Analisa Total Mikroba dan Kesegaran Sayuran dengan yang disimpan dengan Teknik Top Ice Cooling dalam Styrofoam Box
on
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian
AGROTECHNO
Volume 2, Nomor 1, April 2017
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Analisa Total Mikroba dan Kesegaran Sayuran dengan yang disimpan dengan Teknik Top Ice Cooling dalam Styrofoam Box
Analysis of Total Microbial and Fresh Vegetables preserved by Top Ice Cooling in the Styrofoam Box
Ida Ayu Rina Pratiwi Pudja1, Pande Ketut Diah Kencana1 1Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Email: [email protected]
Info Artikel
Diserahkan: 1 Maret 2017
Diterima dengan revisi: 31 Maret 2017
Disetujui: 30 April 2017
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui total mikroba dan kesegaran dari brokoli, bawang prei dan tomat selama penyimpanan dingin sederhana dengan teknik top ice cooling. Perlakuan penelitian ini menggunakan wadah Styrofoam box yang diisi es sebagai pendingin sederhana. Jumlah es yang digunakan sebanyak 100% dan tanpa pendinginan sebagai kontrol. Penggantian es dan pengamatan dilakukan setiap tiga hari sekali selama enam hari. Parameter yang diamati adalahtotal mikroba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total mikroba brokoli, bawang prei dan tomat mengalami peningkatan selama penyimpanan. Peningkatan total mikroba berlangsung lambat selama penyimpanan dingin. Total mikroba tertinggi pada tomat kontrol (KT) yaitu 3,5 x 109Cfu/gram. Total mikroba paling rendah pada bawang prei selama penyimpanan dingin (PP) yaitu 0,5 x 109 Cfu/gram. Selama penyimpanan warna hijau dari brokoli dan bawang prei berubah kuning, dan warna merah dari tomat berubah merah tua selama penyimpanan. Tekstur dari brokoli, bawang prei dan tomat berubah layu selama penyimpanan. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa teknik top ice cooling memperlambat perkembangan total mikroba pada sayuran.
Kata kunci: brokoli, bawang prei,tomat,pendinginan, top ice cooling
Abstract
The aims of this research were to determine total microbial and visual damage to the color and texture of the broccoli, leek, and tomatoes for a simple cold storage. The treatments which used in this research were packaged the broccoli, leek, and tomatoes in a styrofoam box added with ice as the simple cooling. The amount of ice added was 100% and without ice as a control. Ice replacement and observations were done every three days during six days. The parameters observed were the change of vegetable weight, total microbes, and analysis of visual damage (color and texture). The results showed that total microbial broccoli, leek, and tomato increased during storage. During storage, the green color of broccoli and leek turned yellow, and the red color of tomatoes turned dark red during storage. The texture of broccoli, leek, and tomato changed wilted during storage. In conclusion, the top ice cooling technique can slow down the development of the total microbes in vegetables.
Keys words: brocoli, leek, tomato, cooling, top ice cooling
PENDAHULUAN
Komuditas holtikultura merupakan salah satu usaha agribisnis dalam sektor pertanian, yang ditunjang oleh permintaan pasar dalam negeri maupun ekspor yang semakin meningkat. Dipihak lain, sumber alam yang tersedia masih mendukung untuk meningkatkan agribisnis holtikultura khususnya sayur-sayuran. Sayuran merupakan salah satu sumber vitamin, mineral dan zat gizi yang dibutuhkan manusia dalam menu makanan sehari-hari. Selain itu sayuran berfungsi sebagai sumber karbohidrat dan protein (Anon, 1992). Setelah panen, produk hortikultura mengalami kemunduran mutu, terlebih lagi jika mengalami penundaan dalam pendistribusian ke konsumen yaitu penyimpanan sementara produk lebih dari satu hari. Hal ini dikarenakan sayuran yang telah dipanen, masih melangsungkan aktivitas hidupnya seperti respirasi, dan transpirasi sehingga kehilangan substrat dan air tidak dapat diganti dan mulailah terjadi proses kemunduran atau deteriorasi, yaitu terjadinya pelayuan produk hortikultura. Pelayuan pada produk ini menyebabkan bahan menjadi kurang menarik dengan tekstur yang kurang baik, dengan kandungan vitamin C-nya jauh lebih kecil dibandingkan dengan sayuran yang masih segar, sehingga kualitas produk menjadi rendah dan menyebabkan nilai pasar menjadi menurun. Kehilangan karena proses pelayuan dan pembusukan pada sayuran daun dilaporkan sangat tinggi mencapai 40-50%terlebih dinegara-negara sedang berkembang (Kader, 2002). Penelitian Pudja, 2013 diperoleh bahwa petani sayuran di daerah Candi Kuning, Desa Baturiti, Kabupaten Tabanan umumnya mendistribusikan sayuran secara langsung menggunakan bak terbuka dengan wadah keranjang bambu dan krat keranjang plastik sehingga sangat perlu diterapkan teknologi pendinginan sederhana dengan es yang dihamparkan di dalam styrofoam box bersam-sama dengan sayuran. Pendinginan yang baik sangat diperlukan untuk mempertahankan mutu produk agar tetap baik ketika sampai ke konsumen. Perlakuan pendinginan dapat menurunkan suhu bahan dan
menekan penguapan sekaligus mengurangi susut pasca panen sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Beberapa cara pendinginanyang dilakukan antara lain dengan memasukkan bahan yang didinginkan dalam ruang pendingin (room cooling), menggunakan hembusan udara (force air cooling), pendinginan menggunakan air (hydrocooling), pendinginan dalam ruang hampa (vacuum cooling), dan pendinginan menggunakan es (icing). Pada penelitian ini metode tersebut dilakukan dengan harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain jenis bahan yang didinginkan, sifat fisiologis bahan, biaya, dan juga fasilitas yang tersedia sehingga dapat dilakukan pemilihan metode pendinginan yang tepat. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian menggunakan teknik pendinginan es (icing) yang lebih dikenal dengan istilah teknik pendinginan top icingdengan cara mencurahkan hancuran es diatas sayuran, dengan pertimbangan bahwa teknik pendinginan ini relatif sangat murah dan mudah diterapkan di kalangan petani sayuran. Telah diketahui bersama saat pemanenan sayuran sangat beresiko terkena kontaminasi karena terjadinya pelukaan pada sayuran secara mekanis sehingga target khusus dari penelitian iniingin diketahui kontaminasi jumlah total mikroba dari teknikpendinginan sederhana selama penyimpanan. Tujuan khusus dari penelitian inibahwa dapat diketahui kontaminasi jumlah total mikroba melalui teknikpendinginan sederhana top icing selama penyimpanan dalam styrofoam box.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah sayuran bunga, buah, dan sayuran daun yang diperoleh dari kebun petani Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Sayuran yang dipilih adalah sayuran dengan kualitas ekspor yakni brokoli, tomat, dan bawang pere (Rukmana, 1994). Selain itu bahan pendukung lainnya
adalah es curah untuk pendinginan dan air untuk bahan pencuci sayuran. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain styrofoam box yang berukuran (31 x 21 x 28) cm, truk pengangkut, timbangan digital merk Bonzo model 393, timbangan (merk five goats), dan sealer selotape.
Tempat Penelitian
Penelitian inidilakukan di Laboratorium Pascapanen, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana terhadap perancangan bahan kemasan styrofoam box, perubahan berat,dan analisis tingkat kerusakan melalui perubahan total mikroba sayuran dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, universitas Udayana.
Metode Penelitian
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan Rancangan Percobaan Acak Kelompok terdiri dari dua faktor, faktor pertama yaitu percobaan teknik pre-cooling dalam styrofoam box untuk memperlambat laju kemunduran mutu dan memperpanjang kesegaran sayuran. Teknik pendinginan ini terdiri dari 2 (dua) level, yaitu:
K = Tanpa pendinginan sebagai kontrol
P = Top ice cooling dengan jumlah es 100 %
Faktor kedua yaitu sayuran segar, terdiri dari 3 (tiga) level, yaitu:
B = brokoli
P = bawang prei
T = tomat
Percobaan diulang dua kali. Penyimpanan dilakukan selama 6 hari dan pengamatan terhadap parameter penelitian dilakukan setiap 60 jam penyimpanan. Data yang disajikan berupa kombinasi perlakuan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga jenis sayuran (brokoli, tomat dan bawang prei), dimana berat sampel 0, 55 kg dengan 54 unit percobaan yang
diperoleh dari kebun petani Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali.Selanjutnya sayuran disortasi dari sayuran yang tidak memenuhi kriteria mutu pasar yang dituju, seperti sayuran yang terlalu kecil atau terlalu besar, sayuran yang mengalami malformasi, sayuran dengan luka mekanis, rusak, cacat, busuk, dan terinfeksi penyakit. Setelah proses sortasi, dilakukan pencucian dengan air. Pencucian dilakukan dengan mencelupkan sayuran sambil dibersihkan dari kotoran-kotoran yang mungkin terbawa saat pemanenan. Tahap berikutnya sayuran ditiriskan untuk beberapa saat sehingga air yang ada pada sela-sela daun atau bunga berkurang (kurang lebih satu menit). Tahapan terakhir persiapan sayuran sebelum didinginkan adalah penimbangan. Sayuran yang digunakan dalam penelitian. Setelah diberi perlakuan pencucian sayuran kembali ditimbang, berat inilah yang selanjutnya dijadikan berat awal bahan. Selanjutnya dimasukkan ke dalam styrofoam box yang sebelumnya telah diisi es sebanyak 100%. Es curah dan air es yang digunakan untuk mendinginkan sayuran harus bisa menutup seluruh permukaan sayuran. Perbandingan sayuran dengan jumlah es yang digunakan adalah 1 : 3. Tahapan terakhir dalam proses penelitian ini adalah penutupan box menggunakan sealer selotape. Kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayuran yang tidak diberi perlakuan apapun dan disimpan dalam keranjang terbuka. Selanjutnya keranjang ini ditempatkan bersama-sama box yang lain pada suhu ruang penyimpanan (27±2oC). Parameter pengamatan sayuran dilakukan secara obyektifterhadap bunga brokoli, daun bawang pre dan buah tomat. Secara objektif dilakukan pengamatan terhadap perubahan berat menggunakan timbangan dan perubahan total mikroba dengan metode TPC. Untuk jelasnya diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dlihat pada Gambar 1.
Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi perubahan total mikroba, perubahan warna dan tekstur.
Total Mikroba
Analisa total mikroba dilakukan dengan metode hitungan cawan petri dengan metode tuang (Buckle et al, 1982). Sebanyak 10 gram sampel dihancurkan, kemudian dimasukkan ke dalam botol pengenceran yang telah berisi 90 ml bacteriological pepton water 0,1%, sehingga diperoleh pengenceran 10-1 dan dikocok sampai homogen, kemudian dipipet sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-1 dimasukkan dalam tabung yang berisi 9 ml bacteriological pepton water 0,1% sehingga didapat pengenceran 10-2. Selanjutnya dibuat serial pengenceran sampai 10-8. Gram sampel diperoleh dengan menghitung jumlah koloni bakteri cawan petri dikalikan dengan faktor pengenceran.
Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan penelitian
Penilaian Tekstur dan Warna Secara Subyektif
Pada tahap ini dilakukan pengamatan secara subyektif terhadap kerusakan tekstur dan kerusakan warna sayuran menggunakan uji skor dengan skala lima (sangat suka), empat (suka), tiga (biasa), 2 (agak tidak suka) sampai satu (tidak suka) berdasarkan Soekarto, (1985).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total Mikroba
Total mikroba produk selama penyimpanan dingin dengan teknik top icing dapat dilihat pada Tabel 2. dan grafik perlakuan berbeda nyata ditunjukkan pada Gambar 2.
Tabel 1.
Total Mikroba produk selama penyimpanan (Cfu/gram)
Hari | |||
Perlaknan |
ke-0 |
ke-3 |
ke-6 |
KT |
2,7 x IO5 |
4,45 x IO5 |
2,30 x IO5 |
KP |
2,5 x IOfi |
11,10 X 10* |
2,90x 10s |
KB |
1,5 x IO5 |
3,60 x IO7 |
2.65 x 10s |
PT |
I5Ox IO3 |
6,30 x IO7 |
2,85 x 10s |
PP |
1,5 x IO6 |
1,83 x IO7 |
2,65 x IO5 |
PB |
3,8 x IO4 |
2,45 x IO7 |
2,95 x IO3 |
Tabel 1. menunjukkan bahwa selama penyimpanan dingin terjadi peningkatan total mikroba. Hal ini disebabkan karena produk memang telah tercemar mikroba pada hari ke-0 yaitu pada saat setelah dipanen sehingga saat disimpan pada suhu dingin-pun produk tetap mengandung mikroba tetapi masih pada ambang batas untuk dikonsumsi. Pada SNI NO.7388 tahun 2009 tidak termuat kandungan cemaran total mikroba, artinya bahwa cemaran total mikroba tidak cukup berbahaya. Sedangkan yang termuat pada SNI NO.7388 tahun 2009
bahwa cemaran yang ada Escheria coli adalah < 3/g dan Salmonella sp adalah negatif / 25 g, ini berarti bahwa kalau sayuran mengandung E.coli dan Salmonella sp adalah berbahaya untuk dikonsumsi.Gambar 4. menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata terhadap perubahan total mikroba pada perlakuan KT, KP, KB, PT, PP, PB selama penyimpanan. Kandungan total mikroba paling sedikit ditunjukkan pada perlakuan PP (bawang prei pendinginan) yang disimpan pada pendinginan top icing sedangkan total mikroba tertinggi ditunjukkan pada perlakuan KT (tomat kontrol) yang disimpan pada suhu kamar (27oC).
Gambar 2. Grafik perlakuan berbeda nyata pada total mikroba produk selama penyimpanan
Tekstur
Perubahan tekstur produk selama penyimpanan dingin dengan teknik top icing dapat dilihat pada grafik perubahan tekstur produk Gambar 3. Perlakuan beda nyata dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 3. menunjukkan bahwa pada hari ke-0 panelis memberikan penilaian tekstur sayuran dengan skor nilai 5 (tegar berisipada bagian bunga dan tangkai) terhadap sayur brokoli. Panelis memberikan penilaian dengan skor nilai 5 (tegar berisi pada bagian daun dan tangkai) terhadap sayur bawang prei, demikian pula pada sayur tomat panelis memberikan penilaian dengan skor nilai 5 (tegar berisi pada bagian buah). Pada hari ke-3 panelis memberikan penilaian berkisar antara 4 (tegar dan agak pucat) sampai 3 (agak layu dan dipasarkan terbatas) terhadap sayur brokoli.
Gambar 3. Grafik perubahan tekstur sayuran
Panelis memberikan penilaian dengan skor nilai antara 4 (tegar dan agak pucat) sampai 3 (agak layu dan dipasarkan terbatas) terhadap sayur bawang prei. Panelis memberikan penilaian dengan skor nilai 4 (tegar dan agak pucat) sampai skor nilai 3 (agak layu dan dipasarkan terbatas) terhadap sayur tomat. Pada hari ke-6 panelis memberikan penilaian dengan skor nilai 2 (layu/lembek dengan bunga sebagian membusuk) sampai 1 (sangat layu dan tidak bisa digunakan) terhadap sayur brokoli. Panelis memberikan penilaian dengan nilai skor antara 3 (agak layu dan dipasarkan terbatas) sampai 1 (sangat layu dan tidak bisa digunakan) terhadap sayur bawang prei. Panelis memberikan penilaian dengan nilai skor antara 4 (tegar dan agak pucat) sampai 3 (agak layu dan dipasarkan terbatas) terhadap sayur tomat.
Gambar 4. Grafik beda nyata terhadap tekstur sayuran
Gambar 3. menunjukkan bahwa selama penyimpanan dingin terjadi penurunan penilaian tekstur terhadap sayuran brokoli, bawang prei dan tomat oleh panelis. Hal ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan telah terjadi perubahan tekstur pada sayuran brokoli, bawang
prei dan tomat. Perubahan yang paling drastis terjadi pada penyimpanan sayuran suhu kamar (30 derajat celsius) tanpa pendinginan. Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan secara keseluruhan berbeda nyata terhadap penilaian tekstur pada perlakuan KT (tomat tanpa pendinginan), KP (bawang prei tanpa pendinginan), KB (brokoli tanpa pendinginan), PT (tomat dengan pendinginan), PP (bawang prei dengan pendinginan), PB (brokoli dengan pendinginan) selama penyimpanan. Penilaian tekstur paling rendah ditunjukkan pada perlakuan KB (brokoli tanpa pendinginan) yang disimpan pada suhu kamar (30oC) sedangkan penilaian tekstur tertinggi ditunjukkan pada perlakuan PT (tomat dengan pendinginan) yang disimpan pada pendinginan top icing.
Warna
Perubahan warna produk selama penyimpanan dingin dengan teknik top icing dapat dilihat pada grafik perubahan warna produk Gambar 5. Perlakuan beda nyata dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 5. Grafik perubahan warna sayuran
Gambar 5 menunjukkan bahwa pada hari ke-0 panelis memberikan penilaian dengan skor nilai 5 (hijau segar) terhadap sayur brokoli dan sayur bawang prei, demikian pula pada sayur tomat panelis memberikan penilaian dengan skor nilai 5 (merah kehijauan segar). Pada hari ke-3 panelis memberikan penilaian berkisar antara 3 (agak hijau) sampai 2 (hijau agak kekuningan) terhadap sayur brokoli. Panelis memberikan penilaian dengan skor nilai antara 4 (hijau)
sampai 3 (agak hijau) terhadap sayur bawang prei. Panelis memberikan penilaian dengan skor nilai 4 (merah kehijauan) sampai skor nilai 3 (merah kekuningan) terhadap sayur tomat. Pada hari ke-6 panelis memberikan penilaian dengan skor nilai 2 (hijau agak kekuningan) sampai 1 (hijau kekuningan) terhadap sayur brokoli. Panelis memberikan penilaian dengan nilai skor antara 4 (hijau) sampai 2 (hijau agak kekuningan) terhadap sayur bawang prei. Panelis memberikan penilaian dengan nilai skor antara 4 (merah kehijauan) sampai 2 (merah) terhadap sayur tomat. Gambar 5. menunjukkan bahwa selama penyimpanan dingin terjadi penurunan penilaian warna terhadap sayuran brokoli, bawang prei dan tomat oleh panelis. Hal ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan telah terjadi perubahan warna pada sayuran brokoli, bawang prei dan tomat. Perubahan yang paling drastis terjadi pada penyimpanan sayuran suhu kamar (30ocelsius) tanpa pendinginan.
Gambar 6. Grafik beda nyata terhadap warna sayuran
Gambar 6 menunjukkan bahwa perlakuan secara keseluruhan berbeda nyata terhadap penilaian warna pada perlakuan KT, KP, KB, PT, PP, PB selama penyimpanan. Perlakuan tidak berbeda nyata pada KT (tomat tanpa pendinginan) dan KP (bawang prei tanpa pendinginan). Perlakuan juga tidak berbeda nyata pada PT (tomat dengan pendinginan) dan PP (bawang prei dengan pendinginan). Penilaian paling rendah ditunjukkan pada perlakuan KB (brokoli tanpa pendinginan) yang disimpan pada suhu kamar
(30oC) sedangkan penilaian warna tertinggi ditunjukkan pada perlakuan PT (tomat dengan pendinginan) dan PP (bawang prei dengan pendinginan) yang disimpan pada pendinginan top icing.
Kesimpulan
Penyimpanan dingin dapat memperlambat perkembangan total mikroba dari sayuran brokoli, tomat dan bawang prei selama penyimpanan yang memang telah terkandung pada sayuran dari mulai dipanen.
Ucapan Terima kasih
Ucapan terimakasih kepada penyandang dana PNBP Unud, Ketua LPPM UNUD dan staf, dan semua pihak yang juga ikut mendukung kelancaran penelitian ini.
Anonimous. (1992) Sayur Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya.
Buckle, K. A., Edwars,R. A., Fleet,G. H., Souness, R. A., and Woolton, M. (1982). Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta: U-I Press.
Kader, A.A. (2002) Postharvest Technology of Horticultural Crops. 3rd Edition.
California: University of California. Div. of Agriculture and Natural Resources.
Pudja, I. A.R.P. (2013) Pengembangan Teknologi Rantai Pendinginan Sederhana Untuk Mempertahankan Mutu Sayuran Dataran Tinggi Di Bali Selama Pendistribusiannya. Tidak dipublikasikan laporan penelitian hibah bersaing, Universitas Udayana Denpasar.
SNI 7388. (2009)Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan. Indonesia: Badan Standardisasi Nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Pudja,Ida Ayu Rina Pratiwi, Pande Ketut Diah Kencana. 2017. Analisa Total Mikroba dan Kesegaran Sayuran dengan yang disimpan
dengan Teknik Top Ice Cooling dalam Styrofoam Box. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO. Vol. 2, No. 1 2017 hal
175-181.
181
Discussion and feedback