Analisis Iklim Mikro pada Budidaya Padi dengan Sistem Tanam Legowo Nyisip
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana https://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 8, Nomor 1, April 2020
Analisis Iklim Mikro pada Budidaya Padi dengan Sistem Tanam Lelowo Nyisip (Studi Kasus di Subak Sigaran, Tabanan)
The Analysis of Microclimate on Paddy Cultivation of Legowo Nyisip Planting System (Case Studies in Subak Sigaran, Tabanan)
I Wayan Adiguna, I Wayan Tika, Sumiyati
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unud
*Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem tanam jajar legowo nyisip terhadap iklim mikro dan produktivitas padi varietas Cigeulis. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap, terdiri dari enam perlakuan dengan tiga kali ulangan, yaitu: K0 perlakuan sesuai kebiasaan petani), K1 perlakuan legowo 2:1 nyisip), K2 perlakuan legowo 3:1 nyisip), K3 perlakuan legowo 4:1 nyisip), K4 perlakuan legowo 5:1 nyisip) dan K5 perlakuan legowo 6:1 nyisip). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan K1 mendapatkan intensitas sinar tertinggi sebesar 23.817 lux dan mendapatkan suhu tertinggi sebesar 27,20°C. K0 memiliki kelembaban relatif tertinggi sebesar 79,30%. Perlakuan K5 merupakan perlakuan dengan produksi tertinggi per satuan luas sebesar 6,06 ton/ha.
Kata kunci : iklim mikro, legowo nyisip, produktivitas
Abstract
This research was conducted to determine the effect of nyisip in raw of legowo planting system toward microclimate and paddy’s productivity of Cigeulis variety. This research using completely randomized design, with six treatments and 3 replications, they are: K0 the treatment which appropriated to farmers custom), K1 the treatment of legowo 2:1 nyisip), K 2 the treatment of legowo 3:1 nyisip), K3 the treatment of legowo 4:1 nyisip), K4 the treatment of legowo 5:1 nyisip) and K5 the treatment of legowo 6:1 nyisip). The result of this research shown that the treatment of K1 got the higest intensity of sun shine at 23.817 lux and got the highest temperature at 27,20°C. The treatment of K0 has the highest relativite humudity at 79,30%. The treatment of K5 is the highest productivity per area at 6,06 ton/ha.
Keywords: legowo nyisip, microclimate, productivity
PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman utama pertanian di negara-negara agraris, termasuk Indonesia. Sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi yang berasal dari padi sebagai makanan pokok. Menurut Abdullah (2004), dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,7 % per tahun dan kebutuhan per kapita sebanyak 134 kg, maka pada tahun 2025 Indonesia harus mampu menghasilkan padi sebanyak 78 juta ton gabah kering giling (GKG) untuk mencukupi kebutuhan beras nasional. Untuk itu, perlu inovasi teknologi pada budidaya tanaman padi yang dapat meningkatkan produksi beras nasional sehingga kebutuhan beras yang setiap tahun meningkat dapat terpenuhi.
Menurut Suriapermana (1990), cara tanam padi sistem legowo merupakan rekayasa teknologi yang
ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usaha tani padi. Sistem jajar legowo makin dikembangkan oleh petani dengan nemambahkan sisipan padi pada pinggir legowo yang disebut dengan nyisip, sehingga jarak antar tanaman menjadi makin rapat namun tidak menghilangkan ciri khas legowo itu sendiri, selain itu penambahan sisipan juga bertujuan untuk efisiensi lahan.
Selain teknik budidaya, iklim mikro juga mempunyai peranan penting terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi. Menurut Husni (2003), iklim menunjukkan keadaan yang berakitan dengan atmosfer disetiap kawasan yang berkaitan erat dengan cuaca seperti suhu, kelembaban, taburan hujan, arah dan kelajuan angin. Iklim mikro pula menunjukkan kedaan iklim bagi suatu kawasan kecil. Budidaya padi juga bergantung pada keberadaan subak sebagai lahan yang digunakan untuk budidaya
itu sendiri. Subak Sigaran terletak di Dusun Sigaran, Desa jegu, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Dasar pemikiran pemilihan Subak Sigaran karena dilihat dari sistem tanam budidaya padi, petani setempat masih bercocok tanam dengan sistem tanam konvensional.
Beberapa penelitian terkait iklim mikro yang pernah dilakukan di Subak Sigaran adalah antara lain “Pengaruh Teknik Budidaya SRI (System of Rice Intensification) dan Sistem Jajar Legowo Terhadap Iklim Mikro dan Produktivitas Padi Ketan” dengan perlakuan teknik budidaya SRI yang dikombinasikan dengan sistem jajar legowo 6:1 menghasilkan produktivitas tertinggi yaitu sebesar 8,8 ton/ha dan “Aplikasi Metode SRI dan Sistem Tanam Jajar Legowo Terhadap Iklim Mikro Yang Mempengaruhi Produktivitas Padi Beras Merah” dengan metode SRI kombinasi sistem tanam jajar legowo 6:1 tanpa sisip menghasilkan produktivitas tertinggi yaitu sebesar 7,48 ton/ha. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang “Analisis Iklim Mikro pada Budidaya Padi dengan Sistem Tanam Legowo Nyisip”, untuk mengetahui pengaruh perlakuan jarak tanam legowo nyisip khususnya untuk padi varietas unggul. Sehingga nantinya akan bermanfaat bagi petani dalam peningkatan produktivitas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sistem tanam jajar legowo nyisip terhadap iklim mikro dan mengetahui pengaruh sistem tanam jajar legowo nyisip terhadap produktivitas padi varietas Cigeulis.
METODE
Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Subak Sigaran yang secara administratif terletak di wilayah Dusun Sigaran, Desa Jegu, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus hingga November 2015.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: light meter dengan rentang pengukuran hingga 999.900 lux, digital thermo-hygro meter dengan kisaran suhu antara -40-70°C dan RH 20-90%, meteran, alat olah tanah berupa traktor, alat tanam caplak, landak (odrok) untuk pemberantasan gulma, sprayer, sabit dan mesin perontok padi. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain: bibit padi varietas Cigeulis, pupuk oganik berupa Petroganik dan D.I Grow, dan insektisida berupa Trebon.
Metodelogi Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi enam perlakuan, masing-masing perlakuan dengan demplot seluas satu are yang dilakukan tiga kali pengulangan, yaitu: K0 : Kontrol, perlakuan sesuai dengan kebiasaan petani setempat (konvensional)
K1 : Sistem tanam jajar legowo tipe 2:1 nyisip
K2 : Sistem tanam jajar legowo tipe 3:1 nyisip
K3 : Sistem tanam jajar legowo tipe 4:1 nyisip
K4 : Sistem tanam jajar legowo tipe 5:1 nyisip
K5 : Sistem tanam jajar legowo tipe 6:1 nyisip
Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah unsur iklim mikro yang terdiri dari: intensitas sinar, suhu lingkungan, kelembaban relatif dan produktivitas yang terdiri dari: anakan berbuah, panjang malai, jumlah bulir gabah per malai, berat bulir gabah per rumpun, bobot 1000 bulir gabah, persentase gabah isi dan produktivitas.
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian dimulai dari persiapan lahan, persiapan bibit, transplantasi dengan pembuatan garis-garis tanam, perawatan tanaman, pengambilan data iklim mikro, panen, pengambilan data produktivitas dan analisis data. Jika terjadi pengaruh yang signifikan terhadap variabel yang diamati, maka akan dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT).HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Sinar
Grafik perubahan rata-rata harian intensitas sinar yang dilakukan setiap dua minggu sekali dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik perubahan intensitas sinar pada perlakuan sejalan dengan usia tanaman
Secara statistik sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas sinar. Gambar 1 diatas menunjukkan secara umum terjadi penurunan nilai rata-rata intensitas sinar terjadi dimulai dari minggu ke-2 hingga minggu ke-14. Penurunan nilai rata-rata intensitas sinar disebabkan oleh bertambahnya tinggi tanaman yang terjadi setiap minggu, sehingga menyebabkan intensitas sinar yang diterima oleh
tanaman menjadi lebih kecil seiring bertambahnya tinggi tanaman. Menurut Nursanti (2009) pertambahan tinggi tanaman disebabkan karena tajuk tanaman yang semakin merapat mengakibatkan kualitas cahaya yang diterima menjadi menurun.
Suhu Lingkungan
Grafik perubahan rata-rata harian suhu yang dilakukan setiap dua minggu sekali dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik perubahan suhu pada perlakuan sejalan dengan usia tanaman
Dari hasil uji statistik yang telah dilakukan, sistem tanam tidak berpengaruh terhadap suhu. Gambar 2 menunjukkan secara umum terjadinya perubahan besar suhu dari minggu ke-0 hingga minggu ke-14 yang mengalami penurunan. Seperti pada pembahasan sebelumnya, kondisi ini diduga terjadi karena seiring bertambahnya umur tanaman, sehingga menjadi semakin tinggi dan rimbun karena terhalangnya sinar matahari yang masuk ke sela-sela tanaman. Menurut Villegas dkk. (2010), tanaman atau vegetasi memberikan pengaruh kepada kondisi iklim mikro yang ada melalui modifikasi radiasi matahari dan suhu tanah. Hal ini menyebabkan kelembaban menjadi tinggi sehingga berbanding terbaik dengan nilai rata-rata suhu yang mengalami penurunan.
Kelembaban Relatif
Grafik perubahan rata-rata harian kelembaban relatif yang dilakukan setiap dua minggu sekali dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari hasil uji statistik yang diperoleh pada masing-masing perlakuan, bahwa sistem tanam tidak berpengaruh terhadap kelembaban relatif. Gambar 3 diatas menunjukkan secara umum terjadinya peningkatan nilai rata-rata kelembaban relatif dari minggu ke-0 hingga minggu ke-14, hal ini terjadi diduga sejalan dengan pertumbuhan tanaman yang terjadi setiap minggunya dimana tanaman dari minggu ke-0 hingga minggu ke-14 bertambah tinggi dan bertambah banyaknya anakan akan membuat
tanaman semakin rimbun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafi (2005) yang menyatakan bahwa, semakin banyak tanaman per satuan luas maka semakin tinggi indeks luas daun sehingga persentase cahaya yang diterima oleh bagian tanaman yang lebih rendah menjadi lebih sedikit akibat adanya penghalang cahaya oleh daun-daun diatasnya. Terhalangnya cahaya yang masuk ke sela-sela tanaman akan menyebabkan tingkat evaporasi yang kecil sehingga kelembaban relatif menjadi tinggi seiring dengan pertumbuhan tanaman yang terjadi setiap minggunya
Gambar 3. Grafik perubahan kelembaban relatif pada perlakuan sejalan dengan usia tanaman
Anakan Berbuah dan Panjang Malai
Data hasil penelitian variabel anakan berbuah dan panjang malai pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Jumlah anakan berbuah dan panjang malai.
Variabel |
Perlakuan | |||||
K0 |
K1 |
K2 |
K3 |
K4 |
K5 | |
Jumlah |
17,3 |
24,3 |
23,3 |
22,33 |
21,67 |
19,33 |
Anakan |
3a |
3c |
3c |
bc |
bc |
ab |
Panjang Malai |
19,8 0 |
20,5 0 |
20,2 7 |
20,33 |
20,17 |
20,13 |
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata dengan probability ≤0.05.
Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah anakan berbuah, namun tidak berpengaruh nyata terhadap panjang malai. Jumlah anakan berbuah dan panjang malai pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
(TSatang) Peilakiiaii
Panj ang Klalai
Ccm)
Gambar 4. Diagram jumlah anakan berbuah dan panjang malaipada setiap perlakuan
Seperti yang terlihat pada Gambar 4, perlakuan K1 dengan penerapan sistem tanam legowo 2:1 nyisip menghasilkan anakan berbuah tertinggi sebanyak 24,33 batang. Sedangkan perlakuan K0 yang menerapkan sistem tanam konvensional menghasilkan rata-rata anakan berbuah paling sedikit dibandingkan perlakuan lainnya yaitu sebanyak 17,33 batang. Hal ini dipengaruhi oleh jarak tanam K1 yang memiliki banyak lorong, sehingga persaingan tanaman tidak terlalu ketat dan intensitas sinar yang diterima oleh tanaman lebih banyak dari perlakuan lain. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Husna (2010) yang menyatakan bahwa jumlah
anakan maksimum ditentukan oleh jarak tanam, sebab jarak tanam menentukan radiasi matahari, hara mineral serta budidaya tanaman itu sendiri. Jarak tanam yang lebar persaingan sinar matahari dan unsur hara sangat sedikit dibanding dengan jarak tanam yang rapat.
Sedangkan untuk variabel panjang malai menunjukkan bahwa perlakuan K1 dengan sistem tanam legowo nyisip 2:1 menghasilkan rata-rata panjang malai paling panjang diantara perlakuan lainnya yaitu 20,50 cm. Sedangkan rata-rata paling pendek dihasilkan oleh perlakuan K0 dengan penerapan sistem tanam konvensional yaitu 19,80 cm. Menurut Hatta (2012) jarak tanam yang lebih lebar akan menghasilkan malai yang lebih panjang. Sebaliknya, jarak tanam yang rapat akan menghasilkan malai yang lebih pendek.
Jumlah Bulir Gabah per Malai, Berat Bulir Gabah per Rumpun dan Bobot 1000 Bulir Gabah Data hasil penelitian jumlah bulir gabah per malai, berat bulir gabah per rumpun dan bobot 1000 bulir gabah pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah bulir gabah per malai, berat bulir gabah per rumpun dan bobot 1000 bulir gabah.
Variabel |
K0 |
K1 |
Perlakuan | |||
K2 |
K3 |
K4 |
K5 | |||
Jumlah Bulir Gabah per Malai |
62,67a |
83,67d |
76,67cd |
73,33bc |
69,33abc |
66,33ab |
Berat Bulir Gabah per Rumpun |
33,53a |
53,03c |
51,90bc |
45,87bc |
43,97b |
43,30b |
Bobot 1000 Bulir Gabah |
36,67 |
41,00 |
39,67 |
38,67 |
37,33 |
36,67 |
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata dengan probability
≤0.05.
Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah bulir gabah per malai dan berat bulir gabah per rumpun yang dihasilkan pada setiap perlakuan, namun tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 bulir gabah. Grafik jumlah bulir gabah per malai, berat bulir gabah per rumpun dan bobot 1000 bulir gabah pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.
Dari Gambar 5, dapat dilihat rata-rata jumlah bulir gabah per malai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan K1 dengan sistem tanam legowo 2:1 nyisip sebanyak 83,67 bulir per malai. Sedangkan rata-rata jumlah bulir per malai terendah dihasilkan oleh perlakuan K0 yang menerapkan sistem tanam konvensional yaitu sebanyak 62,67 bulir per malai. Perbedaan bulir gabah per malai antar perlakuan yang berbeda disebabkan oleh faktor-faktor pertumbuhan yang berbeda pada tanaman tersebut. Menurut Lin (2009), menyatakan jarak tanam yang lebar serta semakin banyak lorong legowo dapat memperbaiki total
penangkapan cahaya oleh tanaman dan dapat meningkatkan hasil biji
Gambar 5. Diagram jumlah bulir gabah per malai pada setiap perlakuan
Pada variabel berat bulir gabah per rumpun K1 dengan penerapan sistem tanam legowo nyisip 2:1 memiliki berat bulir gabah per rumpun paling tinggi seberat 53,03 gram. Sedangkan yang terendah adalah perlakuan K0 yang menerapkan sistem tanam konvensional yaitu seberat 33,53 gram. Perbedaan pertumbuhan dari perlakuan yang berbeda menentukan berat bulir gabah per rumpun yang
berbeda. Pertumbuhan awal yang diikuti pertumbuhan yang baik berikutnya pada tanaman akan menentukan hasil yang pada masing-masing perlakuan akan mempengaruhi hasil yang diperoleh. Hal ini dipengaruhi oleh anakan produktif dan jumlah gabah isi per malai K1 yang memang lebih tinggi dan berkorelasi positif dengan berat bulir gabah per rumpun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bakhtiar dkk. (2010), yang menyatakan jumlah gabah berisi per rumpun pada jumlah anakan produktif memberikan pengaruh langsung terhadap bobot gabah per rumpun.
Sedangkan untuk variabel bobot 1000 bulir gabah perlakuan K1 dengan penerapan sistem tanam legowo 2:1 nyisip menunjukkan bobot 1000 bulir tertinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya
dengan bobot 41,00 gram, sedangkan yang terendah adalah perlakuan K0 dan K5 dengan bobot yang sama yaitu 36,67 gram. Menurut Masdar (2006), bahwa bobot 1000 butir tidak dipengaruhi oleh jarak tanam. Hal ini diduga bentuk dan ukuran biji ditentukan oleh faktor genetik sehingga berat 1000 butir yang dihasilkan hampir sama. Tinggi rendahnya berat biji tergantung dari banyak atau tidaknya bahan kering yang terkandung dalam biji. Bahan kering dalam biji diperoleh dari hasil fotosintesis yang selanjutnya dapat digunakan untuk pengisian biji.
Persentase Gabah Isi (Basis Berat dan Jumlah) Data hasil penelitian persentase gabah isi (basis berat) pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Persentase gabah isi basis berat dan jumlah.
Variabel |
K0 |
K1 |
Perlakuan |
K4 |
K5 | |
K2 |
K3 | |||||
Basis Berat |
70,00 |
83,33 |
83,33 |
80,00 |
80,00 |
73,33 |
Basis Jumlah |
58,27 |
72,67 |
66,97 |
63,77 |
63,50 |
62,63 |
Uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap variabel persentase gabah isi basis berat maupun basis jumlah yang dihasilkan pada setiap perlakuan. Meskipun secara statistik dianggap sama, namun secara kuantitatif dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini.
Gambar 6. Diagram persentase gabah isi basis berat dan jumlah pada setiap perlakuan
Dari Gambar 6 diatas, menunjukkan bahwa perlakuan K1 dan K2 menghasilkan persentase gabah isi (basis berat) tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya dengan persentase yang sama yaitu 83,33%. Sedangkan perlakuan K0 menghasilkan persentase gabah isi (basis berat) terendah diantara enam perlakuan dengan persentase 70,00%. Sedangkan persentase gabah isi (basis jumlah) yang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan K1 dengan tanam legowo
2:1 nyisip dengan persentase 72,67%. Sedangkan hasil terendah dihasilkan oleh perlakuan K0 dengan tanam konvensional dengan persentase 58,27%.
Produktivitas
Data hasil penelitian produktivitas pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.
Produktivitas pada setiap perlakuan.
Perlakuan |
Produktivitas |
ton/ha) | |
K0 |
4,57a |
K1 |
4,93a |
K2 |
4,97a |
K3 |
5,49b |
K4 |
6,03c |
K5 |
6,06c |
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang
berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata dengan probability ≤0.05
Kondisi ini dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari yang diterima oleh perlakuan K1 yang lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya yang disebabkan oleh banyaknya lorong diantara unit legowo. Dimana suplai unsur hara esensial terpenuhi selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta diduga juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur, kelembaban dan intensitas cahaya matahari yang berperan dalam menentukan besar
kecilnya bentuk gabah bernas dan banyak sedikitnya baik jumlah gabah maupun persentase gabah isi yang terbentuk (Permadi et al., 2003, dan Vergara, 1995 dalam Imran, 2007).
Dari hasil uji statistik yang dilakukan perbedaan sistem tanam dari perlakuan yang berbeda berpengaruh terhadap produktivitas. Secara kuantitatif, diagram produktivitas pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7 dibawah ini.
Pei lakuan
Gambar 7. Diagram produktivitas pada setiap perlakuan
Gambar 7 diatas menunjukkan bahwa produksi per satuan luas tertinggi dihasilkan oleh dihasilkan oleh perlakuan K1 dengan tanam legowo 2:1 nyisip sebanyak 6,06 ton/ha. Sedangkan hasil terendah dihasilkan oleh perlakuan K0 dengan penerapan tanam konvensional sebanyak 4,57 ton/ha.
Berdasarkan data dari semua perlakuan yang diterapkan perlakuan K5 lebih optimal dari segi produksi per satuan luas namun secara kualitas gabah perlakuan K1 lebih unggul dibandingkan perlakuan lainnya. Meskipun komponen hasil produktivitas K1 lebih tinggi dibandingkan dengan K5, namun secara populasi tanaman K1 lebih rendah dibandingkan K5. Hal ini disebabkan oleh banyaknya lorong legowo pada perlakuan K1 yang menyebabkan banyak lahan yang terbuang oleh unit legowo itu sendiri. Sehingga populasi tanaman menjadi lebih rendah sehingga produksi per satuan luas lebih rendah. Menurut Suhartatik dkk. (2011), populasi yang lebih tinggi pada sistem tanam jajar legowo memberi peluang untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan Collins dan Hawks (1993) yang menyatakan bahwa populasi tanaman sangat menentukan tingginya laju pertumbuhan dan tingkat produktivitas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari analisis iklim mikro pada budidaya padi dengan sistem legowo nyisip dapat disimpulkan bahwa sistem tanam jajar legowo nyisip tidak berpegaruh terhadap iklim mikro seperti intensitas sinar, suhu
dan kelembaban relatif dan sistem tanam jajar legowo nyisip berpengaruh terhadap produktivitas padi varietas Cigeulis. Perlakuan K5 dengan penerapan sistem tanam legowo 6:1 nyisip menghasilkan produktivitas tertinggi sebesar 6,06 ton/ha.
Saran
Agar menghasilkan produktivitas padi yang maksimal sebaiknya menerapkan sistem tanam legowo 6:1 nyisip. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perlakuan yang sama tetapi dengan jenis padi yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, B. 2004. Pengenalan VUTB Fatmawati dan VUB lainnya. Makalah Disampaikan Pada Pelatihan Pengembangan Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB) Fatmawati dan VUB lainnya, 31 Maret-3 April 2004, di Balitpa, Sukamandi.
Bakhtiar, BS. Purwoko, Trikoesoemaningtyas, dan I.S. Dewi. 2010. Analisis Korelasi dan Koefisiensi Lintas Antar Beberapa Sifat Padi Gogo pada Media Tanah Masam. J. Floratek 5:86-93.
Collins, W. K., dan S. N. Hawks. 1993. Principles of fluecured tobacco production.N. C.27695. (316 p).
Hanafi, M. Arief. 2005. Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga Kultivar Jagung (Zea mays L) Untuk Produksi Jagung Semi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Hatta, M. 2012. Uji Jarak Tanam Sistem Legowo Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Beberapa Varietas Padi Pada Metode SRI. Staf Pengajar Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh.
Husna, Y. 2010. Pengaruh Penggunaan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L ) Varietas IR 42 dengan Metode SRI (System of Rice Intensification). Jurnal Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Vol 9 Hal 2-7.
Husni, M. H. Ahmad.2003. Combined Use of Chemical and Organic Fertilizer.
Universitity Pertanian Malaysia (UPM), Malaysia.
Imran, A. 2007. Potensi hasil enam varietas unggul baru padi. Jurnal Agrivigor,7(1):69-77.
Lin, XQ, D.F. Zhu, H.Z. Chen, And Y.P. Zhang. 2009. Effects Of Plant Density And Nitrogen Application Rate On Grain Yield 23
And Nitrogen Uptake Of Super Hybrid Rice. Rice Science 16(2):138-142.
Masdar.2006.Pengaruh Jumlah Bibit Per Titik Tanam Dan Umur Bibit Terhadap Pertumbuhan Reproduktif Tanaman Padi Pada Irigasi Tanpa Penggenangan. Jurnal Dinamika Pertanian 21 (2) : 121-126.
Nursanti, R. 2009. Pengaruh Umur Bibit dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Buru Hotong (Setaria italica (L). Beauv). Skripisi Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hal 2728.
Suhartatik, E., A.K. Makarim, dan Ikhwani. 2011. Responlima varietas unggul baru terhadap perubahan jaraktanam. Inovasi Tekonologi
Padi Mengantisipasi Cekaman Lingkungan Biotik dan Abiotik. Prosidingseminar Nasional hasil penelitian Padi 2011. p.1259-1273
Suriapermana S. 1990. Laporan Pertama Penelitian Kerja Sama Mina Padi, antara Balittan Sukamandi-IDRC Canada. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi, Subang.
Villegas, J.C., David D.B., Chris B.Z. and Patrick D.R. 2010. Seasonally Pulsed Heterogeneity in Microclimate: Phenology and Cover Effects along Deciduous Grassland–Forest
Continuum. Vadose Zone Journal 9 (3) : 537-547.
24
Discussion and feedback