Tingkat Erodibilitas Tanah pada Budidaya Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dengan Berbagai Jenis Mulsa Plastik dan Jerami
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta Volume 8, Nomor 1, April 2020
Tingkat Erodibilitas Tanah pada Budidaya Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dengan Berbagai Jenis Mulsa Plastik dan Jerami
The Level of Soil Erodibility in Cultivating Tomatoes (Lycopersicon esculentum Mill.) with Various Types of Plastic Mulch and Straw
I Muna Bhaskara, I Wayan Tika*, I Made Anom S. Wijaya
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*email: [email protected]
Abtrak
Erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah untuk tererosi, semakin tinggi nilai erodibilitas suatu tanah semakin mudah tanah tersebut tererosi. Salah satu cara untuk mengurangi laju erosi dengan cara menutup permukaan tanah dengan mulsa. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menentukan tingkat erodibilitas tanah pada berbagai jenis mulsa plastik dan jerami yang ditanami tanaman tomat dan 2) menentukan jenis mulsa yang memberikan tingkat terendah pada erodibilitas tanah yang ditanami tanaman tomat. Rancangan dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan yang terdiri dari tanaman tomat yang ditanam tanpa mulsa, tanaman tomat yang ditanam menggunakan mulsa plastik hitam, tanaman tomat yang ditanam menggunakan mulsa plastik perak, tanaman tomat yang ditanam menggunakan mulsa plastik transparan dan tanaman tomat yang ditanam menggunakan jerami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tanpa mulsa dan perlakuan dengan jerami mempunyai nilai erodibilitas yang lebih tinggi dari awal budidaya, sedangkan perlakuan dengan menggunakan plastik hitam dan dengan menggunakan plastik perak mempunyai nilai erodibilitas yang lebih rendah dari awal budidaya. Pada perlakuan dengan mulsa transparan tidak mengalami perubahan nilai erodibilitas. Masing – masing perlakuan mempunyai nilai yang berbeda tetapi memiliki tingkat kategori yang sama yaitu sangat tinggi. Jenis mulsa yang memiliki nilai paling rendah adalah mulsa plastik perak dengan nilai erodibilas 0,58 pada awal budidaya dan 0,55 pada tiga bulan usia tanam.
Kata kunci: erodibilitas tanah, budidaya tomat, mulsa.
Abtract
A Erodibility of the soil is the sensitivity of the soil to erosion, the higher erodibility value of the soil the easier the soil erodes. One way to reduce the rate of erosion is by covering the soil with mulch. The purpose of this study were 1) to determine the level of soil erodibility in various types of plastic mulch and straw planted with tomato plants, and 2) to determine the type of mulch that gives the lowest level of soil erodibility planted with tomato plants. The design in this study used a Completely Randomized Design with treatment consisting of tomato plants planted without mulch, tomato plants planted using black plastic mulch, tomato plants planted using silver plastic mulch, tomato plants planted using transparent and tomato plants planted using straw. The results showed that treatment without mulch and treatment with straw had a higher erodibility value than the beginning of the cultivation. While treatment using black plastic and using silver plastic had a lower erodibility value than the initial cultivation. In treatment with transparent mulch there was no change in the value of erodibility. Each treatment had different values but had the same level of category, which was very high. The type of mulch who had the lowest value was the treatment silver plastic mulch with an erodibilitas value of 0,58 at the beginning of cultivation and 0,55 at three months of planting age.
Keyword: soil erodibility, tomato cultivation, mulch.
PENDAHULUAN
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonom tinggi. Tomat dapat tumbuh dan berproduksi baik d dataran tinggi maupun dataran rendah, serta tahan terhadap gangguan bakteri dan penyakit busuk. Tanaman tomat mampu memproduksi sampa
mencapai 40 t/ha (Hilman dan Suwandi, 1989). Menurut Darkam et al. (1995), tanah yang cocok pada budidaya tanaman tomat adalah tanah yang gembur, porus (butiran-butiran halus), subur dan tanah liat yang sedikit mengandung pasir dan pH 5-6.
Tanah berperan penting untuk kehidupan tanaman sebagai media untuk pertumbuhan tanaman dan
tempat tersedianya unsur hara dan air. Apabila fungs tanah tidak berperan dengan baik akibat pola penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, maka tanah dikatakan mengalam kerusakan atau degradasi. Salah satu proses kerusakan atau degradasi tanah yang umum terjadi d Indonesia adalah erosi. Erosi adalah perkiraan jumlah tanah yang hilang pada suatu lahan, bila pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Peristiwa erosi dikendalikan oleh tenaga eksogen melalui agen-agen geomorfologi, walaupun dikerjakan oleh tenaga eksogen namun peristiwa erosi tidak terlepas dar pengaruh faktor-faktor lain, salah satu diantaranya adalah erodibilitas tanah (Hardjowigeno et al, 2007).
Erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah untuk tererosi, semakin tinggi nilai erodibilitas suatu tanah semakin mudah tanah tersebut tererosi. Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik dan permeabilitas (Arsyad, 2006). Faktor erodibilitas tanah menunjukkan resistens partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportas partikel-partikel tanah oleh adanya energi kinetik air hujan (Asdak, 2002). Salah satu cara untuk mengurangi laju erosi dengan cara menutup permukaan tanah dengan mulsa, mulsa digunakan untuk mengurangi laju erosi dengan cara merendam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan sehingga mempercepat daya resap aliran permukaan. Mulsa adalah bahan penutup tanah disekitar tanaman untuk menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan peningkatan hasil tanaman (Kadarso, 2008). Secara umum terdapat dua macam jenis mulsa yaitu mulsa anorganik dan mulsa organik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat erodibilitas tanah pada berbagai jenis mulsa plastik dan jerami yang ditanami tanaman tomat dan untuk menentukan jenis mulsa yang memberikan tingkat terendah pada erodibilitas tanah yang ditanami tanaman tomat.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Subak Suala, Desa Jegu, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan dan Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan pada Agustus sampai dengan November 2018.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian in adalah tanah, benih tomat, pupuk kompos dosis 3
kg/m2, plastik mulsa berwarna hitam, perak dan transparan (merk kuda 100 cm x 500 cm x 0,35 mm), jerami, bahan kimia yang digunakan dalam analisis laboratorium yaitu H2O2 30%, HC1 0,4 N, Aquades, Alkohol dan Na4P2O7 5%.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah ring sampel, pisau, cangkul, alumunium foil, handtraktor, koran dan alat tulis. Untuk peralatan laboratorium seperti timbangan analitik, oven, corong, gelas ukur, erlenmeyer, pottray, labu ukur, pipet volum, kertas saring, alat penetapan permeabilitas, hot plate, ayakan, bak air, mixer tabung 1000 ml, pipet, tin, cawan, desikator, kompor, oven muffle dan lain sebagainya.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan yang terdiri atas: T0 : Tanaman tomat yang ditanam tanpa mulsa., T1 : Tanaman tomat yang ditanam menggunakan mulsa plastik hitam,
T2 : Tanaman tomat yang ditanam menggunakan mulsa plastik perak,
T3 : Tanaman tomat yang ditanam menggunakan mulsa plastik transparan,
T4 : Tanaman tomat yang ditanam menggunakan jerami,
Dalam penelitian ini setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 7 kali sehingga total jumlah sampel tanah yang akan diambil yaitu sebanyak 35 sampel percobaan.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Lahan
Persiapan lahan untuk budidaya tomat dilakukan melalui beberapa tahapan. Pada tahap pertama sebelum tanah dibajak terlebih dahulu lahan ditaburkan kompos dengan dosis 3 kg/m2, kemudian dibajak dengan menggunakan handtraktor. Selanjutnya tanah dianginkan dan didiamkan terkena sinar matahari. Pengolahan tanah tahap kedua adalah menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah hasil dar proses pembajakan dengan mencangkul dan meratakan tanah. Tahapan terakhir adalah dengan menggemburkan tanah kembali dengan cara mencangkul tanah tipis-tipis. Pada tahapan in sekaligus dilakukan pembentukan bedengan dan parit, bedengan pada penelitian ini mempunya ukuran lebar antara 1 meter, tinggi 30 cm dan panjang 5meter sedangkan pembuatan parit mempunya ukuran lebar 30 cm.
Persemaian
Proses persemaian dilakukan dengan menggunakan benih tomat. Sebelum benih tomat di tebar, terlebih dahulu menyiapkan media tanaman seperti pottray dan tanah. Tempat untuk melakukan persemaian harus teduh terhindari dari paparan sinar matahar lansung. Tanah yang digunakan untuk persemaian menggunakan tanah yang subur dan bebas dar gangguan hama penyakit. Selanjutnya benih tomat ditebar ke media tanah dan setiap satu media tanam berisi dua benih tomat. Setelah itu ditutup dengan koran dan disiram menggunakan air bersih. Kurang lebih 7 hari, koran dibuka dan media pottray dipindah ke tempat pembibitan.
Pembibitan
Pembibitan dilakukan setelah persemaian, tanah kemudian di pindah ke tempat pembibitan menggunakan naungan paranet dan di siram dengan air bersih. Penyiraman dilakukan setiap dua kal sehari yaitu pada pagi hari dan pada sore hari. Setelah berumur 14 hari tanaman dapat ditanam ke lahan yang sudah di persiapkan.
Pemasangan Mulsa
Proses pemasangan mulsa pada bedengan dilakukan dengan cara memotong mulsa sesuai dengan ukuran bedengan, kemudian mulsa dipasang ke bedengan dengan menggunakan potongan bambu sebaga pengikat mulsa. Pada mulsa jerami proses dilakukan dengan cara menaruh jerami kering diatas bedengan.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 30×40 cm. Pada saat pengambilan bibit di pottray dapat menggunakan lidi atau tusuk gigi yang ditusukkan dengan cara miring dan diangkat keatas sehingga bibit akan terangkat keatas. Tempat yang akan ditanami bibit dibuat lubang sesuai panjang akarnya. Setelah ditanam tanaman segera disiram dengan air besih untuk menjaga kelembaban dalam tanah.
Pemeliharaan Tanaman Tomat
Pemeliharaan tanaman tomat dilakukan dengan cara penyiraman, pemupukan dan penyiangan. Proses penyiraman dilakukan secara seragam dengan melakukan penyiraman pada tanaman yang belum berbunga sebanyak 500 ml/tanaman, pada tanaman yang sudah berbunga sebanyak 300 ml/tanaman dan penyiraman dapat dilakukan setiap 2 kali dalam sehari, dengan jarak 10-15 cm dari tanaman. Pemeliharaan selanjutnya adalah pemupukan. Dosis pemupukan dapat dilihat pada Tabel 1. Pemeliharaan selanjutnya adalah penyiangan pada lahan. Penyiangan dilakukan bila di lahan banyak gulma agar tidak menjadi pesaing bagi tanaman tomat untuk mendapatkan unsur hara. Jika dalam jangka waktu yang lama gulma tidak disiangi, maka tanaman tomat
akan menjadi kurus dan kerdil. Penyiangan dilakukan secara berhati-hati agar tidak merusak tanaman tomat.
Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan sebanyak 2 kal dalam 3 bulan pada awal bulan budidaya dan tiga bulan umur tanaman. Pengambilan sampel tanah yang awal dilakukan pada saat tiga hari setelah tanaman tomat ditnanam dan untuk pengambilan sampel yang akhir dilakukan pada saat usia tanaman tiga bulan. Pengambilan sampel tanah yang ditanami tanaman tomat dilakukan dengan cara mengambil 7 sampel tanah pada masing-masing perlakuan, sehingga diperoleh jumlah sampel tanah dari hasil sekal pengambilan sampel adalah 35 sampel. Pada masing-masing titik tanah dibuat lubang hingga kedalaman ± 10 cm. Setelah itu diambil tanah terganggu dan utuh pada masing-masing titik, untuk analisis nilai K hanya dibutuhkan sampel pada lapisan tanah paling atas. Selain itu diambil juga tanah terganggu pada alur-alur (Rill) yang terbentuk disekitar titik lubang yaitu pada kedalaman 0 sampai 10 cm. Tanah terganggu digunakan untuk analisis tekstur dan kandungan bahan organik sedangkan sampel tanah utuh di gunakan untuk analisis permeabilitas.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dalam perhitungan dengan memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan tekstur tanah, struktur tanah, kadar bahan organik, permeabilitas tanah dan erodibilitas tanah.
Analisa Data
Analisis data dilakukan dengan mengkompilasi data perlakuan penanaman terhadap tingkat erodibilitas tanah pada produktivitas tanaman tomat. Data obyektif yang diperoleh kemudian dianalisis tingkat erodibilitas untuk mengetahui adanya perbedaan dar pemberian perlakuan yang dilakukan dan mengetahu hasil perlakuan terbaik. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Miscrosoft Excel.
Parameter yang Diamati
Adapun parameter yang diamati dalam penelitian in diantaranya adalah tekstur tanah, struktur tanah, kadar bahan organik, permeabilitas tanah dan erodibilitas tanah.
Tekstur Tanah
Tanah ditimbang 20 g kering udara dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, lalu ditambahkan 15 ml air dan 15 ml H2O2 30% dan kocok memutar dengan tangan. Kemudian sampel tanah dibiarkan semalam dan apabila buihnya banyak ditempatkan dalam bak air dan tambahkan alkohol. Sampel ditempatkan d atas hot plate atau pemanas dengan suhu rendah dan tambahkan H2O2 30% sedikit demi sedikit sampa
tidak timbul buih. Bila tanah mengandung CaCO3 bebas, tambahkan 45 ml HCl 0,4 N didihkan 60 menit, biarkan mengendap dan lakukan dekantasi. Tambahkan air sampai menjadi ± 300 ml, kemudian tempatkan di atas hot plate dengan menaikkan suhu perlahan-lahan dan didihkan selama 60 menit (untuk menghilangkan H2O2) setelah itu didinginkan. Setelah dingin tambahkan 25 ml larutan Na4P2O7 5% dan didiamkan semalam. Hari berikutnya sampel dikocok dengan pengocok (mixer) selama 5 menit, lalu pasirnya dipisahkan dengan ayakan 0,053 mm. Pasir dioven dengan suhu 105°C sampai konstan. Kemudian filtratnya untuk penentuan debu dan liat. Penentuan debu dan liat dilakukan dengan cara, filtrat hasil saringan tadi dimasukkan ke dalam tabung 1000 ml dan tempatkan diatas meja yang kemudian dikocok sampai semua larutan mengenda dan langsung dipipet sebanyak 20 ml dan catat suhunya. Hasil pemipetan dipindahkan ke tin timbang (sebelumnya tin ditimbang dulu), lalu keringkan dalam oven selama semalam dengan suhu 105°C hal ini menunjukan fraksi 50 μ = Berat B. Setelah itu diamkan jangan sampai kena getaran (suhu No.1 menentukan waktu pemipetan yang kedua). Setelah waktu pemipetan kedua, pipet lagi sebanyak 20 ml masukkan ke dalam tin. Keringkan dalam oven selama semalam dan timbang. Berat ini menunjukkan berat fraksi yang berukuran lebih kecil dari 50 μ = Berat C. Suhu pemipetan kedua dicatat untuk menentukan waktu pemipetan yang ketiga. Setelah tepat waktunya, pipet lagi sebanyak 20 ml (sepert No.2) masukkan dalam tin dan keringkan dalam oven selama semalam.
Berat fraksi ini menunjukkan fraksi yang lebih kecil 2 μ = Berat
Perhitungan :
Liat ( < 2 μ ) = ( D x 50 ) – 0,75 gram = Berat K Debu ( 2 – 20 μ ) = ( C x 50 ) – 0,75 g – K = Berat L Debu ( 20 – 50 μ ) = ( B x 50 ) – 0,75 – K – L = Berat M
Pasir ( 50 – 2000 μ ) = Berat A
0,75 g = Koreksi untuk agent dispersi Berat sampel = K + L + M +A
Jumlah Proporsi (%) dari praksi, dihitung dengan : % Liat ( < 2 μ ) = K/berat sampel x 100%
% Debu ( 2 - 20 μ ) = L/berat sampel x 100%
% Debu ( 20 - 50 μ ) = M/berat sampel x 100%
% Pasir ( 50 - 2000 μ ) = A/berat sampel x 100%
Struktur Tanah
Struktur tanah dilakukan dengan mengamati d lapangan secara langsung bentuk dan ukurannya, selanjutnya dibedakan menjadi 4 kelas. Struktur tanah yang telah diamati dicocokan dengan deskripsi yang ada di tabel sehingga diketahui kode strukturnya.
Permeabilitas
Sampel tanah diambil menggunakan ring sampel. Sampel tanah dengan ring sampel direndam dalam air dalam bak perendam sampai setinggi 3 cm dari dasar bak selama 24 jam. Setelah perendaman selesai, sampel tanah dengan ring sampel dipindahkan ke alat penetapan permeabilitas kemudian disambung dengan satu ring sampel lainnya. Pada alat penetapan permeabilitas ditambahkan air secara hati-hat setinggi ring sampel dan dipertahankan tinggi air tersebut. Kemudian dilakukan pengukuran volume air tersebut sebanyak 5 kali, kemudian hasilnya dirata-ratakan. Nilai yang diperoleh kemudian diklasifikasikan sesuai dengan tabel kode permeabilitas profil tanah. Laju permeabilitas tanah dapat diketahui dengan menggunakan rumus.
Perhitungan : K=" x # x &
Keterangan:
K : Permeabilitas tanah (cm/jam)
Q : Banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml)
t : Waktu pengukuran (jam)
L : Tebal contoh tanah (cm)
h : Tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah (cm)
A : Luas permukaan contoh tanah (cm2)
Bahan Organik
Cawan dioven ± 30 menit kemudian dimasukkan kedalam desikator selama ± 15 menit lalu ditimbang. Setelah itu sampel tanah ditimbang masing masing seberat ± 2 gr dan dibakar menggunakan kompor selama ± 15 menit. Sampel yang telah dibakar kemudian dimasukkan kedalam oven muffle dengan suhu 750 °C selama 1 jam. Kemudian sampel dimasukkan kedalam desikator sampai cawan dingin lalu sampel ditimbang.
Perhitungan :
BOT (%) = ((.±(H(.±() x 100% (mr+md)-mr
Keterangan :
mr = Berat cawan kosong
md = Berat tanah kering (sampel kering)
mb = Berat tanah bakar
Erodibilitas Tanah
Nilai erodibilitas tanah ditentukan oleh berbaga faktor. Tekstur berkaitan dengan kapasitas infiltras serta kemudahan tanah untuk terangkut pada saat terjadi erosi. Bahan organik selain menyuburkan tanah juga memperkuat agregat tanah. Struktur merupakan susunan saling mengikat antar butir tanah sehingga semakin kuat struktur maka semakin tahan terhadap erosi. Permeabilitas berkaitan dengan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Dari hasil
pengukuran data tekstur tanah, strukur tanah, bahan organik dan permeabilitas maka dapat dihitung nila erodibilitas tanah dari rumus. Nilai erodibilitas dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Wischmeier dan Smith, 1978).
Perhitungan :
_ 1,292{2,1 M1.14(10-4)(12-a) + 3,25(b-2)+2,5(c-2)}
K =
100
Keterangan:
K : Erodibilitas tanah
M : (Persentase debu dan pasir halus) x (100-persentase liat)
: Nilai bahan organik
: Kode struktur tanah
: Kode kelas permeabilitas penampang tanah
a
b
c
Tabel 1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara pasir, debu dan lempung. Dalam penelitian ini nila tekstur tanah ditentukan dalam analisis laboratorium. Berdasarkan hasil analisa laboratorium, tekstur tanah yang ada di Subak Suala, Desa Jegu, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan termasuk dalam kategori lempung liat berdebu dan lempung. Nila tekstur pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2
Nilai tekstur tanah pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa
Perlakuan |
Awal Budidaya |
Tiga Bulan Setelah Tanam | ||||
Pasir % |
Debu % |
Liat % |
Pasir % |
Debu % |
Liat % | |
Tanpa Mulsa |
19,51 |
49,95 |
30,54 |
21,32 |
48,97 |
29,71 |
Dengan Mulsa Plastik Hitam |
14,81 |
56,62 |
28,57 |
16,10 |
53,76 |
30,14 |
Dengan Mulsa Plastik Perak |
19,35 |
48,50 |
32,15 |
20,24 |
45,34 |
34,42 |
Dengan Mulsa Plastik |
29,44 |
45,14 |
25,42 |
30,22 |
45,34 |
24,44 |
Transparan Dengan Jerami |
31,44 |
43,11 |
25,45 |
29,67 |
45,86 |
24,47 |
Tabel 2
Kategori tekstur tanah pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa
Perlakuan |
Awal Budidaya |
Tiga Bulan Setelah Tanam |
Tanpa Mulsa |
Lempung liat berdebu |
Lempung liat berdebu |
Dengan Mulsa Plastik Hitam |
Lempung liat berdebu |
Lempung liat berdebu |
Dengan Mulsa Plastik Perak |
Lempung liat berdebu |
Lempung liat berdebu |
Dengan Mulsa Plastik Transparan |
Lempung |
Lempung |
Dengan Jerami |
Lempung |
Lempung |
Tabel 1 dan 2 menunjukkan hasil pengamatan tekstur tanah pada masing-masing perlakuan mulai dari awal budidaya hingga tiga bulan setelah tanam mempunya nilai yang berbeda pada setiap perlakuan. Pada awal budidaya perlakuan tanpa mulsa, perlakuan dengan mulsa plastik hitam dan perlakuan dengan mulsa plastik perak memiliki kategori tekstur yang sama yaitu lempung liat berdebu, sedangkan perlakuan dengan mulsa plastik transparan dan perlakuan dengan jerami memiliki kategori tekstur lempung. Pada tiga bulan setelah tanam perlakuan tanpa mulsa, perlakuan dengan mulsa plastik hitam dan perlakuan dengan mulsa plastik perak memiliki kategori tekstur yang sama yaitu lempung liat berdebu, sedangkan perlakuan dengan mulsa plastik transparan dan perlakuan dengan jerami memiliki kategori tekstur lempung. Menurut pendapat Hasibuan (2008) tanah yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan dan mineral menghasilkan partikel-partikel tanah yang mempunyai ukuran yang beraneka ragam dari ukuran
kasar seperti kerikil dan pasir sampai berukuran halus seperti partikel liat.
Struktur Tanah
Struktur tanah dapat dikatakan baik apabila d dalamnya terdapat ruang pori-pori yang baik, yaitu terdapat ruang pori-pori di dalam dan diantara agregat yang dapat terisi air dan udara. Agregat tanah sebaiknya mantap agar tidak mudah hancur oleh adanya gaya dari luar seperti adanya pukulan butir -butir air hujan dan aliran permukaan. Pengamatan struktur tanah dalam penelitiaan ini langsung dilakukan di lapangan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur tanah di Subak Suala, Desa Jegu, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan berkisar dari granuler sedang hingga kasar. Nila struktur tanah pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3 menunjukkan hasil pengamatan struktur tanah pada masing-masing perlakuan mulai dari awal budidaya hingga tiga bulan setelah tanam mempunya nilai yang sama pada setiap perlakuan. Pada awal budidaya hingga tiga bulan setelah tanam perlakuan tanpa mulsa, perlakuan dengan mulsa plastik hitam, perlakuan dengan mulsa plastik perak, perlakuan dengan mulsa plastik transparan dan perlakuan dengan jerami memiliki kategori struktur tanah granuler sedang sampai kasar. Hardjowigeno dan Rayes (2005), mengemukakan bahwa perubahan sifat fisik tanah yang mula-mula terjadi pada tanah sawah merupakan akibat pelumpuran. Pelumpuran dilakukan dengan pengolahan tanah dalam keadaan tergenang, ketika tanah dibajak kemudian digaruk
sehingga agregat tanah hancur menjadi lumpur yang sangat lunak.
Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah adalah cepat lambatnya air merembes ke dalam tanah melalui pori-pori tanah baik yang makro maupun yang mikro baik secara vertikal maupun yang secara horizontal. Berdasarkan hasil analisa laboratorium, permeabilitas tanah yang ada di Subak Suala, Desa Jegu, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan mempunyai kecepatan lambat sampai sedang. Nilai rata rata permeabilitas tanah pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 3
Nilai struktur tanah pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa
Perlakuan |
Awal Budidaya |
Tiga Bulan Setelah Tanam |
Tanpa Mulsa Dengan Mulsa Plastik Hitam Dengan Mulsa Plastik Perak Dengan Mulsa Plastik Transparan Dengan Jerami |
Granuler sedang sampai kasar Granuler sedang sampai kasar Granuler sedang sampai kasar Granuler sedang sampai kasar Granuler sedang sampai kasar |
Granuler sedang sampai kasar Granuler sedang sampai kasar Granuler sedang sampai kasar Granuler sedang sampai kasar Granuler sedang sampai kasar |
Tabel 4
Nilai rata rata permeabilitas tanah pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa pada awal budidaya dan pada tiga bulan setelah tanam (cm/jam)
Perlakuan |
Awal Budidaya |
Tiga Bulan Setelah Tanam |
Keterangan |
Tanpa Mulsa |
2,271±0,231 |
2,262±0,265 |
Lambat sampai sedang |
Dengan Mulsa Plastik Hitam |
2,608±0,545 |
2,462±0,545 |
Lambat sampai sedang |
Dengan Mulsa Plastik Perak |
5,583±0,878 |
5,222±1,082 |
Lambat sampai sedang |
Dengan Mulsa Plastik |
3,045±0,001 |
3,045±0,001 |
Lambat sampai sedang |
Transparan Dengan Jerami |
4,352±0,269 |
4,424±0,245 |
Lambat sampai sedang |
Tabel 4 menunjukkan hasil pengamatan permeabilitas tanah pada masing-masing perlakuan dari awal budidaya hingga tiga bulan setelah tanam mempunyai kategori yang sama pada setiap perlakuan. Pada perlakuan tanpa mulsa, perlakuan dengan mulsa plastik hitam dan mulsa plastik perak mempunyai nilai permeabilitas lebih rendah dari awal budidaya, sedangkan perlakuan dengan menggunakan plastik transparan dan jeram mempunyai nilai permeabilitas yang lebih tinggi dar awal budidaya. Dapat dilihat bahwa masing – masing perlakuan mempunyai nilai yang berbeda tetap memiliki tingkat kategori yang sama yaitu lambat sampai sedang. Cepat lambatnya permeabilitas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, tekstur tanah, dan struktur tanah. Tanah - tanah yang bertekstur pasir akan lebih cepat permeabilitasnya
jika dibanding tanah-tanah bertekstur debu dan lempung. Dampak dari cepatnya permeabilitas in adalah berkurangnya aliran permukaan karena air banyak yang terinfiltrasi, sebaliknya tanah-tanah yang bertekstur halus mempunyai permeabilitas yang lambat sehingga menambah besarnya aliran permukaan (Trisnoto, 2008).
Bahan Organik
Bahan organik sangat berpengaruh dalam mempengaruhi sifat fisik tanah diantaranya memperbaiki struktur tanah, meningkatkan agregat tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bahan organik yang berupa ranting tanaman dan sebagian yang belum hancur menutupi permukaan tanah berfungsi sebagai pelindung permukaan tanah dari pukulan langsung air hujan dan sekaligus
menghambat aliran permukaan. Berdasarkan hasil analisa laboratorium, bahan organik yang ada d Subak Suala, Desa Jegu, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan tempat penelitian termasuk
kategori bahan organik sangat rendah. Nilai rata–rata bahan organik pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Nilai rata rata bahan organik pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa
Perlakuan |
Awal Budidaya % |
Tiga Bulan Setelah Tanam % | ||
Tanpa Mulsa |
0,343±0,007 |
Sangat rendah |
0,339±0,005 |
Sangat rendah |
Dengan Mulsa Plastik Hitam |
0,374±0,008 |
Sangat rendah |
0,390±0,005 |
Sangat rendah |
Dengan Mulsa Plastik Perak |
0,310±0,006 |
Sangat rendah |
0,351±0,005 |
Sangat rendah |
Dengan Mulsa Plastik |
0,204±0,006 |
Sangat rendah |
0,411±0,012 |
Sangat rendah |
Transparan | ||||
Dengan Jerami |
0,442±0,006 |
Sangat rendah |
0,469±0,009 |
Sangat rendah |
Tabel 5 menunjukkan hasil pengamatan bahan organik pada masing-masing perlakuan mulai dar awal budidaya hingga tiga bulan setelah tanam mempunyai nilai yang berbeda pada setiap perlakuan tetapi memiliki kategori yang sama. Pada perlakuan mulsa plastik hitam, mulsa plastik perak, mulsa plastik transparan dan jerami mempunyai nilai bahan organik yang lebih tinggi dari awal budidaya, sedangkan perlakuan tanpa mulsa mempunyai nila bahan organik yang lebih rendah dari awal budidaya. Dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan mempunyai nilai yang berbeda tetapi memilik tingkat kategori yang sama yaitu sangat rendah. Menurut Kartasapoetra (2005), bahwa negara Indonesia terkenal sebagai daerah beriklim tropis, dalam hal ini faktor yang paling besar pengaruhnya ialah curah hujan dan temperatur. Temperatur
optimum di daerah beriklim tropis ini sangat mampu mempercepat terjadinya pelapukan bahan organik yang ada pada tanah menjadi humus yang kemudian membentuk mineral mineral dan mineral ini pun pada saat berlangsungnya hujan akan terhanyutkan oleh aliran air permukaan.
Erodibilitas Tanah
Berdasarkan hasil analisa tekstur tanah, struktur tanah, permeabilitas tanah dan bahan organik dapat diketahui erodibilitas tanah yang ada di Subak Suala, Desa Jegu, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan tempat penelitian adalah termasuk kriteria erodibilitas tanah sangat tinggi. Nilai erodibilitas tanah pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6
Nilai erodibilitas tanah pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa pada awal budidaya
Perlakuan |
Erodibilitas Tanah (K) |
Keterangan |
Tanpa Mulsa |
0,60 |
Sangat tinggi |
Dengan Mulsa Plastik Hitam |
0,63 |
Sangat tinggi |
Dengan Mulsa Plastik Perak |
0,58 |
Sangat tinggi |
Dengan Mulsa Plastik Transparan |
0,70 |
Sangat tinggi |
Dengan Jerami |
0,68 |
Sangat tinggi |
Tabel 7
Nilai erodibilitas tanah pada tanah yang ditanami tanaman tomat dengan berbagai jenis mulsa pada tiga bulan setelah tanam
Perlakuan |
Erodibilitas Tanah (K) |
Keterangan |
Tanpa Mulsa |
0,63 |
Sangat tinggi |
Dengan Mulsa Plastik Hitam |
0,61 |
Sangat tinggi |
Dengan Mulsa Plastik Perak |
0,55 |
Sangat tinggi |
Dengan Mulsa Plastik Transparan |
0,70 |
Sangat tinggi |
Dengan Jerami |
0,69 |
Sangat tinggi |
Tabel 6 dan 7 menunjukkan hasil pengamatan erodibilitas tanah pada masing-masing perlakuan mulai dari awal budidaya hingga tiga bulan setelah
tanam mengalami perubahan nilai erodibilitas tanah. Pada perlakuan tanpa mulsa dan perlakuan dengan jerami mempunyai nilai erodibilitas yang lebih tingg
dari awal budidaya, sedangkan perlakuan dengan menggunakan plastik hitam dan dengan menggunakan plastik perak mempunyai nila erodibilitas yang lebih rendah dari awal budidaya. Pada perlakuan dengan mulsa transparan tidak mengalami perubahan nilai erodibilitas. Dapat dilihat bahwa masing – masing perlakuan mempunyai nila yang berbeda tetapi memiliki tingkat kategori yang sama yaitu sangat tinggi. Berdasarkan perbedaan nila erodibilitas yang terjadi selama penelitian belum ada berpengaruh terhadap tingkat kategori erodibilitas tanah hal ini terjadi karena waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian selama tiga bulan tidak cukup untuk merubah tingkat kategori pada perlakuan tanpa mulsa, mulsa plastik hitam, mulsa plastik perak, mulsa plastik transparan dan jerami. Dikarenakan ada dugaan sementara untuk teori pembentukan tanah diperlukan waktu yang lama. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semua perlakuan memiliki tingkat erodibilitas sangat tinggi disebabkan karena tanah disetiap perlakuan tersebut mempunya kandungan debu yang tinggi dan kandungan bahan organik yang rendah. Besarnya persentase debu dan pasir nilai tekstur semakin tinggi yang diikut peningkatan nilai K. Tanah dengan tekstur dominan debu dan pasir lebih peka terhadap erosi (Arsyad, 2000). Menurut Priatna (2001) bahan organik merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap erodibilitas selain tekstur tanah. Hal ini antara lain karena bahan organik memiliki kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi, membantu perkembangan struktur tanah, serta menambah kesuburan sehingga berpengaruh terhadap keberadaan vegetasi yang tumbuh di atasnya. Rendahnya pengaruh bahan organik terhadap erodibilitas disebabkan oleh rata-rata persentase kandungan bahan organik yang sangat rendah pada setiap perlakuan.
KESIMPULAN
-
1. Nilai erodibilitas tanah menggunakan berbaga jenis mulsa yang ditanami tanaman tomat pada awal budidaya adalah 0,70 (Dengan mulsa plastik transparan), 0,68 (Dengan jerami), 0,60 (Tanpa mulsa), 0,63 (Dengan mulsa plastik hitam) dan 0,58 (Dengan mulsa plastik perak). Nilai erodibilitas tanah menggunakan berbagai jenis mulsa yang ditanam tanaman tomat setelah tiga bulan usia tanam adalah 0,70 (Dengan mulsa plastik transparan), 0,69 (Dengan jerami), 0,63 (Tanpa mulsa), 0,61 (Dengan mulsa plastik hitam) dan 0,55 (Dengan mulsa plastik perak). Dapat dilihat bahwa perlakuan tanpa mulsa dan perlakuan dengan jerami mempunyai nila erodibilitas yang lebih tinggi dari awal budidaya, sedangkan perlakuan dengan menggunakan plastik hitam dan dengan menggunakan plastik perak mempunyai nilai erodibilitas yang lebih rendah dar
awal budidaya. Pada perlakuan dengan mulsa transparan tidak mengalami perubahan nila erodibilitas.
-
2. Jenis mulsa yang memiliki nilai paling rendah adalah mulsa plastik perak dengan nilai erodibilas 0,58 pada awal budidaya dan 0,55 pada tiga bulan usia tanam.
Daftar pustaka
Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kedua. Bogor: IPB Press.
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawes Utara. 2016. Teknologi Mulsa Plastik Untuk Budidaya Tanaman Tomat Spesifik Lokas Kepulauan Sangihe.
http://sulut.litbang.pertanian.go.id/index.php /. Diakses pada tanggal 2 Juli 2018.
Cahyono, Bambang. 2008. Tomat: Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius.
Darkam, M., N. Nurtika dan R. M. Sinaga. 1995. Pengaruh kultivar dan cara pemangkasan terhadap mutu buah tomat. Bul. Penel. Hort. XXVII(3):127-133.
Effendi, S. 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Askara.
Fadil Mappiasse, Mahmud. 2013. Pengaruh Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP) Pada Budidaya Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Foth, Henry Donald. 1998. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong dan H. H. Bailey. 1986. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung.
Hamidi, Akram. 2019. Budidaya Tanaman Tomat. http://nad.litbang.pertanian.go.i d/ind/.
Diakses pada tanggal 21 Januari 2019.
Hardjowigeno, S dan M. Luthfi Rayes. 2005. Tanah Sawah, Karakteristik , Kondisi dan Permasalahan Tanah Sawah di Indonesia.
Bayumedia Publishing IKAPI. Jawa Timur: Malang.
Hardjowigeno, Sarwono dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hasibuan, B. E. 2008. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Universitas Sumatra Utara Press. Medan.
Hillel, D. Soil dan Water. 1971. Physical Prinsiples and Process. New York-London. Academic Press.
Hilman, Y. dan Suwandi. 1989. Pengaruh dan dosis pupuk kandang terhadap tomat varitas gondol. Varitas Gondol. Bul. Penel. Hort. 18(2):33-82.
Instanto, Dwi. 2018. Pengertian dan Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Faktor Erodibilitas. http://www.duaistanto.com/2018/01/.
Diakses pada tanggal 2 Juli 2018.
Jiunn-Yann, L dan Tang-Kai, W. 2004. Panduan Budidaya Sayuran. Penerjemah Yong Sindarti. R.O.C. Agricultural Technical Mission to Indonesia. Sleman dan Bayolali.
Kadarso. 2008 . Kajian penggunaan jenis mulsa terhadap hasil tanaman cabai merah varietas Red Charm. Agros. 10 (2) : 134 – 139.
Kertasapoetra, A. G. 2005. Teknologi Konservas Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.
Kurnia, Undang, A. Rachman dan A. Dariah. 2004. Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan
Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Departemen Pertanian.
Meyer, L. D. dan W. C. Harmon. 1984. Susceptibility of agricultural soils to interill erosion. Soil Sci. Soc. Am.J. 8:1. 152-1. 157.
Priatna, S.J. 2001. Indeks erodibilitas dan potensi erosi pada areal perkebunan kopi rakyat dengan umur dan lereng yang berbeda. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 3(2) : 84-88.
Puslittanak. 2005. Satu Abad : Kiprah Lembaga Penelitian Tanah Indonesia 1905 – 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Rubatzky, Vincent .E. dan Yamaguchi M. 1999. Sayuran Dunia 3: Prinsip, Produksi, dan Gizi. Edisi Kedua. Bandung: ITB Press.
Trisnoto. 2008. Tingkat Erodibilitas Tanah di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah. Fakultas Geografi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wijayanti, E., dan Anas D., Susila. 2013. Pertumbuhan dan produksi dua varietas tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) secara hidroponik dengan beberapa komposisi media tanam. Bul. Agrohorti. 1 (1): 104 – 112.
Wischmeier, W. H. dan D. D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses – A Guide to Conservation Planning. US Department of Agriculture. Agriculture Handbook No. 537.
121
Discussion and feedback