganisme berkembang biak dengan mudah. Pengasapan dengan asap cair lebih aman dan lebih praktis daripada pengasapan secara konvensional karena asap cair mengandung fenol, karbonil dan asam organik yang berguna untuk memberikan rasa khas dan sebagai pengawet pada ikan. Asap cair berasal dari batang bambu tabah Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu pengovenan ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah terhadap karakteristik produk olahan ikan dan untuk mengetahui suhu dan waktu pengovenan terbaik terhadap karakteristik organoleptik ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap RAL) Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan suhu pengovenan yang terdiri dari tiga level, dan faktor kedua adalah perlakuan waktu pengovenan yang terdiri dari tiga level. Setiap perlakuan diulang sebanyak dua kali. Kombinasi perlakuan terbaik adalah suhu pengovenan 100⁰C, waktu pengovenan selama 4 jam menghasilkan pH 5,5, kadar air 58,06%, kadar abu 1,69%, kadar protein 18,29%, warna 3,94, aroma 4,28, tekstur 4,72, rasa 4,5, dan penerimaan keseluruhan 4,39.

Kata kunci : ikan tongkol asap, asap cair, bambu tabah.

Abstract

Tuna has a high protein and water content, and has solid meat. But tuna is also very easy to damage. The cause of damage fish is a high water content which can cause microorganisms to multiply easily. Fumigation with liquid smoke is safer and more practical than conventional fumigation, because liquid smoke contains phenol, carbonyl and organic acids which are useful for providing a distinctive taste and as preservatives in fish. The liquid smoke comes from stem of tabah bamboo Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz). The purpose of this study was to determine effect of temperature and duration heating using oven in tuna which soaked liquid smoke stems tabah bamboo solution to the characteristics of processed fish products and to find out the temperature and duration heating using oven of the best organoleptic characteristics of tuna which soaked liquid smoke stems tabah bamboo solution. The method used is Factorial Completely Randomized Design with two factors. The first factor is the treatment of oven temperature which consists of three levels, and the second factor is the treatment of oven time which consists of three levels. Each treatment was repeated twice. The best combination of treatments is the oven temperature of 100⁰C, oven for 4 hours produce pH 5.5, water content 58.06%, ash content 1.69%, protein content 18.29%, color 3.94, aroma 4.28, texture 4.72, taste 4.5, and the overall acceptance 4.39.

Keywoard : smoked tuna, liquid smoke, tabah bamboo.

PENDAHULUAN

Ikan tongkol merupakan salah satu jenis ikan yang produksinya cukup besar yang diperoleh dari perairan Indonesia. Ikan tongkol memiliki kandungan protein dan kadar air yang tinggi dan memiliki daging yang padat. Namun ikan tongkol juga sangat mudah mengalami kerusakan. Penyebab kerusakan ikan antara lain kadar air yang cukup

tinggi yang menyebabkan mikroorganisme mudah untuk berkembang biak (Astawan, 2004). Menurut Suzuki (1981), kandungan kimia pada ikan tongkol terdiri dari kadar air 71.00% - 76,70%, kadar protein 21.60% - 26.30%, kadar abu 1.45% - 3.40%. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk menghambat proses pembusukan dengan cara pengolahan dan pengawetan.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengawetkan ikan adalah dengan cara pengasapan. Selama ini, pengasapan yang dilakukan masih menggunakan metode tradisional. Beberapa kelemahan pengasapan tradisional yaitu flavor dan konsentrasi konstituen asap tidak seragam, waktu dan suhu tidak sama sehingga produk yang dihasilkan tidak seragam. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, pengasapan ikan dapat dilakukan dengan penggunaan asap cair sebagai bahan pengawet ikan yang lebih aman, memberikan citarasa yang khas, dan dapat memperpanjang masa simpan ikan.

Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasi asap hasil pirolisis kayu (Karseno, 2002). Asap cair telah digunakan secara komersal sebagai bahan pemberi aroma pada ikan dan daging karena adanya komponen flavor dari senyawa senyawa fenolik (Muratote, 2007). Asap cair mempunyai beberapa keunggulan, yaitu memiliki aktivitas antibakteri, penggunaan lebih mudah, dosis dapat diatur, tidak mengandung komponen yang berbahaya (Muratore, 2007).

Pada proses pengasapan cair, aroma asap yang akan dihasilkan didapat tanpa melalui proses pengasapan, melainkan melalui penambahan cairan bahan pengasap ke dalam produk yang dapat dilakukan dengan penuangan langsung, pengasapan, pengolesan atau penyemprotan. Setelah itu, dilakukan proses pengovenan dan menjadi produk akhir (Sulistijowati, 2011).

Asap cair dapat diperoleh dari berbagai macam jenis bahan baku pertanian, salah satunya adalah batang bambu tabah yang berasal dari Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Asap cair batang bambu tabah mengandung komponen-komponen kimia, seperti total asam pada suhu 4000C sebesar 12,354%, total fenol asap cair pada suhu 4000C sebesar 22,06 mg/L, nilai rata rata pH sebesar 3,20 – 3,70, dan nilai rata rata kadar air sebesar 7,18% (Diatmika, 2019). Pemanfaatan bambu tabah belum maksimal digunakan. Penggunaannya hanya sebagai bahan pelengkap upacara adat istiadat dan bahan pangan berupa rebung (Kencana et al, 2012). Oleh sebab itu pemanfaatan asap cair yang berasal dari batang bambu tabah perlu dikaji lebih lanjut.

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama pengovenan ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah terhadap karakteristik produk ikan olahan yang dihasilkan dan untuk menentukan suhu dan lama pengovenan terhadap karakteristik organoleptik terbaik ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Alat dan Ergonomika, Laboratorium Analisis Pangan, dan Laboratorium Pascapanen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2019.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat pirolisator asap cair yang terdiri dari reaktor pirolisis dan kondensor dengan kapasitas 3 kg, gergaji, botol, corong, tabung reaksi, kertas saring, baskom, thermometer, coldbox, oven listrik, timbangan analitik, erlenmeyer, desikator, labu kjeldal, soxhlet, cawan porselin, penjepit, muffle purnace, gelas ukur, kompor listrik, pisau, telenan, mortal dan pastel, pH meter.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu batang bambu tabah, ikan tongkol, air kemasan, aquades, NaOH, NaCl, H2So4, tablet Kjeldahl, asam borat, dan phenolphthalein 1%.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor yang terdiri dari 3 taraf perlakuan. Faktor pertama adalah suhu pengovenan (S) yang terdiri dari 3 taraf perlakuan yaitu suhu 60oC (S1), suhu 80OC (S2), dan suhu 100oC (S3). Faktor kedua adalah lama pengovenan (W) yang terdiri dari 3 taraf perlakuan yaitu 2 jam (W1), 3 jam (W2), dan 4 jam (W3). Seluruh perlakuan diulang sebanyak 2 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam pada program SPSS. Jika perlakuan berpengaruh terhadap variabel yang diamati, dilanjutkan dengan uji Duncan (Sastrosupadi, 2000).

Pelaksanaan Penelitian

Prosedur Pembuatan Asap Cair Batang Bambu Tabah

Bahan baku batang bambu tabah diperoleh dari Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, Bali. Batang bambu tabah yang siap untuk dijadikan bahan baku adalah batang bambu yang sudah berumur minimal 2 tahun. Batang bambu tabah dipotong potong dengan panjang 5 cm, lalu dijemur dibawah sinar matahari selama kurang lebih 7 hari. Tujuan dari penjemuran ini adalah untuk menyeragamkan tingkat kekeringan bambu. Bahan baku yang dibutuhkan sebanyak 3 kg batang bambu tabah yang sudah dikeringkan dengan kadar air sebesar 7%.

Batang bambu tabah yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis yang dilengkapi dengan alat pemanas menggunakan kompor. Kemudian, tabung pirolisis ditutup dengan

rapat. Rangkaian alat kondensasi dipasang dan tabung pendingin dialiri dengan air dingin menggunakan pompa, sehingga terjadi sirkulasi perputaran air. Pada proses pemanasannya, menggunakan kompor gas untuk membakar tabung pirolisis. Batang bambu tabah yang berada didalam tabung akan mengalami proses pirolisis, dimana terjadinya perombakan senyawa penyusun bambu tabah menjadi fase gas. Asap cair yang dihasilkan pada tahap ini masih mengandung senyawa tar yang berbahaya bagi tubuh. Oleh sebab itu, harus dilakukan proses pemurnian melalui proses destilasi (Darmaji et al. 1999). Sebelumnya, asap cair yang dihasilkan pada proses ini, diendapkan terlebih dahulu selama 1 hari. Cairan yang telah diendapkan diambil dan dimasukkan ke dalam alat destilasi. Suhu destilasi yaitu 150⁰C, selanjutnya hasil destilasi ditampung. Proses destilasi dilakukan sebanyak dua kali untuk mendapatkan asap cair grade 1.

Prosedur Pengaplikasian Asap Cair Batang Bambu Tabah

Bahan baku yang digunakan adalah ikan tongkol segar dengan ukuran panjang ikan 13-15 cm dengan berat ±300g per ekornya sebanyak 18 ekor yang didapat dari Pasar Kedonganan. Bahan baku yang didapat dimasukkan ke dalam coolbox yang berisi es dan langsung dibawa ke laboratorium penelitian. Ikan dibersihkan dengan membuang insang dan isi perut ikan. Kemudian dilakukan pencucian pada ikan untuk menghilangkan sisa kotoran, lendir, dan darah yang masih melekat pada ikan.

Ikan tongkol direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah dengan konsentrasi 6% , lama perendaman selama 30 menit (Sutanaya, 2018). Ikan tongkol harus terendam sampai keseluruhan permukaannya. Setelah proses perendaman, ditiriskan selama 15 menit. Tahapan selanjutnya adalah proses pengovenan ikan dengan mengunakan oven listrik dengan suhu pengovenan yang berbeda, yaitu 60⁰C, 80⁰C, dan 100⁰C dan lama pengovenan yang berbeda yaitu selama 2 jam, 3 jam, dan 4 jam. Ikan tongkol disusun rapi diatas wadah oven dengan tujuan pematangan yang merata pada keseluruhan permukaan ikan.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air dengan metode pemanasan (Sudarmadji et al. 1997), kadar abu dengan metode pengabuan (Sudarmadji et al. 1997), kadar protein dengan metode semi mikro-Kjeldhal (Sudarmadji et al. 1997), nilai pH menggunakan pH-meter (AOAC, 1995), dan uji organoleptik pada produk ikan tongkol mengacu pada uji organoleptik ikan tongkol asap (SNI 01 – 2346 – 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu parameter yang penting pada suatu produk olahan, khususnya ikan olahan. Nilai pH yang diharapkan dari ikan tongkol ialah rendah (asam). Tujuannya untuk memperpanjang masa simpan ikan tongkol olahan. Adapun nilai rata-rata nilai pH ikan tongkol olahan dari berbagai kombinasi perlakuan disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 1

Nilai rata-rata nilai pH ikan tongkol olahan pada berbagai perlakuan suhu dan lama pengovenan.

Wi   W2   W3

Rata-rata

Si

5.30c   5.30c   5.30c

5.30

S2

5.40b

5.40b

5.40b

5.40

S3

5.50a

5.40b

5.55a

5.48

Rata-rata

5.40

5.37

5.43

5.40

Ket : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P˃0,05).

Gambar 1. Pengaruh Suhu dan Lama Pengovenan Terhadap Nilai pH Ikan Tongkol Olahan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengovenan, perlakuan waktu pengovenan dan kombinasi kedua perlakuan berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap nilai pH ikan tongkol olahan yang dihasilkan. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai pH ikan tongkol olahan yang dihasilkan berkisar antara 5,30 sampai 5,55. Nilai pH terendah yaitu 5,30 terdapat pada perlakuan suhu pengovenan 60⁰C dengan waktu pengovenan selama 2 jam (S1W1) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu pengovenan 60⁰C dengan waktu pengovenan selama 3 jam (S1W2), dan suhu pengovenan 60⁰C dengan waktu pengovenan selama 4 jam (S1W3). Nilai pH tertinggi yaitu 5,55 terdapat pada perlakuan suhu pengovenan 100⁰C dengan waktu pengovenan selama 4 jam (S3W3) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu pengovenan 100⁰C dengan waktu pengovenan selama 2 jam

(S3W1). Nilai rata-rata pH kombinasi keseluruhan yaitu 5,40.

Asap cair batang bambu tabah mampu menurunkan nilai pH dari ikan tongkol. Semakin tinggi konsentrasi asap cair yang ditambahkan, maka akan semakin rendah nilai pH nya. Penurunan nilai pH disebabkan oleh penyerapan senyawa asam seperti asetat dan asam formiat pada asap cair, sementara pH asap cair batang bambu tabah yang dihasilkan adalah sebesar 3,6. Nilai pH yang rendah dapat mempengaruhi kualitas ikan olahan yang dihasilkan. Hasil penelitian dari Suprayitno et al. (2000), menunjukkan bahwa asap cair dari kayu akasia mempunyai asam organik tinggi sehingga menjadikan penurunan pH pada ikan belut asap. Sementara Martinez et al. (2007), menyebutkan penguapan yang terjadi pada ikan asap menyebabkan penurunan pH karena penyerapan senyawa asam yang terkandung pada asap dan reaksi antara fenol, polifenol dengan senyawa karbonil pada protein.

Kadar Air

Kadar air bahan pangan merupakan jumlah air yang terkandung pada bahan tersebut, serta sangat berpengaruh pada mutu dan keawetan pangan. Air merupakan komponen terbanyak yang terdapat di dalam daging ikan (Hadiwiyoto, 1993). Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Analisis kadar air bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pengovenan dan lama pengovenan ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah terhadap perubahan kadar air pada produk ikan tongkol olahan. Nilai rata-rata kadar air ikan tongkol olahan dari berbagai kombinasi perlakuan disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2

Nilai rata-rata kadar air ikan tongkol olahan pada berbagai perlakuan suhu dan lama pengovenan.

W1     W2     W3    Rata-rata

Si

69.03a

67.14b

65.36c

67.18

S2

66.71b

63.58d

60.54e

63.61

S3

64.54cd

60.33e

58.06f

60.98

Ket : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P˃0,05).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengovenan, perlakuan waktu pengovenan dan kombinasi kedua perlakuan berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap kadar air ikan

tongkol olahan yang dihasilkan. Tabel 2 menunjukkan kadar air ikan tongkol olahan yang dihasilkan berkisar antara 58,06% sampai 69,03%. Nilai kadar air terendah yaitu 58,71% terdapat pada perlakuan suhu pengovenan 100⁰C dengan waktu pengovenan selama 4 jam (S3W3). Nilai kadar air tertinggi yaitu 69,03% terdapat pada perlakuan suhu pengovenan 60⁰C dengan waktu pengovenan selama 2 jam (S1W1). Nilai rata-rata kadar air kombinasi keseluruhan yaitu 63,92%.

Gambar 2. Pengaruh Suhu dan Lama Pengovenan Terhadap Kadar Air Ikan Tongkol Olahan.

Penggunaan asap cair dapat menyebabkan terjadinya kehilangan air pada produk (Leroi dan Joffraud 2000). Gomez-Guillen et al. (2003) menyatakan bahwa tingkat keasaman asap cair dapat menyebabkan ketidaklarutan protein daging, sehingga berakibat pada keluarnya air dari daging ikan. Semakin tingginya konsentarsi asap cair yang ditambahkan maka jumlah asap cair yang meresap kedalam daging ikan akan meningkat. Meresapnya asap cair kedalam daging ikan menyebabkan air bebas di dalam daging ikan akan terdesak keluar sehingga kadar air pada ikan menjadi berkurang.

Pemasakan dalam oven jelas memperlihatkan bahwa jumlah kehilangan air meningkat seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu pengovenan. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Riansyah et al. (2013) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan lamanya waktu pengeringan yang diberikan, memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kecepatan perpindahan air ikan asin sepat siam.

Standar kadar air ikan tongkol asap yang ditetapkan oleh SNI 2725.2.2009 adalah maksimal 60%. Hasil nilai rata-rata kadar air yang diperoleh pada setiap perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan yang memenuhi standar kadar air ikan tongkol asap menurut SNI yaitu perlakuan suhu pengovenan 100⁰C dengan waktu pengovenan selama 4 jam (S3W3) yaitu 58,06%.

Kadar Abu

Kadar abu merupakan parameter nilai gizi suatu bahan produk yang dihasilkan oleh komponen zat organik yang terdapat di dalam ikan. Menurut Sudarmadji et al. (2003), kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam bahan dapat berupa dua macam garam, yaitu garam organik dan anorganik. Komponen mineral dalam bahan dapat ditentukan jumlahnya dengan cara menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut. Nilai rata-rata kadar abu ikan tongkol olahan dari berbagai kombinasi perlakuan disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 3.

Tabel 3

Nilai rata-rata kadar abu ikan tongkol olahan pada berbagai perlakuan suhu dan lama pengovenan.

V1    V2   V3

Rata-rata

Si

1.14h 1.26g 1.39e

1.26

S2

1.26g 1.36f 1.45d

1.35

S3

1.51c 1.59b 1.69a

1.59

Rata-rata

1.30   1.40   1.51

1.40

Ket : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P˃0,05).

Gambar 3. Pengaruh Suhu dan Lama Pengovenan Terhadap Kadar Abu Ikan Tongkol Olahan.

menggunakan asap cair sekam padi adalah 2,38%, sementara penelitian Agbabiaka et al. (2012), ikan manyung asap (Arius thallasinus) yang di asap selama 4 jam memiliki kadar abu sebesar 2,34%. Kenaikan nilai kadar abu pada ikan akan terus berlangsung dengan semakin besarnya suhu dan semakin lamanya waktu pengovenan.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan waktu pengovenan mengakibatkan nilai kadar abu pada ikan akan semakin banyak, berbanding terbalik dengan kadar air yang semakin menurun. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Asrawaty, (2011) yang menyatakan bahwa peningkatan kadar abu ini terjadi karena semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu pengeringan maka akan semakin banyak air yang teruapkan dari bahan yang dikeringkan. Sesuai dengan pernyataan Sudarmadji et al. (1997), kadar abu tergantung pada jenis bahan, cara pengabuan, waktu dan suhu yang digunakan saat pengeringan.

Kadar Protein

Protein daging ikan tongkol olahan merupakan komponen terbesar kedua dalam jumlahnya setelah kadar air. Hadiwiyoto (1993) menyebutkan bahwa protein ikan merupakan komponen terbesar dalam jumlahnya setelah air dan merupakan bagian yang sangat berguna bagi manusia. Nilai rata-rata kadar protein ikan tongkol olahan dari berbagai kombinasi perlakuan disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 4.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengovenan, perlakuan waktu pengovenan dan kombinasi kedua perlakuan berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap kadar abu ikan tongkol olahan yang dihasilkan. Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar abu ikan tongkol olahan yang dihasilkan berkisar antara 1,14% sampai 1,69%. Nilai kadar abu terendah yaitu 1,14% terdapat pada perlakuan suhu pengovenan 60⁰C dengan waktu pengovenan selama 2 jam (S1IV1). Nilai kadar abu tertinggi yaitu 1,69% terdapat pada perlakuan suhu pengovenan 100⁰C dengan waktu pengovenan selama 4 jam (S3V3). Nilai rata-rata kadar abu kombinasi keseluruhan yaitu 1,40%. Penelitian Swastawati, F. (2007), kadar abu ikan kembung asap


Gambar 4. Pengaruh Suhu dan Lama Pengovenan Terhadap Kadar Protein Ikan Tongkol Olahan.


Tabel 4

Nilai rata-rata kadar protein ikan tongkol olahan pada berbagai perlakuan suhu dan lama pengovenan.

V

V2

V3

Rata-rata

Si

5.95h   8.88f   11.44d 8.76

S2

7.85g

10.36e

13.74c

10.65

S3

10.47e

14.39b

18.29a

14.38

Rata-rata

8.09

11.21

14.49

11.26

Ket : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris dan kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P˃0,05).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan, perlakuan waktu pemanasan dan kombinasi kedua perlakuan berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap kadar protein ikan tongkol olahan yang dihasilkan. Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar protein ikan tongkol olahan yang dihasilkan berkisar antara 5,95% sampai 18,29%. Nilai kadar protein terendah yaitu 5,95% terdapat pada perlakuan suhu pemanasan 60⁰C dengan waktu pemanasan selama 2 jam (S1W1). Nilai kadar protein tertinggi yaitu 18,29% terdapat pada perlakuan suhu pemanasan 100⁰C dengan waktu pemanasan selama 4 jam (S3W3). Nilai rata-rata kadar protein kombinasi keseluruhan yaitu 11,26%. Berdasarkan penelitian Ekpenyong et al, (2012) menyebutkan bahwa kandungan protein pada African catfish (Clarias gariepenus) asap menggunakan smooking kiln sebesar 10,95%.

Kadar protein sangat berhubungan erat dengan kadar air suatu produk. Meningkatnya nilai protein diikuti dengan menurunnya kadar air produk. Hal itu juga diperkuat oleh pernyataan Sebranek (2009) yang menyatakan bahwa tinggi atau rendahnya nilai protein yang terukur dapat dipengaruhi oleh besarnya kandungan air yang hilang dari bahan. Nilai protein akan semakin besar jika jumlah air yang hilang semakin besar. Winarno dalam Marabessy (2007), dengan berkurangnya kadar air, maka bahan pangan akan meningkatkan senyawa-senyawa seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi. Sejalan dengan pernyataan Adawyah (2007) yang menyatakan bahwa kadar air yang mengalami penurunan akan mengakibatkan kandungan protein di dalam bahan mengalami peningkatan. Penggunaan panas dalam pengolahan bahan pangan dapat menurunkan persentase kadar air yang mengakibatkan persentase kadar protein meningkat. Hubungan konsentrasi asap cair terhadap nilai protein ialah, semakin tinggi konsentrasi asap cair yang diberikan maka akan semakin meningkatkan kadar protein. Hal tersebut disebabkan karena turunnya kadar air pada produk, sehingga akan mempengaruhi dalam persentasi jumlah protein.

Evaluasi Sensori

Evaluasi sensori ikan tongkol olahan dilakukan dengan uji skoring dan uji hedonik. Uji skoring dilakukan terhadap warna, tekstur, rasa, dan aroma, sedangkan uji hedonik dilakukan terhadap penerimaan keseluruhan. Nilai rata-rata uji skoring dan hedonik dapat dilihat pada Tabel 5.

Produk yang disajikan kehadapan panelis merupakan ikan tongkol olahan hasil penelitian. Warna, aroma, tekstur, dan rasa dari ikan tongkol olahan terbentuk dari reaksi gugus karbonil yang terkandung dalam asap cair bereaksi dengan protein dan lemak tubuh

ikan. Komponen karbonil utama dalam asap cair yang berperan penting adalah senyawa fenol yang juga berperan sebagai antioksidan. Hal ini di dukung oleh Kostyra and Pikielna (2006) yang menyatakan bahwa senyawa karbonil dan fenol maupun turunannya berkontribusi dalam menentukan warna, aroma, dan rasa yang khas pada produk yang diasap. Menurut Simko (2005), beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas produk ikan asap diantaranya yaitu yang berhubungan dengan proses pengasapan, seperti jenis asap cair yang digunakan, komposisi asap cair, suhu, dan kelembaban.

Tabel 5

Nilai rata-rata uji skoring dan hedonik warna, tekstur, aroma, rasa, penerimaan keseluruhan ikan tongkol olahan.

Sampel

Nilai Rata-Rata Evaluasi Sensori

Warna Aroma Tekstur Rasa P. Kes

S1W1

2,61*

3,1 Ic

2,33*

2,78'

2,28f

S1W7

3,44*

4,33*b

2,78*

3,28d

2,83'

SiW3

3,06*

4,1 Pb

3,22*

3 3 Ljcd

3,17d'

^W1

3,72*

3,94b

3,89*

3,S3b'

3,39cd

S7W7

4,06*

4,17*b

4,06*

4,44*

4,22b

S7W3

4,1 P

4.56*

4,28*

4.2 Sab

3,72'

S3W1

4,17*

4,06*b

4,39*

4,72*

4,56*b

S3W7

4,33*

4,22*b

4,50*

4,33*

4,78*

S3W3

3,94*

4,28*b

4,72*

4,50a

4,39*b

Ket : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P˃0,05).

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan waktu pengovenan pada ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah berpengaruh nyata (P˂0,05), namun faktor suhu dan waktu pengovenan tidak berinteraksi (P˃0,05) terhadap nilai uji skoring warna ikan tongkol olahan. Hasil Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi warna ikan tongkol olahan diperoleh pada perlakuan suhu pengovenan 100oC (S3) dengan waktu pengovenan selama 3 jam (W2) yaitu sebesar 4,33. Sedangkan nilai terendah warna ikan tongkol olahan diperoleh pada perlakuan suhu pengovenan 60oC (S1) dengan waktu pengovenan selama 2 jam (W1) yaitu sebesar 2,61. Warna coklat dihasilkan dari reaksi fenol dengan oksigen di udara (Cardinal et al. 2006). Hal tersebut di dukung juga oleh Hadiwiyoto et al. (2000) yang menyatakan bahwa senyawa fenol juga berkontribusi pada warna coklat produk ikan asap.

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan waktu pengovenan pada ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah dan interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata (P˂0,05)

terhadap nilai uji skoring aroma ikan tongkol olahan. Hasil Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji skoring aroma ikan tongkol olahan diperoleh pada perlakuan suhu pengovenan 80oC (S2) dengan waktu pengovenan selama 4 jam (VZ3) yaitu sebesar 4,56. Sedangkan nilai terendah uji skoring aroma ikan tongkol olahan diperoleh pada perlakuan suhu pengovenan 60oC (S1) dengan waktu pengovenan selama 2 jam (JV1) yaitu sebesar 3,11. Aroma yang dihasilkan disebabkan oleh reaksi kimia antara ikan dan komponen kimia dalam asap cair. Semakin tinggi konsentrasi asap cair yang diberikan, maka aroma asap akan semakin meningkat dan ikan yang baru mengalami proses pengasapan memiliki aroma asap yang lembut sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk (Martinez et al. 2007). Hal itu didukung oleh Hadiwiyoto et al. (2000) yang menyatakan bahwa golongan fenol pada asap cair mampu memberikan bau asap.

Tekstur

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan waktu pengovenan pada ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap nilai uji skoring tekstur dari ikan tongkol olahan, namun suhu dan waktu pengovenan tidak berinteraksi (P˃0,05) terhadap nilai uji skoring tekstur ikan tongkol olahan. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji skoring tekstur diperoleh pada perlakuan suhu pengovenan 100oC (S3) dengan waktu pengovenan selama 4 jam (JV3) yaitu sebesar 4,72. Sedangkan nilai terendah uji skoring tekstur diperoleh pada perlakuan suhu pengovenan 60oC (S1) dengan waktu pengovenan selama 2 jam (IV1) yaitu sebesar 2,33. Tekstur yang dihasilkan terhadap ikan tongkol olahan dipengaruhi oleh suhu dan waktu pengovenan yang berbeda, dimana semakin besar suhu dan semakin lama waktu pengovenan akan menghasilkan tekstur yang semakin keras pada ikan tongkol olahan.

Tekstur yang dihasilkan dari setiap perlakuan memiliki nilai yang berbeda beda. Penyebabnya karena kandungan air dalam daging ikan, suhu dan lama pengovenan, sehingga tekstur pada ikan tongkol olahan terasa cukup kering atau kurang kering, padat dan kompak pada parameter tekstur. Menurut Purnomo (1995), menjelaskan bahwa kadar air dan aktivitas air dalam bahan pangan sangat besar peranannya terutama dalam menentukan tekstur bahan pangan. Hal ini didukung oleh Simko (2005) menyatakan selama pengasapan berlangsung, terjadi fluktuasi suhu yang tinggi sehingga menyebabkan kadar airnya berkurang dan menghasilkan tekstur menjadi lebih keras, sebaliknya bila kadar air tinggi menyebabkan tekstur menjadi lebih lunak. Sesuai dengan penelitian Dadik (2006) menyatakan bahwa

semakin rendah kadar air yang terdapat dalam dendeng seiring meningkatnya suhu maka produk dendeng tersebut semakin renyah.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor suhu pada ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah dan interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap nilai uji skoring rasa ikan tongkol olahan. Hasil Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji skoring rasa diperoleh pada perlakuan suhu pengovenan 100⁰C (S3) dengan waktu pengovenan selama 2 jam (JV1) yaitu sebesar 4,72. Sedangkan nilai terendah uji skoring rasa diperoleh pada perlakuan suhu pengovenan 60oC (S1) dengan waktu pengovenan selama 2 jam (JV1) yaitu sebesar 2,78. Rasa khas yang dihasilkan pada produk menunjukkan rasa gurih serta khas ikan asap. Winarno (2004) menyatakan bahwa rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia dan konsentrasi asap cair. Menurut Yulstiani (2008), citarasa spesifik yang dimiliki produk hasil pengasapan dihasilkan dari senyawa fenol yang diserap permukaan produk.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan waktu pengovenan pada ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah dan interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata (P˂0,05) terhadap nilai uji hedonik penerimaan keseluruhan produk ikan tongkol. Hasil Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji hedonik penerimaan keseluruhan diperoleh pada perlakuan suhu pengovenan 100oC (S3) dengan waktu pengovenan selama 3 jam (JV2) yaitu sebesar 4,78 (sangat suka). Sedangkan nilai terendah uji hedonik penerimaan keseluruhan diperoleh pada perlakuan suhu pengovenan 60oC (S1) dengan waktu pengovenan selama 2 jam (JV1) yaitu sebesar 2,28 (tidak suka). Nilai uji hedonik penerimaan keseluruhan baik dari segi warna, tekstur, rasa, dan aroma menunjukkan bahwa ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair batang bambu tabah menghasilkan produk akhir ikan tongkol olahan yang dapat diterima oleh panelis.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai bahwa suhu pengovenan berpengaruh nyata terhadap pH, kadar air, kadar abu, protein, warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan secara keseluruhan. Semakin tinggi suhu pengovenan mengakibatkan peningkatan terhadap kadar abu, kadar protein, warna, tekstur,

rasa, namun mengakibatkan penurunan terhadap pH dan kadar air.

Waktu pengovenan berpengaruh nyata terhadap pH, kadar air, kadar abu, protein, warna, aroma, tekstur, dan penerimaan keseluruhan dan tidak berpengaruh terhadap rasa. Semakin tinggi waktu pengovenan mengakibatkan peningkatan terhadap kadar abu, kadar protein, warna, tekstur, rasa, namun mengakibatkan penurunan terhadap pH dan kadar air.

Kombinasi perlakuan suhu dan waktu pengovenan berpengaruh nyata terhadap pH, kadar air, kadar abu, protein, aroma, rasa, penerimaan keseluruhan dan tidak berpengaruh terhadap warna, tekstur. Suhu pengovenan 100⁰C dan waktu pengovenan selama 4 jam menghasilkan ikan tongkol olahan terbaik, yaitu pH 5,55, kadar air 58,06%, kadar abu 1,69%, kadar protein 18,29%, warna 3,94, aroma 4,28, tekstur 4,72, rasa 4,5, dan penerimaan keseluruhan 4,39.

Saran

Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengukuran nilai TVB (Total Volatile Base), nilai TPC (Total Plate Count) dan mengenai masa simpan ikan tongkol hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Afrianto, E & Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta : Kanisius.

Agbabiaka, L. A., Amadi A. S., Madubuko, C. U. Nwanko, F.C., and Ojukannaiye A. S. 2012. Assessment of nutrients and sensory qualities of brine pre – treated catfish smoked with two different woods. African Journal pf Food Science Vol. 6 (7). 245-248.

Anonimous. 1995. Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington D.C.

Asrawaty. 2011. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung pandan. Jurnal KIAT Edisi Juni. Universitas Alkkhairaat. Palu.

Astawan, Made. (2004). Ikan Yang Sedap Dan Bergizi. Solo: Tiga Serangkai.

Badan    Standardisasi   Nasional. 2006. Uji

Organoleptik Ikan Tongkol Asap. SNI 01.2346.2006. Jakarta : BSN.

Badan Standardisasi Nasional. 2009. Spesifikasi Ikan Asap. SNI 2725. 2: 2009. Jakarta : BSN.

Cardinal, M., Cornet, J., Serot, T., Baron, R. 2006. Effects of the smoking process on odour characteristics of smoked herring (Clupea harengus) and relationship with phenolic compound content. Food Chemistry: 137-146.

Dadik. 2006. Pengaruh Waktu Curing (Perendaman dalam Larutan Bumbu) Terhadap Mutu Dendeng Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Selama Penyimpanan. Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Darmadji, P., Supriyadi, dan Hidayat, C. 1999. Produksi asap rempah cair dan limbah padat rempah dengan cara pirolisa. Agritech. 19 (1): 11–15.

Diatmika, I Gusti Ngurah Agung Yogi Angga. 2019. Karakteristik Asap Cair Batang Bambu Tabah (Gigantochloa   nigrociliata    Buse-Kurs)

Dengan Proses Pirolisis Pada Suhu Yang Berbeda. Jimbaran Bali Udayana.

Ekpenyoung, E., C. O. Ibok. 2012. Effect of smoking, salting and frozen-storage on the nutrient composition of the african catfish (Clarias gariepinus). Journal of Food, Agriculture and Environment Vol. 10 (1): 64-66.

Gómez-Guillén, M. C., Montero, P., Hurtado, O., & Borderias, A. J. (2003). Biological characteristics affect the quality of farmed Atlantic salmon and smoked muscle. Journal of Food Science, 65(1), 53-60.

Hadiwiyoto. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty. Yogyakarta.

Hadiwiyoto, Suwedo., Sri Naruki., Sri Satyanti., Hastini Rahayu., dan Diana Riptakasari. 2000. Perubahan kelarutan protein, kandungan lisin (Available), metionin, dan histidin bandeng presto selama penyimpanan dan pemasakan ulang. Agritech Vol. 19. No. 2. Universitas Gajahmada. Yogyakarta:78-82.

Karseno, K., Darmadji, P., & Rahayu, K. (2002). Daya hambat asap cair kayu karet terhadap bakteri pengkontaminan lateks dan ribbed smoke sheet. Agritech, 21(1), 10-15.

Kencana, P. K. D., Widia, W. dan Antara, N. S. 2012. Praktek Baik Budi Daya Bambu Rebung Tabah (Gigantochloa Nigrociliata Buse-Kurz), pp. 1–69.

Kostyra, Eliza and Pikielna, Nina Barylko. 2006. Volatiles composition and flavour profile identity of smoke flavourings. Food Qualty and Preference 17. Pp 85-95.

Leroi, F., & Joffraud, J. J. (2000). Salt and smoke simultaneously affect chemical and sensory quality of cold-smoked salmon during 5 C storage predicted using factorial design. Journal of food protection, 63(9), 1222-1227.

Marabessy, I. 2007. Produksi Asap Cair dari Limbah Pertanian dan Penggunaannya dalam Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affanis) Asap. [Tesis]. IPB. Bogor.

Martinez, O., J. Salmeron, M.D. Guillen and C. Casas. (2007). Textural and physicochemical changes in salmon (Salmo salar) treated with commercial liquid smoke flavourings. Food Chemistry. 100. 498-503.

Muratore, G., Mazzaglia, A., Lanza, C., & Licciardello, F. (2007). Effect of process variables on the quality of swordfish fillets flavored with smoke condensate. Journal of Food Processing and Preservation, 31(2), 167177.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawet Pangan. UI-Press. Jakarta.

Riansyah, Agus Supriadi*, Rodiana Nopianti., 2013. Pengaruh Perbedaan Suhu dan Waktu Pengeringan Terhadap Karakteristik Ikan Asin Sepat Siam (Ttrichogaster Pectoralis) dengan Menggunakan Oven. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas   Pertanian.

Universitas Sriwijaya Indralaya Ogan Hilir.

Sastrosupadi. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius. Malang. 276p.

Sebranek, J. 2009. Basic Curing Ingredients. Di dalam: Tarte R, editor. Ingredients in Meat Product. Properties, Functionality and Applications. New York: Springer Science. Page 1-24.

Simko P. 2005. Factors affecting elimination of polycylic aromatic hydrocarbons from smoked meat foods and liquid smoke flavourings: a

review of molecular nutrition. Food Research 49:637-647.

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta. 171 hlm.

Sulistijowati R., Djunaedi O., Nurahajati J., Afrianto E., Udin Z., 2011. Mekanisme Pengasapan., UNPAD PRESS., pdf., 13/06/2019/2:42pm., http://respository.

iung.ac.id/get/karyailmiah/240/mekanisme-pengasapan-ikan.pdf.

Suprayitno, Eddy., T.J. Moejiharto, dan Wahyu Prasetya. 2000. Kualitas ikan sidat (Anguilla bicolor) asap dengan presentase garam dan kayu penghasil asap yang berbeda. Jurnal Makanan Tradisional Indonesia: 41-45.

Sutanaya, Nyoman Try Atmajaya. 2018. Aplikasi Penggunaan Asap Cair Terhadap Daya Awet Fillet Ikan Tuna. Jimbaran Bali Udayana.

Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein. Processing Technology Applied Science, London.

Swastawati, F. 2007. Pengasapan Ikan Menggunakan Liquid Smoke. Universitas Diponegoro. Semarang. 75 hlm.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

166