1

STUDI PENGARUH JENIS KEMASAN DAN KETEBALAN PLASTIK TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU REBUNG BAMBU TABAH (Gigantochloa nigrociliata KURZ) KERING

Yustina Anggreny Lobo1, P.K Diah Kencana2, dan Gede Arda2

Email : [email protected]

ABSTRACT

This study was conducted to determine the effect of the type of plastic packaging with different thickness of the characteristics of dried bamboo shoots (Gigantochloa nigociliata KURZ). This study is also expected to increase the shelf life of bamboo shoots by using proper plastic packaging. The design used was a randomized block design with two factors. The first factor is the type of plastic with two different thicknesses with details P1: dried bamboo shoots packed with a thickness of 0.04 mm Polypropylene plastic, P2: dried bamboo shoots packed with a thickness of 0.08 mm PP plastic, P3: dried bamboo shoots packed with PE plastic thickness 0.04 mm, P4: bamboo shoots packed with a thickness of 0.08 mm Polyethylene plastic. And the second factor is the storage time with details of H1: 10 days, H2: 20 days, H3: 30 days, H4: 40 days. The study was repeated three times. Parameters observed in this study include analysis of weight, water content, texture and water absorption. The results of this study indicated that the type of plastic packaging, thickness and storage time gave significant effect on characteristics of dried bamboo shoots. The polypropylene plastic with a thickness of 0,08 mm is the best type of plastic packaging, because it has the lowest water content and lowest weight during 40 days of storage.

Keywords: dried bamboo shoots, packaging, plastics pe and pp, long storage

PENDAHULUAN

Rebung merupakan tunas bambu yang dapat dikonsumsi. Saat ini minat konsumen dunia terhadap rebung sangat tinggi. Berdasarkan data dari BPEN, permintaan rebung segar mencapai angka 4500 ton/tahun.Negara-negara pengimpor rebung antara lain : Korsel, Taiwan, Amerika, Kanada, Jepang, Australia, Malaysia dan Singapura. Dengan permintaan yang tinggi ini menjadikan rebung produk yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.

Rebung bambu tabah kering merupakan produk yang dihasilkan dengan cara mengeringkan rebung segar. Rebung segar memiliki kadar air yang cukup tinggi yaitu sekitar 92 % bb sehingga menyebabkan rebung segar mudah rusak dan memiliki umur simpan yang relatif pendek oleh karena itu perlu dilakukan pengeringan untuk mengurangi kadar air sehingga dapat menambah umur simpan rebung.

Setelah dikeringkan kendala yang biasa dialami oleh produk kering adalah penambahan kadar air sehingga menyebabkan rebung kering mudah rusak. Menurut Syarief dan Halid (1993) selama penyimpanan bahan pangan dapat mengalami kerusakan fisik, kimia, maupun mikrobiologis, dan pada umumnya waktu penyimpanan yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar. Rebung bambu tabah kering juga apabila dibiarkan terbuka akan mengalami penambahan uap air dari lingkungan sekitar sehingga kadar airnya meningkat dan menyebabkan kerusakan pada rebung.

Pengemasan merupakan suatu cara untuk memberikan kondisi sekeliling yang tepat guna untuk melindungi rebung bambu tabah kering dari kontak langsung dengan udara luar. Menurut Buckle et al (1987) kerusakan bahan pangan dapat terjadi secara spontan tetapi kebanyakan pengemasan digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan normal di sekelilingnya untuk menunda proses kerusakan selama jangka waktu tertentu, sehingga mutu dan daya gunanya dapat dipertahankan dalam waktu yang lebih lama.

Winarno (1993) menyatakan bahwa plastik adalah pengemas yang sampai sekarang masih banyak digunakan karena merupakan bagian yang sangat penting dalam industri pengemasan. Plastik polietilen (PE) jenis LDPE dan plastik polipropilen (PP) merupakan jenis pengemas plastik fleksibel yang memiliki sifat : ketahanannya terhadap air sangat baik, kuat, ringan, penahan oksigen yang cukup baik, transparan, harganya relatif murah, dan mudah diperoleh dipasaran. Selain itu setiap jenis plastik memiliki nilai permeabilitas dan ketebalan yang berbeda-beda. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan plastik dan ketebalan tertentu serta pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu rebung bambu tabah kering selama penyimpanan.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pascapanen, Biokimia dan Nutrisi dan Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, pada Bulan Maret sampai dengan Bulan Mei 2013.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan untuk penelitian antara lain oven pengering (merk MMM ecocell, Germany), timbangan analitik (merk AdventurerTM Pro Av 8101, Ohaus New York, USA), timbangan analog (merk Tanika, Capacity 10 kg, China), pisau, gunting, penggaris, sealer (Q2 Impulse Sealer PFS200), rotary evaporator (Janke & Kunkel RV 06-ML), texture analyzer (merk T.A XT plus, England), desikator, cawan, gelas ukur, labu ukur, dan mortar lempung.

Bahan yang digunakan untuk penelitian sekaligus pengamatan antara lain rebung bambu tabah dari desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan-Bali, plastik jenis polipropilen dan politilen dengan ketebalan masing-masing 0.04 mm dan 0.08 mm, kertas whatman, NaHCO3, NaHP047H20, KCl, MgSO47H2O, CaCl, dan HCl.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama yaitu jenis kemasan plastik polipropilen dan polietilen dengan dua ketebalan yang berbeda dengan level P1 : Rebung kering dikemas dengan plastik PP dengan ketebalan 0,04 mm, P2 : Rebung kering dikemas dengan plastik PP dengan ketebalan 0,08 mm, P3 : Rebung kering dikemas dengan plastik PE dengan ketebalan 0,04 mm, P4 : Rebung kering dikemas dengan plastik PE dengan ketebalan 0,08 mm. Faktor kedua adalah lama penyimpanan dengan level H1 : 10 hari, H2 : 20 hari, H3 : 30 hari, H4 : 40 hari. Jumlah unit perlakuan yaitu 16 unit dengan 3 ulangan sehingga totalnya menjadi 48 unit perlakuan.

Pelaksanaan Penelitian

Rebung di panen di desa Padangan kecamatan Pupuan, Tabanan kemudian dibawa ke laboratorium teknik pascapanen Fakultas Teknologi Pertanian Bukit Jimbaran. Rebung masih dalam kondisi terbungkus kulit dan ditempatkan dalam karung. Setelah tiba di laboratorium rebung pertama-tama dikupas dan ditempatkan pada wadah berisi air untuk dicuci hingga bersih. Setelah itu rebung dibelah menjadi empat bagian yang sebelumnya telah dipotong bagian ujung dan bawah rebung sehingga rebung berukuran panjang 7 cm dan tebal 1 cm. Bagian-bagian tersebut kemudian direndam dalam larutan CaCl2 2 % selama empat jam dengan tujuan untuk menguatkan jaringan agar tidak hancur ketika dikeringkan, kemudian di kukus selama 15 menit pada suhu 1000C (Kencana, 2009). Rebung yang telah dikukus ditimbang lalu dimasukkan kedalam oven untuk dikeringkan. Suhu yang digunakan yaitu 60 0C. Rebung dikeringkan hingga beratnya konstan. Sampel ditimbang setiap dua jam sekali. Apabila beratnya telah konstan rebung bambu tabah kering dikeluarkan dari oven dan ditimbang berat keseluruhannya, lalu disimpan dalam desikator selama sepuluh jam. Setelah itu rebung bambu tabah kering dikemas 5-6 g/plastik dengan ukuran plastik panjang 8 cm dan lebar 11,5 cm lalu disimpan selama 40 hari untuk kemudian diamati setiap sepuluh hari, yaitu hari ke -10, 20, 30 dan 40.

Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi, kadar air (Sudarmadji, 1984), berat bahan, kekerasan atau tekstur bahan dan daya serap air (Sathe dan Salunkhe, 1981).

  • 1.    Kadar Air (Sudarmadji, 1984)

Sebanyak 2 g rebung bambu tabah kering yang telah dihancurkan di oven selama 4 jam (1000C), kmudian dikeluarkan dan diletakkan ke dalam eksikator selama 15 menit untuk kemudian ditimbang beratnya dan dioven kembali selama 1 jam lalu ditimbang kembali. Perlakuan ini diulang hingga beratnya konstan (selisih berturut-turut 0,2 mg). Setelah konstan kadar air rebung dihitung dengan menggunakan rumus kadar air basis basah yaitu perbandingan antara berat air di

dalam bahan (rebung bambu tabah kering sebelum dioven dikurangi dengan rebung bambu tabah kering setelah dioven) dengan berat bahan mentah (rebung kering sebelum dioven).

  • 2.    Berat Bahan

Pengukuran berat bahan dilakukan dengan cara mengeluarkan rebung bambu tabah kering dari dalam kemasan plastik yang telah disimpan selama 10 hari lalu ditimbang beratnya setiap sepuluh hari hingga hari ke 40.

  • 3.    Tekstur Bahan

Tekstur rebung bambu tabah kering dihitung dengan menggunakan texture analyzer yang probe serta tempat meletakkan bahannya telah dimodifikasi seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Modifikasi probe dan tempat meletakkan bahan

Pada bagian setting program texture exponent 32 menggunakan test speed 2,00 mm/sec dan distance 5,00 mm. Rebung bambu tabah kering kemudian diletakkan di bawah probe dan program siap dijalankan. Penekanan yang dilakukan sampai probe mencapai distance 5,00 mm. Lalu mencatat nilai puncak (peak) force tertinggi pada grafik. Pengukuran tekstur rebung bambu tabah kering dilakukan setiap 10 hari sekali selama 40 hari.

  • 4.    Daya Serap (Sathe dan Salunkhe, 1981)

Rebung bambu tabah kering yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 3 g kemudian ditambahkan larutan Mcdougle sebanyak 30 ml dan diaduk dengan pengaduk vortex selama 25 menit sampai homogen (merata). Rebung yang telah homogen tadi disaring dengan menggunakan kertas whatman nomor 41 yang sebelumnya telah dioven selama 30 menit dan di eksikator selama 15 menit untuk kemudian dicatat beratnya. Penyaringan rebung dibantu oleh rotary evaporator hingga airnya tidak menetas lagi lalu setelah itu bahan dan kertas saring ditimbang. Perhitungan daya serap air: Daya serap air (g/g) = (BB basah + BK basah)- BB awal –BK basah/BB Awal. Keterangan, BB: Berat Bahan

BK: Berat Kertas saring

Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Sidik Ragam dan apabila terdapat pengaruh nyata antara masing-masing perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Bahan

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan jenis kemasan, perlakuan lama penyimpanan dan interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap kadar air selama penyimpanan.

Tabel 3. Nilai rata-rata kadar air (% bb) rebung kering

Pengemas

Lama Penyimpanan

Jenis Plastik

Hari ke 0

Hari ke 10

Hari ke

20

Hari ke

30

Hari ke

40

P1

9,36 e b

9,42 d b

12,13 c c

13,33 b c

15,47 a c

P2

9,36 e b

9,38 d c

11,55 c d

12,62 b d

13,77 a d

P3

9,36 e b

9,43 d b

14,99 c b

15,96 b b

19,24 a a

P4

9,36 e b

14,27 d a

16,94 c a

17,16 b a

18,90 a b

Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

Huruf yang sama di bawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kadar air tertinggi rebung bambu tabah kering diperoleh pada interaksi perlakuan pengemas polietilen 0,04 mm dan lama penyimpanan 40 hari (P3H40) yaitu sebesar 19,24% bb. Nilai rata-rata kadar air terendah setelah disimpan diperoleh pada interaksi perlakuan pengemas plastik polipropilen 0,08 mm dan lama penyimpanan 40 hari (P2H40) yaitu sebesar 13,77 % bb.

Pada tabel 3 dapat pula dilihat bahwa perlakuan pengemas plastik polietilen cenderung mengalami peningkatan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan pengemas plastik polipropilen pada semua perlakuan lama penyimpanan, hal ini karena sifat permeabilitas plastik polietilen terhadap uap air lebih tinggi dibandingkan plastik polipropilen. Tingginya nilai permeabilitas plastik polietilen terhadap uap air menjadikan air lebih mudah masuk ke dalam plastik sehingga jumlah air yang terdapat dalam plastik lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah air yang terdapat dalam plastik polipropilen. Hal inilah yang menyebabkan rebung bambu tabah kering yang

dikemas menggunakan plastik polietilen menyerap air yang lebih banyak karena jumlah air yang tersedia dalam plastik juga lebih tinggi. Sedangkan perlakuan pengemas plastik polipropilen menghasilkan kadar air yang lebih rendah pada semua perlakuan lama penyimpanan dikarenakan sifat permeabilitas plastik polipropilen terhadap uap air rendah sehingga lebih sulit bagi air untuk terserap masuk ke dalam plastik dan menjadikan rebung bambu tabah kering menyerap air yang lebih rendah karena air yang tersedia dalam plastik polipropilen juga lebih rendah dibandingkan plastik polipropilen. Menurut Suyitno (1990), permeabilitas plastik polipropilen terhadap uap air sebesar 1.500 cm3/m2/24 jam/cmHg. Sedangkan permeabilitas plastik polietilen sebesar 3.200 cm3/m2/24 jam/cmHg.

Perlakuan lama penyimpanan dapat dillihat bahwa pada penyimpan yang lebih lama cenderung terjadi peningkatan kadar air rebung bambu tabah kering pada semua perlakuan pengemas plastik. Hal ini dikarenakan pada penyimpanan yang lebih lama uap air yang terserap masuk ke dalam plastik juga lebih banyak dan rebung bambu tabah kering juga menyerap air yang lebih banyak sehingga kadar air rebung bambu tabah kering menjadi lebih tinggi. Menurut Winarno et al (1980), kadar air bahan pangan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara disekitarnya, dimana bila kadar air bahan pangan tersebut rendah sedangkan RH udara disekitarnya tinggi, akan mengakibatkan terjadinya penyerapan uap air sehingga bahan pangan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi.

Berat Bahan

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan jenis kemasan, perlakuan lama peyimpanan dan interaksi antara keduanya berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat bahan selama penyimpanan. Nilai rata-rata berat bahan rebung kering dapat dilihat pada tabel 4.

Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata berat awal bahan berbeda-beda sehingga untuk menentukan penambahan berat bahan tertinggi dan terendah selama penyimpanan 40 hari adalah dengan menghitung nilai perubahan berat bahan selama 40 hari. Setelah dihitung nilai rata-rata penambahan berat bahan tertinggi rebung kering diperoleh pada perlakuan pengemas polietilen 0,04 mm (P3) yaitu sebesar 0,02 g/hr. Sedangkan untuk nilai rata-rata penambahan berat bahan terendah rebung kering diperoleh pada perlakuan pengemas polipropilen 0,08 mm (P2) yaitu sebesar 0,01 g/hr.

Penambahan berat bahan dipengaruhi oleh peningkatan kadar air, semakin tinggi kadar air suatu bahan maka semakin berat bahan tersebut. Dari tabel 4 dapat dihitung nilai rata-rata penambahan berat bahan pada perlakuan pengemas polietilen cenderung mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan plastik polipropilen pada semua perlakuan lama penyimpanan. Hal ini karena sifat permeabilitas plastik polietilen terhadap uap air lebih tinggi dibandingkan polipropilen sehingga lebih mudah bagi air untuk terserap masuk ke dalam plastik polietilen

dibandingkan dengan plastik polipropilen, sehingga rebung bambu tabah kering dalam kemasan plastik polietilen menyerap uap air yang lebih tinggi karena air yang tersedia dalam kemasan juga lebih tinggi dan menyebabkan kadar airnya meningkat sehingga berat bahannya pun bertambah.

Tabel 4. Nilai rata-rata berat bahan (g) rebung kering

Pengemas

Lama Penyimpanan

Jenis Plastik

Hari ke 0

Hari ke

10

Hari ke

20

Hari ke

30

Hari ke

40

P1

5,49 e b

5,88 d d

6,00 c c

6,07 b d

6,40 a d

P2

6,01 d a

6,12 c c

6,63 b c

6,68 a c

6,70 a c

P3

5,99 e a

6,08 d b

6,47 c b

6,53 b b

7,14 a b

P4

6,00 c a

6,01 c a

6,02 c a

6,16 b a

6,93 a a

Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada baris yang sama menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

Huruf yang sama di bawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

Tekstur Bahan

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan jenis kemasan, perlakuan lama penyimpanan dan interaksi antara keduanya berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur rebung kering selama penyimpanan. Nilai rata-rata tekstur rebung kering dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata-rata tekstur (kgf) rebung kering

Pengemas

Lama Penyimpanan

Jenis Plastik

Hari ke 0

Hari ke

10

Hari ke 20

Hari ke 30

Hari ke 40

P1

3,08 a a

3,04 a a

2,44 b a

1,85 c a

1,51 d a

P2

2,09 a b

2,03 a b

1,86 a b

1,02 b b

0,99 b b

P3

2,84 a a

1,69 b c

0,57 c c

0,50 d c

0,21 c c

P4

2,23 a b

1,27 b d

0,12 c d

0,05 c d

0,01 c d

Keterangan :

Huruf yang sama

di belakang nilai rata-rata pada

baris yang

sama menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

Huruf yang sama di bawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata tekstur awal berbeda-beda, sehingga untuk menentukan penurunan nilai tekstur tertinggi dan terendah selama penyimpanan 40 hari adalah dengan menghitung nilai perubahan tekstur selama 40 hari. Setelah dihitung nilai rata-rata penurunan tekstur tertinggi rebung kering diperoleh pada perlakuan pengemas polietilen 0,04 mm (P3) yaitu sebesar 2,63 kgf. Sedangkan nilai rata-rata penurunan tekstur terendah rebung kering diperoleh pada perlakuan pengemas polipropilen 0,08 mm (P2) yaitu sebesar 0,27 kgf. Tekstur dengan nilai rata-rata tertinggi memiliki tingkat kerenyahan yang lebih baik daripada tekstur dengan nilai rata-rata terendah. Semakin rendah penurunan nilai teksturnya maka semakin renyah rebung tersebut sebaliknya semakin tinggi penurunan nilai teksturnya maka semakin lunak atau tidak renyah sehingga rebung tersebut sulit untuk dipatahkan. Hubungan tekstur dengan kadar air yaitu semakin tinggi kadar air pada bahan maka akan semakin tinggi pula laju pembusukan yang menyebabkan pelunakan pada jaringan sehingga membuat tekstur rebung bambu tabah kering menjadi lunak atau tidak renyah lagi.

Daya Serap Air

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan jenis kemasan, perlakuan lama penyimpanan dan interaksi antara keduanya berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya serap selama penyimpanan. Nilai rata-rata daya serap dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Nilai rata-rata daya serap air (gair/gbahan) rebung kering

Lama

Pengemas

Penyimpanan

Jenis Plastik

Hari ke 0

Hari ke 10

Hari ke 20

Hari ke 30

Hari ke 40

P1

7,58 a a

7,40 b a

5,29 c b

3,00 d b

2,32 e b

P2

7,58 a a

7,39 b a

5,73 c a

4,14 d a

2,50 e a

P3

7,58 a a

6,74 b b

4,12 c c

2,64 d c

1,96 e d

P4

7,58 a a

7,35 b c

4,13 c c

2,43 d d

2,09 e c

Keterangan :

Huruf yang sama

di belakang nilai rata-rata pada

baris yang

sama menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

Huruf yang sama di bawah nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata daya serap air terendah rebung bambu tabah kering diperoleh pada perlakuan pengemas polietilen 0,04 mm dan perlakuan lama penyimpanan 40

hari (P3H40) yaitu sebesar 1,96 gair/gbahan. Nilai rata-rata daya serap air tertinggi rebung bambu tabah kering diperoleh pada perlakuan pengemas polipropilen 0,08 mm dan perlakuan lama penyimpanan 40 hari (P2H40) yaitu sebesar 2,50 gair/gbahan.

Daya serap air merupakan kemampuan rebung untuk menyerap air kembali setelah rebung dikeringkan. Kemampuan daya serap air pada rebung akan berkurang apabila kadar airnya terlalu tinggi. Itu sebabnya rebung kering dengan perlakuan pengemas polietilen 0,04 (P3) memperoleh nilai daya serap air terendah karena memiliki nilai rata-rata kadar air tertinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

  • 1.    Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa jenis kemasan plastik, ketebalan dan lama penyimpanan sangat berpengaruh terhadap karakteristik mutu rebung bambu tabah kering.

  • 2.    Jenis kemasan plastik terbaik untuk mengemas rebung kering selama penyimpanan 40 hari yaitu jenis plastik polipropilen dengan ketebalan 0,08 mm.

Saran

  • 1.    Untuk mengemas rebung bambu tabah kering disarankan untuk menggunakan jenis kemasan plastik polipropilen (PP) dengan ketebalan di atas 0,08 mm untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal dalam usaha mempertahankan mutu rebung bambu tabah kering serta menambah masa simpan melebihi 40 hari.

  • 2.    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengemasan rebung bambu tabah kering menggunakan jenis plastik polipropilen dengan ketebalan lebih dari 0,08 mm dan penyimpanan lebih dari 40 hari, karena ketebalan 0,08 mm pun dirasa belum cukup baik untuk mempertahankan mutu rebung selama penyimpanan 40 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A.,R.A. Edwards, G.H. Fleet. Dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. UI – Press. Jakarta.

Kencana, Pande Ketut Diah. 2009. “Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Rebung Bambu Tabah (Gigantochloa Nigrociliata Kurz) Fresh Cut”. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Sathe, S.K. dan D.K.Salunkhe. 1981. Isolation Partion, Characterization and Modification Of The Great Northem Bean (Pahseulus Vulgaris) Starch. Jurnal Food Science (46) : 617-621

Sudarmadji, S.,Haryono, B., dan Suhardi.1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta

Steel, R.G.D. dan J.H.Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Penerjemah Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suyitno. 1990. Bahan – bahan Pengemas. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Syarief, R. dan Halid Hariyadi., 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan, Arcan, Jakarta.

Winarno, F. G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan.Gramedia, Jakarta

Winarno, F.G., 1994. Bahan Tambahan Makanan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.