Aplikasi Penggunaan Asap Cair terhadap Daya Awet Fillet Ikan Tuna
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 6, Nomor 2, September 2018
Aplikasi Asap Cair Tempurung Kelapa Mampu Meningkatkan Umur Simpan Fillet Ikan Tuna
Application of Coconut Shell Liquid Smoke is Able to Prolong Tuna Fish Fillet Shelf Life
Nyoman Try Atmaja Sutanaya, Pande Ketut Diah Kencana, Gede Arda
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
E-mail: [email protected]
Abstrak
Ikan tuna merupakan komoditi perikanan andalan yang mudah sekali mengalami perubahan mutu. Pengawetan diperlukan untuk memperpanjang umur simpan ikan terutama di saat-saat musim ikan dan agar ikan dapat sampai ke tangan konsumen sebelum mengalami pembusukan. Teknologi pengawetan yang dapat diterapkan adalah pemberian asap cair karena bahan mengandung fenol yang berperan sebagai antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian asap cair terhadap kandungan protein yang terdapat pada fillet ikan tuna dan mengetahui umur simpan fillet ikan tuna dengan penggunaan asap cair sebagai bahan pengawet yang disimpan pada suhu kamar (27o) dengan menggunakan metode ESS (Extended Storage Studies). Konsentrasi asap cair yang digunakan dalam penelitian antara lain konsentrasi asap cair 4%, konsentrasi asap cair 6% dan tanpa pemberian asap cair. Penelitian ini menggunakan metode ESS (Extended Storage Studies) yang diperoleh dari uji sensori selama penyimpanan dengan menentukan kesukaan terhadap penampakan, warna, bau, tekstur dan parameter lain yang diamati yaitu uji pH, kadar air dan uji protein. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan penambahan asap cair tidak mampu mempertahankan kadar protein yang terkandung pada fillet ikan tuna selama proses penyimpanan dengan rata-rata penurunan kandungan protein untuk semua perlakuan sekitar 4,01% dan penambahan asap cair 6% mampu disimpan selama 54 jam, 2,33 kali lebih lama dibandingkan dengan tanpa penambahan asap cair.
Kata kunci: ikan tuna, asap cair, uji sensori, umur simpan, ESS
Abstract
Tuna is one of the main fishery commodity that is easy to get qualities degradation. Food preservation is required in order to extend the shelf-life of tuna, especially on its seasons, and in order to maintain the quality of the products to get into the hands of the consumer before decayed. One of the food preservation technology that can be offered is the application of liquid smoke use since the liquid smoke contains of phenol which acts as antioxidants. This research aims to know the effect of liquid smoke on protein content in tuna fillet and to know the shelf-life of tuna fillet with liquid smoke acts as preservative agent which is stored in room temperature (27oC) using ESS (Extended Storage Studies) method. The concentrations of liquid smoke used in this research were 4% liquid smoke concentration, 6% liquid smoke concentration and without the application of liquid smoke. This research used ESS (Extended Storage Studies) method which was obtained from sensory test during storing by determining the preference to the appearance, color, odor, texture and another parameters that were observed, namely pH test, water content and protein test. The results showed that the addition of liquid smoke was not able to maintain the protein content in tuna fillet during the storage process, with an average decrease of all treatment was 4.01%, and the addition of 6% liquid smoke affected the shelf-life of tuna fillet for 54 hours which was slightly over twice (2,33) longer than without the addition of liquid smoke.
Keyword: Tuna, liquid smoke, sensory test, shelf life, ESS
PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang mudah sekali mengalami perubahan mutu. Agar ikan dapat sampai ketangan konsumen sebelum mengalami pembusukan maka diperlukan pengawetan.
Pengawetan ini diperlukan untuk memperpanjang umur simpan ikan terutama di saat-saat musim ikan. Pengawetan ikan salah satunya dapat menggunakan asap cair. Asap cair dapat digunakan sebagai alternatif bahan pengawet yang lebih aman dan
dapat memperpanjang umur simpan ikan. Asap cair merupakan suatu campuran dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran kayu (Kaseno et al. 2002). Pada umumnya, penggunaan asap cair sering dikombinasikan dengan berbagai perlakuan seperti penggaraman, teknik pengemasan dan suhu penyimpanan, sebagai upaya untuk mengasilkan efek sinergis terhadap mikroorganisme perusak dan meningkatkan umur simpan (Muratore et al. 2007). Asap cair mengandung campuran senyawa-senyawa aldehid, ketone, furan, asam, ester, dan fenolik (Guillen dan Ibargoitia, 1999). Menurut Muratore et al. (2007), asap cair mempunyai beberapa keunggulan, yaitu memiliki aktivitas antibakteri, penggunaan lebih mudah, dosis dapat diatur, dan tidak mengandung komponen-komponen yang berbahaya seperti hidrokarbon aromatik, termasuk benzo[a]pirene.
Umur simpan merupakan suatu parameter ketahanan produk selama proses penyimpanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Extended Storage Studies (ESS), sebagai pembanding karena metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan oleh nelayan atau para pedagang ikan tradisional. Metode ESS (Extended Storage Studies) merupakan metode penentuan umur simapan dengan cara menyimpan produk pada kondisi normal sehari-hari dalam suhu ruang, sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai kerusakan maksimal (Kusnandar, 2006). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian asap cair terhadap kandungan protein yang terdapat pada fillet ikan tuna dan mengetahui umur simpan fillet ikan tuna dengan penggunaan asap cair sebagai bahan pengawet yang disimpan pada suhu kamar (27o) dengan menggunakan metode ESS (Extended Storage Studies).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini bertempat di Laboratorium Pasca panen dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Penelitian ini laksanakan pada bulan Januari 2017.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asap cair dari tempurung kelapa yang diperoleh dari Proses pengolahan Coconut Center, Yogyakarta dan ikan tuna segar yang digunakan berasal dari PT. Balinusa Windumas, Denpasar Bali. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau, talenan, baskom, timbangan dan oven. Alat untuk analisis antara lain cawan porselen, gelas ukur, tabung reaksi, pipet tetes, desikator, labu kjeldahl, penjepit, mortar, beker gelas dan pH-meter.
Metode Penelitian
Umur Simpan fillet ikan tuna asap cair menggunakan metode ESS (Extended Storage Studies) dilakukan melalui uji sensori yang dilakukan oleh 15 orang panelis untuk menentukan kesukaan terhadap penampakan, warna, aroma dan tekstur. Parameter lain yang diamati yaitu uji pH, kadar air dan kadar protein. Pengamatan fillet ikan tuna akan dihentikan jika fillet ikan tuna sudah mengalami ciri-ciri antara lain sudah terbentuknya lendir pada permukaan daging ikan, adanya perubahan bau menjadi tengik atau bau busuk dan tumbuhnya kapang pada daging ikan.
Pelaksanaan Penelitian
Ikan tuna yang digunakan merupakan ikan tuna yang sudah di fillet dengan panjang 18 cm, lebar 7 cm, berat 150 gram dan ketebalan 2 cm. Pengawetan fillet ikan tuna dengan cara perendaman menggunakan asap cair dengan konsentrasi asap cair 4% (A4C) = (400 ml asap cair ditambah air sampai mencapai 10 liter), konsentrasi asap cair 6% (A6C) = (600 ml asap cair ditambah air sampai mencapai 10 liter) dan kontrol (A0C) = (tanpa penambahan asap cair). Perendaman konsentrasi asap cair dilakukan selama 30 menit dan setelah perendaman dilakukan penirisan selama 15 menit. Fillet ikan tuna yang sudah ditiriskan diletakan pada wadah piring Styrofoam. Penelitian ini meliputi pengamatan pada perkembangan penurunan mutu ikan yang diamati setiap 6 jam sekali sampai ikan mencapai kerusakan maksimal. Pengamatan yang dilakukan dengan pengambilan sampel yaitu pengukuran pH, kadar air, kadar protein dan uji sensori.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai pH
Pengukuran nilai pH digunakan untuk mengetahui kecendrungan kenaikan/penurunan pH selama penyimpanan. Dalam setiap proses penanganan ikan, nilai pH pada ikan harus di bawah atau mendekati pH 7 (netral) karena tersebut merupakan nilai pH pada saat kondisi ikan masih hidup. Pada umumnya ikan yang sudah tidak segar, dagingnya mempunyai pH lebih tinggi dari pada ikan yang masih segar. Berikut ini merupakan nilai rata-rata
pH fillet ikan tuna asap pada setiap perlakuan yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.
Nilai rata-rata pH fillet ikan tuna asap pada setiap perlakuan
Kode Waktu Pengamatan (Jam)
Sampel 0 6 12 IS 24 30 36 42 4S 54 60
AOC 6,41 6,77 6,8 7 6,91 6,957,14
A4C 607 5,92 6,01 6,17 6,37 6,49 6,63 6,76 6,917,27
A6C 6,06 5,92 5,91 6,05 6,31 6,34 6,41 6,62 6,80 6,907,17
Keterangan: A0C (Kontrol tanpa pemberian asap cair), A4C (Konsentrasi asap cair 4%), dan A6C (Konsentrasi asap cair 6%)
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 2. Grafik nilai rata-rata pH fillet ikan tuna
asap
Dari Grafik nilai rata-rata pH fillet ikan tuna kontrol pada waktu pengamatan ke-0 jam sampai ke-36 jam terus mengalami peningkatan. Kemudian dari Grafik nilai rata-rata pH dapat dilihat bahwa pengamatan waktu ke-0 jam secara umum rata-rata pH ikan dengan perlakuan kontrol terjadi perbedaan dengan perlakuan penambahan asap cair. Penggunaan asap cair mempunyai pengaruh terhadap nilai pH ikan. Ikan yang diawetkan dengan asap cair mempunyai pH lebih rendah (lebih asam) dari pada fillet ikan kontrol . Hal ini disebabkan karena konsentrasi asap cair yang ditambahkan pada produk relatif tinggi sehingga kandungan asam juga ikut meningkat, Menurut Darmadji (1996), keasaman mempunyai peranan yang sangat besar dalam penghambatan mikroba. Semakin tinggi konsentrasi asap cair yang ditambahkan pada produk maka akan semakin rendah nilai pH-nya. Menurut Stohr et al. (2001), penurunan nilai pH disebabkan oleh metabolisme
bakteri asam laktat. Semakin lama waktu penyimpanan fillet ikan tuna pH akan mengalami kenaikan. Menurut Goulas dan Kontominas (2005), kenaikan pH disebabkan oleh aktivitas bakteri pembusuk yang dapat memproduksi enzim proteolitik. Enzim ini dapat memecah protein menjadi amonia, trimetilamin dan komponen volatil lainnya sehingga nilai pH akan naik.
Kadar air
Kadar air bahan pangan merupakan jumlah air yang terkandung pada bahan tersebut, serta sangat berpengaruh pada mutu dan keawetan pangan (Martinez et al. 2007). Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Analisis kadar air bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian asap cair terhadap perubahan kadar air pada fillet ikan tuna. Hasil pengukuran kadar air fillet ikan tuna selama pengamatan setiap 6 jam disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2.
Nilai rata-rata kadar air (%) fillet ikan tuna pada setiap perlakuan
Kode Waktu Pengamatan (Jam)
Sampel 0 6 12 IS 2 4 3 0 3 6 42 4S 5460
AOC 69,45 69,43 70,36 71,79 72,6373,33
A4C 68,44 67,49 67,64 68,25 68,84 69,57 70,42 71,40 71,6071,87
A6C 68,10 66,34 66,33 67,41 67,80 68,55 69,31 69,84 70,20 70,9971,32
Keterangan: A0C (Kontrol tanpa pemberian asap cair), A4C (Konsentrasi asap cair 4%), dan A6C (Konsentrasi asap cair 6%)
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 3. Grafik nilai rata-rata kadar air fillet ikan tuna asap
Dari Grafik nilai rata-rata kadar air fillet ikan tuna diketahui bahwa perlakuan fillet ikan tuna kontrol pada waktu pengamatan ke-0 jam sampai ke-6 jam mengalami sedikit penurunan kadar air yang disebabkan karena sebagian air yang ada mengalami penguapan karena penyimpanan hanya disimpan pada suhu kamar. Menurut Winarno (1982), kadar air selama penyimpanan dipengaruhi oleh kelembaban udara. Bila kadar air bahan lebih rendah dari pada kelembaban disekitarnya, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara, sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi. Perlakuan pada penambahan asap cair 4% dan 6% sangat berpengaruh terhadap penurunan nilai kadar air dibandingkan dengan kontrol. Penggunaan asap cair dapat menyebabkan terjadinya kehilangan air pada produk (Leroi dan Joffraud 2000). Gomez-Guillen et al. (2003) menyatakan bahwa tingkat keasaman asap cair dapat menyebabkan ketidaklarutan protein daging, sehingga berakibat pada keluarnya air dari daging ikan. Semakin tingginya konsentarsi asap cair yang ditambahkan maka jumlah asap cair yang meresap kedalam daging ikan akan meningkat. Meresapnya asap cair kedalam daging ikan menyebabkan air bebas di dalam daging ikan akan terdesak keluar sehingga kadar air pada ikan menjadi berkurang. Semakin lama waktu penyimpanan mengakibatkan kadar air pada fillet ikan tuna akan mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena ikan sudah mengalami proses pembusukan. Proses pembusukan disebabkan karena oksidasi lemak ikan yang mengandung berbagai asam lemak tidak jenuh, serta kandungan meniral pada garam seperti besi dan magnesium, karena zat itu juga berperan mempercepat oksidasi lemak, selain itu dikarenakan aktivitas bakteri holofilik ekstrim (Micrococus, Seratia, dan Sarcina) yang mampu tumbuh pada kadar garam 20-30%, yang akan menghasilkan air dan lendir. Dengan demikian peningkatan kadar air disebabkan karena hasil proses pembusukan oleh aktivitas mikrobia (Supardi, Imam dan Sukamto, 1999).
Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1997). Hasil pengukuran kadar protein dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Nilai rata-rata kadar protein (%) fillet ikan tuna asap pada setiap perlakuan
Ktwle WaktuPfcDeaiuataD(Jarii)
Sampel O 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60
AOC 26,20 2526 25,68 24,79 23,18
A4C 2852 29,05 29,05 2899 2853 28,50 27,25 25,67 25,3224,67
A6C 29,21 29,27 29,28 29,12 29,01 28,64 27,25 26,70 25,78 25,2024,73
Keterangan: A0C (Kontrol tanpa pemberian asap cair), A4C (Konsentrasi asap cair 4%), dan A6C
(Konsentrasi asap cair 6%)
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 4. Grafik nilai rata-rata kadar protein (%) fillet ikan tuna asap
Dari Grafik nilai rata-rata protein fillet ikan tuna kontrol menunjukan penurunan kadar protein selama waktu penyimpanan. Penurunan kadar protein ini terjadi karena adanya aktivitas mikroba yang menguraikan protein (Sedjati, 2006). Protein merupakan makanan bagi mikroba, protein akan diuraikan oleh mikroba sehingga akan muncul bau amoniak (Saparinto, 2007). Pada perlakuan dengan menggunakan asap cair 4% dan 6% terjadi peningkatan kandungan protein. Ini dapat disebabkan oleh turunnya kadar air dari produk, sehingga akan mempengaruhi dalam persentase jumlah protein. Karena komposisi gizi merupakan suatu kesatuan yang mana bila satu ada yang mengalami penurunan maka ada salah satu unsur yang akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh senyawa protein terkonsentrasi akibat menguapnya air bebas di dalam daging ikan. Menurut Buckle et al. (1987), protein terbagi menjadi 2 bagian berdasarkan kerarutannya yaitu protein larut air dan tidak larut air. Protein larut air akan tertinggal didalam daging ikan dengan menguapnya sebagian air bebas. Dengan demikian, senyawa protein akan terkonsentrasi di dalam daging ikan, akan tetapi jumlahnya secara keseluruhan tidak bertambah. Semakin lama waktu penyimpanan kadar protein
fillet ikan tuna akan semakin menurun, itu berarti dengan penambahan asap cair tidak dapat mempertahankan kandungan protein yang terdapat pada fillet ikan tuna.
Uji Kesukaan
Uji kesukaan atau uji hedonik merupakan suatu cara pengujian untuk mengetahui tanggapan pribadi panelis terhadap kesukaan atau ketidaksukaan berdasarkan tingkatnya terhdap suatu produk atau sampel. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Contohnya: amat sangat suka, sangat suka, agak suka, netral, tidak suka, dan sebagainya. Skala hedonik ini dapat direntangkan atau diciutkan skala hedonik pun dapat di transformasikan skalanumerik dengan angka menaik sesuai dengan tingkat kesukaan (Sofiah dan Achyar, 2008). Uji kesukaan dilakukan mencakup aspek kesukaan terhadap penampakan, warna, tekstur, dan aroma. Pengujian kesukaan menggunakan uji skoring menggunakan skala 1 sampai 7 dapat dilihat pada Tabel 4 dan panelis yang berjumlah 15 orang.
Tabel 4.
Tingkat kesukaan fillet ikan tuna asap
Tingkat Kesukaan |
Skala Numerik |
Sangat Suka |
7 |
Suka |
6 |
Agak Suka |
5 |
Biasa |
4 |
Agak Tidak Suka |
3 |
Tidak Suka |
2 |
Sangat Tidak Suka |
1 |
Penampakan
Penampakan adalah parameter pertama yang dinilai panelis dalam mengonsumsi suatu produk pangan. Bila kesan penampakan baik maka panelis baru melihat karakteristik lainnya seperti aroma, rasa dan tekstur. Penilaian yang diberikan panelis bersifat subjektif secara visual (Soekarto, 1985). Hasil dari uji kesukaan penampakan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Nilai rata-rata uji kesukaan penampakan fillet ikan tuna asap
Kode Waktu PeDgaiiiarao (Jani)
Sampel 0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60
A4C 53 43 43 43 4,0 3,6 3,6 3,5 3,01,0
A6C 5;i 43 4J 43 43 43 33 33 3;6 3,41,0
Keterangan: A0C (Kontrol tanpa pemberian asap cair), A4C (Konsentrasi asap cair 4%), dan A6C (Konsentrasi asap cair 6%)
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 5. Grafik nilai rata-rata uji kesukaan penampakan fillet ikan tuna asap
Dari hasil pengujian kesukaan terhadap penampakan fillet ikan tuna diketahui bahwa pada waktu pengamatan ke-0 jam sampai ke-12 jam pada kontrol, mendapatkan nilai penampakan tertinggi dari panelis dengan nilai 6,4 sampai 5,1 yang berarti dalam kondisi suka sampai agak suka. Hal tersebut disebabkan perlakuan ikan kontrol memiliki kenampakan ikan yang masih segar, sehingga disukai oleh panelis. Penurunan parameter penampakan yang paling cepat terjadi pada perlakuan kontrol, sedangkan yang lambat terjadi pada perlakuan dengan penambahan asap cair. Semakin tinggi konsentrasi asap cair yang ditambahkan pada fillet ikan tuna maka, semakin lambat penurunan parameter penampakannya. Dari hasil grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka nilai penampakan akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena terdapat bakteri pembusuk yang terdapat dalam daging ikan maupun bakteri yang berasal dari lingkungan luar.
Warna
Warna ikan yang telah di berikan asap cair berwarna kekuningan atau agak coklat. Warna tersebut berasal dari komponen asap cair yang melekat pada produk.
Semakin besar konsentrasi asap cair yang digunakan maka warna pada ikan akan semakin cokelat (Sari, 2004). Hasil dari uji kesukaan warna yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6.
Nilai rata-rata uji kesukaan warna fillet ikan tuna asap pada setiap perlakuan
Kode Waktu Peogaiuatan (Jam)
Sampel 0 6 12 18 24 3 0 3 6 42 48 54 60
A4C 5,0 42 47 4,3 4,1 4,0 37 37 2,6
A6C 4;6 4,5 42 4,1 4,1 37 37 37 37 3,41,0
Keterangan: A0C (Kontrol tanpa pemberian asap cair), A4C (Konsentrasi asap cair 4%), dan A6C (Konsentrasi asap cair 6%)
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 6. Grafik nilai rata-rata uji kesukaan warna fillet ikan tuna asap
Dari hasil pengujian kesukaan terhadap warna fillet ikan tuna diketahui bahwa ikan kontrol pada pengamatan waktu ke-0 jam mendapatkan nilai tertinggi dari panelis yaitu 6,7 yang berarti dalam kondisi sangat suka. Hal tersebut dikarenakan warna fillet ikan kontrol menunjukan warna pink kemerahan yang diasumsikan sebagai daging ikan segar. Pada perlakuan ikan dengan penambahan asap cair warna fillet ikan memiliki warna kekuningan dan agak cokelat sehingga kurang disukai oleh panelis dan semakin tinggi konsentrasi asap cair yang tambahkan maka, warna fillet ikan tuna semakin kecokelatan. Dari hasil grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka nilai warna akan semakin menurun. Penurunan parameter warna yang paling cepat yaitu pada perlakuan kontrol, sedangkan penurunan yang lambat pada perlakuan penambahan asap cair.
Aroma
Aroma lebih banyak dipengaruhi oleh indra penciuman. Aroma ini dikenal juga dengan pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh (Soekarto, 1985). Nilai rata-rata dari uji kesukaan aroma fillet ikan tuna asap dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7.
Nilai rata-rata uji kesukaan aroma fillet ikan tuna asap pada setiap perlakuan
Knde Waktu Pengamatan (Jam)
Sampel 0 6 12 18 2 4 30 3 6 42 48 54 60
A4C 3,4 3,4 37 32 3,1 3,1 3,0 27 2,81,0
A6C 3j 33 3,1 3,1 3,1 3,0 3,0 3,0 2,9 2,61,0
n: A0C (Kontrol tanpa pemberian asap
(Konsentrasi asap cair 4%), dan A6C asi asap cair 6%)
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 7. Grafik nilai rata-rata uji kesukaan aroma fillet ikan tuna asap
Dari hasil pengujian kesukaan terhadap aroma fillet ikan tuna diketahui bahwa pada waktu pengamatan ke-0 jam sampai ke-18 jam fillet ikan tuna kontrol memiliki nilai dari palenis paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan penambahan asap cair. Perlakuan kontrol mempunyai nilai yang paling tinggi dari panelis yaitu sekitar 5,7 sampai 4,2 yang berarti dalam kondisi suka sampai biasa. Dari data di atas dapat disimpukan perlakuan kontrol pada waktu pengamatan ke-0 jam sampai ke-18 jam disukai oleh panelis, sedangkan perlakuan dengan penambahan konsentrasi asap cair agak tidak disukai. Hal ini disebabkan karena penambahan
konsentrasi asap cair kedalam fillet ikan tuna akan mengasilkan aroma asap yang menyengat. Aroma pada ikan perlakuan asap cair disebabkan oleh adanya senyawa fenol. Menurut Girard (1992), senyawa fenol berperan dalam memberikan aroma asap. Dari hasil grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka nilai aroma akan semakin menurun. Penurunan parameter paling cepat yaitu pada perlakuan kontrol, sedangkan penurunan yang paling lambat pada perlakuan penambahan asap cair.
Tekstur
Pengindraan tentang tekstur biasanya berasal dari sentuhan yang dapat ditangkap oleh seluruh permukaan kulit (ujung jari tangan). Rangsangan sentuhan dapat berasal dari macam-macam rangsangan mekanik, fisik, dan kimiawi. Dari rangsangan-rangsangan itu dihasilkan kesan “rasa” rabaan (sensation). Kesan itulah yang dapat menggambarkan tekstur suatu produk (Soekarto, 1985). Nilai rata-rata dari uji kesukaan tekstur yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8.
Nilai rata-rata uji kesukaan tekstur fillet ikan tuna asap pada setiap perlakuan
Kode Waktu Pengamatan (Jam)
Sampel 0 6 12 18 24 38 36 42 48 54 68
A4C 53 5; 5,0 5,0 4,7 4,3 4,3 4,0 3,63,0
AftC 5,5 5,5 5,4 5,1 4,7 4,3 4,3 4,3 4,0 3,83,4
Keterangan: A0C (Kontrol tanpa pemberian asap cair), A4C (Konsentrasi asap cair 4%), dan A6C (Konsentrasi asap cair 6%)
Waktu Pengamatan (Jam)
Gambar 8. Grafik nilai rata -rata uji kesukaan tekstur fillet ikan tuna asap
Dari hasil pengujian kesukaan terhadap tekstur fillet ikan tuna diketahui bahwa pada waktu pengamatan ke-0 jam sampai ke-60 jam parameter tekstur pada semua perlakuan mengalami penurunan. Perlakuan kontrol mengalami penurunan parameter tekstur paling cepat, sedangkan yang lambat pada perlakuan penambahan asap cair. Parameter tekstur dari panelis paling tinggi yaitu pada perlakuan fillet ikan tuna dengan konsentrasi asap cair 6% pada waktu pengamatan ke-0 jam dengan skor 5,5, yang berarti dalam kondisi suka. Semakin tinggi konsentrasi asap cair yang ditambahkan pada fillet ikan tuna maka semakin baik tekturnya. Dari hasil grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka nilai tekstur akan semakin menurun. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa perlakuan dengan penambahan asap cair lebih disukai panelis dan dapat mempertahankan mutu tekstur lebih lama dipandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan asap cair.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukan dengan penambahan asap cair tidak mampu mempertahankan kadar protein yang terkandung pada fillet ikan tuna selama proses penyimpanan dengan rata-rata penurunan kandungan protein untuk semua perlakuan sekitar 4,01% dan kualitas fillet ikan tuna dengan penambahan asap cair yang terbaik diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 6% dengan lama waktu penyimpanan selama 54 jam, 2,33 kali lebih lama dibandingkan dengan tanpa penambahan asap cair.
Saran
n lanjutan perlu dilakukan untuk hui umur simpan fillet ikan tuna asap cair enyimpanan produk pada suhu dingin dan diteliti mengenai senyawa-senyawa oba yang ada di dalam asap cair selain fenol.
DAFTAR PUSTAKA
I. E., & Liviawaty, I. E. (1989).
engawetan dan pengolahan ikan. Kanisius.
K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., & Wootton, M. (1987). Ilmu pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
(Diterjemahkan oleh H, Purnomo dan Adiono).
Darmadji, P. (1996). Aktivitas antibakteri asap cair yang diproduksi dari bermacam-macam limbah pertanian. Agritech, 16(1996).
Girarrd, J. P. (1992). Smoking in Technology of Meat and Meat Product.
Gómez‐Guillén, M. C., Montero, P., Hurtado, O., & Borderias, A. J. (2000). Biological characteristics affect the quality of farmed Atlantic salmon and smoked muscle. Journal of Food Science, 65(1), 53-60.
Goulas, A. E., & Kontominas, M. G. (2005). Effect of salting and smoking-method on the keeping quality of chub mackerel (Scomber japonicus): biochemical and sensory
attributes. Food chemistry, 93(3), 511-520.
Guillén, M. D., & Ibargoitia, M. L. (1999).
Influence of the moisture content on the composition of the liquid smoke produced in the pyrolysis process of Fagus sylvatica L. wood. Journal of agricultural and food chemistry, 47(10), 4126-4136.
Karseno, K., Darmadji, P., & Rahayu, K. (2002). Daya hambat asap cair kayu karet terhadap bakteri pengkontaminan lateks dan ribbed smoke sheet. Agritech, 21(1), 10-15.
Kusnandar, F. (2006). Desain Percobaan dalam Penetapan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode ASLT (Model Arrhenius dan Kadar Air Kritis). Modul Pelatihan: Pendugaan dan Pengendalian Umur Simpan Bahan dan Produk Pangan, 7-8
Leroi, F., & Joffraud, J. J. (2000). Salt and smoke simultaneously affect chemical and sensory quality of cold-smoked salmon during 5 C storage predicted using factorial design. Journal of food protection, 63(9), 1222
1227.
Martinez, O., Salmeron, J., Guillen, M. D., & Casas, C. (2007). Textural and physicochemical changes in salmon (Salmo salar) treated
with commercial liquid smoke flavourings. Food Chemistry, 100(2), 498-503.
Muratore, G., Mazzaglia, A., LANZA, C., &
Licciardello, F. (2007). Effect of process variables on the quality of swordfish fillets flavored with smoke condensate. Journal of Food Processing and Preservation, 31(2), 167-177.
Saparinto, C. (2007). Membuat Aneka Olahan Bandeng. Jakarta: Penebar Swadaya
Sari, D. K. (2004). Pemanfaatan Asap Cair dengan Bahan Pengasap Kayu Jati Pada Produk Lidah Asap [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Sedjati, S. (2006). Pengaruh Konsentrasi Khitosan Terhadap Mutu Ikan Teri (Stolephorus heterolobus) Asinan Kering Selama
Penyimpanan Suhu Kamar [Tesis].
Semarang: Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro
Soekarto, S. T. (1985). Penilaian organoleptik: untuk industri pangan dan hasil pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Sofiah, B. D., & Achyar, T. S. (2008). Penilaian Indera. Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Jurusan Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjajaran.
Jatinangor.
Stohr, V., Joffraud, J. J., Cardinal, M., & Leroi, F. (2001). Spoilage potential and sensory profile associated with bacteria isolated from cold-smoked salmon. Food Research International, 34(9), 797-806.
Supardi, I., & Sukamto, M. (1999). Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Bandung: Penerbit Alumni.
Winarno, F. G. (1982). Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. (1997). Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta..
89
Discussion and feedback