1

OPTIMALISASI PROSES FERMENTASI URIN SAPI MENJADI BIOURIN

Merisa Aritonang 1, Yohanes Setiyo2, I.B.P. Gunadnya 2

Email: merisa.art@gmail.com

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai fermentasi urin sapi menjadi biourin. Tujuan penelitian ini adalah mengoptimasi proses fermentasi urin menjadi biourin dengan pemberian starter dan gula merah. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak kelompok pola faktorial 2 faktor dengan 3 taraf perlakuan. Faktor pertama berupa perlakuan konsentrasi starter Rumino bacillus dengan konsentrasi 0 ml, 15 ml dan 30 ml. Faktor kedua adalah perlakuan gula merah 0, 15 dan 30 g. Masing-masing perlakuan di ulang sebanyak 3 kali. Variable yang diamati adalah pH, total asam, total padatan terlarut, C-organik dan N-total. Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan starter R. bacillus sejumlah 15 - 30 ml dan gula merah 15 - 30 g dalam 1.500 ml urin sapi dapat mempercepat produksi biourin dalam proses fermentasi urin sapi yang diambil dari Simantri nomor 225. Umur urin sapi sebelum diproses yaitu satu hari dari saat dikeluarkan oleh sapi dewasa. Proses fermentasi dilakukan selama 7 hari dapat dipercepat menjadi 5 hari, hal ini ditandai dengan stabilnya nilai pH, total asam dan total padatan terlarut mulai hari ke-5. Konsentrasi starter R. bacillus 30 ml dengan penambahan gula merah 30 g pada 1.500 ml urin sapi yang difermentasi merupakan perlakuan optimal yaitu nilai pH 6, total asam 0,5%, total padatan terlarut 3,80Brix. Hal ini didukung oleh standar dari Permentan Nomor 70 dengan nilai pH 4 - 9. Namun, penelitian untuk nilai C-organik dan N-total belum cukup memenuhi standar Permentan yaitu C-organik 6% dan N-total 3-6%.

Kata kunci: fermentasi, urin sapi, biourin.

ABSTRACT

An experiment on biourine fermentation using cow urine has been carried out. The objective of this research was to optimize biourine fermentation by adding starter and palm sugar. The reseach used Completed Randomized Block Design with factorial pattern of 2 factors and 3 levels each. The first factor was starter concentrations of Rumino bacillus 0, 15, and 30 ml. The second one was weight of palm sugar added at 0, 15, and 30 g. Each treatment was repeated 3 times. Varibles observed were pH, acid, soluble solid, organic C, and total N. Results of the research indicated that starter addition of 15-30 ml and palm sugar 15-30 g for every 1500 ml cow urine accelerated biourine production in the fermentation stage of cow urine which was taken from simantri number 225. The fermentation process was carried out for 7 days and by adding this combination of traitment shortening the process to 5 days. This was shown by pH,total acid,and total dissolve solids value of urin which was stable after 5 days of fermentation. Concentration of 30 ml R. bacillus with the addition of 30 grams brown sugar in 1,500 ml of fermented cow urine is the optimal treatment in which the value of pH is 6, 0.5% total acid, and 3.80Brix total dissolved solids. This is supported by the standard of Permentan Number 70 with a pH value of 4-9. However, the research for C-organic and N-total has not fulfilled the standard of Permentan in which the C-organic is 6% and N-total is 3-6%.

Keywords: fermentation, cow urine, biourine.

PENDAHULUAN

Biourin adalah hasil pengolahan limbah urin ternak dengan cara fermentasi. Urin yang dipakai dalam pembuatan biourin adalah urin sapi. Urin sapi mempunyai komposisi N-total 0,33%, C-organik 0,67%, pH 8,33 (Adijaya, 2011). Hasil penelitian Adijaya et al. (2008) mendapatkan potensi urin ternak sapi jantan dengan berat ±300 kg menghasilkan 8-12 liter per hari, sedangkan sapi betina ±250 kg menghasilkan urin 7,5-9 liter per hari.

Proses fermentasi urin sapi menjadi biourin dilakukan oleh anggota Simantri, selama 7 hari yang ditampung di bak penampungan. Simantri merupakan singkatan dari sistem pertanian terintegrasi yang mengupayakan percepatan pengembangan model percontohan dalam percepatan alih teknologi pertanian kepada masyarakat perdesaan yang dilaksanakan di wilayah provinsi Bali. Proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan starter berupa 1 liter Rumino bacillus dan 1 liter Azotobacter untuk 800 liter urin sapi, selain itu dilakukan pengadukan dan penambahan oksigen melalui aerator. Proses fermentasi selama 7 hari tersebut dianggap masih belum optimal dan efisien, sehingga perlu dilakukan banyak kajian untuk membuat proses biourin menjadi lebih optimal (Guntoro, 2006).

Proses fermentasi urin sapi menjadi biourin dapat dioptimalkan dengan menambahkan starter dan memperkaya nutrisi yaitu gula merah. Pemberian starter dan memperkaya nutrisi sangat berpengaruh pada lama atau cepatnya proses fermentasi. Pengaruh lama atau cepatnya proses fermentasi disebabkan oleh peningkatan aktivitas bakteri. Kunaepah (2008) menyatakan memperkaya nutrisi pada proses fermentasi urin dengan penambahan glukosa sebagai sumber karbon juga berpengaruh terhadap aktivitas bakteri, karena glukosa merupakan substrat yang mudah dicerna dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Sanjaya (2010) menambahkan, glukosa berfungsi sebagai sumber energi dan unsur utama dalam pembentukan sel mikroorganisme. Penelitian ditekankan pada penentuan konsentrasi starter dan konsentrasi gula merah yang menghasilkan proses fermentasi biourin yang optimal. Tujuan penelitian adalah mengoptimalisasi proses fermentasi urin menjadi biourin dengan pemberian starter R. bacillus dan gula merah.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Sampel urin sapi diambil dari Simantri nomor 225 di Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan Provinsi Bali, Simantri ini menghasilkan urine 340.000 ml/hari, karena Simanti ini memiliki 21 ekor sapi dewasa. Formulasi atau peracikan urin sapi dengan penambahan starter R. bacillus dan gula merah dilakukan di Denpasar. Sampel dianalisis di Laboratorium analisis pangan Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian dilakukan selama satu bulan, mulai bulan November 2012 sampai dengan Desember 2012.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah: corong, ember, karet penghisap, pipet ukur HBG 5 ml, plastisin, selang, thermometer, botol air mineral 1500 ml, spektrofotometer, refraktometer, pH meter portable intek, cawan petri (pyrex), erlenmeyer (pyrex), tabung reaksi (pyrex), gelas ukur, timbangan digital, vortex, aluminium foil, kertas saring whatman 42, pipet tetes, labu takar 0,5 ml dan 50 ml, buret, neraca, labu kjeldhal, alat destruksi, alat penyulingan dan sendok spatula selen.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah urin sapi, starter yang dipakai adalah R. bacillus yang didapat dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Bali, gula merah, aquades, NaOH (0,0996 M), fenolftalein (PP), alkohol 95%, K2CrO7 1 N, H2SO4, H3PO4 85%, 1 N FeSO4, asam borat (H3BO3) 1%, methyl red (C15H15N3O2), dan indikator Diphenylamine.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dua faktor dengan perlakuan sebagai berikut: Faktor pertama terdiri dari tiga taraf yaitu : V1 = volume R. bacillus 0 ml, V2 = volume R. bacillus 15 ml, V3 = volume R. bacillus 30 ml. Faktor kedua terdiri dari tiga taraf yaitu: G1 = dengan berat gula merah 0 g, G2 = dengan berat gula merah 15 g, G3 = dengan berat gula merah 30 g. Kombinasi perlakuan yang diperoleh adalah sebagai berikut: V1G1, V2G1, V3G1, V1G2, V2G2, V3G2, V1G3, V2G3, V3G3. Seluruh perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 27 unit percobaan.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksananan penelitian dilakukan dengan tahapan seperti diagram alir di bawah ini.

Gambar 1. Diagram alir proses fermentasi biourin.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati adalah derajat keasaman (pH), total asam, total padatan terlarut, C-organik dan N-total. Pengukuran pH, total asam dan total padatan terlarut dilakukan dengan metode

AOAC (1990). Pengamatan parameter kandungan C-organik dilakukan dengan metode Walkley dan Black dan parameter N-total dengan metode Kjeldahl (AOAC, 1999).

Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam pada taraf 5 dan 1%, dan apabila terdapat pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Derajat Keasaman (pH) Selama Proses Fermentasi

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi urin sapi pada masing-masing perlakuan terlihat menunjukkan nilai pH yang fluktuatif yang dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa perlakuan yang tidak ditambahkan gula merah tidak menunjukkan perubahan nilai pH yang terlalu rendah, berbeda dengan perlakuan yang ditambahkan gula merah seperti G2, G3, mengalami penurunan nilai pH. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas mikroorganisme berkurang sehingga nilai pH menurun dan nilai asam semakin tinggi. Pada hari ke-5 sampai hari ke-7 diketahui bahwa proses fermentasi sudah dapat dihentikan karena nilai pH, total asam, dan total padatan terlarut sudah mengalami kestabilan sehingga dapat dilanjutkan dengan proses aerasi. Pada hari ke-8 dilanjutkan dengan proses aerasi, hal ini bertujuan untuk membandingkan kajian yang didapat dari BPTP sebagai acuan penelitian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sutari, (2010) yang menyatakan bahwa semakin lama proses fermentasi, nilai pH akan menunjukan penurunan dan tingkat keasamannya semakin meningkat, makin lama proses fermentasi berlangsung, semakin banyak bagian padatan yang terdekomposisi.

Gambar 2. Perubahan pH biourin selama proses fermentasi tiga taraf perlakuan G selama 8 hari fermentasi.

Hasil sidik ragam nilai pH pada hari ke-1 menunjukkan interaksi perlakuan penambahan R. bacillus dan penambahan gula merah tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai pH urin sapi. Perlakuan penambahan starter R. bacillus berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai pH urin sapi, sedangkan perlakuan penambahan gula merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH urin sapi. Pada hari ke-7 menunjukan interaksi perlakuan penambahan starter R. bacillus dan penambahan gula merah tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai pH biourin. Perlakuan penambahan starter R. bacillus tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai pH biourin, sedangkan

perlakuan penambahan gula merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH biourin. Nilai rataan pH urin sapi pada uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Rataan Nilai pH awal fermentasi dan akhir proses fermentasi pada setiap perlakuan

Hari ke-

Konsentrasi

Starter

Penambahan gula merah

G1

G2

G3

Rataan

V1

8,6

8,2

8,3

8,4a

1

V2

8,5

8,2

8,3

8,3a

V3

8,4

8,1

7,9

8,1b

Rataan

8,5a

8,2b

8,2b

V1

8,5

6,7

6,4

7,2a

7

V2

7,9

6,6

6,3

6,9a

V3

8,0

6,6

7,0

6,9a

Rataan

8,1a

6,6b

6,3b

Keterangan: huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05).

Tabel 1 menunjukan bahwa perlakuan penambahan gula merah sebanyak 15 - 30 g hari ke-1 lebih rendah dibandingkan penambahan gula merah sebanyak 15 -30 g hari ke-7. Hal ini karena perlakuan penambahan gula merah sebagai nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme cukup untuk mengurai urin sapi menjadi biourin. Urin yang tidak ditambahkan perlakuan gula merah hari ke-1 sampai hari ke-7 menunjukkan nilai pH yang masih tinggi. Hal ini karena komposisi yang ada pada urin sapi seperti nitrogen dan karbon selama proses fermentasi tidak cukup untuk menyusun sel mikroorganisme maka pertumbuhan bakteri menjadi lambat.

Total Asam

Hasil pengukuran total asam selama proses fermentasi urin sapi pada masing-masing perlakuan mengalami fluktuasi seperti yang terlihat pada Gambar 3. Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa pada hari ke-1 nilai total asam mengalami peningkatan sedangkan pada hari ke-2 sampai hari ke-7 total asam mengalami penurunan yang signifikan sehingga dianggap sudah stabil. Pada hari ke-8 saat dilakukan aerasi, nilai total asam menunjukkan nilai total asam yang hampir sama dengan nilai total asam dari hari ke-2 sampai hari ke-7.

Gambar 3. Grafik rataan analisis titrasi total asam (%) tiga taraf perlakuan G selama 8 hari fermentasi.


Hasil sidik ragam total asam pada hari ke-1 menunjukkan interaksi perlakuan penambahan R. bacillus dan gula merah tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai total asam. Perlakuan

penambahan R. bacillus berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai total asam, sedangkan perlakuan penambahan gula merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai total asam. Pada hari ke-7 menunjukan interaksi perlakuan penambahan starter R. bacillus dan gula merah tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai total asam. Perlakuan penambahan starter R. bacillus berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai total asam, sedangkan perlakuan penambahan gula merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total asam. Nilai rataan total asam urin sapi pada uji dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Nilai total asam (%) pada proses fermentasi biourin hari ke-1 dan hari ke-7

Hari ke-

Konsentrasi Starter

Penambahan gula merah

G1

G2

G3

Rataan

1

V1

0,3

0,4

0,5

0,4b

V2

0,3

0,5

0,6

0,5ab

V3

0,4

0,6

0,7

0,6a

Rataan

0,3a

0,5b

0,6c

7

V1

0,2

0,3

0,3

0,4a

V2

0,2

0,3

0,4

0,3a

V3

0,3

0,4

0,5

0,2a

Rataan

0,2a

0,3ab

0,4b

Keterangan: huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05).

Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan penambahan gula merah sebanyak 15 - 30 g hari ke-1 lebih tinggi dibandingkan penambahan gula merah sebanyak 15 - 30 g hari ke-7. Hal ini karena semakin hari, gula merah yang dihidrolisis oleh mikroorganisme untuk menghasilkan energi dan asam organik semakin berkurang sehingga aktivitas mikroorganisme menjadi lambat.

Total Padatan Terlarut

Hasil pengukuran total padatan terlarut selama proses fermentasi urin sapi pada masing-masing perlakuan mengalami fluktuasi seperti yang terlihat pada Gambar 4. Dari Gambar 4 dapat diketahui pada hari ke-1 nilai total padatan terlarut mengalami peningkatan sedangkan pada hari ke-2 sampai hari ke-7 nilai total padatan terlarut mengalami penurunan yang signifikan sehingga dianggap stabil. Perlakuan penambahan gula merah sebanyak 30 g menunjukkan nilai total padatan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan penambahan gula merah sebanyak 15 g dan yang tidak ditambahkan gula merah. Hal ini disebabkan oleh sebagian sisa gula merah yang tidak terfermentasi karena aktifitas mikroorganisme terhambat pada perlakuan penambahan gula merah yang lebih tinggi.

Gambar 4. Grafik rataan analisis total padatan terlarut 0Brix taraf perlakuan G selama 8 hari


fermentasi.

Hasil sidik ragam nilai total padatan terlarut hari ke-1 menunjukan interaksi perlakuan penambahan R. bacillus dan gula merah tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai total padatan terlarut urin sapi. Perlakuan penambahan R. bacillus tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai total padatan terlarut urin sapi, sedangkan perlakuan penambahan gula merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai total padatan terlarut urin sapi. Pada hari ke-7 menunjukan interaksi perlakuan penambahan starter R. bacillus dan gula merah tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap nilai total padatan terlarut. Perlakuan penambahan starter R. bacillus tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai total padatan terlarut biourin, sedangkan perlakuan penambahan gula merah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai total padatan terlarut. Nilai rataan total padatan terlarut urin sapi pada uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Nilai total padatan terlarut (0Brix) pada proses fermentasi biourin hari ke-1 dan hari ke-7.

Hari ke-

Konsentrasi

Penambahan gula merah

G1

G2

G3

1

V1

2,8

3,9

4,3

V2

2,9

3,6

4,3

V3

3,1

3,7

4,3

Rataan

2,9a

3,8b

4,3c

7

V1

2,6

3,1

3,6

V2

2,7

3,3

3,4

V3

2,8c

3,2

3,8

Rataan

2,7a

3,2b

3,6c

Keterangan: huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai total padatan terlarut pada hari ke-1 lebih tinggi dibandingkan nilai total padatan terlarut hari ke-7 dan perlakuan penambahan gula merah sebanyak 15 - 30 g lebih tinggi dibandingkan yang tidak ditambahkan gula merah. Hal ini karena jumlah nutrisi yaitu gula merah dan mikroorganisme menghidrolisis mineral lebih banyak dibandingkan yang tidak ditambahkan gula merah.

Nilai C-organik

Hasil pengukuran C-organik selama proses fermentasi urin sapi pada masing-masing perlakuan menunjukkan terjadinya fluktuasi seperti yang terlihat pada Gambar 5. Nilai rata-rata C-organik hari ke-1 pada perlakuan gula merah sebangak 15 g dan starter R. bacillus sebanyak 15 ml lebih besar dibandingkan perlakuan gula merah sebangak 0 g dan 30 g serta starter R. bacillus sebanyak 0 ml dan 30 ml. Hal ini karena pada hari ke-1 mikroorganisme masih mengalami proses adaptasi yaitu mikroorganisme tersebut mulai menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Nilai rata-rata hari ke-7 pada perlakuan gula merah sebangak 30 g dan starter R. bacillus sebanyak 30 ml lebih besar dibandingkan perlakuan gula merah sebangak 0 g dan 15 g serta penambahan starter R. bacillus sebanyak 0 ml dan 15 ml.

Gambar 5. Nilai rerata C-organik di awal fermentasi dan di akhir fermentasi.

Hasil sidik ragam nilai C-organik hari ke-1 menunjukkan interaksi perlakuan penambahan R. bacillus dan gula merah tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai C-organik urin sapi. Perlakuan penambahan R. bacillus tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai C-organik urin sapi, sedangkan perlakuan penambahan gula merah berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai C-organik urin sapi. Pada hari ke-7 menunjukkan interaksi perlakuan penambahan R. bacillus dan gula merah tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai C-organik biourin. Perlakuan penambahan R. bacillus berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai C-organik biourin, sedangkan perlakuan penamabahan gula merah tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai C-organik biourin. Nilai rata-rata C-organik urin sapi pada uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Rataan nilai kandungan C-organik biourin

Hari ke-

Konsentrasi

Penambahan gula merah

G1

G2

G3

Rataan

V1

0,38

0,64

0,88

0,63a

1

V2

0,50

0,87

1,27

0,88a

V3

0,63

0,90

1,03

0,85a

Rataan

0,50a

0,80ab

1,06b

V1

0,52

0,65

0,78

0,65b

7

V2

0,91

0,91

1,04

0,95a

V3

0,78

0,78

0,91

0,82ab

Rataan

0,74a

0,78a

0,82a

Keterangan: huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05).

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai C-organik hari ke-1 berkisar 0,38 - 1,27% sedangkan hari ke-7 berkisar 0,5 - 1,04%. Menurunnya nilai C-organik dari hari ke-1 sampai hari ke-7 dikarenakan adanya penambahan nilai karbon yang dihasilkan mikroorganisme penyusun sel, sehingga proses dekomposisi bahan organik seluruhnya tidak dapat ditransformasikan sekaligus. Nilai C-organik pada penelitian ini masih kurang dari standar yang dikeluarkan oleh Permentan yaitu 6% (Anon, 2011).

Nilai N-total

Hasil pengukuran nilai N-total selama proses fermentasi urin sapi menunjukkan fluktuasi. Hal ini terlihat pada Gambar 6. Nilai N-total hari ke-1 berkisar 0,18 - 0,24% dan hari ke-7 berkisar 0,15 -0,23%. Penurunan nilai N-total yang paling rendah pada hari ke-7 terdapat pada kombinasi perlakuan penambahan starter R. bacillus sebanyak 15 ml dan gula merah 0 g, dan nilai N-total yang paling

tinggi pada hari ke-7 adalah yang tidak diberikan perlakuan. Hal ini karena adanya aktivitas mikroorganisme yang membuat proses fermentasi lebih cepat. Selain itu ketersediaan nutrisi yang kurang mengakibatkan nilai N-total lebih kecil dibandingkan perlakuan yang tidak ditambahkan starter

R. bacillus dan gula merah.

Gambar 6. Nilai rerata N-total di awal fermentasi dan di akhir fermentasi

Hasil sidik ragam N-total pada hari ke-1 menunjukan interaksi perlakuan penambahan R. bacillus dan gula merah tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai N-total urin sapi. Perlakuan penambahan R. bacillus tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai N-total urin sapi. Perlakuan penambahan gula merah tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai N-total urin sapi. Sedangkan nilai N-total pada hari ke-7 menunjukan interaksi perlakuan penambahan R. bacillus dan gula merah berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai N-total biourin. Nilai rata-rata C-organik urin sapi pada uji Ducan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan nilai kandungan N-total biourin

Hari ke-

konsentasi

Penambahan gula merah

G1

G2

G3

V1

0,24b

0,22b

0,19a

a

a

a

7

V2

0,17a

0,19a

0,2a

b

a

a

V3

0,19a

0,19a

0,18a

b

a

a

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05).

Tabel 5 menujukkan bahwa perlakuan gula merah sebanyak 30 g dan starter R. bacillus 30 ml lebih memiliki nilai N-total yang lebih kecil dibandingkan perlakuan gula merah sebanyak 0 g dan 15 g serta starter R. bacillus 0 ml dan 15 ml. Hal ini berarti semakin sedikit jumlah gula merah dan starter R. bacillus maka nilai N-total semakin tinggi. Rendahnya kandungan N-total pada perlakuan gula merah sebanyak 30 g dan starter R. bacillus 30 ml disebabkan karena lepasnya zat nitrogen dalam bentuk gas nitrogen atau dalam bentuk gas amoniak yang terbentuk selama proses fermentasi yang diduga karena pengaruh starter R. bacillus yang ditambahkan ke dalam urin sapi. Unsur N dari seluruh perlakuan menunjukkan bahwa semua biourin belum memenuhi standar kualitas kandungan N yang dikeluakan oleh Permentan yaitu 3 - 6%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

  • 1.    Penambahan starter R. bacillus sejumlah 15 - 30 ml dan gula merah 15 - 30 g dalam 1.500 ml urin sapi dapat mempercepat produksi biourin dalam proses fermentasi urin sapi yang diambil dari Simantri 225. Umur urin sapi sebelum diproses yaitu satu hari dari saat dikeluarkan oleh sapi dewasa. Proses fermentasi dilakukan selama 7 hari dapat dipercepat menjadi 5 hari, hal ini ditandai dengan stabilnya nilai pH, total asam dan total padatan terlarut mulai hari ke-5.

  • 2.    Konsentrasi starter R. bacillus 30 ml dengan penambahan gula merah 30 g pada 1.500 ml urin sapi yang difermentasi merupakan perlakuan optimal yaitu nilai pH 6, total asam 0,5%, total padatan terlarut 3,80Brix. Hal ini didukung oleh standar dari Permentan Nomor 70 dengan nilai pH 4 - 9. Namun, penelitian untuk nilai C-organik dan N-total belum cukup memenuhi standar Permentan yaitu C-organik 6% dan N-total 3-6%.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan yaitu:

  • 1.    Hasil ini sudah optimal, namun perlu adanyua kajian lebih lanjut untuk proses fermentasi pada wadah yang steril dan menggunakan isolasi sebagai penghambat hilangnya energi keluar sistem fermentasi.

  • 2.    Penggunaan mikroorganisme stater R. bacillus dan gula merah dianjurkan digunakan untuk proses ferementasi biourin. Konsentrasi keduanya mengikuti hasil penelitian yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya, I.N. 2009. Peningkatan Produksi Kopi Arabika melalui Pemupukan Organik. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Untuk Petani dan Peningkatan daya Saing Produk Pertanian. Malang 28 Juli 2009. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Hal 79-80.

Adijaya, I.N. 2011. Pemanfaatan urin ternak (Bio Urine) dalam mendukung pertanian ramah lingkungan. Buletin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Hal 15-16.

Adijaya, I.N., Sudaratmaja, I.G.A.K., Mahaputra, I.K., Trisnawati, N.W., Suharyanto, Guntoro, S., Rinaldi, J., Elizabeth, d.A.A., Priningsih, P.Y., Rachim, A. 2008. Prima Tani LKDRIK Desa Sanggalangit, kec. Gerogak, Kab. Buleleng, Bali. Laporan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Denpasar.

Anonimus. 2011. Peraturan Menteri Pertanian. Permentan No. 70/Permentan/SR.140/10/2011. Rincian hasil Uji Mutu Pupuk Organik. Jakarta.

AOAC, 1990. Official Methods of Analysis of the Association. Of Official Analytica Chemist, Washington DC.

AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International. The Association of Official Analitycals, Contaminants, Drugs. Vol 1. AOAC International. Gaithersburg.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan. UI- Press. Jakarta.

Guntoro, S. 2006. Leaftet Teknik Produksi dan Aplikasi Pupuk Organik Cair dari Limbah Ternak. Kerjasama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dengan Bappeda Provinsi Bali, Denpasar.

Kunaepah, U. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Glukosa terhadap Aktivitas Antibakteri, Polifenol Total dan Mutu Kimia Kefir Susu Kacang Merah. Tesis. Program Studi Magister Gizi Masyarakat. Program Pascasarjana.Universitas Diponegoro, Semarang.

Permana, D. 2011. Kualitas Pupuk Organik Cair Dari Kotoran Sapi Pedaging yang Difermentasi Menggunakan Mikroorganisme Lokal. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka utama, Jakarta.

Sutari, S. N.W., 2010. Pengujian KualitasBiourineHasil Fermentasi Dengan Mikroba yang Berasal Dari Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi Hijau (Brassica juncea L.). Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Udayana.