Pengaruh Ketinggian Sekat Pengukusan pada Jenis Pakan Ternak Babi dengan Metode Aliran Udara Panas
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 12, Nomor 1, bulan April, 2023
Pengaruh Tinggi Sekat terhadap Karakteristik Pindah Panas pada Pengukusan Pakan Ternak Babi
The Effect of Bulkhead Height on Heat Transfer Characteristics in Steaming Pig Fodder
I Kadek Haris Hendrawan, Yohannes Setyo*, Sumiyati
Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*email: [email protected]
Abstrak
Pakan babi merupakan komponen penting dalam kegiatan berternak babi. Tujuan penelitian ini untuk menentukan karakteristik pindah panas pada proses pengukusan untuk bahan baku pakan babi yang berada di wilayah Desa Antiga Kelod, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak kelompok (RAK). Faktor pertama yaitu tinggi sekat (P) yang terdiri dari 3 varias yaitu 14 cm 16 cm, dan 18 cm. Faktor kedua adalah bahan (M) terdiri dari 3 jenis bahan yaitu batang pohon pisang, singkong, dan kolbanda. Pengukusan yang dilakukan dengan lama waktu yaitu kurang lebih 90, masing-masing berat massa sebesar 1,5 kg. Hasil penelitian menunjukkan batang pisang pada tinggi sekat 14 cm (M1P1), dengan nilai kecepatan aliran udara sebesar 0,52 mH2O, nilai kalor diperoleh sebesar 10325,00 J, nilai tekstur sebesar 13,57N, dan nilai kadar air sebesar 83,86%. Bahan singkong pada tinggi sekat 14 cm (M2P1), dengan nilai total kecepatan aliran udara sebesar 0,54 mH2O, nilai kalor sebesar 10896,80 J, nilai tekstur sebesar 7,61N, dan kadar air sebesar 51,90%. Kolbanda pada tinggi sekat 14 cm (M3P1), nilai kecepatan aliran udara yang sebesar 0,52 mH2O, nilai kalor sebesar 10325,00 J, nilai tekstur sebesar 5,56N, dan kadar air sebesar 54,80%. Hasil data menunjukan terjadinya evaporasi pada proses pengukusan, serta pada bahan pakan terjadi dekomposisi yang terjadi akibat proses pengukusan, sehingga tekstur yang diperoleh menjadi lebih lunak dan pakan dapat lebih mudah untuk dikonsumsi.
Kata kunci : Pakan Babi, Pengukusan, Batang pisang, Singkong, Kolbanda, Ketinggian Sekat..
Abtract
Pig feed is an important component in pig farming activities. The aim of this research is to determine the characteristics of heat transfer in the steaming process for raw materials for pig feed in the Antiga Kelod Village area, Manggis District, Karangasem Regency, Bali. This study used the group randomized design (RAK) method. The first factor is the height of partition (P) which consists of 3 variations 14 cm, 16 cm and 18 cm. The second factor is that material (M) consists of 3 types of materials banana tree trunks, cassava, and kolbanda. Steaming is carried out with a length time of approximately 90, each mass weight of 1.5 kg. The results showed banana stems at bulkhead height of 14 cm (M1P1), with airflow velocity value of 0.52 mH2O, calorific value of 10325.00 J, texture value of 13.57 N, and a moisture content value of 83.86%. Cassava material at bulkhead height of 14 cm (M2P1), air flow velocity value of 0.54 mH2O, calorific value of 10896.80 J, texture value of 7.61 N, and a moisture content of 51.90%. Kolbanda at bulkhead height of 14 cm (M3P1), air flow velocity value of 0.52 mH2O, calorific value of 10325.00 J, texture value of 5.56 N, and moisture content of 54.80%. The results of the data show occurrence of evaporation in the steaming process, and in feed ingredients there is decomposition that occurs due to the steaming process, so that the texture obtained becomes softer and the feed can be easier to consume.
Keywords : Pig Feed, Steaming, Banana Stems, Cassava, Kolbanda, Bulkhead Height.
PENDAHULUAN
Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki potensi penghasil daging yang mempunyai peranan penting dalam menunjang kebutuhan masyarakat sebagai bahan makanan dan sumber protein hewani. Usaha ternak babi menjadi salah satu usaha yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat karena memiliki prospek usaha yang sangat baik, khususnya di Provinsi Bali (Nasjum, 2020), karena
memiliki potensi peluang pasar yang besar untuk dikembangkan. Peternak babi dengan sistem konvensional masih mengandalkan sumber pakan yang berasal dari hasil limbah yang berada disekitar masyarakat, sebagai penambah dari pakan ternak (Budaarsa et al., 2016). Menurut penelitian Ahmad (2017) menyatakan pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam kegiatan berternak babi. Maka dari itu menurut Aryanta,
(2019) biaya pakan dalam kegiatan berternak babi menjadi pengeluaran terbanyak, apalagi jika menggunakan pakan komersial (pakan jadi dari pabrik).
Pengolahan pakan dengan proses perebusan memiliki dampak kurang baik sebab yang terjadi, vitamin yang terdapat pada bahan baku pakan akan ikut terbuang yang diakibatkan oleh proses bahan pakan tercampur dengan air akan mengandung lebih banyak air. Oleh karena itu, diperlukan metode pemasakan bahan baku pakan yang sederhana yang dapat menghasilkan pakan yang berkualitas. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah pengukusan. Tujuan utama pengukusan adalah mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi matang merata (Safitri, 2020). Serta Perlakuan pemanasan yang dilakukan dapat menyebabkan reaksi dekomposisi senyawa karbohidrat yang akan bereaksi dengan protein bila ada panas dalam proses pengukusan berdampak pada perubahan suhu yang drastis (Ashuri et al., 2021).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi ilmiah mengenai penempatan tinggi sekat terbaik dengan menggunakan variasi tiga tinggi sekat dengan menggunakan tiga jenis bahan yang berbeda baik dari bentuk dan karakteristik dari bahan yang digunakan dalam uji pengukusan. Dimana nantinya akan memberikan output terbaik dari ketinggian sekat yang digunakan selama proses pengukusan pada bahan pakan babi. Perlakuan yang digunakan ini merupakan inovasi dari pengamatan lapangan yang dimana masyarakat umum masih memberikan pakan alami babi dengan metode perebusan yang dimana bahan baku tercampur pada air yang digunakan untuk proses perebusan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Alat dan Ergonomika, Kampus Jimbaran dan Laboratorium Teknik Pasca Panen Teknik Pertanian dan Biosistem, Kampus Sudirman Universitas Udayana. Penelitian ini dirancang dan dikerjakan pada bulan Juni hingga Agustus tahun 2023.
Bahan, Alat dan Software
Bahan baku utama yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah batang pisang (Musa paradisiaca), singkong (Manihot Esculenta), dan kolbanda atau dagdag (Pisonia alba Span) dengan massa berat ± 1,5 kg, beserta air bersih. Adapun alat yang digunakan adalah panci pengukusan 10kg, thermometer digital, timbangan analitik, texture analyzer, laptop TUF Gaming FX505DD,AMD
RYZEN 5, Bor listrik, oven (Ecocell MMM Medcenter Einrichtungen GmbHI), kompor gas, water pass, loyang alumunium 7 cm dan 15 cm, cawan alumunium, timbangan analitik (ioneertm), desilator, sarung tangan, kain lap, pisau, ember, dan alat tulis.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu tinggi sekat (P) yang terdiri dari 14 cm (P1), 16 cm (P2), dan 18 cm (P3). Faktor kedua yaitu bahan baku (M) yang terdiri dari 3 jenis yaitu, batang batang pohon pisang (Musa paradisiaca) (M1), singkong (Manihot esculenta) (M2), dan daun kolbanda (Pisonia alba Span) (M3). Masing – masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga akan mendapatkan total hasil 27 perlakuan.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan alat
Pada proses pemasakan ini menggunakan panci penghasil pengukusan dengan diameter panci 38 cm. Pemasangan thermometer digital sebagai alat untuk mendapatkan suhu yang ditempatkan pada tiga titik yaitu dibawah sekat, pada bahan, serta terdapat didalam tutup panci, terdapat alat manomater U pada panci. Penempatan sekat pengukusan dilakukan dari atas panci dengan menggunakan ketinggian sekat yang berbeda dengan ketinggian tingkat 14 cm, 16 cm, dan 18 cm. Sekat yang digunakan merupakan berbahan plat alumunium yang sebagai media alas dari bahan pakan yang berada didalam panci pengukusan, dimana alas tersebut yang menjadi wadah pemasakan dari pakan babi.
Persiapan bahan
Kegiatan persiapan bahan meliputi menimbang bahan dengan berat 1,5 kg/bahan. Bahan yang akan dimasak akan dipilih terlebih dahulu dengan menganalisis keragaman bahan yang sama (bentuk, ukuran dan sifat), diletakkan di panci pemasakan dan proses pemasakan akan dilakukan selama kurang lebih 90 menit sejak kompor dihidupkan dengan menggunakan api besar.
Proses Pengukusan
Proses pengukusan meliputi dengan pengisian panci dengan air sebanyak kurang lebih 11 liter. Serta bahan yang telah di kecilkan akan dimasukan kedalam panci, maka bahan pakan akan berada paa sekat pengukusan. Sumber panas pada pemasakan dengan menggunakan kompor gas dengan bahan bakar liquefied petroleum gas (LPG). Proses pemaskaan dibutuhkan rentan waktu selama kurang lebih 90 menit hingga pakan matang. Selama proses pengukusan berlangsung terdapat beberapa hal yang
diperhatikan yaitu kebocoran dari panci yang meliputi keluarnya udara panas yang terjadi akibat peningkatan suhu pada proses pengukusan yang dilakukan pengamatan pada thermometer digital yang telah terpasang serta manometer U yang menjadi tanda peningkatan tekanan yang terjadi didalam panci pengukusan. Pada peroses pengukusan berlangsung semua alat tersebut harus dalam kondisi baik.
Variabel yang diamati
Tekstur
Pengujian tekstur menggunakan Texture Analyzer yang dihubungkan ke perangkat komputer dan dilengkapi dengan software ‘Texture Exponent 32’. Pada bagian ujung, tengah, dan pangkal buah. Nilai tekstur akan ditampilkan pada layar monitor dan dinyatakan dengan Newton (N).
Kadar Air
Menurut penelitian Bayu et al., (2016) presentase kadar air didapat dengan dihitung dengan rumus segaia berikut :
Kadar air (%) = ≤1-≤2100% [1]
B1
Keterangan :
B : berat sampel (gram)
B2 : berat sempel setelah dikeringkan (gram)
B1 : berat sampel sebelum dikeringkan (gram)
Perhitungan Tekanan Udara Panas
Tekanan total
Maka pada penentuan nilai hasil pada total tekanan dalam fluida adalah perhitungan dari tekanan dinamis dan tekanan statis yang dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :
v = (pdin- pstat)0,5 mH2O [4]
Keterangan :
pdin : hasil pengukuran manometer, tekanan dinamis
(J)
pstat : hasil pengukuran manometer, tekanan statis (J)
Massa Udara Keluar
Aliran massa udara merupakan besaran yang mendefinisikan jumlah massa zat yang mengalir melalui penampang dalam periode waktu tertentu. Hasil dari jumlah massa yang diperoleh menggunakan persamaan rumus sebagai berikut (Kurniati, 2013) :
mudara keluar = ρ . v . A [5]
Keterangan :
Ρ : kerapatan udara (kg/m3) v : kecepatan udara (m/det) A : luas penampang panci (m2)
Perhitungan Neraca Energi
Perhitungan total panas total yang butuhkan
Perhitungan panas total yang butuhkan selama proses pengukusan menggunakan pende teoritis pindah panas secara konveksi pada penelitian Satrio et al., (2022) untuk menghitung total perpindahan panas yang dibutuhkan sebagai berikut :
Qtotal = ΔQӨ + Qu + Qms [6]
Keterangan :
Qtotal : panas untuk memasak bahan pakan (J)
ΔQӨ : panas untuk menaikan suhu bahan pakan (J) Qu : panas untuk menguapkan air (J)
Qms : panas yang keluar dari bahan pakan (J)
Panas untuk menaikan suhu bahan pakan (QӨ)
Pendekatan teori yang digunakan untuk menaikan suhu bahan menggunakan rumus sebagai berikut :
ΔQθ = mp × Cp × Δθ [7]
Keterangan :
ΔQӨ : panas untuk menaikan suhu bahan pakan (J) mp : massa benda (kg)
Cp : panas spesifik benda (J/kgoC)
ΔӨ : perubahan suhu (oC)
Panas untuk menguapkan air (Qu)
Pendekatan teori yang digunakan untuk mendapatkan nilai panas untuk menguapkan air. Maka penulis menggunakan persamaan yang dipakai Parulian et al. (2023) untuk menghitung panas untuk menguapkan air adalah sebagai berikut :
Qu = hfg × mu [8]
Keterangan :
Qu : panas untuk menguapkan air (J)
hfg : entalpi perubahan fase (J/kg) mu : massa air (kg)
Panas keluar dari bahan pakan (Qout)
Perhitungan nilai panas yang keluar pada massa bahan pakan yang diakibatkan oleh proses pemaskaandigunakan pendekatan teori untuk mendaoatkan hasil tersebut. Nilai hasil panas yang keluar pada bahanmenggunakan pendekatan rumus sebagai berikut :
Qout hfg × mudara keluar
Keterangan :
Qout : panas keluar dari sistem (J) hfg : entalpi perubahan fase (J/kg) mudara keluar : massa udara keluar (kg)
[9]
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak kelompok (RAK) Dua faktor yaitu, ketinggian sekat pengukusan dan jenis bahan. Terdapat 9 perlakuan
dan masing-masing perlakuan berlangsung sebanyak 3 kali, sehingga data observasi sebanyak 27 unit. Data dikumpulkan pada aplikasi Microsoft Excel dan dianalisis pada aplikasi SPSS versi 26. Pengambilan data suhu, kelembaban, dan kadar air digunakan sebagai data untuk perhitungan neraca energi. Analisa data menggunakan uji beda nyata analisi keragaman atau ANOVA (Analysis of Variance) antara perlakuan terhadap data total panas yang masuk ke bahan, panas untuk menaikan suhu bahan, panas untuk menguapkan air, panas keluar dari bahan yang dimasak, dan air yang diuapkan dari bahan
baku. Apabila ada perbedaan nyata pada parameter tersebut, maka dilanjutkan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Tekstur
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan ketinggian sekat (P) dan bahan pakan (M) berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap tekstur pakan babi. Nilai tekstur pakan babi dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 1. Nilai tekstur pada pakan babi
Bahan (kg) |
Ketinggian sekat (cm) | |||
P1 |
P2 |
P3 |
Kontrol | |
M1 |
13,57c |
21,75c |
25,32d |
57,83g |
M2 |
7,61ab |
16,21c |
16,21e |
152,20h |
M3 |
5,56a |
6,99ab |
12,23bc |
43,32f |
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0,05).
Cara mengatur kedalaman pada sampel pakan dengan menekan TA Setting lalu atur kecepatan selama 5 detik, dengan kedalaman 10 mm dengan probe 6 mm dan luas probe (0,282 cm2) (Dewi et al., 2021), lalu klik menu bar dan “run a test”. Lalu pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dimana menurut (Maharani et al., 2018). Berdasarkan data hasil pengamatan yang terdapat pada Tabel 3. Nilai tekstur pakan babi tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan batang pisang pada ketinggian sekat 18 cm (M1P3), yaitu sebesar 25,32 N. Sedangkan, nilai tekstur terendah diperoleh pada perlakuan bahan kolbanda pada ketinggian sekat 14 cm (M3P1), yaitu sebesar 5,56 N. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) perlakuan bahan kolbanda pada ketinggian sekat 14cm (M3P1), yaitu sebesar 5,56 N, tidak berbeda nyata dengan bahan kolbanda pada ketinggian sekat 16 cm (M3P2), yaitu sebesar 6,99 N, serta tidak berbeda nyata dengan perlakuan bahan singkong pada ketinggian sekat 14 cm (M2P1), yaitu sebesar 7,61 N, serta perlakuan dengan bahan kolbanda pada ketinggian sekat 18 cm (M3P3), yaitu sebesar 12,23 N. Hasil analisa menunjukkan bahwa semakin besar
nilai N maka tingkat kekerasan pakan semakin besar dalam hal ini gaya (F) yang diberikan kepada bahan semakin besar (Asnawi et al., 2013).
cm (M2P1). Pengaruh tekstur yang tidak berbeda nyata pada bahan singkong pada ketinggian sekat 14 cm (M2P1) disebabkan kandungan yang terrdapat pada bahan singkong terjadi gelatinisasi pada kandungan pat, diawali oleh granula pati akan menyerap air yang akan memecah kristal amilosa dan akan memutuskan ikatan-ikatan struktur heliks dari molekul (Safitri, 2020). Kenaikan ketinggian sekat dapat mempengaruhi suhu dan tekanan dalam proses pengukusan, yang dapat mempengaruhi dekomposisi bahan pakan yang dikukus. Serta dipengaruhi juga oleh sifat massa jenis yang terjadi akibat jenis bahan yang digunakan selama proses pengukusan (Ali, 2012). Maka ketinggian sekat 14 cm yang mengakibatkan kadar air pada bahan pakan babi meningkat karena penempatan sekat mempengaruhi perubahan titik didih air. Sejalan dengan hasil penelitian Tanusekar (2014) yang menyatakan semakin dekat penempatan sekat dengan air pada panci makan nilai tekanan menjadi lebih tinggi, sejalan dengan peningkatan titik didih air. Mengakibatkan perubahan tekstur pada bahan menjadi rendah dan mengakibatkan tekstur pada singkong menjadi lebih lunak. Perubahan fisik yang dilihat secara mirkoskopis pada proses pengukusan mengakibatkan perubahan yang terjadi dari bentuk tampilan dan warna.
Hasil tidak berbeda nyata yang diperoleh pada perlakuan M3P1 dan M2P1 dengan rendahnya nilai tekstur pakan babi disebabkan oleh bahan baku tanaman yang didapatkan dari uji tekstur menyatakann pengaruh bahan kolbanda dan ketinggian sekat 14cm tidak berbeda nyata dengan perlakuan bahan singkong dan ketinggian sekat 14
—•—M1 —•— M2 —•— M3
Gambar 1. Grafik perubahan nilai tekstur
Secara mikorskopis perubahan bentuk dari bahan yang digunakan setelah melewati fase dekomposisi yang terjadi memberikan perubahan pada warna yang terjadi akibat proses pemanasan. Perubahan nilai tekstur dari tiga bahan yang diuji selama proses pengukusan ditampilkan pada Gambar 1.
Berdasarkan grafik pada Gambar 1. Dapat dilihat bahwa peningkatan nilai tekstur dari tiga bahan (M) yang di uji selama proses pengukusan sejalan dengan peningkatan ketinggian sekat (P). Hal ini dipengaruhi oleh perubahan tekanan atmosfer seiring perubahan ketinggian sekat yang dipasang pada panci
pengukusan, sejalan dengan kenaikan suhu dalam peroses penguapan yang terjadi akibat perubahan panas yang konstan. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Tanusekar (2014) menyatakan bahwa semakin dekat penempatan sekat dengan air pada panci maka nilai tekanan menjadi lebih tinggi, sejalan dengan peningkatan titik didih air yang menyebabkan dekomposisi pada senyawa yang terkandung dalam pakan, terjadi penurunan nilai tekstur yang mengakibatkan rusaknya jaringan karbohidrat dan struktur molekul. Proses yang terjadi juga dikarenakan dampak evaporasi yang mengakibatkan perubahan fisik pada pakan yang air mengakibatkan penguapan yang terjadi akibat perubahan suhu yang meningkat berdampak perubahan fisik yang terjadi ketika cairan berubah menjadi uap. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam mengubah tekstur pakan babi.
Uji Kadar Air
Berdasarkan hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan ketinggian sekat (P) dan bahan pakan (M) berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap kadar air. Nilai rata-rata kadar air mengguakan perhitungan rumus (1). Maka hasil nilai yang diperoleh terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai kadar air pada pakan babi.
Bahan (kg) |
Ketinggian sekat (cm) | |||
P1 |
P2 |
P3 |
Kontrol | |
M1 |
83,86f |
85,57g |
87,23h |
92,48i |
M2 |
51,90a |
56,74c |
58,90d |
60,81e |
M3 |
54,80b |
55,33b |
57,16c |
59,72d |
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0,05).
Perubahan kadar air ini dapat disebabkan oleh kandungan air yang terdapat pada bahan yang mengalami proses evaporasi yang mengakibatkan mudahnya air menguap ketika mengalami proses pemanasan (Nurjanah et al., 2014). Berdasarkan hasil uji kadar air yang dilakukan selamat 3 jam dengan menggunakan oven pada suhu 105oC (Moko et al., 2019). Menyatakan nilai hasil kadar air terendah diperoleh pada bahan singkong pada ketinggian sekat 14 cm (M2P1) yaitu sebesar 58,90 persen, tidak berbeda nyata dengan bahan kolbanda pada ketinggian sekat 14 cm (M2P2) yaitu sebesar 54,80 persen. Sedangkan, hasil kadar air tertinggi didapat dari bahan batang pisang dan ketinggian sekat 14 cm (M1P1) yaitu sebesar 87,73 persen. Pengaruh dari proses pemasakan yang mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai kadar air, serta perbedaan posisi ketinggian sekat serta jenis bahan pakan babi yang digunakan, proses tersebut mengalami perubahan pindah panas yang mengakibatkan penguapan yang terjadi pada kandungan air (H2O) yang terkandung
pada pakan pakan mengakibatkan evaporasi yang signifikan terjadi selama proses pemasakan. Sejalan dengan penelitian Nurjanah et al., (2014) yang menyatakan perubahan kadar air ini dapat disebabkan oleh mudahnya air menguap ketika mengalami proses pemanasan.
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Test (DMRT) menyatakan bahwa hasil nilai tekstur yang rendah diperoleh dari tinggi sekat 14 cm (P1), yang memberikan dampak yang cukup signifikan akibat dari faktor perubahan suhu yang terjadi selama proses pengukusan. Hasil yang diperoleh memberikan nilai tekatur pakan yang lebih lunak dari dua tinggi sekat yang lain, yaitu pada tinggi sekat 16 cm (P2) dan 18 cm (P3). Sebagian besar metode analisis yang digunakan untuk menentukan kadar air nyata pada bahan pakan bersifat empiris, yaitu melalui pengujian dengan proses penguapan dan penurunan berat kadar air pada metode pengeringan oven (Richardson, 2003). Hal tersebut mengacu pada penelitian Safitri (2020) mengatakan pada proses
pengukusan (steam) ini memeberikan dampak nyata pada peningkatan suhu yang terjadi dengan lama waktu pengkusan yaitu 90menit, yang dapat mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi lunak. Namun pada penelitian Tendelilin (2010) menyatakan bahwa proses pengukusan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi rendah serta kandungan pada bahan tidak hilang banyak akibat proses evaporasi yang terjadi pada bahan pakan babi. Sejelan dengan penelitian Elbani (2010) menyatakan evaporasi merupakan suatu proses kejadian fisika yang mana terjadi perubahan suatu zat yang menjadi uap diakibatkan dari suatu proses pemanasan.
Dari hasil penelitian Tanusekar (2014) yang menyatakan semakin dekat penempatan sekat dengan air pada panci makan nilai tekanan menjadi lebih tinggi, sejalan dengan peningkatan titik didih air. Maka pengaruh penempatan posisi sekat berdampat pada proses penguapan yang berlangsung akibat meningkatnya suhu yang naik seiring dengan lama waktu proses pemasakan yang berlangsung. Dapat dilihat perubahan nilai kadar air yang diperolah dalam grafik pada Gambar 2.
100
80
20
0
P1 P2 P3 Kontrol
Tinggi Sekat (cm)
M1 M2 M3
Gambar 2. Grafik perubahan nilai total kadar air
Berdasarkan grafik pada Gambar 6. Dapat dilihat bahwa peningkatan nilai kadar air pada tiga bahan (M) selama proses pengukusan seiring perubahan ketinggian sekat (P). Menurut Bayu (2016)
menyatakan salah satu faktor penyebab perubahan karakteristik kimiawi suatu bahan pakan yang tidak diinginkan ditinjau dari kadar air didalamnya, karena air merupakan salah satu komponen bahan pakan itu sendiri. Perubahan tekanan atmosfer juga menjadi pengaruhi oleh seiring yang terjadi akibat perubahan ketinggian sekat yang dipasang pada panci pengukusan, sejalan dengan kenaikan suhu dalam peroses penguapan yang terjadi akibat perubahan panas yang konstan. Menurut Tanusekar (2014) yang menyatakan semakin dekat penempatan sekat dengan air pada panci maka nilai tekanan menjadi lebih tinggi, sejalan dengan peningkatan titik didih air yang menyebabkan dekomposisi pada senyawa yang terkandung dalam pakan, terjadi penurunan nilai kadar air yang mengakibatkan rusaknya jaringan karbohidrat dan struktur molekul. Penurunan kadar air yang terjadi akibat perubahan posisi ekat yang dilakukan, maka semakin tinggi posisi sekat maka proses penguapan yang terjadi semakin lambat maka hal tersebut mnyebabkan rendahnya kadar air yang terjadi pada jenis bahan pakan yang dimasak.
Tekanan udara panas
Hasil perhitungan rata-rata total kecepatan aliran uap air panas (mH2O) yang dibutuhkan untuk proses pengukusan dihitung menggunakan rumus (4), sehingga diperoleh total kecepatan aliran uap air panas yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan rumus tekanan hidrostatis maka dapat dilihat bahwa, pada penelitian Sanata (2011) menyatakan besarnya tekanan zat cair dipangaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketinggian, massa jenis, dan percepatan gravitasi. semakin tinggi sekat yang digunakan maka sejalan dengan peningkatan tekanan yang dibutuhkan. Perolehan dari hasil perhitungan tersebut mengakibatkan perubahan laju aliran udara pada laju perpindahan panas yang terjadi di evaporator. Kecepatan aliran udara akan meningkat sebelum setelah mendapatkan suhu yang tinggi maka laju perpindahan panas yang dihasilkan akan semakin tinggi.
Tabel 3. Nilai hasil total kecepatan aliran uap air panas (mH2O) pakan babi
Bahan (kg) |
Ketinggian (cm) | ||
P1 |
P2 |
P3 | |
M1 |
0,52 |
0,48 |
0,44 |
M2 |
0,54 |
0,49 |
0,45 |
M3 |
0,52 |
0,48 |
0,44 |
Nilai total yang didapatkan dari Tabel 3. menunjukan hasil perhitungan dari keseluruhan perlakuan yang digunakan dengan menggunakan persamaan rata-rata
dari total kecepatan aliran uap air panas (∆h). Hasil nilai ini didapat dari total perbandingan tekanan pada panci pengukusan menggunakan menometer U
sebagai bantuan untuk memperoleh tekanan total pada bahan baku pada tinggi sekat 14 cm (P1) berdasarkan hasil yang diperoleh dari tiga jenis bahan yang digunakan pada bahan pakan batang pisang (M1) memperoleh nilai kecepatan aliran udara panas sebesar 0,52 mH2O, dimana nilai tersebut memperoleh nilai tertinggi dengan posisi penempatan tinggi sekat yang rendah. Menurut Syarifuddin (2019), menyatakan salah satu kandungan terpenting pada batang pisang adalah serat, dimana serat tersebut berfungsi untuk mendukung struktur pada tanaman serta berfungsi untuk mengangkut air dan nutrient dari akar menuju daun. Maka dari itu pada batang pisang lebih banyak mengandung air dalam prose pengukusan ini sangat berbeda dengan jenih bahan pakan babi yang di gunakan. Sejalan dengan uji tekstur menyatakan nilai bahan batang pisang dan ketinggian sekat 14 cm (M1P1), hal tersebut berdampak pada dekomposisi pada senyawa yang dimiliki pada bahan pakan tesebut. Namun tidak menghilangkan kandungan keseluruhan yang terkandung pada bhan batang pisang tersebut. Sejalan dengan penelitian Linggang et al., (2022) menyatakan pada batang pisang memiliki kandungan serat, dimana serat tersebut berfungsi untuk mendukung struktur pada tanaman serta berfungsi untuk mengangkut air dan nutrient dari akar menuju daun. Maka kandungan air pada bahan pakan batang pisang pada ketinggian sekat 14 cm (M1P1), mengalami peningkatan diakibatkan juga terjadinya proses penguapan yang terjadi pada proses pengukusan berlangsung. Pada tinggi sekat yang lebih tinggi mengalami penuruan rata-rata tekanan yang diperoleh pada bahan (M1P2) dengan nilai sebesar 0,48 mH2O, serta pada tinggi bahan (M1P3) memperoleh hasil nilai sebesar 0,44 mH2O.
Bahan yang selanjutnya digunakan yaitu bahan baku singkong (M2) yang diperoleh nilai tekanan tertinggi pada tinggi sekat 14 cm (M2P1) yaitu sebesar 0,54 mH2O, nilai hasil yang diperoleh mengalami penuruan nilai rata-rata tekanan seiring tingginya sekat yang digunaka. Perolehan nilai yang dicapai hampir serupa perubahan yang terjadi dengan bahan baku batang pisang. Serta pada jenis bahan yang terkahir digunakan yaitu dengan bahan baku daun kolbanda (M3), dimana nilai yang diperoleh dengan hasil rata-rata tertinggi yaitu pada tinggi sekat 14 cm (M3P1) dimana nilai yang diperoleh sebesar 0,52 mH2O, yang dimana perolehan nilai yang didapat sama dengan bahan baku batang pisang, serta berbeda dengan perolehan yang didapat pada bahan baku singkong. Hal tersebut dikarenakan pada bahan baku singkong memiliki tekstur bahan yang lebih padat dari kedua bahan yang lainnya yang cenderum lebih lunak, maka dari itu perolehan yang didapat pada nilai tekanan yaitu sama. Perubahan penggunaan sekat pada proses
pengukusan ini berdampak nyata dari hasil perolehan nilai tekanan yang didapat.
Bahan pakan ketiga yang digunakan yaitu kolbanda (M3) memperoleh nilai rata-rata kecepatan aliran udara yaitu sebesar 0,52 mH2O dengan penggunaan tinggi sekat yaitu 14 cm (P1), yang dimana penempatannya berada diposisi paling rendah dari titik didih air. Menurut Tanusekar (2014) yang menyatakan semakin dekat penempatan sekat dengan air pada panci maka nilai tekanan menjadi lebih tinggi, sejalan dengan peningkatan titik didih air yang menyebabkan dekomposisi pada senyawa yang terkandung dalam pakan, terjadi penurunan nilai kadar air yang mengakibatkan rusaknya jaringan karbohidrat dan struktur molekul. Perubahan penempatan sekat yang digunakan berdampak pada proses laju aliran udara panas yang terjadi selama proses pengukusan. pada tinggi sekat 16 cm (P2) pada bahan kolbanda memperoleh nilai sebesar 0,48 mH2O, dimana penurunan yang terjadi akibat dari posisi tinggi sekat yang digunakan lebih tinggi dari titik didih air. perolehan nilai terendah pada bahan kolbanda diperoleh pada tinggi sekat 18 cm (P3), dimana posisi ketinggian sekat ini merupakan tinggi sekat yang paling tinggi yang digunakan pada faktor yang digunakan, yang mengakibat laju aliran udara panas yang terjadi lebih rendah dari faktor yang lainnya dengan perolehan nilai sebesar 0,44 mH2O. Perolehan tersebut merupakan nilai yang cukup rendah dari pembanding faktor yang lainnya.
Hasil total tekanan yang diperoleh didapatkan nilai total, nilai tekanan rata-rata diperoleh dari masing-masing bahan rata-rata diperoleh pada menit kurang lebih 45, perolehan tersebut terhitung dari awal proses pengukusan berlangsung hingga proses pengukusan selesai, dengan lama waktu kurang lebih selama 90 menit.
Suhu pemasakan bahan
Hasil dari pengamatan parameter suhu yang dilakukan selama proses pengukusan yang telah dilampirkan hasil rata-rata (∆T) pada hubungan perubahan suhu bahan dengan waktu pemasakan untuk setiap perlakuan pada bahan (M1, M2, dan M3), serta pada ketinggian sekat pengukusan (14 cm, 16 cm dan 18 cm). Pada semua perlakuan terjadi beberapa fase perubahan suhu, yaitu (1) suhu meningkat secara tajam, (2) suhu meningkat dengan laju menurun, (3) suhu meningkat dengan laju menurun tajam, dan (4) suhu mengalami peningkatan yang stabil. Kondisi ini terjadi akibat proses pemasakan pada fase peningkatan suhu, penguapan air dari bahan ke lingkungan dan pematangan bahan. Proses pengukusan yang telah diamati dilampirkan kedalam bentk grafik dibawah. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terjadi perubahan suhu
yang memberikan hasil yang berbeda dari masing-masing bahan yang dilakukan selama proses pengukusan dengan lama waktu kurang lebih 90 menit. Namun penuruan suhu yang yang terjadi pada menit ke-90, menandakan bahwa proses pengukusan telah mencapai titik kematangan pada bahan pakan babi. Proses pengukusan dapat dinyatakan matang dengan memlakukan pengamatan pada thermometer digital yang terpasang pada tutup penci pengukusan dengan nilai suhu yang mencapai titik 100oC serta dengan pengamatan suhu pada titik dibawah sekat dengan titik pengamatan suhu pada thermometer yang berada pada tutup panci yang memberikan nilai yang mendekati satu sama lain dari nilai suhu yang diamati.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan penelitian Arifudin et al., (2023) menyatakan bahwa suhu titik didih air pada tekanan atmosfer normal yaitu sebesar 100oC. Grafik pengamatan rata-rata suhu selama proses pemasakan berlangsung dilampirkan kedalam bentuk gambar grafik dibawah dengan memperlihatkan perubahan yang terjadi dari fase awal penguapan air hingga tercapai pada fase pemasakan yang ditandai dengan suhu bahan yang mencapai titik 100 oC serta stabil hingga waktu pengukusan usai.
Suhu Batang pisang
Perubahan suhu yang meningkat seiring dengan lama waktu pengukusan, akan tercapainya titik didih yang nantinya menjadi parameter dari lamanya waktu pemasakan yang terjadi akibat perubahan karakteristik pindah panas pada bahan pakan batang pisang. Nilai perubahan pindah panas yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 3.
Waktu (Menit)
—•— M1P1 —•— M1P2 —•— M1P3
Gambar 3. Perubahan suhu bahan batang pisang
Berdasarkan dari hasil nilai yang dituangkan kedalam bentuk Gambar 3. Menyatakan bahwa pengaruh suhu terhadap pengukusan bahan batang pisang mengalami peningkatan kenaikan suhu dimulai pada awal pengukusan hingga berada pada kurang lebih 40
menit, pada titik tersebut merupakan peralihan yang terjadi dari fase penguapan pada air menjadi fase pemasakan. Namun pada bahan (M1) dan (M2) mengalami peningkatan nilai grafik, hal tersebut terjadi karena perubahan suhu yang meningkat cukup tinggi serta menjadikan titik pemasakan akan dimulai.
Peningkatan nilai grafik menunjukan perubahan suhu yang terus meningkat, lalu pada penurunan nilai grafik menyatakan bahwa perubahan suhu yang terjadi peningkatan yang dimana telah memasuki fase pemasakan yang di tandai dengan suhu pada bahan yang telah mencapai titik 100oC maka laju perubahan suhu telah mencapi titik puncak pemasakan. Pada fase pemasakan yang terjadi lebih dulu dicapai pada ketinggian sekat 14 cm (P1) dikarenakan posisi bahan paling dekat dengan titik didih air yang berada dibawah sekat, lama waktu yeng terjadi kurang lebih 50 menit. Serta disusul dengan ketinggian sekat 16 cm (P2) dengan suhu relatif lebih rendah dengan (P1), dengan lama waktu pemasakan kurang lebih 40 menit tetapi masih berada pada fase pemasakan yang sama dengan (P1). Pada ketingian sekat 18 cm (P3) mendapatakan titik pemasakan lebih lambat dikarenakan posisi ketinggian sekat berada paling tinggi diantara sekat yang lainnya. Lama waktu yang terjadi pada fase pemasakan hanya terjadi kurang lebih 30 menit sebelum pemasaka usai. Dampak yang terjadi dari perlakuan yang dilakukan dengan ketinggian sekat ini akan berpengaruh pada nilai tekstur dan kadar air pada bahan pakan, jenis pakan juga akan berpengaruh pada hasil yang diperoleh.
Suhu Singkong
Perubahan suhu yang meningkat seiring dengan lama waktu pengukusan, akan tercapainya titik didih yang nantinya menjadi parameter dari lamanya waktu pemasakan yang terjadi akibat perubahan karakteristik pindah panas pada bahan pakan singkong. Nilai perubahan pindah panas yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.
Waktu (Menit)
M2P1 M2P2 M2P3
Gambar 4. Perubahan suhu bahan singkong
Berdasarkan dari hasil nilai yang dituangkan kedalam bentuk Gambar 4. Menyatakan bahwa pengaruh suhu terhadap pengukusan bahan batang pisang mengalami peningkatan kenaikan suhu dimulai pada awal pengukusan hingga berada pada kurang lebih 40 menit, pada titik tersebut merupakan peralihan yang terjadi dari fase penguapan pada air menjadi fase pemasakan. Peningkatan nilai grafik menunjukan perubahan suhu yang terus meningkat, lalu pada penurunan nilai grafik menyatakan bahwa perubahan suhu yang terjadi peningkatan yang dimana telah memasuki fase pemasakan yang di tandai dengan suhu pada bahan yang telah mencapai titik 100oC maka laju perubahan suhu telah mencapi titik puncak pemasakan.
Pada fase pemasakan yang terjadi lebih dulu dicapai pada ketinggian sekat 14 cm (P1), dapat dilihat penuruan yang terjadi lebih dulu dicapai pada menit ke 60. Hal tersebut dikarenakan posisi bahan paling dekat dengan titik didih air yang berada dibawah sekat, maka lama waktu yeng terjadi kurang lebih 40 menit. Serta disusul dengan ketinggian sekat 16 cm (P2) dengan suhu relatif lebih rendah dengan (P1), dengan lama waktu pemasakan kurang lebih 40 menit tetapi masih berada pada fase pemasakan yang sama dengan (P1). Pada ketingian sekat 18 cm (P3) mendapatakan titik pemasakan lebih lambat dikarenakan posisi ketinggian sekat berada paling tinggi diantara sekat yang lainnya. Lama waktu yang terjadi pada fase pemasakan hanya terjadi kurang lebih 30 menit sebelum pemasaka usai.
Suhu Kolbanda
Perubahan suhu yang meningkat seiring dengan lama waktu pengukusan, akan tercapainya titik didih yang nantinya menjadi parameter dari lamanya waktu pemasakan yang terjadi akibat perubahan karakteristik pindah panas pada bahan pakan kolbanda. Nilai perubahan pindah panas yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 5.
25,00
20,00
15,00
5,00
0,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90100
Waktu (Menit)
Gambar 5. Perubahan suhu bahan kolbanda
Berdasarkan dari hasil nilai yang dituangkan kedalam bentuk Gambar 5. Menyatakan bahwa pengaruh suhu terhadap pengukusan bahan batang pisang mengalami peningkatan kenaikan suhu dimulai pada awal pengukusan hingga berada pada kurang lebih 40 menit, pada titik tersebut merupakan peralihan yang terjadi dari fase penguapan pada air menjadi fase pemasakan. Peningkatan nilai grafik menunjukan perubahan suhu yang terus meningkat, lalu pada penurunan nilai grafik menyatakan bahwa perubahan suhu yang terjadi peningkatan yang dimana telah memasuki fase pemasakan yang di tandai dengan suhu pada bahan yang telah mencapai titik 100oC maka laju perubahan suhu telah mencapi titik puncak pemasakan.
Sebaliknya jika nilai grafik rendah, maka perubahan suhu yang terjadi perlahan lebih lembat menyebabkan fase pemasakan yang terjadi lebih lambat. Pada fase pemasakan yang terjadi lebih dulu dicapai pada ketinggian sekat 14 cm (P1), dapat dilihat penuruan yang terjadi lebih dulu dicapai pada menit ke 60. Hal tersebut dikarenakan posisi bahan paling dekat dengan titik didih air yang berada dibawah sekat, maka lama waktu yeng terjadi kurang lebih 40 menit. Serta disusul dengan ketinggian sekat 16 cm (P2) dengan suhu relatif lebih rendah dengan (P1), dengan lama waktu pemasakan kurang lebih 40 menit tetapi masih berada pada fase pemasakan yang sama dengan (P1). Pada ketingian sekat 18 cm (P3) mendapatakan titik pemasakan lebih lambat dikarenakan posisi ketinggian sekat berada paling tinggi diantara sekat yang lainnya. Lama waktu yang terjadi pada fase pemasakan hanya terjadi kurang lebih 30 menit sebelum pemasaka usai. Namun terjadi peningkatan nilai grafik pada menit ke 70 yang terjadi pada keseluruhan bahan, hal tersebut terjadi akibat penignkatan suhu yang terjadi pada keseluruhan bahan. Maka dampak ini terjadi karena jenis bahan yang digunakan tersebut yaitu berjenis daun, yang dimana pada penelitian Ashuri et al., (2021) menyatakan perlakuan pemanasan yang dilakukan dapat menyebabkan reaksi dekomposisi senyawa karbohidrat yang akan bereaksi dengan protein bila ada panas dalam proses pengukusan berdampak pada perubahan suhu yang drastis.
Perhitungan Neracca Energi
Perhitungan neraca energi dilakukan berdasarkan hukum pertama termodinamika, atau biasa disebut dengan hukum kekekalan energi. Bentuk umum dari hukum pertama termodinamika untuk aliran steady (Alexander, 2018). Adapun hasil nilai yang diperoleh dari pendekatan teori yang dilakukan pada perhitungan nilai Neraca Energi yang diperoleh dari proses pengukusan bahan pakan babi. Adapun faktor
yang diamati pada proses pengukusan ini untuk mencari nilai kalor (Q), meliputi beberapa pengukruan suhu yang terdapat didalam panci pengukusan. Proses neraca energi yang mengalami proses pada bahan yang dimasak yaitu meliputi panas untuk menaikan suhu bahan (ΔQӨ), panas untuk menguapkan air dari bahan (Qu), panas yang keluar pada bahan pakan (Qout). Pada parameter pengukuran yang diamati diantaranya suhu udara (T), dan suhu bahan (Ɵ). Pendekatan teori untuk mendapatkan nilai kalor (Q) pada bahan singkong dengan ketinggian sekat 14 cm (M2P1) sebagai bahan baku terbaik dari tekstur air dan kadar air. Maka dibutuhkan perhitungan nilai kalor (Q) sebagai acuan dalam perhitungan nilai tekstur dan kadar air dengan menggunakan pendeketan teori sebagai berikut :
Panas untuk menaikan suhu bahan
Perubahan Panas (QӨ) yang bertujuan untuk menaikan suhu pada bahan bahan singkong dengan ketinggian sekat 14 cm (M2P1). Selanjutnya data-data tersebut akan dikorelasi pada persamaan empiric panas spesifik (Cp = 33,47.M + 837 J/kg-oK), bahan pangan sebagai fungsi kadar air menurut Aghbashlo et al., (2011), hasil nilai proses pengukusan dihitung menggunakan rumus (7), diperoleh panas untuk menaikan suhu bahan sebagai berikut:
ΔQθ = mp × Cp × Δθ
ΔQθ = 1,5 kg × (33,47M + 837 J/kg-oC) × 7,55 oC
ΔQӨ = 9853,72 J
Tabel 4. Nilai hasil perhitungan panas untuk menaikan suhu bahan (ΔQӨ)
Bahan (kg) |
Ketinggian sekat (cm) | ||
P1 |
P2 |
P3 | |
M1 |
9305,32 |
8321,69 |
6358,78 |
M2 |
9853,72 |
9253,10 |
9161,70 |
M3 |
9305,32 |
8321,69 |
6358,78 |
Perpindahan panas yang terjadi secara konveksi yang terjadi pada menaikan suhu pada bahan pakan. Pengukusan yang terbaik didapat pada bahan singkong pada ketinggian sekat 14 cm (M2P1) sebagai proses pengambilan data pada perhitungan panas untuk menaikan suhu bahan. Maka didapat total nilai untuk menaikan pada bahan singkong dengan ketinggian sekat 14 cm (M2P1) pada penelitian ini mendapatkan hasil sebesar 9853,72 J.Total nilai hasil keseluruhan sampel dari perhitungan jumlah panas yang masuk kedalam pakan (ΔQӨ), dapat dilihat pada Tabel 4.
Nilai total dari Tabel 4. Menyatakan hasil perhitungan keseluruhan perlakuan yang dilakukan selama proses pengukusan berlangsung, dengan lama waktu pengukusan selama 90 menit. Maka dapat dilihat bahwa nilai kalor yang tertinggi diperoleh pada bahan singkong dengan ketinggian sekat 14 cm (M3P1), dengan nilai sebesar 9853,72 J. Serta dengan nilai kalor terendah di peroleh pada bahan batang pisang dan kolbanda dengan ketinggian sekat 18 cm (M1P3) dan (M3P3), dengan nilai sebesar 6358,78 J. Perubahan yang terjadi pada panas untuk menaikan pada suhu terjadi penuruan, sejalan dengan perubahan tinggi sekat yang digunakan pada proses pengukusan. Pada proses awal dalam pengukusan, terjadinya proses penaikan suhu pada air yang mengakibatkan suhu yang berada di bawah
permukaan sekat mengalami kenaikan nilai suhu pada air. Namun setelah melewati proses tersebut air yang menglami penguapan yang terjadi perubahan panas berada di permukaan air akan sama dengan suhu yang berada dilangit-langit panci. Maka proses tersebut dapat dikatakan bahwa pada nilai suhu pada thermometer atas dengan yang bawah sudah mencapai suhu sebesar kurang lebih 100oC, sejalan dengan penelitian Arifudin et al., (2023) menyatakan bahwa suhu titik didih air pada tekanan atmosfer normal yaitu sebesar 100oC. Maka pada pakan tersebut dapat dikatakan matang.
Panas untuk menguapkan air
Perubahan panas untuk menaikan suhu dalam proses penguapan air (Qu) yang bertujuan untuk menaikan suhu pada bahan bahan singkong dengan ketinggian sekat 14 cm (M2P1). Nilai proses pengukusan dihitung menggunakan rumus (8), diperoleh panas untuk menguapkan air sebagai berikut :
Qu = hfg × ∆mu
Qu = 2260 J/kg x 0.41 kg
Qu = 910,78 J/kg
Jadi total nilai panas untuk menguapkan air (Qu) dalam proses untuk menaikkan pada bahan singkong dengan ketinggian sekat 14 cm (M2P1) sebegai bahan terbaik yang didapat pada penelitian ini
dengan menggunakan Entalpi perubahan fase (hfg) dengan nilai yang didapat sebesar 910,78 J/kg. Proses penguapan yang terjadi pada pengukusan ini dapat terjadi, sejalan dengan penelitian Irmayanti et al., (2019) menyatakan bahwa titik didih dari proses penguapan pada air terjadi pada suhu 100oC. Maka
perubahan yang terjadi selama proses pemanasan antara lain karbohidrat yang akan mengalami sedikit perubahan warna, pati yang mengalami gelatinisasi, sedangkan kadar air mengalami perubahan dengan bahan pakan lainnya.
Tabel 5. Rata-rata panas penguapan air (Joule)
Bahan (kg) |
Ketinggian sekat (cm) | ||
P1 |
P2 |
P3 | |
M1 |
910,78 |
872,36 |
822,64 |
M2 |
910,78 |
861,06 |
809,08 |
M3 |
933,38 |
852,02 |
791,00 |
Nilai total yang didapat dari hasil penelitianyang menunjukan pada Tabel 5. Menunjukan bahwa hasil ayng diperoleh pada rata-rata penguapan air yang menunjukan bahwa total hasil dari proses pengukusan yang dilakukan selama 90 menit menunjukan hasil tertinggi diperoleh pada bahan kolbanda pada ketinggian sekat 14 cm (M3P1) dan nilai terendah diperoleh pada bahan kolbanda dengan ketinggian sekat 18 cm (M3P3). Nilai tersebut diperoleh menggunakan rumus (3), dimana nantinya hasil yang diperoleh dibutuhkan untuk mendapatkan
nilai total panas yang dibutuhkan untuk proses pengukusan pakan babi.
Panas keluar pada bahan pakan
Berdasarkan hasil analisa serta perhitungan yang dilakukan untuk memperoleh panas keluar pada bahan pakan (Qout) yang bertujuan untuk menaikan suhu pada bahan bahan. Pada perhitungan untuk mendapatkan hasil pada panas yang keluar pada bahan pakan menggunakan rumus (9), sebagai berikut :
Tabel 2. Rata-rata panas keluar dari proses pengukusan (Joule)
Bahan (kg) |
Ketinggian sekat (cm) |
P1 P2 P3 | |
M1 |
108,90 108,90 108,90 |
M2 |
109,70 109,50 109,60 |
M3 |
108,90 108,90 108,90 |
Hasil rata-rata perhitungan nilai panas yang keluar pada pakan, dapat dilihat pada Tabel 6. Data menunjukan nilai total perlakuan ∆Qout yang dilakukan selama proses pengukusan berlangsung. Dari hasil rata-rata perhitungan panas yang keluar pada bahan di dapat nilai kalor tertinggi pada bahan singkong pada ketinggian sekat 14 cm (M2P1), dengan nilai sebesar 109,70 J. Serta dengan nilai panas yang terendah diperoleh pada bahan batang pisang (M1) dan kolbanda (M3), dengan nilai sebesar 108.90 J. Perhitungan nilai total panas keluar pada massa bahan pakan menyatakan hasil yang sama dengan bahan dengan jenis yang lebih lunak daripada dengan bahan umbi yang bisa dikatakan bahan singkong memiliki tekstur yang keras ketimbang bahan batang pisang dengan kolbanda yang memiliki tekstur yang lebih lunak, maka dari itu pengaruh panas yang dibutuhkan juga lebih besar berdampak pada nilai yang dihasilkan selama proses pengukusan dengan lama waktu pengukusan 90 menit dari awal
mula proses berlangsung. Dari data peritungan pada Tabel 6. Maka penuruan yang terjadi pada hasil nilai keseluruhan bahan terjadi, seperti pada penelitian Nurjanah et al., (2014) menyebutkan bahwa perubahan kadar air ini dapat disebabkan oleh kandungan air pada bahan yang mengalami proses evaporasi yang mengakibatkan mudahnya air menguap ketika mengalami proses pemanasan.
Perhitungan panas total yang butuhkan
Pendekatan teoritis yang digunakan dengan mengakumulasi hasil dari perhitungan total yang menjadi nilai hasil dari perhitungan nilai panas total yang dibutuhkan (Qtotal) untuk proses pengukusan dihitung menggunakan rumus (6), diperoleh yang butuhkan sebagai berikut :
Qtotal = ΔQӨ + Qu + Qout
Qtotal = 9853,72 J + 933,38 J/kg + 109,70 J
Qtotal = 10896,80 J
Berdasarkan hasil perhitungan yang digunakan untuk memperoleh total nilai hasil keseluruhan sampel dari perhitungan jumlah total panas yang dibutuhkan untuk proses memasak (Qtotal), yang dapat dilihat pada Tabel 7. Maka total akhir pada perhitungan untuk mendapatkan nilai total panas yang dibutuhkan dalam proses pengukusan pada bahan singkong dengan ketinggian sekat 14 cm (M2P1) sebesar
10896,80 J. Nilai kalor (Qtotal) sebesar itu mengakibatkan perubahan fisik yang signifikan dengan proses pengukusan dengan jenis bahan yang lain. Dampak tersebut berkaitan dengan nilai tekstur dan kadar air yang didapat. Sejalan dengan pernyataan Ashuri et al., (2021) menyatakan perlakuan pemanasan yang dilakukan dapat menyebabkan reaksi dekomposisi senyawa karbohidrat yang akan bereaksi dengan protein bila ada panas dalam proses pengukusan berdampak pada perubahan suhu yang drastis.
Tabel 3. Nilai hasil perhitungan total panas untuk memasak (Joule)
Bahan (kg) |
Ketinggian sekat (cm) | ||
P1 |
P2 |
P3 | |
M1 |
10325,00 |
9302,95 |
7290,32 |
M2 |
10896,80 |
10214,62 |
10062,30 |
M3 |
10325,00 |
9291,65 |
7276,76 |
Hasil diatas menunjukan pada Tabel 7. Perhitungan dari keselurhan perlakuan yang digunakan selama proses pengukusan berlangsung, dengan mendapatkan nilai total akhir energi untuk panas total yang dibutuhkan (Qtotal), maka hasil total perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Dari hasil nilai perhitungan panas yang dibutuhkan untuk proses pengukusan, adapaun nilai tertinggi yang diperoleh pada bahan baku yang pertama yaitu batang pisang (P1), nilai rata-rata kalor yang diperoleh paling tinggi yaitu pada tinggi sekat 14 cm (M1P1) yaitu sebesar 10325,00 J, lalu pada tinggi sekat yang lebih tinggi mengalami penuruan rata-rata tekanan yang diperoleh pada bahan (M1P2) dengan nilai sebesar 9302,95 J, serta pada tinggi bahan (M1P3) memperoleh penuruan yang siginifikan yaitu dengan hasil nilai sebesar 7290,32 J. Pada bahan kedua yang digunakan yaitu bahan baku singkong (M2), dimana nilai yang diperoleh lebih tinggi dari bahan baku yang lain. Hasil nilai rata-rata kalor tertinggi yang diperoleh pada tinggi sekat 14 cm (M2P1), yaitu sebesar 10896,80 J. Serta dengan nilai terendah diperoleh pada bahan batang pisang dan kolbanda dengan ketinggian sekat 18 cm (M1P3) dan (M3P3), dengan nilai sebesar 7276,76 J. Pada tinggi sekat yang lain mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan yaitu pada tinggi sekat 16 cm (M2P2), diperoleh nilai sebesar 10214,62 J, serta pada tinggi sekat 18 cm (M2P3), diperoleh nilai sebesar 10062,30 J. Perolehan nilai rata-rata kalor pada bahan ketiga yaitu pada bahan baku kolbanda (M3), dari perolehan hasil nilai kalor yang diperoleh maka nilai kalor tertinggi diperoleh pada tinggi sekat 14 cm (M3P1), dimana nilai yang diperoleh sebesar 10325,00 J. Hasil perolehan nilai tersebut didapat dari dekatnya bahan baku dengan sumber penas yang didapat, yang menyatakan nilai yang didapat cukup
tinggi dari tinggi sekat yang lain. Hasil yang diperoleh pada tinggi sekat 16 cm (M3P2), diperoleh hasil sebesar 9291,65 J, lalu disusul dengan perolehan hasil nilai dari tinggi sekat 18 cm (M3P3), yang diperoleh nilai rata-rata sebesar 7276,76 J. Perbedaan perolehan nilai kalor pada bahan terjadi karena jenis dari bahan yang berbeda, serta kandungan yang terdapat pada bahan yang mengakibatkan perbedaan nilai kalor yang dihasilkan lama proses pengukusan berlangsung dengan lama waktu pengukusan yaitu selama 90 menit.
Pengaruh yang terjadi dikarenakan ketinggian sekat yang semakin tinggi mengakibatkan titik panas yang terjadi pada awal penguapan sedikit melambat untuk menemui fase pengukusan dengan didapatkan suhu yang sama antara nilai suhu pada titik bawah sekat dengan titik atas pada sekat pengukusan. Fase perpindahan panas yang terjadi mengalami sifat pindah panas konveksi yang lambat daripada penempatan sekat dengan posisi 14 cm (P1). Pada hasil nilai yang didapat pada ketinggian sekat mengalami prningkatan nilai kalor yang mengakibatkan titik bawah sekat dengan titik atas sekat cepat mengalami proses pengukusan yang optimal, serta tingkat kematangan yang di dapat lebih maksimal daripada ketinggian sekat 16 cm (P2) dan 18 cm (P3).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan sekat dengan ketinggian 14 cm (P1) memperoleh nilai sebagai berikut, pada bahan pakan pertama batang pisang (M1) yaitu pada tinggi sekat 14 cm (M1P1), dengan rata-rata nilai tekstur sebesar
(13,57c), dan nilai kadar air diperoleh sebesar (83,86f). Bahan kedua yaitu singkong (M2) diperoleh pada tinggi sekat 14 cm (M2P1), dengan rata-rata nilai tekstur sebesar (7,61ab), dan kadar air yang diperoleh sebesar (51,90a). Bahan ketiga yaitu kolbanda (M3), nilai rata-rata, diperoleh nilai tekstur sebesar (5,56a), dan kadar air yang diperoleh sebesar (54,80b). Hasil data menunjukan terjadinya pengaruh evaporasi pada proses pengukusan, serta pada bahan pakan terjadi dekomposisi yang terjadi akibat proses pengukusan, sehingga tekstur yang diperoleh menjadi lebih lunak dan pakan dapat lebih mudah untuk dikonsumsi oleh ternak babi.
Perubahan karakteristik pindah panas yang terjadi selama kurang lebih 90 menit proses pengukusan mendapatkan nilai rata-rata total panas yang dibutuhkan yaitu pada bahan batang pisang memperoleh nilai kecepatan aliran udara diperoleh sebesar 0,52 mH2O, nilai rata-rata kalor diperoleh sebesar 10325,00 J. Bahan kedua yaitu singkong memperoleh nilai rata-rata kecepatan aliran udara sebesar 0,54 mH2O, nilai kalor diperoleh sebesar 10896,80 J. Bahan ketiga yaitu kolbanda dengan nilai rata-rata kecepatan aliran udara yang diperoleh sebesar 0,52 mH2O, nilai rata-rata kalor diperoleh sebesar 10325,00 J. Peningkatan titik didih air yang berlangsung secara konstan berlangsung dimana panas pada titik didih air hampir menyamai panas yang berada diatas bahan pakan.
Saran
Dalam proses pengukusan dapat dilakukan uji lanjut dengan melakukan kombinasi jenis bahan lain yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan babi. Serta pengolahan lanjutan agar pekan yang telah melewati proses pengukusan dapat diolah lebih lanjut menjadi pekan kering yang lebih tahan lama dan mudah untuk diberikan kepada ternak babi maupun ternak lainnya yang mendukung pemberian dengan menggunakan pakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aghbashlo., M., Kianmehr., M. H., Arabhosseini., A., & Nazghelichi., T. (2011). Modelling The Carrot Thin-Layer Drying In A Semi-Industrial Continuous Band Dryer. Czech Journal Of Food Sciences, 29(6), 528–538.
Https://Doi.Org/10.17221/457/2011-Cjfs
Alexander, M. (2018). Neraca Masa Dan Neraca Energi Pengelolaan Sampah Terpadu – Penujah Kabupaten Tegal. Teknobiz: Jurnal Ilmiah Program Studi Magister Teknik Mesin, 8(3), 129–138.
Https://Doi.Org/10.35814/Teknobiz.V8i3.894
Ali Sabit, M. T. (2012). Efek Suhu Pada Proses Pengarangan Terhadap Nilai Kalor Arang
Tempurung Kelapa (Coconut Shell Charcoal). Jurnal Neutrino, 3(2), 143–152.
Https://Doi.Org/10.18860/Neu.V0i0.1647
Arifudin, Sopiah, R. N., Suryati, T., Setiyono, Herlina, S., Ambarsari, H., Suyanti, S., Atang, & Sabudin. (2023). Pengaruh Suhu Dan Waktu Pengukusan Pada Sludge Ipal Industri Makanan Sebagai Alternatif Pakan Maggot. Jurnal Teknologi Lingkungan, 24(1), 067–072.
Https://Doi.Org/10.55981/Jtl.2023.240
Ashuri, N. M., Nurhayati, A. P. D., Warmadewanthi, I., Saptarini, D., Putra, A. B. K., Bagastyo, A. Y., Herumurti, W., & Rachmada, A. F. (2021). Pemanfaatan Limbah Kulit Kerang Dan Limbah Sisa Pengolahan Ikan Di Kecamatan Bulak Kota Surabaya. Sewagati, 5(3), 227–239. Https://Doi.Org/10.12962/J26139960.V5i3.28
Asnawi, M., Sumarlan, S. H., & Bagus Hermanto, M. (2013). Characteristics Maturation Process Of Cassava Tape (Manihot Utilissima) Through The Use Of Temperature Control. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis, 1(2), 56.
Bayu Eko Saputro, Rudy Sutrisna, Purnama Edy Santosa, F. F. (2016). , Rudy Sutrisna. Ilmiah Peternakan Terpadu, 4(3), 176–181.
Budaarsa, K., Puger, A. W., & Suasta, I. M. (2016). Eksplorasi Komposisi Pakan Tradisional Babi Bali. Majalah Ilmiah Peternakan, 19, 2–6.
Elbani, A. (2010). Simulasi Unjuk Kerja Sistem Kendali Pid Pada Proses Evaporasi Dengan Sirkulasi Paksa. Jurnal Teknik Elektro, 2(3), 1– 6.
I Made S. Aryanta, Johanis Ly, N. N. S. (2019). Penerapan Penggunaan Pakan Lokal Yang Mengandung Tanaman Herbal Pada Ternak Babi I.
Irmayanti, Juliani, Anwar, C., Irhami, & Rezvani, I. (2019). The Effect Of Addition Of Melinjo Flour (Gnetum Gnemon Linn.) And Steaming Time On The Physical Properties And Hedonik Test Of Flakes. Serambi Journal Of Agricultural Technology (Sjat), 1(2), 52–57. Https://Pdfs.Semanticscholar.Org/3cc1/74525d b9336469af32aa2165494b0fba76b6.Pdf
Kurniati Abidin, & Wagiani, S. (2013). Studi Analisis Perbandingan Kecepatanaliran Air Melalui. Jurnal Dinamika, 04(1), 62–78.
Maharani, S., & Bernard, M. (2018). Analisis
Hubungan Resiliensi Matematik Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Materi Lingkaran. Jpmi (Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif), 1(5), 819.
Https://Doi.Org/10.22460/Jpmi.V1i5.P819-826
Miftahul Reski Putra Nasjum. (2020). Efisiensi Biaya Penggunaan Pakan Pada Ternak Babi Fase Grower Bambang. Kaos Gl Dergisi, 8(75),
147–154.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Jnc.2020.125798%0 ahttps://Doi.Org/10.1016/J.Smr.2020.02.002%0ahttp://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/81 0049%0ahttp://Doi.Wiley.Com/10.1002/Anie. 197505391%0ahttp://Www.Sciencedirect.Com /Science/Article/Pii/B9780857090409500205 %0ahttp:
Nurjanah, N., Jacoeb, A. M., Nugraha, R., Permatasari, M., & Sejati, T. K. A. (2014). Perubahan Komposisi Kimia, Aktivitas Antioksidan, Vitamin C Dan Mineral Tanaman Genjer (Limnocharis Flava) Akibat Pengukusan. Ajie, 3(3), 185–195.
Https://Doi.Org/10.20885/Ajie.Vol3.Iss3.Art3
Parulian Siagian, Richard Napitupulu A M,
Tampubolon Miduk, Siagian Lestina, Siagian Horas, & Sihombing Hendrik V. (2023).
Analisa Kebutuhan Energi Termal Pada Kotak Pengering Biji Kopi Arabica Yang Di Isolasi Dengan Aluminium Foil. Sprocket Journal Of Mechanical Engineering, 4(2), 181–189.
Https://Jurnal.Uhn.Ac.Id/Index.Php/Mechanica l/Article/View/946
Pascasarjana, S. (2017). Evaluasi Perbedaan Lama Waktu Pengukusan Bahan Baku Pakan Terhadap Tingkat Kecernaan Dan
Pertumbuhan Ikan Nila Oreochromis Niloticus Ahmad Mukhlis Hidayat.
Pindah, A., Pada, P., Fermentasi, R., Kakao, B., Cacao, T., & Jenis, L. M. (2022). Jurnal Beta ( Biosistem Dan Teknik Pertanian Program Studi Teknik Pertanian , Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana I Wayan Satrio Wiantara , Ni Luh Yulianti *, Yohanes Setiyo . 10, 304–314.
Safitri, N. A. (2020). Tinjauan Pustaka Tinjauan
Pustaka. Convention Center Di Kota Tegal, 938, 6–37.
Sanata, A. (2011). Pengaruh Diameter Pipa Saluran Gas Buang Tipe Straight Throw Muffler Terhadap Unjuk Kerja Motor Bensin Empat Langkah. Jurnal Rotor, 4, 1.
Syarifuddin, H., & Hamzah, H. (2019). Prospek Pemanfaatan Limbah Batang Pisang Dalam Mendukung Ekonomi Kreatif Masyarakat Ramah Lingkungan. Dinamisia: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 3, 27–34.
Https://Doi.Org/10.31849/Dinamisia.V3i2.286 8
Tanusekar, H. H., & Sutanhaji, A. T. (2014).
Rancang Bangun Dan Uji Kinerja Alat Desalinasi Sistem Penyulingan Menggunakan Panas Matahari Dengan Pengaturan Tekanan Udara. J. Keteknikan Pertanian Tropis Dan Biosistem, 2(1), 1–8.
Https://Jkptb.Ub.Ac.Id/Index.Php/Jkptb/Articl e/View/163/143
Tendelilin. (2010). Kualitas Kimia Dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci Dengan Penambahan Tepung Tempe. Energies, 6(1), 7.
Http://Journals.Sagepub.Com/Doi/10.1177/112 0700020921110%0ahttps://Doi.Org/10.1016/J. Reuma.2018.06.001%0ahttps://Doi.Org/10.10 16/J.Arth.2018.03.044%0ahttps://Reader.Elsevier.Com/Reader/Sd/Pii/S1063458420300078?
Token=C039b8b13922a2079230dc9af11a333e 295fcd8
Ternak, P., Di, B., Linggang, D., & Sugiarti, N. (2022). Introduksi Fermentasi Batang Pisang Dan Daun Lamtoro Dengan Menggunakan Em-4 Sebagai.
Discussion and feedback