Kajian Proses Pengomposan Berbahan Baku Limbah Kotoran Sapi dan Kotoran Ayam
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN)
Program Studi Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 5, Nomor 2, September 2017
Kajian Proses Pengomposan Berbahan Baku Limbah Kotoran Sapi dan Kotoran Ayam
Composting Study Process Made From Cow Manure and Chicken Manure.
Putu Citra Dewi1, Yohanes Setiyo2, IGN Apriadi Aviantara2 Program studi Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas udayana
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penggunaan kompos sebagai pupuk organik merupakan upaya implementasi sistem low external input on sustainable agriculture (LEISA), penerapan sistem ini dapat
of Faculty of Agriculture Udayana University. The composting process has done for 2 months with composting temperatures start from 22 0C to 53 0C and composting at pH start from 4 to 7. Physical form of compost already resembles a brownish-black soil. Generally, the quality of the compost produced has fullfiled with SNI 19-7030-2004 with the final result of KSKA 2: 1 = cow manure: chicken manure 2:1. With the final result of Temperature 27.04 0C, pH 6.85, Carbon 11.14%, Nitrogen 0.64% and C/N ratio of 15.82%.
Keywords: compost, cow manure, chicken manure, quality of compost, C/N ratio.
PENDAHULUAN
Petani Br. Mayungan Anyar Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan sebagian memiliki 2 – 4 ekor ternak sapi dan Kelompok SIMANTRI Setia Makmur (No 356) memiliki ternak sapi 24 ekor. Keberadaan ternak sapi di Br.Mayungan Anyar sangat mendukung budidaya hortikultura yang menjadi profesi sehari-hari petani Br. Mayungan karena kotoran ternak yang dihasilkan sudah diolah menjadi kompos.Seekor sapi mampu menghasilkan kotoran padat dan cair sebanyak 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari(Setiawan, 2002). Menurut Undang (2002) bahwa seekor sapi muda mencapai 15-30 kg kotoran per hari.
Upaya perbaikan proses pengomposan kotoran sapi di SIMANTRI no 356 sudah dilakukan melalui penelitian Sebastiao (2016), dan Eva (2016), biomassa kotoran sapi ditambah dengan jerami, sekam padi, rumput gajah dan serbuk gergajian kayu. Perbaikan tinggi tumpukan mampu menghasilkan suhu proses mencapai lebih dari 40 oC dengan lama proses untuk menjadi kompos yang memenuhi standar SNI kurang lebih 60 hari. Selain itu, biomassa kotoran sapi yang ditambah bahan lain seperti yang dilakukan Sebastiao (2016) dan Eva (2016) juga mampu memperbaiki kondisi awal bahan baku, sehingga kerapatan massa bahan mampu mensuplai kebutuhan oksigen untuk proses dan juga mampu meningkatkan pH menjadi tidak terlalu asam. Namun, pada proses pengomposan belum ada upaya menambahkan kotoran ayam.
Bahan tambahan kotoran ayam ini mudah didapatkan oleh kelompok SIMANTRI, karena petani mempergunakannya sebagai pupuk pada budidaya hortikultura dan jenis pupuk ini belum terlalu matang karena nilai C/N masih di atas 30. Selain itu, kotoran ayam juga berupa bahan organik yang memiliki kandungan kimia seperti berikut: nitrogen 1.70 %, phospor 1.82 %, kalium 1.50 %, kadar air 85 – 92 %, dan beberapa unsur-unsur lain (Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn). Kotoran ayam relatip
lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula dibandingkan dengan kotoran hewan lainnya (Hartatik et al, 2004).
Berdasarkan uraian di atas, kotoran sapi berpotensi dijadikan kompos karena memiliki kandungan kimia sebagai berikut : nitrogen 0.4 - 1 %, phospor 0,2 - 0,5 %, kalium 0,1 – 1,5 %, kadar air 85 – 92 %, dan beberapa unsur-unsur lain (Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn). Namun untuk menghasilkan kompos yang baik memerlukan bahan tambahan karena pH kotoran sapi 4,0 - 4,5 dan kerapatan massa kotoran sapi rendah sehingga oksigen yang diperlukan dalam proses pengomposan tidak tersedia. Bahan tambahan yang mudah didapatkan oleh kelompok SIMANTRI adalah kotoran ayam, walaupunkotoran ayam ini didatangkan dari daerah lain karena petani juga memerlukan untuk dijadikan pupuk dalam budidaya kentang, sledri, cabai, sayur hijau, tomat, dan bunga gumiter.
Selain itu kotoran ayam juga berupa bahan organik yang kandungan kimianya : nitrogen 1.70 %, phospor 1.82 %, kalium 1.50 %, kadar air 85 – 92 %, dan beberapa unsure unsure lain (Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn). Kotoran ayam relative lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula dibandingkan dengan kotoran hewan lainnya (Hartatik, 2004). Dalam proses pengomposan hal-hal yang sangat peting harus diperhatikan adalah : (1) C/N bahan baku diawal pengomposan,(2) pH bahan baku, (3) kerapatan massa, (4) populasi mikroba (Setiyo et al, 2007). Kotoran ayam memiliki sifat fisik dan kimia yang mampu memperbaiki kondisi bahan baku di awal pengomposan. Oleh karena itu perlu dicari perbandingan antara kotoran ayam dan kotoran sapi yang ideal untuk proses pengomposan berdasarkan kondisi awal bahan baku.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SIMANTRI no 356
kelompok tani Setia Makmur Br. Mayungan Anyar, Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, pada tanggal 28 Mei 2016 – 15 Juli 2016. Selanjutnya penelitian analisis kompos dan bahan baku dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Penelitian analisis dilakukan mulai bulan Juli – September 2016.
Bahan dan Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada proses pembuatan kompos antara lain:
Bahan proses pengomposan adalah : kotoran sapi yang dihasilkan di SIMANTRI no 356 kelompok tani Setia Makmur Br. Mayungan Anyar, Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, sedangkan kotoran ayam diperoleh peternak di Kecamatan Penebel, Kab. Tabanan.
Bahan kimia : bahan kimia yang digunakan meliputi: aquades, larutan buffer 4 dan 7, dischromat (K2CR2O7) 2 N, asam sulfat (H2SO4) 0,1 N, larutan FeSO4 0,5 N, H2O2, katalis selenium mixture (Se+CuSO4 + NaSO4), NaOH 50% dan 0,1%, larutan asam borat 1% HC1 0,05 N, larutan amonium asetat 1 N, alkohol 70%, NaC1 10%, larutan amonium molibdat dan asam borat dan asam askorbat, indikator conway, indakator feroin.
Alat proses pengomposan: alat yang diperlukan pada proses pengomposan yaitu (1) meteran, (2) terpal, (3) sekop, (4) garu, (5) karung, (6) argo, (7) thermokopel digital, (8) pH meter.
Alat analisa kimia : (1) timbangan digital, (2) thermokopel digital, dan (3) glass ware
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak kelompok (RAK). Perlakuan percobaan adalah KSKA 2:1 = kotoran sapi berbanding kotoran ayam 2: 1 , KSKA 3:1 = kotoran sapi berbanding kotoran ayam 3:1, KSKA 4:1 =kotoran sapi berbanding kotoran ayam 4 : 1 , KA = kontrol kotoran ayam, KS = kontrol kotoran sapi. Panjang tumpukan bahan organik yang dikomposkan dengan panjang, lebar dan tinggi 1.0 m x 1 m x 1 m. Setiap unit perlakuan
penelitian diulangi 3 kali, sehingga penelitian ada 15 unit percobaan.
Prosedur Penelitian
Analtsa Data
Gambai 1 Diagram alir penelitian
Prosedur penelitian dijelaskan pada bagan alir Gambar 1. Pengukuran suhu dan pH dilakukan setiap 3 hari sekali pada pukul 09.00 WITA. Adapun titik-titik pengukuran suhu dan pH : titik pengukuran bagian atas (kedalaman 15 cm),bagian tengah (kedalaman 30 cm dan 45 cm) dan bagian bawah (kedalaman 60 cm), Sedangkan pengukuran suhu berdasarkan jarak panjang yaitu pada 20 cm, 40 cm, 60 cm, dan 80 cm.Pengambilan sampel hasil kompos diambil setelah proses dinyatakan berakhir. Sampel yang diambil sebanyak 500 gram yang diambil secara acak pada 5 titik. Pengamatan kadar karbon dan kadar N Total kompos dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Analisis Data
Setelah mengdapatkan hasil analisa laboratorium data-data: suhu, pH, kadar karbon, kadar nitrogen dan C/N rasio dari kompos dianalisa dengan metode anova dan kemudian dibuat grafik hubungan antara waktu pengomposan dengan suhu serta pH.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan Baku
Bahan baku pada penelitian berupa: kotoran ternak sapi, kotoran ternak ayam postal meliliki criteria
seperti pada Tabel 1.
Bahan baku pada penelitian berupa kotoran sapi dan kotoran ayam postal. Bahan-bahan tersebut memiliki kriteria seperti pada Tabel 1.
Tabel 1.
Kandungan awal bahan baku dan bahan tambahan
Perlakuan |
C/N |
Derajat keasaman (pH) |
Kerapatan massa, kg/m3 |
Kadar air, % (d.b) |
KS |
25.62±0,3 |
4.39±0,02 |
230±12 |
51±2.3 |
KA |
30.37±0,5 |
4.44±0,03 |
198±14 |
52±1.2 |
KSKA 2:1 |
26.59±0,4 |
4.5±0,12 |
219±12,1 |
52±1.1 |
KSKA 3:1 |
27.30±0,4 |
4.52±0,09 |
222±8,2 |
52±1.2 |
KSKA 4:1 |
27.30±0,2 |
4.79±0,03 |
223.6±10,2 |
51±1.8 |
Keterangan : KS = kotoran sapi, KA = kotoran ayam, KSKA 2:1 = kotoran sapi : kotoran ayam 1:2, KSKA 3:1 = kotoran sapi : kotoran ayam 3:1 dan KSKA 4:1 = kotoran sapi : kotoran ayam 4:1
Pada Tabel 1 dapat dilihat hasil pengamatan terhadap nilai-nilai C/N, pH, kerapatan massa, suhu, dan kadar air dari biomassa yang dikomposkan ternyata bahan baku dari semua perlakuan memenuhi kriteria berdasarkan hasil penelitian Setiyo et al. (2017) dengan C/N 20 – 30, kadar air 50 – 60 % dasar basah (d.b), pH 4 – 8 dan kerapatan massa 180 – 300 kg/m3. Hasil pengamatan terhadap biomassa dari semua perlakuan adalah C/N 25,62 ± 0,3 – 30,37 ± 0,5, kadar air 51 ±2 – 52 ±1,8 % d.b, kerapatan massa 198±14 -230±12 kg/m3dan pH 4,39 ±,03 – 4,79 ±0,03.
Hasil simulasi yang dilakukan oleh Setiyo, et al., (2007) pada kondisi bahan memiliki C/N 22 – 30 memerlukan waktu sekitar 60 hari untuk menjadi kompos yang memenuhi standar SNI. Biomassa yang dikomposkan memiliki C/N 25,62 ± 0,3 –30,37 ± 0,5, sehingga biomassa tersebut berdasarkan hasil simulasi model yang dikembangkan Setiyo et al., (2007) akan menjadi kompos kira-kira selama 60 hari.
Selain itu dengan kerapatan massa bahan 198±14 -230±12 kg/m3 maka bahan akan memiliki nilai porositas total bahan sekitar 60 % - 80 %, sehingga rongga udara mampu menyediakan oksigen untuk proses pengomposan selama ±7 hari.
Pada pH 4.39-4.79 mikroba pengurai biomassa tersebut akan mampu mengawali proses pengomposan (Setyawan A. B, 2002). Mikroba tersebut akan mengurai senyawa-senyawa yang ada pada biomassa untuk dipergunakan menyusun selnya.
Suhu Proses Pengomposan
Berdasarkan Gambar 2, suhu proses pengomposan mulai dari hari pertama sampai dengan hari ke-21 pada semua titik pengukuran bagian : atas (kedalaman 15 cm),bagian tengah (kedalaman 30 cm dan 45 cm) dan bagian bawah (kedalaman 60 cm), mengalami kenaikan suhu dengan kecepatan yang berbeda-beda pada setiap perlakuan.
50
45
40
⊃
5 35 un
30
25
10 20
30
hari ke
40
20
0
50 60
Kontrol sapi
kontrol ayam
KSKA (2:1)
KSKA (3:1)
KSKA (4:1)
SUHU LINGKUNGAN
Gambar 2. Grafik suhu proses pengomposan kelima perlakuan dan lingkungan
Kenaikan suhu masing-masing titik pengukuran disebabkan karena adanya panas dari hasil reaksi pengomposan, walaupun dalam waktu yang sama juga ada sebagian energi yang hilang ke lingkungan. Pada bagian atas tumpukan biomassa, panas akan hilang melalui permukaan biomassa, sedangkan bagian bawah panas akan hilang ke tanah melalui bagian tumpukan paling bawah.
Perbedaan suhu yang terjadi antara kedalaman 30 cm dengan kedalaman 15 cm serta suhu udara mengakibatkan terjadi pindah panas dari biomassa di kedalaman 30 cm menuju ke kedalaman 15 cm dan selanjutnya panas dibuang ke udara sekitar. Sedangkan perbedaan suhu antara kedalaman 45 cm dengan kedalaman 60 cm menyebabkan panas akan berpindah secara konduksi dari biomassa di kedalaman 45 cm menuju biomassa di kedalaman 60 cm. Suhu puncak reaksi dari perlakuan KS, KA, KSKA 2 : 1, KSKA 3 : 1 dan KSKA 4 : 1 masing-masing adalah 40.93 oC, 31.05oC, 33.08 oC, 44.02oC, 43.35oC dan 43.08oC. Setelah suhu biomassa mencapai puncak, kemudian suhu secara perlahan turun hingga sama dengan suhu lingkungan. Penurunan suhu menandakan bahwa kecepatan proses pengomposan mengalami penurunan. Selain itu, penurunan suhu pengomposan secara terus menerus menandakan
aktivitas mikroorganisme menurun dan berkurangnya bahan organik yang bisa diurai oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Derajat Keasaman Biomassa (pH)
Kenaikan pH akibat adanya demineralisasi biomassa menjadi partikel-partikel seperti Mg2+, K+, Al+, Fe+++ maupun Ca2+. Kation-kation ini akan berikatan dengan asam-asam yang terbentuk selama proses pengomposan dan menyebabkan reaksi pengomposan pH-nya naik. Perubahan pH sangat dipengaruhi dari hasil dekomposisi biomassa kotoran sapi dan kotoran ayam. Hasil ini sesuai dengan penelitian Setiyo, et al., (2007), Sebastiao (2015), Eva (2016). Grafik pH pada Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai pH pada perlakuan KS mengalami kenaikan pH secara cepat pada hari ke-27, pada kontrol KA sebagai kontrol bahan tambahan mengalami kenaikan pH secara cepat pada hari ke-18 pada perlakuan KSKA 2:1 mengalami kenaikan pH secara cepat pada hari ke-30, pada perlakuan KSKA 3:1 mengalami kenaikan pH secara cepat pada hari ke-27, serta pada perlakuan KSKA 4:1 mengalami kenaikan pH secara signifikan pada hari ke-18. Secara umum pH kotoran sapi dicampur bahan tambahan kotoran
ayam, pada proses pengomposan pH mengalami kenaikan sampai 6.92.
KS KA KSKA (2:1) KSKA (3:1) KSKA (4:1)
Gambar 3. Grafik pH proses pengomposan dari kelima perlakuan
Berdasarkan uji statistik terhadap perlakuan dinyatakan perlakuan penambahan bahan tambahan kotoran ayam pada proses pembuatan kompos berbahan baku kotoran sapi
menunjukkan pengaruh nyata terhadap pH pada kompos yang dihasilkan.
Kadar Karbon (C) pada Kompos
Tabel 2.
Kandungan karbon pada kompos
Hari ke |
Kandungan Karbon % | ||||
KS |
KA |
KSKA 2:1 |
KSKA 3:1 |
KSKA 4:1 | |
0 |
16.1±0.3a |
20.6±0.5a |
17.4±1.6a |
17.7±1.0a |
18.3±0.4a |
20 |
14.6±1.5a |
17.0±1.4a |
15.6±1.4a |
15.9±1.2a |
14.9±2.9a |
40 |
13.6±1.5a |
13.3±0.7a |
14.4±0.8a |
14.8±2.0a |
14.8±0.2a |
60 |
8.42±0.5a |
10.45±0.2a |
11.14±0.6a |
10.94±0.9a |
10.22±1.2a |
Dari hasil pada Tabel 2 menunjukan bahwa kandungan karbon pada semua perlakuan mengalami penurunan kadar karbon setelah proses pengomposan. Kandungan karbon paling tinggi terjadi pada perlakuan KSKA 2:1 yang memiliki kandungan karbon sebesar 11.14±0.2 kemudian diikuti oleh perlakuan 3:1 yang memiliki kandungan karbon sebesar 10.94±0.9, perlakuan
KSKA 4:1 kandungan karbon sebesar 10.22±1.2, perlakuan KA kandungan karbonnya sebesar 10.45±0.2 dan yang paling rendah terjadi pada perlakuan KS yang memiliki kandungan karbon sebesar 8.42±0.5. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan menunjukan bahwa perlakuan, konsentrasi penambahan bahan tambahan pada proses pembuatan kompos berbahan baku kotoran
sapi menunjukan pengaruh sangat nyata terhadap kandungan kadar karbon pada kompos.Berdasarkan hasil analisis BNT (Beda Nyata Terkecil) pada data kandungan karbon bahan kompos didapatkan hasil bahwa dari seluruh perlakuan tidak menunjukkan nilai yang berbeda nyata antara perlakuan
Kandungan Nitrogen Pada Kompos
Kandungan nitrogen dari masing-masing perlakuan dari biomassa yang dikomposkan untuk hari ke 0, 20, 40 dan 60 seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Nitrogen pada Kompos
Hari ke |
KS |
Kandungan Nitrogen KA KSKA 2:1 |
% KSKA 3:1 |
KSKA 4:1 | |
0 |
0.63±0,02a |
0.68 ±0,02a |
0.65±0.04a |
0.65±0.03a |
0.67±0.01a |
20 |
0.60±0,05a |
0.65 ±0,05a |
0.61±0,06a |
0.60±0,05a |
0.59±0.1a |
40 |
0.65±0,04a |
0.62±0,02a |
0.63±0.03a |
0.65±0.04a |
0.64±0.03a |
60 |
0.48±0,08a |
0.55±0,05a |
0.64±0.04a |
0.61±0.03a |
0.62±0.03a |
Kandungan nitrogen mengalami peningkatan dan penurunan selama proses pengomposan, hal ini dikarenakan nitrogen (N) yang bersifat fluktuatif. ( Setiyo et al 2007). Kadar nitrogen dibutuhkan mikroorganisme untuk memelihara dan pembentukan sel tubuh. Semakin banyak kandungan nitrogen, maka akan semakin cepat bahan organik terurai, karena mikroorganisme yang menguraikan bahan kompos memerlukan nitrogen untuk perkembangannya (Sriharti, 2008).
Pada Tabel 3 dapat diuraikan kandungan unsur hara nitrogen paling tinggi terdapat pada perlakuan KSKA 2:1 adalah 0.64±0.04% sedangkan kandungan nitrogen paling rendah yaitu KS adalah 0.48±0,08%. Hasil uji statistika dari nitrogen pengomposan dapat dilihat pada lampiran 16. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan menunjukan bahwa perlakuan, konsentrasi penambahan bahan baku tambahan pada proses pembuatan kompos berbahan baku kotoran sapi menunjukan pengaruh sangat nyata terhadap kandungan kadar nitrogen pada kompos.
Berdasarkan hasil analisis BNT (Beda Nyata Terkecil) pada data kandungan nitrogen bahan kompos didapatkan hasil bahwa dari seluruh perlakuan tidak menunjukkan nilai yang berbeda nyata antara perlakuan.
Rasio Karbon Nitogen Pada Kompos
C/N rasio selama proses pengomposan menunjukkan bahwa semua perlakuan nilai C/N
rasio mempunyai kecepatan penurunan. Pada perlakuan KSKA 2:1, nilai C/N rasio pada hari ke-0 yaitu 26.59±0.8%, pada hari k-20 yaitu 25.65±0.5%, pada hari ke-40 yaitu 22.65±01.3 % dan pada hari ke-60 yaitu 15.82±0.8 %. Pada perlakuan kotoran sapi dan kotoran ayam 3:1, nilai C/N rasio pada hari ke-0 yaitu 27.31±0.3%, pada hari ke-20 yaitu 26.62±1.2%, pada hari ke-40 yaitu 22.65±1.7 % dan pada hari ke-60 yaitu 16.56±0.8%. Pada perlakuan KSKA 4:1, nilai C/N rasio pada hari ke-0 yaitu 27.31±0.8%, pada hari ke-20 yaitu 25.14±0.5, pada hari ke-40 yaitu 21.65±0.9% dan pada hari ke-60 yaitu 16.61±1.0%. C/N rasio dari perlakuan KSKA 2:1 memiliki nilai C/N rasio terendah yaitu 15.82±0.8 %, sedangkan
perlakuan KSKA 4:1 memiliki nilai C/N rasio paling tinggi yakni sebesar 16.61±1.0%. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan menunjukan bahwa perlakuan, konsentrasi penambahan bahan tambahan pada proses pembuatan kompos berbahan baku kotoran sapi menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap C/N rasio kompos.
Berdasarkan hasil analisis BNT (Beda Nyata Terkecil) pada data kandungan C/N rasio bahan kompos didapatkan hasil bahwa dari seluruh perlakuan menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada perlakuan KSKA 3:1 pada hari ke-0.
Tabel 4.
Kandungan C/N Rasio pada kompos
Hari ke |
KS |
Kandungan Nitrogen KA KSKA 2:1 |
% KSKA 3:1 |
KSKA 4:1 | |
0 |
25.62 ±0.5a |
30.38±1.1a |
26.59±0.8a |
27.31±0.3ab |
27.31±0.8a |
20 |
24.55±1.1a |
26.11±0.4a |
25.65±0.5a |
26.62±1.2a |
25.14±0.5a |
40 |
21.05±0.9a |
21.33±0.6a |
22.65±1.3a |
22.65±1.7a |
21.65±0.9a |
60 |
15.84±0.3a |
17.82±0.1a |
15.82±0.8a |
16.56±0.8a |
16.61±1.0a |
Nilai C/N rasio selama pengomposan dapat dilihat pada tabel 4. Penurunan nilai C/N rasio pada masing-masing kompos ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah karbon yang dipakai sebagai sumber energi mikroba untuk menguraikan atau mendekomposisi material organik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :dari lima perlakuan proses pengomposan berlangsung selama 60 hari. Suhu pengomposan antara 20C – 450C dan pH antara 5.0 - 7.0, dan warna coklat kehitaman. Perlakuan perbandingan kotoran sapi dan kotoran ayam yang terbaik dalam menghasilkan proses pengomposan pada suhu terjadi pada perlakuan 3:1 dengan suhu mencapai 44.930C dan proses pengomposan pada pH terjadi pada Perlakuan KA yaitu mencapai 6.92.Perlakuan terbaik hasil proses pengomposan terjadi pada KSKA 2: 1. Kompos hasil dari perlakuan terbaik memiliki ciri-ciri: C/N 15.82±0.3 %, Karbon11.14±0.5 %, Nitrogen 0.64±0.3%. Berdasarkan hasil hasil laboratorium dan uji statistik menunjukan bahwa penambahan bahan tambahan kotoran ayam pada proses pembuatan kompos berbahan baku kotoran sapi berpengaruh terhadap kualitas kompos yang dihasilkan.
Saran
Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan pengkajian lebih dalam untuk mendukung proses pengomposan dan penambahan bahan tambahan
kotoran ayam lebih banyak agar dapat menghasilkan kompos berkuslitas baik.
Daftar Pustaka
Agus. F., A. Adimiharja., S. Hardjowigeno. A. M. Fagi., dan W. Hartatik. 2004. Tanah sawah dan Pengelolaannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Djuarnani, Nan dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Pandebesie, E.S.,Rayuanti, D., Pengaruh Penambahan Sekam Pada Proses Pengomposan Sampah Domestik. Jurnal Lingkungan Tropis, 2013, 6(1), 31 –40.
Setiawan A.I, 2002. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Cetakan Ketiga Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiyo, Y. 2007. Pengembangan model simulasi proses pengomposan sampah organic perkotaan dalam bioreactor. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
SNI. 19- 7030 – 2004. Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
Simamora, S. dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. AgroMedia Pustaka . Jakarta
Sriharti., Salim, T., Pemanfaatan Limbah Pisang Untuk Pembuatan Pupuk Kompos Menggunakan Kompos Rotary Drum. Prosising Seminar Nasional Bidang Teknik Kimia dan Tekstil, Yogyakarta, 2008.
Yuwono, Dipo, 2006.Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.
38
Discussion and feedback