Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian

AGROTECHNO

Volume 3, Nomor 1, April 2018

ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023

Studi Kombinasi Lama Fermentasi, Jenis Wadah dan Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik Kakao Kering

Study of Fermentation Durations Process, Types of Container, and Drying Temperature on Characteristics of Dried Cocoa Bean

Ni Luh Yulianti, Gede Arda

Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana E-mail : yulianti_ardana@yahoo.co.id

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji karakteristik biji kakao kering yang dihasilkan dari proses fermentasi dalam sekala kecil dan mengkaji pengaruh penggunaan wadah fermentasi yang berbeda pada kapasitas kecil, lama fermentasi serta pebedaan suhu pengeringan terhadap kualitas biji kakao kering yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga faktor. Faktor pertama adalah wadah fermentasi (A) yang terdiri dari dua jenis yaitu wadah kotak kayu dan wadah karung. Faktor kedua adalah lama fermentasi (B) yang terdiri dari dua taraf yaitu 5 hari dan 6 hari. Faktor tiga adalah suhu pengeringan (C) yang terdiri dari 50o C dan 60o C. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 kali. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan biji kakao yang difermentasi dalam wadah kotak kayu selama 6 hari dan dikeringkan pada suhu 50oC (W1L350) menunjukkan karakteristik biji kakao yang baik, selanjutnya perlakuan tersebut merupakan perlakuan yang direkomendasikan sebagai perlakuan terbaik.

Kata kunci :Kakao, Wadah Fermentasi, Suhu Pengeringan

Abstract

The aims of this research were to study the characteristics of dried cocoa beans produced by small capacity fermentation process and to examine effects of using different small capacity fermentation containers, fermentation durations process, and drying temperatures on the quality of dried cocoa beans produced. This research used Randomized Block Design with three factors. The first factor was the container of fermentation (A) which consists of two types, wooden box container and a sack. The second factor was the duration of fermentation (B) consisting of two levels: 5 days and 6 days. The third factor was the drying temperature (C): 50oC and 60oC. Each treatment was repeated 2 times. The results suggested that the cocoa

beans fermented in wooden box container for 6 days and dried at 50oC (W1L350) showed good responses to the characteristics of cocoa beans produced. Furthermore this treatment was recommended as the best treatment in producing dried cocoa beans in small scale process.

Keyword: Cocoa, Fermentation Container, Drying Temperature

PENDAHULUAN

Kakao merupakan salah satu produk holtikultura Indonesia yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan harga jual kakao yang cukup tinggi dipasaran dan karena jumlah produksi produk kakao yang meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS (2014) diketahui bahwa jumlah luasan areal perkebunan coklat mengalami peningkatan yang cukup besar dimana pada tahun 1980 jumlah luas areal perkebunan hanya sebesar 37,08 ribu ha dan mengalami peningkatan menjadi 1,74 juta ha pada tahun 2013. Selanjutnya dari jumlah tersebut, hampir 86,63 % berasal dari perkebunan rakyat

Jumlah areal kakao yang luas tersebut tidak diikuti oleh tingginya kualitas biji kakao yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat. Sejauh ini kualitas biji kakao yang dihasilkan pada perkebunan rakyat memiliki kualitas yang masih rendah dan dibandingkan dengan kakao yang dihasilkan oleh Perkebunan Besar Negara maupun Perkebunan Besar Swasta. Sebagai akibatnya biji kakao yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat hanya mampu dijual dengan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan biji kakao yang dihasilkan perkebunan besar baik negara maupun suwasta (Misnawi, 2007). Salah satu penyebab dari kondisi tersebut adalah kurang diterapkannya proses pascapanen secara optimal pada pengolahan biji kakao tersebut Yusianto dkk., (1997). Dua proses

Yulianti, Ni Luh, Gede Arda. 2018. Studi Kombinasi Lama Fermentasi, Jenis Wadah dan Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik Kakao Kering. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, Vol. 3, No. 1, 2018. Hal. 307-311


pasca pascapanen yang memegang peranan penting pada kualitas akhir biji kakao yang dihasilkan adalah proses fermentasi dan pengeringan.

Aroma biji, warna dan kenampakan Biji kakao merupakan karakteristik fisik utama dari biji kakao kering yang harus diperhatikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amin (2005) diketahui bahwa biji kakao yang melalui proses fermentasi memiliki karakteristik fisik lebih baik dibandingkan dengan biji kakao tanpa proses fermentasi. Selanjutnya hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa biji kakao yang difermentasi memiliki resiko kerusakan akibat pertumbuhan jamur lebih kecil sebagai akibat dari proses pengeringan yang lebih singkat. Sedikitnya jumlah lahan yang dimiliki oleh sebagian besar petani menyebabkan jumlah kakao yang dihasil setiap kali panen juga sedikit dan hal ini menjadi salah satu penyebab tidak dilakukannya proses fermentasi pada pengolahan pasca panen kakao perkebunan rakyat. Kondisi yang dijumpai dilapangan adalah fermentasi biji kakao biasanya dilakukan dalam kapasitas yang cukup besar hingga mencapai 750 kg biji kakao basah dalam wadah berupa kotak kayu yang dilengkapi dengan lubang aerasi pada setiap sisi kotak kayu (Rahmat dkk., 2015). Kurangnya informasi dan penelitian tentang penggunaan teknologi sederhana dalam proses fermentasi pada kapasitas rendah menjadi masalah yang harus diselesaikan. Selain kapasitas fermentasi, lama fermentasi dan suhu pengeringan yang tepat juga menjadi hal yang penting untuk dikaji.

Pengeringan menggunakan sinar matahari masih menjadi pilihan utama dalam mengeringkan biji kakao, namun hal tersebut menjadi kendala ketika proses pengeringan memasuki musim penghujan. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan alat pengering mekanis dengan kisaran suhu yang sesuai untuk pengeringan produk kakao hasil fermentasi pada kapasitas kecil.

METODE

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kakao segar yang dipanen dari perkebunan milik petani di desa Desa Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan. Pod kakao dipilih dengan tingkat kematangan yang cukup untuk dipanen yaitu bebas kerusakan dan telah berwarna kuning minimal setengah bagian dari cangkangnya. Setelah dipanen dan dikumpulkan, pod kakao kemudian dipecah menggunakan kayu pemukul. Biji kakao segar yang diperoleh kemudian sortasi untuk menghilangkan bagian kakao yang busuk atau terkena penyakit. Sementara peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah thermometer

digital TP3001, pH meter digital merk HM, timbangan, timbangan digital (AdventurerTM Pro Av 8101, Ohaus New York, USA), ember, pisau, loyang, rumpang, oven, desikator.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga faktor (RAK – Faktorial). Faktor pertama adalah wadah fermentasi (A) yang terdiri dari dua jenis yaitu wadah kotak kayu dan wadah karung plastik. Faktor kedua adalah lama fermentasi (B) yang terdiri dari dua taraf yaitu 5 hari dan 6 hari. Faktor tiga adalah suhu pengeringan (C) yang terdiri dari 50 o C dan 60 o C. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 kaliAlur penelitian Biji kakao segar yang sudah disortasi kemudian ditimbang seberat 7.5 kg selanjutnya biji kakao hasil sortasi dimasukkan ke dalam masing-masing wadah sesuai perlakuan. Pada bagian atas biji kakao ditutup dengan daun pisang. Selanjutnya biji kakao dalam kemasan diletakan di tempat yang teduh samapai proses fermentasi selesai sesuai perlakuan. Proses pembalikan dilakukan setiap dua hari sekali dan setelah proses fermentasi selesai, biji kakao direndam dan dicuci selama 2 jam sampai biji bagian pulp terlepas dari biji kakao. Biji kakao fermentasi yang sudah bersih kemudian dikeringkan dengan pada suhu yang berbeda dalam alat pengering mekanis selama 20 jam. Parameter penelitian meliputi (1) suhu pusat fermentasi yang diamati setiap 12 jam selama selang waktu fermentasi. (2) mutu biji kering yang dianalisis menggunakan Cut Test, untuk mengetahui persentase biji kakao      terfermentasi, tidak

terfermentasi, jamuran, berkecambah dan (3) kadar kulit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Fermentasi

Secara umum suhu fermentasi pada semua perlakuan dan interaksinya menunjukan peningkatan yang signifikan. Pengukuran suhu dilakukan setiap 12 jam sekali. Berdasarkan grafik pada gambar 1 dapat dilihat bahwa jenis wadah memberikan respon yang berbeda-beda terhadap perubahan suhu dari waktu kewaktu. Secara umum peningkatan suhu dimulai sejak awal proses fermentasi hingga berakhirnya jam ke 36. Setelah jeda waktu tersebut, masing-masing perlakuan memberikan respon perubahan nilai yang berbeda-beda.

Selanjutnya berdasarkan grafik pada data yang diperoleh, diketahui bahwa suhu optimal untuk terjadinya proses fermentasi berhasil dicapai dimana, suhu tertinggi yang dicapai adalah sebesar 40,65oC yang diperoleh pada perlakuan biji kakao yang dikemas menggunakan kotak kayu. Hal ini dimungkinkan oleh sifat kayu sebagai insulator yang baik sehingga panas yang dihasilkan selama proses

fermentasi dapat terakumulasi dengan baik. Amin (2015) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil fermentasi yang baik pada biji kakao maka suhu dalam ruang fermentasi adalah berkisar antara 44– 48oC yang terjadi setelah 48 jam fermentasi. Selain memiliki kemampuan menahan panas dengan baik, pindah panas yang terjadi didalam kemasan kayu berlangsung lebih cepat sehingga suhu fermentasi mampu mencapai suhu optimum. Rahmi (2017) menyatakan bahwa suhu ideal fermentasi pada kotak kayu diperoleh pada hari ke 5 fermentasi yang memiliki profil suhu yang lebih baik dibandingkan jenis kemasan lainnya. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa pindah panas yang terjadi pada kemasan kayu lebih optimal dibandingkan suhu pada kemasan styrofoam.

0 12 24 36 48 60 72 84 96 108120132144

Waktu (jam)

Gambar 1. Profile suhu bahan selama proses fermentasi

Kadar Kulit

Umumnya pada produk pertanian dan hortikultura lainnya, kadar kulit suatu produk dapat dijadikan acuan kualitas produk tersebut. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa Interaksi antar perlakuan memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap parameter kadar kulit yang dihasilkan setelah proses fermentasi dan setelah produk dikeringkan. Selanjutnya, berdasarkan hasil uji lanjut seperti yang ditunjukkan pada tabel 1 diketahui bahwa perlakuan W1 L3 50 yaitu biji kakao yang dikemas menggunakan kotak kayu selama 6 hari dan dikeringkan pada suhu 50 oC merupakan perlakuan yang menghasilkan persentase kadar kulit yang berada pada kisaran yang diinginkan yaitu antara 10-11 %. Berdasarkan penelitian dan pernyataan yang disampaikan oleh Rasidi ( 2015) bahwa semakin sedikit kadar kulit biji yang dihasilkan maka akan semakin tinggi rendemen yang dapat dikonsumsi sehingga harga biji kakao tersebut juga akan semakin baik. Namun rendahnya kadar kulit tersebut juga tidak sampai merusak kualitas biji kakao yang dihasilkan. Hal ini berarti bahwa kadar kulit biji kakao yang terlalu rendah yaitu berada

dibawah 10% akan mengakibatkan rapuhnya kulit biji sehingga akan memudahkan perkembangan jamur dan serangga di dalam biji tersebut. Dengan kata lain semakin rapuh kadar kulit biji kakao kemungkinan terbesar disebabkan oleh semakin rendahnya persentase kadar kulit yang dihasilkan pada biji tersebut.

Sesuai dengan data pada tabel dibawah dapat diketahui bahwa perlakuan W1L3 50 memiliki kadar kulit yang berada dalam kisaran kadar kulit yang diinginkan yaitu sebesar 10,95 %. Kondisi ini dimungkinkan karena pada kemasan kotak kayu proses fermentasi berjalan dengan baik sebagai akibat dari kondisi suhu fermentasi yang stabil dalam kemasan. Hal in kemungkinan dikarenakan kotak kayu merupakan insulator yang baik pada proses fermentasi biji kakao

Tabel 1.

Nilai rata-rata kadar kulit (%)

W3L2 60

14,45

c

W1L2 60

13,65

b

W3L3 60

13,6

bc

W1L3 60

12,7

d

W1L2 50

12,55

de

W3L2 50

11,2

f

W3L3 50

11,15

f

W1L3 50

10,95

f

Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji Duncan (P<0,05).

Uji Belah/Cut Test

Biji terfermentasi

Biji terfermentasi merupakan kondisi biji yang mengalami terfermentasi dengan baik dan sempurna selama proses fermentasi. Biji yang terfermentasi sempurna ditandai dengan warna keping biji yang berwarna coklat sempurna secara keseluruhan. Selanjutnya berdasarkan Analisis sidik ragam diketahui bahwa interaksi antar perlakuan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persentase biji yang terfermentasi. Sama halnya dengan perlakuan kadar kulit, perlakuan W1L350 juga merupakan perlakuan yang memberikan hasil uji belah dengan persentase biji yang terfermentasi tertinggi yaitu sebesar 95 %. Hasil ini berarti hanya sebesar 5 % dari jumlah total biji yang tidak mampu difermentasikan secara sempurna. Semakin banyak persentase kadar biji terfermentasi semakin tinggi juga kualitas mutu biji kakao. Standar SNI 23232008 menujukkan bahwa yaitu semakin rendah nilai persentase kadar biji slaty maka kualitas mutu akan semakin baik.

Perlakuan lama fermentasi selama 6 hari memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan waktu fermentasi selama 5 hari dikarenakan selama 6 hari biji kakao sudah terfermentasi dengan baik. Hal ini selain diketahui dari karakteristik biji kakao yang dihasilkan yaitu hampir seluruh daging buah berwarna coklat dan dijumpai bau asam cuka. Bahri (2002) menyatakan bahwa apabila dijumpai kondisi pulp yang mudah dibersihkan dari kulit biji, kulit yang berwarna coklat dan dijumpai aroma asam cuka, maka pada biji tersebut proses fermentasi telah selesai.

Tabel 2

Nilai rata-rata hasil uji belah biji fermented (%)

Perlakuan

Rerata

Notasi

W1L3 50

95,00

a

W1L2 50

92,00

a

W3L3 50

87,00

a

W3L2 60

82,00

c

W3L2 50

81,00

c

W1L3 60

81,00

cd

W1L2 60

76,00

d

W3L3 60

76,00

d

Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada uji Duncan (P>0,05).

Biji Underfermented

Kondisi biji tidak terfermentasi sempurna (underfermented) adalah kondisi dimana biji kakao tidak terfermentasi sempurna. Kondisi ini ditandai dengan keping biji berwarna ungu, bertekstur pejal, didominasi oleh rasa pahit dan sepat, serta sedikit cita rasa cokelat. Selanjutnya parameter ini menjadi salah satu kriteria yang diperhitungkan dalam penjualan dan penentuan harga biji kakao kering.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa interaksi antar perlakuan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah biji yang tidak terfermentasi sempurna, dimana berdasarkan nilai rata-rata diketahui bahwa pelakuan W1L2 50 merupakan kombinasi perlakuan yang menghasilkan persentase biji tidak terfermentasi sempurna terkecil yaitu sebesar 5 % dan selanjutnya memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan W1L3 50 dan W3L3 50. Sementara pada perlakuan biji kakao yang tidak terfermentasi dengan sempurna dijumpai kondisi biji kakao yang mengkerut.

Tabel 1

Nilai rata-rata hasil uji belah biji tidak terfermentasi sempurna (%)

Perlakuan      jumlah biji (%) Notasi

W1L2 50          5           a

W1L3 50

8

ab

W3L3 50

12

ab

W3L2 60

14

bc

W1L360

14

bc

W3L2 50

17

cd

W1L2 60

17

cd

W3L3 60

21

cd

Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada uji Duncan (P<0,01).

Hasil penelitin yang dilakukan oleh Sulistiyowati (1999) menyatakan bahwa biji kakao yang terfermentasi yang kurang sempurna maupun kelebihan fermentasi akan dijumpai adanya jamur, asam dalam jumlah banyak dan biji yang mengkerut. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa perlakuan W1L250, W1L3 50 dan W3L3 50 memberikan keunggulan dibandingkan perlakuan lainnya.

Biji Berjamur, Berkecambah, Berserangga

Kadar biji berjamur, berkecambah dan berserangga menjadi salah satu ciri fisik kualitas biji kakao yang dihasilkan. Semakin sedikit jumlah biji berjamur, berkecambah dan berserangga maka semakin baik kualitas biji yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan kadar biji berjamur, berkecambah maupun berserangga pada seluruh perlakuan yang diberikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kadar biji berjamur, berkecambah maupun berserangga yaitu sebesar 0. Dengan demikian, interaksi antar pelakuan dan perlakuan jenis wadah dan lama fermentasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar biji berjamur, berkecambah maupun berserangga setelah proses fermentasi dan pengeringan.

Selanjutnya tidak ditemukannya kondisi ini juga kemungkinan diakibatkan selain oleh proses fermentasi yang berlangsung baik juga disebabkan oleh proses pengeringan yang dilakukan dengan segera mampu menekan pertumbuhan jamur dan membunuh serangga dalam biji kakao.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil olah data semantara terhadap beberapa parameter pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan jenis wadah yang berbeda memberikan respon yang berbeda terhadap perubahan suhu selama proses fermentasi. Dan hal ini

menunjukan terjadinya perbedaan kualitas mutu biji kakao kering yang dihasilkan.. Selanjutnya Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan W1L3 50 yaitu biji kakao yang difermentasikan dalam kotak kayu, selama 6 hari dan dikeringkan pada suhu 50 0C memberikan respon baik pada karakteristik biji kakao yang dihasilkan, selanjutnya perlakuan tersebut merupakan perlakuan yang direkomendasikan sebagai perlakuan terbaik

Ucapan Terimakasih

Terima kasih tim peneliti ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini utamanya kepada pihak Universitas Udayana atas hibah penelitian yang diberikan melalui Hibah Unggulan Program Studi sesuai dengan NO SPK.:2650/UN14.2.12.II/PNL.01.03.00/2017  ,  28

Agustus 2017 dan SPK ADDENDUM NO : 2650/UN14.2.12.II/PNL.01.0300/ADD/2017.

Tanggal 2 Oktober 2017.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, S. 2005. Teknologi Pascapanen Kakao Untuk Masyarakat Perkakaoan Indonesia. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Bahri, S. 2002. Bercocok Tanaman Perkebunan Tahunan. Yogyakarta:   Gadjah Mada

University Press

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali. 2013. Data Produksi Buah Manggis Menurut Provinsi

Fazzatul R., Zulfahrizal, K Siregar. 2017. Analisis Pindah Panas Pada Ruang Fermentasi Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Dengan Menggunakan Kotak Kayu dan Styrofoam. Jurnal Rona Teknik Pertanian. Issn : 20852614; E-Issn 2528 2654. Hal 34-45

Misnawi, E. Suharyanto, Mulato, S., Widyotomo (Edisi 02). 2002. Pengolahan Primer dan Sekunder. Jawa Barat: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

Rahmat F , A Lubis, B.S Putra, Ratna, Syahrul, M Habibi.2015. Kualitas Biji Kakao (Theobroma Cacao L) Dengan Variasi Lama Fermentasi Dan Hasil Pengeringan. Proceedings seminar Aceh Development International Conference (ADIC). Academy of Islamic Studies University of Malaya Kuala Lumpur

Rasadi, Y. 2015. Karakteristik Fisik dan Kimia Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Hasil Fermentasi Variasi Wadah Kotak Kayu, Krat Plastik dan Daun Pisang di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, Jember.

SNI 2323-2008. 2008. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

311