ISSN: 2302-8556

E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 6.3 (2014):481-497

PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAERAH PADA PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGANGGURAN, DAN KEMISKINAN KABUPATEN DAN KOTA

Ni Luh Nana Putri Ani1 A.A.N.B. Dwirandra2

  • 1Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail: putriani_nana@yahoo.com / telp: +62 81 936 107 780

  • 2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menurunnya tingkat pengangguran dan kemiskinan merupakan gambaran hasil kinerja pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. Kinerja keuangan yang semakin meningkat, diduga tidak selalu mampu medorong pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kinerja keuangan daerah pada pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan. Penelitian ini menggunakan sampel 8 kabupaten dan 1 kota pada Provinsi Bali dengan objek penelitian yaitu kinerja keuangan, pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan tahun 2007-2011. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode sampling jenuh dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis regresi linier berganda. Kinerja keuangan yang terdiri dari rasio kemandirian menunjukan bahwa berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan rasio efektivitas, rasio efisiensi, dan pertumbuhan pendapatan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya antara kinerja keuangan terhadap pengangguran, menunjukkan bahwa kinerja keuangan berupa rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, dan pertumbuhan pendapatan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengangguran, sedangkan antara kinerja keuangan terhadap kemiskinan menunjukkan bahwa rasio kemandirian berpengaruh positif secara signifikan terhadap kemiskinan, dan rasio efektivitas, rasio efisiensi, serta pertumbuhan pendapatan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

Kata kunci : kinerja keuangan, pertumbuhan ekonomi, pengangguran, kemiskinan

ABSTRACT

High economic growth , declining unemployment and poverty is a picture of the results of the government's performance in the welfare of its people . Increasing financial performance , allegedly not always capable of encouraging economic growth and reduce unemployment and poverty . The purpose of this study to determine the effect on the financial performance of the region 's economic growth , unemployment and poverty . This study used a sample of 8 districts and 1 town in the province of Bali with the object of research , namely financial performance , economic growth , unemployment and poverty in 2007-2011 . The samples were calculated using saturated sampling and hypothesis testing in this study was done by using multiple linear regression analysis . Financial performance which consists of self-reliance ratio indicates that a positive and significant effect on economic growth , while the ratio of effectiveness , efficiency ratio , and earnings growth no significant effect on economic growth . Furthermore the financial performance against unemployment , suggests that financial performance in the form of selfsufficiency ratio , the ratio of effectiveness , efficiency ratios , and significant revenue growth has no effect on unemployment , while the financial performance against poverty shows that the independence ratio is significantly positive effect on poverty , and the ratio of effectiveness , efficiency ratio , as well as revenue growth has no significant effect on poverty .

Keywords : financial performance, economic growth, unemployment, poverty

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian mampu menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat dalam suatu periode tertentu (Sukirno, 2006:423). Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pendapatan, berarti secara langsung maupun tidak langsung akan mengurangi jumlah pengangguran yang merupakan keadaan dimana sesorang yang tergolong angkatan kerja namun tidak memliki pekerjaan (Nanga, 2005: 249) serta menurunkan tingkat kemiskinan, dimana kemiskinan adalah ketidakmampuan dalam memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang baik itu kebutuhan makan maupun non makan (BPS, 2008).

Dalam teori fiscal federalism dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai dengan deesetralisasi fiskal melalui pelaksanaan otonomi daerah. Dimana desentralisasi fiskal adalah pelimpahan kewenangan terkait dengan pengambilan keputusan kepada pemerintah tingkat rendah (Akai & Sakata, 2002), yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi sektor publik jangka panjang (Faridi, 2011). Aristovnik (2012) mengatakan bahwa desentralisasi fiskal dapat dibagi menjadi dua luas kategori yaitu: (i) otonomi fiskal pemerintah daerah, dan (ii) pentingnya fiskal pemerintah daerah. Dengan menerapkan sistem pemerintahan terdesentralisasi, pemerintah daerah akan dikejar untuk meningkatkan usahanya dalam memberikan pelayanan publik yang lebih baik di wilayahnya (Suhardjanto,dkk., 2009). Penthury (2011) menyatakan bahwa pemerintah daerah harus mampu memberikan fasilitas pelayanan publik dengan baik untuk seluruh

masyarakat lokal, karena infrastruktur adalah kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Modebe et al. (2012).

Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta menurunnya pengangguran dan kmiskinan juga tidak terlepas dari pengelolaan keuangan daerah yang baik. Sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang diatur dalam Pemendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 4 Ayat (1), keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, transparan, efektif, efisien, ekonomis, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatuhan, serta bermanfaat untuk masyarakat. Penilaian terhadap pengelolaan keuangan daerah dapat dilihat dari hasil analisis terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan (Halim,2002:126-127).

Hasil analisis tersebut merupakan informasi yang penting untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan menilai keberhasilan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya (Dewi,2007). Sesuai dengan teori keagenan yang merupakan sebuah perjanjian antara satu atau lebih (prinsipal) menyewa orang lain (agen) dalam melakukan beberapa jasa untuk kepentingan prinsipal dengan memberikan beberapa wewenang kepada agen (Jensen dan Meckling, 1976). Pinsipal dalam hal ini adalah rakyat yang diwakili oleh DPRD memberikan wewenang kepada pemerintah daerah (agen) dalam meningkatkan pendapatan asli daerahnya melalui pembayaran pajak, retribusi dan sebagainya dan dari pelimpahan wewenang tersebut pemerintah daerah mampu memberikan pelayanan publik yang memadai yang didanai dari pendapatan daerah.

Pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah dapat menggunakan beberapa rasio, yaitu rasio kemandirian merupakan kemampuan pemerintah daerah untuk mendanai kegiatan pemerintah, pembangunan, serta pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi (Halim, 2007:232). Bila PAD yang diperoleh oleh daerah tinggi maka presentase PAD dalam membiayai pelayanan pembangun juga tinggi, begitu pula sebaliknya (Florida, 2006). Rasio efektivitas merupakan kemampuan pemerintahan daerah dalam merealisasikan PAD yang telah direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (Halim, 2007:234). Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingkan realisasi pengeluaran (belanja) dengan realisasi penerimaan daerah (Halim, 2007:234), dan rasio pertumbuhan pendapatan berfungsi dalam mengukur sejauh mana kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan serta meningkatkan keberhasilannya dari tahun ke tahun (Halim, 2007 : 241).

Bali memiliki karakteristik pariwisata yang baik dan menarik minat para pengunjung lokal maupun pengunjung mancanegara untuk datang berkunjung ke Bali. Bali diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerah sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan. Hamzah (2008) menggambarkan bahwa terjadi kesenjangan yang sangat tinggi dalam kinerja keuangan pada masing-masing daerah yang berbeda. Perbedaan kinerja disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan masing-masing daerah dalam meningkatkan potensi pendapatan daerahnya. Dengan demikian, maka secara otomatis telah terjadi perbedaan kemampuan

antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya, serta mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Sularso dan Restianto (2011) dalam penelitiannya menunjukan hasil bahwa kinerja keuangan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan hipotesis peneltian yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

Ha.1 : Kineja keuangan berupa rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, dan rasio pertumbuhan pendapatan berpengaruh positif secara signifikan pada pertumbuhan ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali.

Ha.2 : Kineja keuangan berupa rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, dan rasio pertumbuhan pendapatan secara negatif berpengaruh signifikan pada pengangguran Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali.

Ha.3 : Kineja keuangan berupa rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio

efisiensi, dan rasio pertumbuhan pendapatan secara negatif berpengaruh signifikan pada kemiskinan Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah 8 kabupaten 1 kota di Provinsi Bali. Obyek dari penelitian ini adalah kinerja keuangan, pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Bali tahun 2007-2011. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari dinas atau instansi yang terkait, yaitu BPS dan Bagian Keuangan Provinsi Bali yaitu beberapa laporan realisasi anggaran, data mengenai PDRB, data pengangguran, dan data

kemiskinan tahun anggaran 2007-2011. Data dikumpulkan melalui metode observasi non partisipan, yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengamati, mencatat,mempelajari uraian-uraian dari buku-buku, skripsi, artikel (Sugiyono, 2010:204), seperti dengan mengumpulkan data dari Biro Keuangan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali.

Populasi penelitian terdiri dari 8 kabupaten dan 1 kota madya di Provinsi Bali. Metode penentuan sampel dalam penelitian ini merupakan sampling jenuh yaitu teknik penyampelan bila seluruh anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2010:122). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh anggota populasi yakni 8 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Bali dengan kurun waktu 5 tahun (2007-2011).

Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi linier berganda dengan bantuan Software Statistical Package for Social Science (SPSS) for Windows. Teknik analisis ini dipergunakan untuk melihat pengaruh kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan. Tahap analisis yang dilakukan adalah uji asumsi klasik, Analisis regresi linier berganda, adjusted R2, uji kelayakan model dan uji hipotesis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini mencakup 8 kabupaten dan 1 kota madya di Provinsi Bali. Penelitian ini menggunakan data time series dalam kurun waktu 2007 hingga 2011. Jumlah data dalam penelitian ini sebanyak 9 kabupaten/kota x 5 tahun = 45 data yang kemudian di outlier menjadi 32 data. Berikut adalah hasil uji asumsi

klasik yang meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas:

Tabel 1.

Hasil Uji Normalitas

Unstandardized residual PED

Unstandardized residual TP

Unstandardized residual TK

N

32

32

32

Kolmogorov-Smirnov

0,433

0,639

0,569

Asymp. Sig.(2-tailed)

0,992

0,809

0,902

Sumber: Data Diolah, 2013.

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai Sig. (2 – tailed) dalam One-Sample

Kolmogorov-Smirnov Test berada diatas nilai 0,05. Ini berarti bahwa data yang

diuji terdistribusi normal.

Tabel 2

Hasil Uji autokorelasi

Unstandardized residual PED

Unstandardized residual TP

Unstandardized residual TK

Total Cases

32

32

32

Z

-0,898

-1,258

0,180

Asymp.Sig.(2taile d)

0,369

0,208

0,857

Sumber: Data Diolah, 2013.

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai Sig.(2 – tailed) dalam Runs Test berada diatas nilai 0,05 ini berarti bahwa data tidak terjadi gejala autokorelasi.

Tabel 3

Hasil Uji Mulkolinearitas

Model

Collinearity Statistics

Tolerance

VIF

KKD

0,585

1,709

EKD

0,747

1,339

EFKD

0,561

1,781

PPD

0,864

1,158

Sumber: Data Diolah, 2013.

Tabel 3 Hasil pengujian multikolinearitas untuk semua variabel independen memiliki tolerance lebih besar dari 10 persen (0,1) dan VIF kurang dari sehingga tidak ada indikasi terjadinya gejala multikolinearitas.

Tabel 4

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Model

Sig.PED

Sig.TP

Sig.TK

1      (Constant)

0,644

0,545

0,910

EKK

0,299

0,189

0,484

EKD

0,850

0,155

0,358

EFKD

0,500

0,999

0,698

PPD

0,672

0,298

0,656

Sumber: Data Diolah, 2013.

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk masing-masing variabel independen terhadap nilai absolute residual berada di atas 0,05, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas pada data penelitian ini.

Hasil Uji Kesesuaian Model dan Koefisien Determinasi

Uji Kesesuaian Model bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi yang dibuat layak digunakan sebagai alat analisis untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya. Hasil pengujian disajikan dalam tabel di bawa

Tabel 5.

Hasil Uji Kelayakan Model

Model

F

Sig.

1     Regression

PED

9,632

0,000

Residual

TP

1,212

0,329

Total

TK

8,427

0,000

Sumber: Data Diolah, 2013.

Tabel 5 menunjukkan p-value untuk PED dan TK sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Jika p-value < 0,05, maka model regresi layak digunakan dalam penelitian ini, sedangkan p-value untuk TK sebesar 0,329 lebih besar dari 0,05 ini

berarti bahwa model regresi yang digunakan dianggap tidak layak digunakan dalam penelitian. Nilai adjusted R2 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 6.

Hasil Koefisien Determinasi

Model

R Square

Adjusted R Square

1

PED

0,588

0,527

TP

0,152

0,027

TK

0,555

0,489

Sumber: Data Diolah, 2013.

Berdasarkan Tabel 6, nilai adjusted R2 untuk PED sebesar 0,527, untuk TP sebesar 0,027, dan untuk TK sebesar 0,489, memiliki arti bahwa 52,7% perubahan pertumbuhan ekonomi, 2,7% perubahan tingkat pengangguran, dan 48,9% perubahan tingkat kemiskinan dapat dijelaskan oleh variabel rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, dan pertumbuhan pendapatan. Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.

Hasil Uji Hipotesis dan Interpretasi

Tabel 7.

Hasil Uji Hipotesis untuk PED

Model

B

T

Sig.

1          (Constant)

7,430

1,981

0,058

KKD

0,064

4,419

0,000

EKD

-0,004

-0,297

0,769

EFKD

-0,022

-0,688

0,497

PPD

0,003

0,215

0,832

Sumber: Data Diolah, 2013.

Berdasarkan Tabel 7, hasil pengujian hipotesis antara kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • 1)    Pengaruh variabel rasio kemandirian terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan p-value sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka Ha.1 diterima. Hal ini berarti bahwa rasio kemandirian berpengaruh positif dan secara

statistik signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Ini berarti dengan semakin besarnya porsi PAD terhadap total pendapatan daerah maka akan semakin mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hamzah (2008) yang menyatakan bahwa rasio kemandirian keuangan daerah mampu mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi

  • 2)    Pengaruh variabel rasio efektivitas terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan p-value sebesar 0,769 lebih besar dari 0,05, maka Ha.1 ditolak. Ini berarti bahwa rasio efektivitas tidak berpengaruh signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena realisasi penerimaan pemerintah daerah dibandingkan dengan target tidak memenuhi ekonomis, efisien, dan efektif (value for money), bahkan terdapat kabupaten yang tidak dapat mencapai target PAD yang telah ditetapkan, sehingga rasio efektivitas kurang mampu mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hamzah (2008) yang menyatakan bahwa rasio efektivitas keuangan tidak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan Pemda dalam merealisasikan penerimaannya jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan masih belum maksimal.

  • 3)    Pengaruh variabel rasio efisiensi terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan p-value sebesar 0,497 lebih besar dari 0,05, maka Ha.1 ditolak. Ini berarti bahwa rasio efisiensi tidak berpengaruh signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena realisasi pengeluaran

pemerintah untuk memperoleh pendapatannya lebih besar dari realisasi penerimaan pendapatannya, yang menyebabkan terjadi kekurangan dan tidak dapat dialokasikan untuk belanja lain (publik), sehingga tidak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

  • 4)    Pengaruh variabel pertumbuhan pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan p-value sebesar 0,832 lebih besar dari 0,05, maka Ha.1 ditolak. Ini berarti bahwa pertumbuhan pendapatan tidak berpengaruh signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena penerimaan pemerintah dari pajak maupun hibah mengalami fluktuasi sehingga tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan baik.

Tabel 8.

Hasil Uji Hipotesis untuk TP

Model

B

T

Sig.

1

3,305

0,323

0,749

(Constant)

0,044

1,099

0,282

KKD

0,017

0,485

0,631

EKD

-0,024

-0,284

0,779

EFKD

-0,034

-1,023

0,315

PPD

Sumber: Data Diolah, 2013.

Berdasarkan Tabel 8, hasil pengujian hipotesis antara kinerja keuangan terhadap pengangguran dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • 1)    Pengaruh variabel rasio kemandirian terhadap pengangguran menunjukkan p-value sebesar 0,282 lebih besar dari 0,05, maka Ha.2 ditolak. Ini berarti bahwa rasio kemandirian tidak berpengaruh signifikan terhadap pengangguran. Hal ini dikarenakan pada sektor riil PAD yang ditunjang dari pembayaran pajak dan retribusi, dimana daerah memiliki usaha mikro kecil dan menengah yang seharusnya mampu meningkatkan pembayaran pajak dan

retribusi ternyata kurang berkembang dengan baik, yang menyebabkan kecilnya sumbangan PAD terhadap pendapatan sehingga kurang atau tidak menyerap jumlah pengangguran.

  • 2)    Pengaruh variabel rasio efektivitas terhadap pengangguran menunjukkan p-value sebesar 0,631 lebih besar dari 0,05, maka Ha.2 ditolak. Ini berarti bahwa rasio efektivitas tidak berpengaruh signifikan pada pengangguran. Hal ini dikarenakan oleh realisasi penerimaan daerah dari yang ditargetkan tidak terlalu besar atau adanya senjangan anggaran dalam penyusunan anggaran, sehingga tidak mampu mendorong pengembangan program-program yang dapat dialokasikan untuk menyerap tenaga kerja yang lebih banyak.

  • 3)    Pengaruh variabel rasio efisiensi terhadap pengangguran menunjukkan p-value sebesar 0,779 lebih besar dari 0,05, maka Ha.2 ditolak. Ini berarti bahwa rasio efisiensi tidak berpengaruh signifikan pada pengangguran. Hal ini disebabkan karena pengeluaran pemerintah dalam memperoleh penerimaan pendapatannya lebih besar, dimana penerimaan pendapatan yang seharusnya dapat dialokasikan untuk membuat lapangan pekerjaan yang lebih banyak hanya mampu digunakan untuk menutupi kekurangan yang disebabkan oleh banyaknya pengeluran daerah, sehingga hal tersebut tidak dapat mengurangi jumlah pengangguran.

  • 4)    Pengaruh variabel pertumbuhan pendapatan terhadap pengangguran menunjukkan p-value sebesar 0,315 lebih besar dari 0,05, maka Ha.2 ditolak. Ini berarti bahwa pertumbuhan pendapatan tidak berpengaruh signifikan pada pengangguran. Hal ini mungkin disebabkan oleh pertumbuhan pendapatan

yang terjadi tidak mampu mendorong pengalokasian belanda modal yang digunakan untuk mengembangkan infrastruktur usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah sehingga tidak mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak.

Tabel 9.

Hasil Uji Hipotesis untuk TK

Model

B

T

Sig.

1

20,858

1,714

0,098

(Constant)

-0,228

-4,827

0,000

KKD

-0,011

-0,274

0,786

EKD

-0,109

-1,071

0,294

EFKD

0,020

0,504

0,618

PPD

Sumber: Data Sekunder Diolah, 2013.

Berdasarkan Tabel 8, hasil pengujian hipotesis antara kinerja keuangan terhadap pengangguran dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • 1)    Pengaruh variabel rasio kemandirian terhadap kemiskinan menunjukkan p-value sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka Ha.3 diterima. Ini berarti bahwa rasio kemandirian berpengaruh negatif dan secara statistik signifikan pada tingkat kemiskinan. Ini menunjukkan semakin besarnya sumbangan PAD terhadap pendapatan daerah maka akan semakin menurunkan tingkat kemiskinan. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hamzah (2008) yang menyatakan bahwa rasio kemandirian berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi selanjutnya pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan.

  • 2)    Pengaruh variabel rasio efektivitas terhadap kemiskinan menunjukkan p-value sebesar 0,786 lebih besar dari 0,05, maka Ha.3 ditolak. Ini berarti bahwa rasio efektivitas tidak berpengaruh signifikan pada kemiskinan. Hal ini

disebabkan karena realisasi penerimaan pemerintah daerah dibandingkan dengan targetnya lebih kecil, dimana realisasi penerimaan daerah yang seharusnya dapat meningkatkan program-program untuk menanggulangi kemiskinan seperti yang ada di Provinsi Bali yaitu bedah rumah dan gerakan pembangunan desa terpadu menjadi kurang efiektif dan kurang terlaksana dengan baik, sehingga kurang mampu mengurangi kemiskinan.

  • 3)    Pengaruh variabel rasio efisiensi terhadap kemiskinan menunjukkan p-value sebesar 0,294 lebih besar dari 0,05, maka Ha.3 ditolak. Ini berarti bahwa rasio efisiensi tidak berpengaruh signifikan pada kemiskinan. Hal ini disebabkan karena pengeluaran pemerintah untuk memperoleh pendapatannya lebih besar, dimana hal tersebut menyebabkan kurang efisiennya pengeluaran yang dilakukan pemerintah, sehingga penerimaan pendapatan yang semestinya dapat melebihi dari pengeluaran tidak dapat digunakan untuk membantu meningkatkan program-progam dalam menanggulangi tingkat kemiskinan.

  • 4)    Pengaruh variabel pertumbuhan pendapatan terhadap kemiskinan menunjukkan p-value sebesar 0,618 lebih besar dari 0,05, maka Ha.3 ditolak. Ini berarti bahwa pertumbuhan pendapatan tidak berpengaruh signifikan pada kemiskinan. Hal ini disebabkan karena penerimaan daerah dari tahun ke tahun tidak terlalu tinggi, sehingga kurang mampu mendorong pengalokasian belanja modal yang digunakan untuk mengembangkan program-program dalam menanggulangi tingkat kemiskinan.

SIMPULAN DAN SARAN

Adapun kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kinerja keuangan daerah yang terdiri dari rasio kemandirian berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan rasio efektivitas, rasio efisiensi, dan pertumbuhan pendapatan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, kemudian antara kinerja keuangan daerah yang terdiri dari rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, dan pertumbuhan pendapatan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengangguran, dan kinerja keuangan daerah yang terdiri dari rasio kemandirian berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kemiskinan, sedangkan rasio efektivitas, rasio efisiensi, dan pertumbuhan pendapatan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti merekomendasikan beberapa saran bagi pemerintah dan peneliti selanjutnya. Bagi pemerintah daerah diharapkan lbih mngembangkan potensi yang ada sehingga mampu meningkatkan PAD agar lebih mandiri dalam membiayai kegiatan pemerintahan, serta dapat memanfaatkan PAD sebaik mungkin untuk meningkatkan pengadaan infrastruktur, dan mampu membuat lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang belum memiliki pekerjaan. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya menambah atau menggunakan variabel lain yang lebih relevan dengan pertumbuhan ekonomi, pengagguran, dan kemiskinan. Peneliti juga sebaiknya menggunakan periode penelitian yang berbeda serta memperluas lokasi penelitian tidak hanya pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.

REFERENSI

Akai, N. and Sakata, M. 2002. Fiscal Decentralization Contributes to Economic Growth: Evidence form State-Level Cross-Section Data for the United States. Journal of Urban Economics, vol.52, pp: 93-108.

Aristovnik, A. 2012. Fiscal decentralization in Eastern Europe: a twenty-year perspective. MPRA Paper No. 39316, University of Ljubljana, Faculty of Administration, Slovenia.

Bappeda dan BPS Provinsi Bali. 2008. Produk Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I Bali. Denpasar.

Faridi, M.Zahir. 2011. Contribution of Fiscal Decentralization to Economic Growth : Evidence from Pakistan. Pakistan Journal of Social Sciences (PJSS), 31(1), pp: 1-33.

Florida, Asha. 2006. Pengaruh Pendapatan asli Daerah (PAD) Terhadap Kinerja Keungan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatra Utara. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara.

Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat.

___________. 2007. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Ke-3. Jakarta: Salemba Empat.

Hamzah, Ardi. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, Dan Kemiskinan: Pendekatan Analisis Jalur ( Studi Pada 29 Kabupaten dan 9 Kota Di Provinsi Jawa Timur Periode 2001-2006). Simposium Nasional Akuntansi XI.

Jensen, M. dan Meckling, W. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3(4), pp: 305-360.

Natalia Dewi, Cokorda Istri. 2007. Penilaian Kinerja Keuangan Berdasarkan Value For Money Untuk Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah Pada Dinas Pendapatan Kota Denpasar Tahun Anggaran 2002-2006. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.

Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Putong, Iskandar. 2003. Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi 2. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Suhardjanto, D., Eni Jufriyah Sulistyorini dan Sri Hartoko. 2009. The Influence of Fiscal Decentralization On The Public Expenditure in Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis, 13(3), h: 233-252.

Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.

497