Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.10, No.2, Oktober 2022

E- ISSN: 2684-7728

Alih Fungsi Lahan Sawah dan Dampaknya di Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan

Conversion of Farmland Function and its Impact in Tabanan Regency Kediri District

A. A. A. Wulandira Sawitri Djelantik*)

I Made Sudarma

I Gede Bagus Dera Setiawan

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*) Email: [email protected]

ABSTRACT

Land had important value in development in developing countries. Agriculture, housing, industry, tourism, services required land to carry out their development. The area of land that tended to remain followed by the increasing demand for land needs caused the transfer of agricultural land functions, especially rice fields. The purpose of this studies were to find out the causal factors, impacts caused and control strategies for the transfer of rice field functions in Kediri District of Tabanan Regency. The data used is qualitative and quantitative data sourced from primary and secondary data through questionnaires and interviews using ISM analysis. The results showed that the rice field tax, scarcity of production advice, selling prices and land leases, production costs and labor scarcity, family participation, health, number of dependents, land regeneration, pests, diseases, tourism growth and housing needs were factors causing the transfer of land functions. Environmental impacts on the transfer of land functions included irrigation water pollution, rat pests, reduced groundwater absorption, biodiversity and green open space. Short-term strategy of controlling land transfer functions by tightening the rules of selling and renting rice fields. Medium-term strategy by motivating young people to jump into agriculture and long-term strategy by checking the health and distribution of saprodi at saprodi sales stores.

Keywords : Conversion of Farmland, Impact, Control Strategy

ABSTRAK

Lahan memiliki nilai penting dalam pembangunan di negara berkembang. Pertanian, perumahan, industri, pariwisata, jasa memerlukan lahan untuk melakukan pembangunannya. Luas lahan yang cenderung tetap diikuti oleh permintaan kebutuhan lahan yang semakin meningkat menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab, dampak yang

Djelantik, et al.,…|904

ditimbulkan serta strategi pengendalian alih fungsi lahan sawah di Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Data yang digunakan adalah data kualitatif dan kuantitatif dengan bersumber dari data primer dan sekunder melalui kuesioner dan wawancara menggunakan analisis ISM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak lahan sawah, kelangkaan saran produksi, harga jual dan sewa lahan, biaya produksi dan kelangkaan tenaga kerja, partisipasi keluarga, kesehatan, jumlah tanggungan, regenerasi lahan, hama, penyakit, pertumbuhan pariwisata dan kebutuhan hunian menjadi faktor penyebab pengalihan fungsi lahan. Dampak lingkungan pada pengalihan fungsi lahan diantaranya pencemaran air irigasi, hama tikus, berkurangnya penyerapan air tanah, keanekaragaman hayati serta ruang terbuka hijau. Strategi jangka pendek pengendalian alih fungsi lahan dengan cara memperketat aturan menjual dan menyewakan lahan sawah. Strategi jangka menengah dengan memotivasi orang muda untuk terjun ke pertanian dan strategi jangka panjang dengan memeriksa kesehatan dan distribusi saprodi di kios penjualan saprodi.

Kata kunci : Alih Fungsi Lahan, Dampak, Strategi Pengendalian

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia termasuk sebagai negara yang sedang berkembang sehingga pembangunan di segala sektor masih terus dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu sektor tersebut adalah sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki banyak peran dalam pengembangan suatu wilayah. Peran tersebut meliputi peran dalam aspek produksi, ketahanan pangan, peningkatan kesejahteraan petani, dan keberlanjutan dalam pembangunan. Provinsi Bali dalam mewujudkan ketahanan pangan akan menghadapi kendala karena disebabkan berlanjutnya alih fungsi lahan pertanian untuk kegiatan non pertanian, khususnya pada lahan pertanian yang produktif sehingga menyebabkan semakin sempitnya basis produksi pertanian, sedangkan lahan bukaan baru (ekstensifikasi) sangat terbatas bahkan hampir tidak memungkinkan lagi.

Lahan memiliki nilai penting dalam pembangunan di negara berkembang termasuk Indonesia. Pertanian, perumahan, industri, pariwisata, jasa memerlukan lahan untuk melakukan pembangunannya. Pertambahan penduduk secara umum akan diikuti oleh pertambahan kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang dan papan (Prihatin, 2016). Luas lahan yang cenderung tetap dan diikuti oleh permintaan kebutuhan lahan yang semakin meningkat menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah.

Konversi atau alih fungsi lahan merupakan ancaman serius terhadap ketahanan pangan karena dampak dari konversi lahan bersifat permanen. Lahan sawah yang telah dialihfungsikan ke penggunaan lain akan mengakibatkan kecil kemungkinan untuk diubah kembali pemanfaatannya menjadi lahan sawah. Pengubahan rencana tata ruang dan kebijakan tujuan pembangunan wilayah menjadi alasan pengubahan penggunaan lahan disamping adanya karena mekanisme pasar. Alih fungsi lahan dari pertanian ke nonpertanian terjadi secara meluas sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada aspek pertumbuhan ekonomi melalui kemudahan fasilitas investasi

kepada investor (Widjanarko, 2006). Alasan lain terjadinya alih fungsi lahan juga dapat disebabkan oleh faktor ekonomi yang meliputi luas penguasaan lahan, dan B/C rasio usaha tani padi, sedangkan faktor kebijakan meliputi kondisi jalan (Kusumastuti et al., 2018).

Faktor yang berperan penting yang menyebabkan proses alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian menurut Nasoetion & Joyo (2000) adalah perkembangan standar tuntutan hidup, fluktuasi harga pertanian, struktur biaya produksi pertanian, teknologi, aksesibilitas, resiko dan ketidakpastian dalam pertanian. Namun di sisi lain akibat konversi lahan menjadikan semakin sempitnya lahan pertanian sehingga akan mengganggu aspek suplai (ketersediaan pangan), kehidupan sosial ekonomi pelaku pertanian (petani) dan juga masalah lingkungan. Jika konversi lahan pertanian ke non pertanian ini terus dilakukan dan tidak terkendali, maka hal ini tidak hanya menjadi masalah bagi petani di daerah, tetapi hal ini bisa menjadi masalah nasional bangsa Indonesia karena dapat mengganggu ketahanan pangan nasional. Menurut Prasada dan Rosa (2018) tingginya jumlah alih fungsi lahan yang terjadi diakibatkan oleh tidak adanya insentif yang diterima oleh petani untuk mempertahankan lahan sawah yang dikelolanya, sehingga keinginan dari petani untuk mempertahankan lahan sawahnya pun tidak ada sehingga menjadi salah satu faktor perdorong terjadinya alih fungsi lahan sawah.

Sektor pertanian di Bali yang awalnya merupakan sektor basis, dalam beberapa tahun mendatang dapat berubah/bergeser menjadi non basis (Djelantik & Dewi, 2020). Salah satu faktor penyebab bergesernya sektor pertanian menjadi non basis adalah terjadinya alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah. Semakin berkurangnya lahan sawah akan berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi masyarakat petani dan juga lingkungan. Alih fungsi lahan sawah yang tidak terkendali menyebabkan terancamnya eksistensi sektor pertanian sebagai pensuplai pangan dan ini menjadi ancaman bagi ketersediaan pangan, kehidupan petani dan lingkungan.

Provinsi Bali yang terbagi ke dalam sembilan kabupaten/kota hampir seluruhnya mengalami alih fungsi lahan sawah. Kabupaten Tabanan yang dikenal sebagai lumbung pangan di Bali merupakan salah satu kabupaten yang mengalami tingkat alih fungsi lahan sawah yang tinggi. Kabupaten Tabanan yang selama ini perekonomiannya didukung oleh sektor pertanian mengalami penurunan luas lahan sawah sebesar 1.366 Ha, yaitu dari 21.962 Ha menjadi 20.596 Ha dalam kurun waktu tahun 2014 – 2018 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, 2019).

Kecamatan Kediri sebagai salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Tabanan mengalami alih fungsi lahan seluas 127 Ha dengan rata-rata 31,7 Ha per tahun dari tahun 2015-2018 (Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan, 2019). Salah satu subak di Kecamatan Kediri yang mengalami alih fungsi lahan sawah adalah Subak Bengkel. Di subak ini lahan sawah yang telah beralih fungsi adalah seluas 16 Ha dalam kurun waktu tiga tahun, yaitu dari tahun 2016-2018. Luasan konversi ini akan terus bertambah apabila jumlah penduduk yang terus bertambah, tekanan pemenuhan kebutuhan ekonomi petani meningkat dan laju pertumbuhan sektor pariwisata yang mengkonsumsi lahan juga semakin besar.

Semakin tingginya laju alih fungsi lahan tentu akan menimbulkan dampak ke depannya, dampak tersebut dapat terasa secara langsung atau dirasakan di masa yang akan datang. Jika tidak ditanggapi dengan serius dampak dari alih fungsi lahan akan semakin luas dan dapat mengancam kesejahteraan masyarakyat. Berbagai macam kebijakan telah dikeluarkan oleh

pemerintah baik dari nasional hingga daerah untuk menanggulangi fenomena alih fungsi lahan. Lahan sawah yang telah berubah peruntukannya menjadi non pertanian akan membawa dampak tidak saja bagi ketahanan pangan tetapi juga bagi manusia dan lingkungan di sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya keragaman fungsi lahan sawah yang sangat bermanfaat seperti sebagai penghasil bahan pangan, sebagai media tumbuh dan berkembangnya gotong royong di pedesaan, sebagai penyehatan lingkungan serta menyediakan pemandangan yang indah untuk rekreasi dan relaksasi (Sudrajat, 2015). Apabila alih fungsi lahan sawah ini tidak terkendali dikhawatirkan sektor pertanian akan berubah dari sektor basis menjadi sektor non basis (bukan unggulan) dan akan menimbulkan dampak pada ketahanan pangan, kehidupan petani dan juga pada lingkungan. Hal ini juga akan dapat terjadi Subak Bengkel, Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Lahan sawah yang semakin berkurang setiap tahunnya bukan tidak mungkin menjadikan suatu saat nanti Subak Bengkel akan hanya tinggal nama saja tanpa ada lahan sawahnya. Melihat hal tersebut maka peneliti ingin melihat faktor-faktor apa yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel dan dampak lingkungan apa yang ditimbulkan akibat terjadinya alih fungsi lahan sawah.

Tujuan Khusus

Penelitian ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut:

  • 1.    Mengetahui faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan

  • 2.    Mengetahui dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat terjadinya alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan.

  • 3.    Menentukan strategi pengendalian alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan.

Urgensi Penelitian

Adapun urgensi dari penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran tentang alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah yang semakin massif terjadi, memberikan rekomendasi terkait pengendalian alih fungsi lahan sawah dan dampak yang dapat timbul akibat terjadinya alih fungsi lahan sawah serta memberikan referensi bagi pemerintah untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan bagi masyarakat.

Potensi Hasil

Potensi hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

  • 1.    Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah.

  • 2.    Pengetahuan tentang dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat terjadinya alih fungsi lahan sawah.

  • 3.    Pengetahuan tentang strategi yang harus dilakukan untuk mengendalikan alih fungsi lahan sawah.

TINJAUAN PUSTAKA

Alih Fungsi Lahan Pertanian

Alih fungsi lahan pertanian atau sering disebut pula konversi lahan pertanian merupakan hal yang sudah tidak asing lagi. Konversi lahan dapat dikatakan sebagai perubahan penggunaan lahan dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Istilah alih fungsi (konversi) lahan pertanian merupakan perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian ke penggunaan non pertanian (Iqbal & Sumaryanto, 2007).

Pembangunan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan di luar sektor pertanian dengan laju lebih besar jika dibandingkan dengan permintaan lahan di sektor pertanian. Pertumbuhan ekonomi akan cenderung berakibat mengurangi jumlah lahan untuk kegiatan pertanian. Pengurangan jumlah lahan pertanian berlangsung melalui konversi lahan yaitu merubah pemanfaatan lahan yang semula untuk pertanian menjadi pemanfaatan di luar pertanian seperti perumahan, industri, perdagangan dan lainnya (Irawan, 2016).

Menurut Iqbal & Sumaryanto (2007), lahan pertanian yang sensitif terhadap konversi lahan adalah lahan sawah. Kepadatan penduduk di perdesaan, lokasi persawahan yang berdekatan dengan perkotaan, infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik serta pembangunan sarana dan prasarana perumahan, industri yang berlangsung sangat cepat yang mengakibatkan hal tersebut.

Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian

Dampak dapat diartikan sebagai pengaruh kuat yang mendatangkan suatu akibat positif ataupun negatif (KBBI, 2018). Dampak umumnya dapat berupa dampak sosial, ekonomi dan lingkungan. Alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah dapat menimbulkan dampak secara kasat mata. Dampak yang timbul tidak saja bagi ketahanan pangan tetapi juga menyangkut sistem irigasi, lapangan pekerjaan, tingkat pendapatan dan juga kualitas lingkungan.

Menurut Widjanarko (2006), alih fungsi lahan sawah menimbulkan dampak negatif seperti luas lahan sawah yang berkurang sehingga mengakibatkan turunnya produksi padi, bergesernya lapangan pekerjaan petani, investasi pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarana pengairan menjadi tidak optimal, meningkatnya jumlah lahan tidur akibat kesalahan penggunaan lahan serta dampak lingkungan yaitu terganggunya ekosistem sawah di kawasan yang terjadi alih fungsi.

Alih fungsi lahan yang masif terjadi menyebabkan berkurangnya luas lahan sawah dan akan berpengaruh juga terhadap ketahanan pangan. Mempertahankan dan mewujudkan ketahanan pangan akan sulit dilaksanakan apabila konversi lahan tetap berlanjut. Perlindungan terhadap lahan sawah, pencetakan sawah abadi serta penerapan teknologi perlu dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan (Santosa et al., 2011).

Sementara menurut Sumaryanto dan Tahlim (2015), konversi lahan sawah ke penggunan lahan non pertanian memiliki dampak yaitu (1) degradasi daya dukung ketahanan pangan nasional; (2) pendapatan pertanian menurun dan meningkatnya kemiskinan masyarakyat lokal; (3) dampak terhadap sosial ekonomi masyarakyat, berkurangnya lahan pertanian

memiliki efek domino yang cukup berantai, dimana menimbulkan hilangnya kesempatan kerja yang menyebabkan penggangguran dan memicu kriminalitas di komunitas masyarakyat, selain itu terjadi pula perubahan budaya di masyarakyat dari masyarakyat agraris menjadi urban.

Faktor Penyebab Alih Fungsi Lahan

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah. Wirama (2013) menyatakan faktor dominan yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah adalah faktor ekonomi dan faktor kondisi sosial pemilik lahan sawah. Faktor ekonomi meliputi harga sewa lahan yang tinggi, harga jual lahan yang tinggi, kondisi ekonomi pemilik lahan sawah rendah dan harga sewa ruko, toko dan kos yang tinggi. Sedangkan faktor kondisi sosial pemilik lahan yang dimaksud adalah tidak adanya generasi penerus yang bekerja sebagai petani, umur petani yang sudah tua, kebutuhan akan tempat tinggal yang meningkat dan kebutuhan ekonomi untuk membiayai pendidikan keluarga.

Senada dengan itu Wirayantini et al. (2018) juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Subak Sebuah Kelurahan Kerobokan Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung adalah faktor ekonomi yaitu harga jual lahan, harga sewa tanah, penerimaan usaha tani dan pengeluaran rumah tangga, sedangkan faktor sosialnya disebabkan oleh mengikuti tetangga, umur petani, dan jumlah anggota keluarga yang bekerja di luar sektor pertanian. Faktor kondisi lahan juga menjadi penyebab yang meliputi ketersediaan air irigasi, akses air irigasi, luas lahan sebelum konversi dan letak lahan sawah. Faktor yang diduga meyebabkan terjadinya konversi lahan di Bali menurut Budiasa (2012) adalah pengadaan infrastruktur dan sarana pelayanan umum, adanya larangan pembangunan bangunan yang melebihi 15 meter, perubahan lahan sawah menjadi lahan terbengkalai dan pengembangan pemukiman yang semakin banyak dilakukan. Beberapa hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi peruntukan lain yang sampai saat ini masih terjadi dengan massif.

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Subak Bengkel Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Pemilihan lokasi penelitian adalah secara purposive yaitu lokasi dipilih secara sengaja dengan beberapa alasan. Adapun dasar pertimbangan adalah sebagai berikut.

  • 1.    Subak Bengkel merupakan salah satu subak terluas di Kabupaten Tabanan

  • 2.    Subak Bengkel merupakan salah satu subak di Kecamatan Kediri yang selama beberapa tahun terakhir mengalami penurunan luas lahan sawah yang cukup besar.

  • 3.    Subak bengkel terdampak pengaruh pariwisata yang cukup besar karena letaknya berada di antara objek pariwisata Tanah Lot dan Yeh Gangga.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa jenis data primer dan data sekunder. Data primer berupa data tentang luas lahan sawah, unsur penyebab alih fungsi lahan sawah, dampak lingkungan yang ditimbulkan. Data sekunder yang digunakan berupa data yang terkait dengan topik penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan dokumen dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), dan instansi terkait lainnya.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan studi pustaka yang terkait dengan penelitian ini. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur yaitu wawancara yang distantardisasi, dimana peneliti telah mempersiapkan pertanyaan yang akan diajukan kepada semua responden. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data langsung dari informan.

Penentuan Informan Kunci

Pengumpulan data primer di dalam penelitian ini menggunakan informan kunci. Teknik pengambilan data menggunakan informan kunci ini adalah untuk mendapatkan informasi serta pengetahuan yang maksimal. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengumpulan data secara sengaja untuk suatu tujuan tertentu dengan menggunakan beberapa pertimbangan. Adapun pertimbangan memilih informan kunci adalah sebagai berikut.

  • 1.    Mengalihfungsikan lahan sawah

  • 2.    Memahami tentang Subak Bengkel

  • 3.    Merupakan anggota Subak Bengkel

  • 4.    Kesediaan untuk dijadikan informan kunci

Informan kunci dalam penelitian ini adalah para petani anggota Subak Bengkel yang mengalihfungsikan lahan sawahnya, pekaseh subak Bengkel dan kepala desa Pangkung Tibah dan Kepala Desa Bengkel yang berjumlah 14 orang.

Elemen dan Sub Elemen

Elemen yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel terdiri dari tiga elemen yaitu elemen ekonomi, elemen sosial dan elemen lingkungan. Pemilihan ketiga elemen ini dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian Wati (2020) yang meneliti tentang alih fungsi lahan sawah di Badung Utara dengan mempergunakan 3 variabel yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Elemen ekonomi dalam penelitian ini terdiri dari 13 sub elemen yaitu pendapatan usaha tani (E1), stabilitas harga panen (E2), pemasaran hasil panen (E3), bantuan pemerintah (E4), pajak lahan sawah (E5), kelangkaan sarana produksi (E6), biaya pemeliharaan irigasi (E7), harga jual lahan sawah (E8), pendapatan di luar usaha tani (E9), biaya produksi padi (E10), sewa lahan sawah (E11), ketersediaan tenaga kerja (E12), sewa tenaga kerja (E13). Elemen sosial terdiri dari

sembilan sub elemen yaitu umur petani (E1), partisipasi keluarga dalam mengelola lahan sawah (E2), kesehatan (E3), pengaruh modernisasi di bidang pertanian (E4), jumlah tanggungan anggota keluarga (E5), regenerasi pengelolaan sawah (E6), informasi dan pengetahuan tentang dampak alih fungsi lahan sawah (E7), keberadaan subak (E8) serta upacara keagamaan yang dilakukan di subak (E9). Elemen lingkungan terdiri dari delapan sub elemen yang terdiri dari ketersediaan air irigasi (E1), pencemaran air irigasi (E2), limbah hasil panen (E3), hama dan penyakit (E4), bencana alam (E5), pertumbuhan pariwisata dan kebutuhan akan villa, hotel dan penginapan (E6), kebutuhan perumahan akibat meningkatnya jumlah penduduk (E7), kesuburan lahan sawah (E8).

Analisis Data

Tujuan penelitian pertama yaitu faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel menggunakan tiga elemen yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari ketiga elemen tersebut akan diidentifikasi sub elemen-sub elemen penyebab alih fungsi. Dari hasil wawancara mendalam akan diidentifikasi sub elemen yang mendapat nilai persentase di atas 50% (yang dipilih para informan kunci). Sub elemen yang memperoleh nilai persentase lebih dari 50% tersebut yang akan menjadi faktor utama penyebab alih fungsi lahan sawah.

Tujuan penelitian kedua mengenai dampak alih fungsi lahan sawah terhadap lingkungan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Sedangkan tujuan penelitian ketiga yaitu membuat strategi pengendalian alih fungsi lahan sawah menggunakan analisis Interpretive Structural Modelling (ISM). ISM merupakan salah satu teknik permodelan yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis dengan teknik permodelan interpretasi struktural. Teknik ISM merupakan salah satu teknik permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang sulit diubah dari perencana jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik deskriptif (Saxena et al., 1992).

ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafis dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hirarki. Elemen-elemen dapat merupakan tujuan kebijakan, target organisasi, faktor-faktor penilaian dan lain-lain. Hubungan langsung dapat dalam konteks yang beragam (berkaitan dengan hubungan konteksual). Tahap-tahap pendekatan ISM dimulai dari identifikasi obyek penelitian yang terkait dengan masalah utama penelitian. Kemudian dipilih hubungan subordinasi konstektual yang relevan. Setelah memutuskan hubungan konstektual dikembangkan Structural Self-Interaction Matrix (SSIM) berdasarkan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) variabel. Selanjutnya SSIM dirubah menjadi Reachability Matrix (RM) dan diperiksa pemenuhan aturan transivitasnya. Setelah aturan transivitas terpenuhi akan diperoleh sebuah model matriks, kemudian akan diperoleh partisi dari elemen dan ekstraksi model struktural yang disebut dengan ISM (Attri et al., 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daerah Penelitian

Kecamatan Kediri juga memiliki periwisata unggulan yang merupakan bagian dari sektor jasa yaitu objek wisata Pantai Tanah Lot. Akibat dari dua hal tersebut menjadikan alih fungsi di Kecamatan Kediri sangatlah tinggi. Alih fungsi lahan di Kecamatan Kediri cepat terjadi karena kecamatan Kediri merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk yang paling banyak yaitu sebanyak 78.313 jiwa atau sekitar 17.48 persen dari total penduduk Kabupaten Tabanan.

Kecamatan Kediri memiliki wilayah seluas 53,60 km2 yang terdiri dari 15 desa dinas. Sektor unggulannya adalah pertanian dengan 23 subak seluas 2839 ha. Subak Bengkel adalah subak terluas dengan total 329 ha luasnya mewilayahi Desa Bengkel dan Desa Pangkung Tibah.

Analisis Deskriptif Elemen dan Sub Elemen Ekonomi, Sosial dan Lingkungan

Berdasarkan hasil indepth interview yang telah dilakukan bersama 14 orang informan kunci diperoleh 14 faktor/sub elemen yang paling banyak dijawab/dipilih (persentase lebih besar dari 50%) sebagai gambaran faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan sawah yang terjadi di Subak Bengkel Kecamatan Kediri. Dari 13 sub elemen ekonomi terdapat tujuh sub elemen yang memperoleh nilai persentase lebih besar dari 50% yaitu pajak lahan sawah, kelangkaan sarana produksi, harga jual lahan sawah, biaya produksi padi, sewa lahan sawah, ketersediaan tenaga kerja dan sewa tenaga kerja. Untuk elemen sosial, dari sembilan sub elemen terdapat empat sub elemen yang dipilih oleh informan kunci yaitu partisipasi keluarga dalam mengelola lahan sawah, faktor kesehatan, jumlah anggota keluarga yang ditanggung dan regenerasi pengelolaan lahan sawah. Sedangkan untuk elemen lingkungan terdapat tiga sub elemen yang dipilih informan kunci yang mendapat nilai persentase di atas 50% yaitu hama dan penyakit, pertumbuhan pariwisata dan kebutuhan akan villa, hotel dan penginapan serta kebutuhan akan perumahan akibat meningkatnya jumlah penduduk.

Dampak Lingkungan Alih Fungsi Lahan Sawah

Alih fungsi lahan sawah yang terjadi di Subak Bengkel Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan tentunya akan menimbulkan dampak terhadap ekonomi, sosial dan juga terhadap lingkungan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ada beberapa dampak lingkungan yang telah terjadi yaitu pencemaran air irigasi, adanya hama tikus, penyerapan air tanah yang semakin berkurang, berkurangnya keaneragaman hayati yang ada di sawah serta berkurangnya ruang terbuka hijau di sekitar Subak Bengkel.

Para petani di Subak Bengkel banyak yang mengeluhkan tentang air irigasi yang mengairi sawah mereka. Air irigasi seringkali bercampur dengan limbah rumah tangga seperti deterjen. Dan saluran irigasinya pun sering terdapat sampah-sampah plastik yang tersangkut. Hal ini membuat para petani terganggu dan khawatir akan tanaman padi mereka yang diairi oleh air yang bercampur dengan limbah plastik dan deterjen. Limbah-limbah ini juga

menyebabkan terjadinya pendangkalan / sedimentasi pada saluran irigasi.

Dampak lain yaitu mengenai keanekaragaman hayati yang ada di sawah pada Subak Bengkel seperti burung, belut, pemangsa alami hama padi telah banyak berkurang jumlahnya. Hal ini membuat hama padi seperti tikus semakin banyak jumlahnya dikarenakan pemangsa alami mereka sudah sangat sedikit jumlahnya. Keadaan ini cukup membuat petani merasa terganggu dengan keberadaan hama tikus yang merajalela di sawah mereka. Dharmayanti et al. (2018) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa dampak alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Siak menjadi perkebunan kelapa sawit terhadap lingkungan adalah berkurangnya jenis hewan dan tumbuhan yang berakibat mengancam keberlangsungan keanekaragaman ekosistem sehingga akan mengakibatkan kerentanan kondisi alam.

Banyaknya sawah yang sudah beralih fungsi menjadi bangunan menyebabkan penyerapan air menjadi terganggu. Pada saat-saat tertentu di saat musim penghujan tiba, air di saluran irigasi menjadi meluap. Ditambah lagi oleh air buangan dari sawah-sawah yang telah beralih fungsi yang mengalir ke sawah. Volume air yang begitu besar dan ditambah lagi tempat penyerapan yang semakin berkurang menyebabkan air sering meluap dan membuat lahan sawah menjadi terendam air. Dengan semakin banyaknya lahan sawah di Subak Bengkel yang telah beralihfungsi menjadi bangunan penunjang infrastruktur pariwisata terutama di bagian Selatan Subak Bengkel menyebabkan semakin berkurangnya ruang terbuka hijau yang ada. Semakin sedikitnya ruang terbuka hijau dalam hal ini yang dimaksud adalah lahan sawah akan menyebabkan semakin berkurangnya kemampuan menyerap CO2, semakin berkurangnya kadar oksigen, berkurangnya area resapan air.

Faktor Kunci Pendorong Terjadinya Alih Fungsi Lahan Sawah

Identifikasi faktor kunci penyebab alih fungsi lahan sawah di subak bengkel dibagi menjadi tiga kelompok/elemen yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.

Sub Elemen Ekonomi

Setelah dianalisis menggunakan Interpretive Structural Modeling (ISM), maka didapat level partitions dari elemen ekonomi seperti Gambar 1 di bawah ini. Level partitions ini menggambarkan sub elemen–sub elemen penyebab alih fungsi lahan sawah yang harus mendapat prioritas utama (jangka pendek) dan yang mendapat prioritas berikutnya yaitu jangka menengah dan jangka panjang.

Gambar 1. Level Partitions Elemen Ekonomi

Dapat dilihat bahwa sub elemen ekonomi yang mendapat prioritas utama atau harus dikendalikan/diatasi dalam waktu dekat (jangka pendek) dan merupakan faktor kunci dalam model ini adalah adalah sub elemen E8 (harga jual lahan sawah), E11 (sewa lahan sawah), E5 (pajak lahan sawah), E10 (biaya produksi padi), E12 (ketersediaan tenaga kerja) dan E13 (sewa tenaga kerja). Sub elemen E6 (kelangkaan sarana produksi) mendapat prioritas jangka menengah yang berarti dapat diatasi setelah prioritas jangka pendek dilakukan. Sedangkan elemen yang masuk prioritas jangka panjang yaitu sub elemen E9 (pendapatan di luar pertanian), E3 (pemasaran hasil panen), E1 (pendapatan usaha tani padi), E2 (stabilitas harga panen), E4 (bantuan pemerintah) dan E7 (biaya pemeliharaan irigasi).

Dari tujuh sub elemen ekonomi yang teridentifikasi sebagai faktor utama pendorong alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan terdapat enam sub elemen yang berada di kuadran independent yang terdapat dalam Driver Power – Dependance Matrix yaitu pajak lahan sawah (E5), harga jual lahan sawah (E8), biaya produksi padi (E10), sewa lahan sawah (E11), ketersediaan tenaga kerja (E12), dan sewa tenaga kerja (E13). Artinya, sub elemen tersebut merupakan faktor kunci yang menyebabkan petani di Subak Bengkel mengalihfungsikan lahan sawah mereka karena mempunyai kekuatan penggerak yang kuat dan ketergantungan yang lemah. Sedangkan satu sub elemen yaitu kelangkaan saprodi (E6) berada di kuadran linkage. Driver Power – Dependance Matrix yang diperoleh dalam analisis ISM untuk setiap sub elemen ekonomi dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Driver Power-Dependendance Matrix Elemen Ekonomi

Harga jual (E8) per are berkisar mulai dari Rp 20.000.000/are sampai Rp 100.000.000/are tergantung dari letak lahan sawah tersebut. Sedangkan harga sewa per are mulai dari Rp2.000.000 sampai Rp 25.000.000. Harga jual maupun harga sewa lahan (E11) yang cukup tinggi ini membuat para petani tertarik untuk menyewakan sebagian lahan sawah mereka bahkan menjual sebagian lahan mereka untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Hal ini sejalan dengan penelitian Wiryantini et al. (2018) yang menyatakan bahwa alih fungsi lahan sawah dipengaruhi oleh antara lain oleh harga jual lahan sawah dan harga sewa lahan. Sebagian responden di Subak Bengkel menyatakan bahwa penghasilan tambahan dari menyewakan dan menjual sebagian lahan sawah tersebut sangat membantu mereka untuk menghidupi keluarga mereka.

Kesulitan dalam ketersediaan tenaga kerja (E12) juga menjadi alasan bagi petani untuk mengalihfungsikan lahan sawah mereka karena sangat minim generasi muda yang berminat bekerja di sektor pertanian (Wati, 2020). Hal ini pun terjadi Subak Bengkel. Tenaga kerja yang ada saat ini jumlahnya sedikit dan upahnya pun dirasa cukup tinggi dikarenakan permintaan akan tenaga kerja kerja yang besar tetapi ketersediaannya sedikit. Upah tenaga kerja di Subak Bengkel yaitu berkisar antara Rp 100.000,- sampai Rp 150.000,- per hari. Biaya produksi yang dikeluarkan setiap musim tanam yaitu rata-rata sebesar Rp 100.000,-/are juga berpengaruh terhadap keputusan mengalihfungsikan lahan sawah.

Sub elemen kelangkaan sarana produksi (E6), terletak pada kuadran linkage dimana kuadran ini memiliki kekuatan penggerak yang kuat dan ketergantungan yang kuat pula. Pada kuadran ini sub elemen hendaknya dikaji secara hati-hati karena sub elemen ini tidak stabil. Perubahan yang dilakukan pada sub elemen ini akan berdampak pada sub elemen lainnya.

Sub Elemen Sosial

Level partitions dari elemen sosial seperti gambar 3 di bawah ini. Level Partitions yang dihasilkan untuk elemen ekonomi di Subak Bengkel disajikan pada Gambar 3.

Sub elemen sosial yang mendapat prioritas utama atau harus dikendalikan/diatasi dalam waktu dekat (jangka pendek) dan merupakan faktor kunci dalam model ini adalah partisipasi keluarga dalam pengelolaan sawah (E2), kesehatan (E3), jumlah anggota keluarga yang ditanggung (E5), dan regenerasi pengelolaan sawah (E6). Sub elemen E1 (umur petani ) dan E7 ( informasi dan pengetahuan tentang dampak alih fungsi lahan sawah) mendapat prioritas jangka menengah yang berarti dapat diatasi setelah prioritas jangka pendek dilakukan. Sedangkan elemen yang masuk prioritas jangka panjang yaitu sub elemen E4 (pengaruh modernisasi bidang pertanian), E8 (keberadaan organisasi subak) dan E9 (upacara keagamaan yang dilakukan di sawah).

Gambar 3. Level Partitions Elemen Sosial

Dari empat sub elemen sosial yang teridentifikasi sebagai faktor utama pendorong alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan semuanya berada di kuadran independent Driver Power – Dependance Matrix yaitu partisipasi keluarga dalam pengelolaan sawah (E2), kesehatan (E3), jumlah anggota keluarga yang ditanggung (E5), dan regenerasi pengelolaan sawah (E6). Artinya, berarti sub elemen tersebut merupakan faktor Djelantik, et al.,…|915

kunci yang menyebabkan petani di Subak Bengkel mengalihfungsikan lahan sawah mereka karena mempunyai kekuatan penggerak yang kuat dan ketergantungan yang lemah. Driver Power – Dependance Matrix yang diperoleh dalam analisis ISM untuk setiap sub elemen sosial dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Driver Power-Dependendance Matrix Elemen Sosial

Wulandari et al. (2017) menyatakan bahwa jumlah tanggungan anggota keluarga petani (E5) juga merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah dari segi sosial. Hal inilah yang juga terjadi di Subak Bengkel, sebagian besar petani mengalihfungsikan sebagian dari sawah yang mereka punya menjadi peruntukan non pertanian karena mereka membutuhkan banyak biaya untuk menanggung keluarga mereka. Ditambah dengan partisipasi keluarga petani (E2) responden di Subak Bengkel yang ikut mengelola lahan sawah terbatas. Rata-rata hanya para istri dari petani yang ikut membantu mengelola lahan sawahnya. Anak-anak mereka yang notabene diharapkan menjadi generasi penerus (E6) hanya sedikit yang berminat terjun ke sektor pertanian dan bekerja di sawah. Faktor kesehatan (E3)) para petani yang mulai menurun juga menjadi faktor pendorongnya. Sub elemen umur (E1) dan informasi dan pengetahuan tentang dampak alih fungsi lahan sawah (E7), terletak pada kuadran linkage dimana kuadran ini memiliki kekuatan penggerak yang kuat dan ketergantungan yang kuat pula. Pada kuadran ini sub elemen hendaknya dikaji secara hati-hati karena sub elemen ini tidak stabil. Sub elemen E4 (pengaruh modernisasi bidang pertanian), E8 (keberadaan subak) dan E9 (upacara keagaamaan yang dilakukan di sawah) terletak di kuadran dependent, dimana memiliki kekuatan penggerak yang lemah dan ketergantungan yang kuat. Sub elemen ini merupakan sub elemen yang tidak bebas. Perubahan yang dilakukan pada sub elemen ini akan berdampak pada sub elemen lainnya.

Sub Elemen Lingkungan

Level partitions dari elemen lingkungan dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini. Hirarki yang dihasilkan untuk elemen lingkungan di Subak Bengkel mendapat prioritas utama atau harus dikendalikan/diatasi dalam waktu dekat (jangka pendek) dan merupakan faktor kunci dalam model ini adalah adalah hama penyakit (E4), pertumbuhan pariwisata (E6) dan kebutuhan akan perumahan (E7). Penelitian Wati (2020) juga menyatakan faktor penyebab alih fungsi lahan sawah dari variabel lingkungan antara lain adalah adanya hama dan penyakit (E4) serta kebutuhan masyarakat akan perumahan (E7). Sub elemen E2 Djelantik, et al.,…|916

(pencemaran air irigasi) dan E5 (bencana alam) mendapat prioritas jangka menengah yang berarti dapat diatasi setelah prioritas jangka pendek dilakukan. Sedangkan elemen yang masuk prioritas jangka panjang yaitu sub elemen E1 (ketersediaan air irigasi), E3 (limbah hasil panen) dan E8 (kesuburan lahan sawah).

Gambar 5. Level Partitions Elemen Lingkungan

Dari tiga sub elemen lingkungan yang teridentifikasi sebagai faktor utama pendorong alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan semuanya berada di kuadran independent Driver Power – Dependance Matrix yaitu E4 (hama dan penyakit), E6 (pertumbuhan pariwisata) dan E7 (kebutuhan perumahan). Artinya, sub elemen tersebut merupakan factor kunci yang menyebabkan petani di Subak Bengkel mengalihfungsikan lahan sawah. Driver Power – Dependance Matrix yang diperoleh dalam analisis ISM untuk setiap sub elemen lingkungan dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.

Perkembangan pariwisata (E6) yang ada di Kabupaten Tabanan membuat kebutuhan infrastruktur penunjang pariwisata semakin bertambah. Kebutuhan akan penginapan, villa serta hotel membutuhkan lahan untuk tempat berdiri. Lahan sawah yang banyak terdapat di Kabupaten Tabanan pun akhirnya berubah peruntukannya menjadi lahan untuk infrastruktur penunjang pariwisata tersebut terutama yang terletak di daerah yang dekat dengan pantai. Tidak terkecuali di Subak Bengkel yang termasuk wilayah Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Harga jual maupun harga sewa lahan pertanian yang digunakan untuk membangun infrastruktur pendukung pariwisata tersebut juga sangat menggiurkan bagi para petani di Subak Bengkel.

Gambar 6. Driver Power-Dependance Matrix Elemen Lingkungan

Djelantik, et al.,…|917

Kebutuhan akan perumahan (E7) juga menjadi faktor penyebab alih fungsi lahan sawah. Beberapa responden menyatakan bahwa anggota keluarga mereka yang sudah berkeluarga memerlukan lahan untuk membangun rumah tinggal. Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Setiawan (2016) bahwa pembangunan prasarana dan sarana pemukiman cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan. Hal ini menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif.

Adanya hama dan penyakit (E4) juga menjadi salah satu penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel. Menurut responden serangan hama tersebut disebabkan karena berkurangnya jumlah musuh alami hama tersebut dan disamping itu juga karena siklus tahunan hama tersebut.

Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah

Strategi pengendalian alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan dapat diperoleh melalui analisis gabungan dari hasil agregat (sub elemen kunci) dari ketiga elemen ekonomi, sosial dan lingkungan yang telah diuraikan di atas. Strategi pengendalian alih fungsi lahan sawah dihasilkan dari 14 sub elemen kunci yaitu E1 (pajak lahan sawah), E2 (kelangkaan saprodi), E3 (harga jual lahan sawah), E4 (biaya produksi), E5 (harga sewa lahan sawah), E6 (ketersediaan TK), E7 (sewa TK), E8 (partisipasi keluarga dalam mengelola sawah), E9 (kesehatan), E10 (jumlah anggota keluarga yang ditanggung), E11 (regenerasi pengelolaan lahan sawah), E12 (hama dan penyakit), E13 (pertumbuhan pariwisata dan kebutuhan akan villa hotel dan penginapan) dan E14 (kebutuhan perumahan).

Gambar 7. Level Partitions Gabungan Elemen Kunci

Dari level partitions tersebut (Gambar 7) dapat dilihat sub elemen yang berada di level jangka pendek adalah E3 dan E5 yaitu harga jual lahan sawah dan harga sewa lahan sawah. Sub elemen yang terdapat pada level jangka menengah adalah E1 (pajak sawah), E4 (biaya produksi), E6 (ketersediaan TK), E7 (sewa TK), E13 (pertumbuhan pariwisata dan kebutuhan akan villa hotel dan penginapan) dan E14 (kebutuhan perumahan). Sedangkan E10 (jumlah anggota keluarga yang ditanggung), E8 (partisipasi keluarga dalam mengelola sawah), E11(regenerasi pengelolaan lahan sawah), E12 (hama dan penyakit), E2 (kelangkaan saprodi) dan E9 (kesehatan) berada pada level jangka panjang.

Gambar 8. Driver Power-Dependance Matrix Elemen Kunci

Sub elemen E3 (harga jual lahan sawah) dan E5 (harga sewa lahan sawah) yang mendapat prioritas jangka pendek terletak di kuadran independent dalam Driver Power – Dependance Matrix. Elemen ini mempunyai kekuatan penggerak yang besar dan ketergantungan yang lemah, sehingga layak disebut sebagai faktor kunci dalam model strategi pengendalian alih fungsi sawah di Subak Bengkel.

Sub elemen E1(pajak lahan sawah), E4 (biaya produksi), E6 (ketersediaan tenaga kerja), E7 (biaya sewa tenaga kerja), E13 (pertumbuhan pariwisata dan kebutuhan akan villa hotel dan penginapan) dan E14 (kebutuhan perumahan) terletak di kuadran linkage yang mempunyai kekuatan penggerak dan ketergantuan yang kuat sehingga sub elemen yang berada pada kuadran ini tidak stabil. Pergerakan sub elemen yg terletak disini dapat menyebabkan perubahan pada sub elemen yang lain. Sedangkan sub elemen E10 (jumlah anggota keluarga yang ditanggung), E8 (partisipasi keluarga dalam mengelola sawah), E11(regenerasi pengelolaan lahan sawah), E12 (hama dan penyakit), E2 (kelangkaan saprodi) dan E9 (kesehatan petani) berada di kuadran dependent yang mempunyai kekuatan penggerak yang lemah dan ketergantungan yang kuat sehingga dapat dikatakan sub elemen yang tidak bebas. Strategi pengendalian alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan dapat diperoleh melalui analisis gabungan dari hasil agregat (sub elemen kunci) dari ketiga elemen ekonomi, sosial dan lingkungan yang telah diuraikan di atas.

Strategi yang digunakan agar tidak terjadi pengalihan fungsi lahan pertanian pada eleman pajak lahan sawah adalah pemerintah daerah memberikan keringanan pajak bagi para petani. Strategi pada kelangkaan saprodi adalah dengan memperlancar distribusi saprodi di kios penjualan saprodi. Sedangkan pada harga jual lahan sawah adalah dengan memperketat aturan menjual lahan sawah. Pada biaya produksi, strategi yang digunakan adalah meminimalizir biaya dengan memberikan bantuan kepada saprodi. Pada harga sewa lahan yang tinggi ditahan dengan memperketat aturan sewa lahan. Kendala pada kekurangan atas ketersediaan tenaga kerja dibantu dengan memberikan motivasi kepada generasi muda untuk terjun ke pertanian demikian juga pada biaya sewa tenaga kerja yang tinggi dan regenerasi pengelolaan lahan sawah. Menumbuhkan rasa empati dan memperkenalkan pekerjaan bertani lebih dini diharapkan dapat menjadi strategi dalam meningkatkan partisipasi keluarga dalam mengelola sawah. Disamping itu, perlu adanya pemeriksaan rutin kesehatan para petani, sehingga mampu mengelola lahannya dengan maksimal. Adanya diversifikasi pertanian diharapkan dapat menjadi solusi bagi petani dalam memenuhi besarnya tanggungan anggota keluarga dalam usaha meningkatkan pendapatannya. Dibutuhkan peran PPL yang besar

dalam menanggulangi serangan hama dan penyakit, sehingga petani tidak kecewa pada hasil pertaniannya. Strategi yang digunakan dalam menanggulangi pertumbuhan pariwisata dan kebutuhan perumahan adalah dengan memperketat peraturan tentang Ijin Mendirikan Bangunan (UMB) dan membatasi pendatang dalam mendapatkan kebutuhan perumahan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Faktor-faktor dominan penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan adalah pajak lahan sawah, kelangkaan sarana produksi, harga jual dan sewa lahan sawah, biaya produksi, ketersediaan tenaga kerja, sewa tenaga kerja, partisipasi keluarga dalam mengelola lahan sawah, kesehatan, banyaknya anggota keluarga yang ditanggung, regenerasi pengelolaan lahan sawah, hama dan penyakit, pertumbuhan pariwisata dan kebutuhan akan villa, hotel dan penginapan serta kebutuhan perumahan akibat meningkatnya jumlah penduduk.

Dampak lingkungan akibat terjadinya alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel adalah pencemaran air irigasi, adanya hama tikus, penyerapan air tanah yang semakin berkurang, berkurangnya keaneragaman hayati yang ada di sawah serta berkurangnya ruang terbuka hijau di sekitar subak bengkel.

Strategi pengendalian alih fungsi lahan sawah di Subak Bengkel berdasarkan prioritas jangka pendek adalah memperketat aturan menjual dan menyewakan lahan sawah di Subak Bengkel, prioritas jangka menengah adalah Pemerintah Daerah diharapkan memberikan keringanan pajak pada para petani, meningkatkan bantuan saprodi agar biaya dapat diminimalisir, memberikan motivasi kepada para generasi muda agar mau terjun ke pertanian sehingga tenaga kerja yang tersedia dapat bertambah, memberikan penyuluhan kepada para generasi muda agar mau terjun ke pertanian membantu orang tuanya sehingga biaya sewa tenaga kerja dapat dikurangi, memperketat peraturan tentang Ijin Mendirikan Bangunan, membatasi masuknya para pendatang sehingga kebutuhan akan perumahan dapat diminimalisir, sedangkan prioritas untuk jangka panjang adalah diversifikasi pertanian sehingga pendapatan dapat meningkat, memperkenalkan pekerjaan bertani sedari awal kepada angoota keluarga agar mereka mempunyai empati untuk membantu, memberikan motivasi kepada para generasi muda agar mau membantu orang tuanya bekerja di sawah dengan memberikan penyuluhan tentang petani muda yang sukses, memaksimalkan peran PPL untuk mengatasi serangan hama penyakit, para petani rutin untuk memeriksakan kesehatan mereka serta memperlancar distribusi saprodi di kios penjualan saprodi.

Bagi pengurus Subak Bengkel agar memperketat aturan dan sanksi tentang jual dan sewa lahan sawah sehingga alih fungsi lahan sawah dapat dikurangi dan memperkokoh keberadaan subak sebagai warisan kearifan lokal di Bali.

Bagi para generasi muda hendaknya lebih tertarik untuk menekuni bidang pertanian agar pertanian dapat terus berlanjut

Bagi Pemerintah Daerah agar meninjau kembali aturan mendirikan bangunan agar tidak mudah mendirikan bangunan terutama di areal daerah pertanian

DAFTAR PUSTAKA

Attri, R., Dev, N., & Sharma, V. (2013). Interpretive structural modelling (ISM) approach: an overview. Research Journal of Management Sciences, 2(3), 1-9.

Budiasa, I. (2012). Upaya Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah Untuk Pelestarian Subak dan Keberlanjutan Pertanian di Bali. Jurnal Dwijen Agro, 2(2), 1–7.

Darmawan, D. P. (2017). Pengambilan Keputusan Terstruktur dengan Interpretative Structural Modelling. In Penerbit Elmatera. Yogyakarta

Dharmayanti, E., Zulkarnaini, & Sujianto. (2018). Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Padi Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Lingkungan, Ekonomi dan Sosial Budaya di Desa Jati Baru Kecamatan Bunga Raya Kabupaten Siak. Jurnal Dinamika Lingkungan Indonesia, 5(1), 34–39.

Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan. (2019). Data Luas Lahan Sawah di Kabupaten Tabanan.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. (2019). Data Luas Lahan Sawah di Provinsi Bali.

Djelantik, W. S., & Dewi, I. A. L. (2020). Performance of Agricluture Sector in Bali Provence, 2013-2017. Agrisocionomics: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 4(2),217225. https://doi.org/10.14710/agrisocionomics.v4i2.6624

Iqbal, M. & S. (2007). Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Analisis Sosail Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 5 (2), Juni 2007: 167-182.

Irawan, B. (2016). Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi,   23(1),   1-8.

https://doi.org/10.21082/fae.v23n1.2005.1-18

KBBI. (2018). Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. https://kbbi.web.id/dampak. Diakses tanggal 2 Desember 2019

Kusumastuti, A. C., Kolopaking, L. M., & Barus, B. (2018). Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan di Kabupaten Pandeglang. Jurnal Sosiologi Pedesaan, 6(2), 131-136.

Nasoetion, L., & Joyo, W. (2000). Masalah Alih Fungsi Lahan dan Dampaknya Terhadap Keberlangsungan Swasembada Pangan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Jakarta.

Prasada, I. M. Y., & Rosa, T. A. (2018). Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Ketahanan Pangan Di Daerah Isitimewa Yogyakarta. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian,14(3),210-224. https://doi.org/10.20956/jsep.v14i3.4805

Prihatin, R. B. (2016). Alih FungisI Lahan Di Perkotaan (Studi Kasus Di Kota Bandung Dan Yogyakarta). Jurnal Aspirasi, 6(2), 105-118. https://doi.org/10.22212/aspirasi.v6i2.507

Santosa, I. G. ., Adnyana, G. M. ., & Dinata, I. K. . (2011). Dampak Alih FUngsi Lahan Sawah Terhadap Ketahanan Pangan Beras. Prosiding Seminar Budidaya Pertanian. Urgensi dan Strategi: Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian, 1–11.

Saxena, J. P., Sushil, & Vrat, P. (1992). Hierarchy and classification of program plan elements using interpretive structural modeling: A case study of energy conservation in the Indian cement industry. Systems Practice,    5(6),    651-670.

https://doi.org/10.1007/BF01083616

Setiawan, H. P. (2016). Alih Fungsi (Konversi) Lahan Pertanian Ke Non Pertanian Kasus Di Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan Palaran Kota Samarinda. EJournal Sosiatri-Sosiologi, 4(2), 280-293.

Sudrajat. (2015). Mengenal Lahan Sawah dan Memahami Multifungsinya Bagi Manusia dan Lingkungan (Issue c). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sumaryanto, & Tahlim. (2015). Pemahaman Dampak Negatif Konversi Lahan Sawah Sebagai Landasan Perumusan Strategi Pengendaliannya. Prosiding Penanganan Konversi Lahan Dan Pencapaian Pertanian Abadi. Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan LPPM IPB, Bogor.

Wati, N. M. A. . (2020). Alih Fungsi Lahan Sawah di Badung Utara (Studi Kasus di Subak Latu Kecamatan Abiansemal dan Subak Dukuh Kecamatan Mengwi). Jurnal Manajemen Agribisnis, 8(2), 176–187.

Widjanarko. (2006). Aspek Pertahanan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian (Sawah). Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah, 22–23. BPN, Jakarta.

Wirama, I. K. . (2013). Faktor Dominan Penentu Terjadinya Alih Fungsi Lahan Sawah di Subak Delod Sema dan Subak Buaji Kecamatan Denpasar Timur. Skripsi, Universitas Udayana.

Wiryantini, N. L. R., Widyantara, I. W., & Dewi, I. A. L. (2018). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian di Subak Sebuah, Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali. Jurnal Agribisnis Dan Agrowisata (Journal      of      Agribusiness      and      Agritourism).7(3),      324-333.

https://doi.org/10.24843/jaa.2018.v07.i03.p01

Wulandari, Y. A., Hartadi, R., & Sunartomo, A. F. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Keputusan Petani Melakukan Konversi Lahan Sawah Dan Dampaknya Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus Konversi Lahan Sawah di Kecamatan Kaliwates       Kabupaten       Jember).       Jurnal      Agribest,       1(2).

https://doi.org/10.32528/agribest.v1i2.1154

Djelantik, et al.,…|923