Adopsi Inovasi Combine Harvester Pada Subak di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali
on
E-Jurnal Manajement Agribisnis
Vol. 11, No. 1, Mei 2023
E-ISSN: 2684-7728b
Adopsi Inovasi Combine Harvester Pada Subak di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali
Adoption of Innovation Combine Harvester for Subak In Tabanan Regency, Bali Province
Pande Made Ari Ananta Paramarta*)
Dwi Putra Darmawan I Dewa Putu Oka Suardib
Fakultas Pertanian, UniversitasbUdayana, Bali, Indonesiab
*)Email: [email protected]
ABSTRACTb
Aims for this research are to analyze the adoption of combine harvester innovation in Subak in Tabanan Regency, Bali Province covering the diffusion process, the influencing factors and consequences of innovation adoption. The diffusion process and the consequences of innovation adoption will be analyzed using descriptive statistics. The diffusion and consequences of innovation were analyzed using descriptive statistics. The factors that influence the adoption of innovation will be analyzed using infrensial statistics, namely the PLS SEM model. The results of this study include the innovation diffusion process starting in 2009, which began with a combine harvester trial by the Tabanan Regency government. The combine harvester was received after a trial at Subak Bengkel in 2017. The variables that have a significant influence on innovation adoption consist of the innovation attribute variables and the type of decision. The adoption of innovations has a significant effect on the consequences of combine harvesters in Tabanan Regency. Combine harvester provides consequences such as speeding up the harvest process and reducing the average yield loss rate of only 1.5%. Suggestions from this study are farmers in Tabanan Regency use a combine harvester in the process of harvesting lowland rice.
Keywords: Adoption Innovation, Combine Harvester, Subak
ABSTRAKb
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adopsi inovasi combine harvester pada subak di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali meliputi proses difusi, faktor-faktor yang mempengaruhi dan konsekuensi adopsi inovasi. Proses difusi dan konsekuensi adopsi inovasi akan dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Difusi dan konsekuensi inovasi di analisis menggunakan statistik deskriptif. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi akan dianalisis menggunakan statistik infrensial yaitu model SEM PLS. Hasil dari penelitian ini antara lain proses difusi inovasi dimulai sejak tahun 2009, yang diawali dengan uji coba combine harvester oleh pemerintah Kabupaten Tabanan. Combine harvester diterima setelah uji coba di Subak Bengkel pada tahun 2017. Variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap adopsi inovasi terdiri dari variabel atribut inovasi dan jenis keputusan. Adopsi inovasi berpengaruh singnifikan terhadap konsekuensi
combine harvester di Kabupaten Tabanan. Combine harvester memberikan konsekuensi seperti mempercepat proses panen dan menurunkan tingkat kehilangan hasil rata-rata hanya 1,5%. Saran dari penelitian ini adalah petani di Kabupaten Tabanan memanfaatkan combine harvester dalam proses panen padi sawah.
Kata Kunci: Adopsi Inovasi, Combine Harvester, Subak
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Bali yang memiliki luas areal usahatani padi sawah relatif lebih kecil (14,40% dari luas wilayah) dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, namun tingkat produktivitasnya relatif lebih tinggi dibandingkan produktivitas nasional (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2013). Produktivitas tersebut sesungguhnya masih dapat ditingkatkan hingga mendekati potensinya, namun berbagai permasalahan muncul seiring dengan kepentingan dan kondisi perubahan sumberdaya alam. Permasalahan yang berkaitan dengan usahatani padi sawah salah satunya keterbatasan tenaga kerja terutama pada saat panen raya. Tenaga kerja panen umumnya berasal dari luar Bali (Suryana, et al., 2009). Combine harvester menjadi salah satu inovasi yang dapat mengatasi permasalahan tenaga kerja.
Kabupaten Tabanan dijuluki lumbung padi di Provinsi Bali. Padi sebagai salah satu komoditi sektor pertanian yang memiliki jangka waktu dalam proses panen. Padi yang terlambat panen mengakibatkan menurunnya produktivitas tanaman padi, karena bulir padi yang terlalu kering dan rontok. Petani dan pengusaha akan dirugikan karena produktivitas komoditi padi sawah akan menurun baik gabah atau beras. Keterlambatan panen terjadi akibat kurangnya tenaga kerja lokal karena rendahnya minat penduduk bekerja ke sektor pertanian. Sektor pertanian dianggap sebagai lapangan pekerjaan terbelakang dan tertinggal.
Pemerintah melalui kementerian dan dinas petanian terkait sudah merangsang peningkatan produktivitas produksi padi sawah dengan menyerahkan bantuan beberapa unit combine harvester kepada kelompok tani di Kabupaten Tabanan antara lain di Subak riang, Subak Bangah, Subak Pengembungan, Subak Gubug dan Subak Bengkel. Namun, rendahnya minat petani untuk menggunakan combine harvester di Kabupaten Tabanan menyebabkan alat tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Permasalahan tersebut menyebabkan peneliti ingin menganalisis adopsi inovasi pada subak di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali meliputi proses difusi inovasi, faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi dan konsekuensi adopsi inovasi. Hasil penelitian ini akan menjadi rekomendasi untuk stakeholder terkait di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali untuk menyebar luaskan inovasi combine harvester.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini, antara lain:
-
1. Bagaimana proses difusi inovasi combine harvester pada subak di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali?
-
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi adopsi inovasi combine harvester pada subak di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali?
-
3. Bagaimana konsekuensi adopsi inovasi combine harvester pada subak di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis proses difusi, faktor-faktor yang mempengaruhi dan konsekuensi adopsi inovasi combine harvester pada subak di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitianb
Penelitian dilakukan di subak yang menggunakan combine harvester di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali yaitu Subak Bengkel, Subak Riang, Subak Bangah, Subak Pengembungan, Subak Gubug pada bulan November 2021 sampai Mei 2022.Kabupaten Tabanan dipilih karena menjadi lumbung beras Provinsi Bali dengan produksi sebanyak 188,45ton GKG/tahun), memiliki lahan sawah irigasi terluas sebesar 21.089 atau sekitar 27% dari total luas lahan irigasi yang ada di Provinsi Bali), memiliki luas panen terluas di Provinsi Bali dengan luas 26.607 Ha (Badan Pusat Statistik, 2020).
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yangbdigunakan pada penelitian ini yaitu data kuantitatif terdiri dari data yang dapat diukur dalam suatu skala numerik, seperti jumlah petani yang menggunakan combine harvester di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Data kualitatif yaitu data yang mempresentasikan realitas secara deskriptif melalui kata-kata dan kalimat uraian seperti mengenai identitas responden, monografi subak, proses difusi inovasi, kebiasaan panen, konsekuensi adopsi inovasi dan kendala-kendala yang dihadapi dalam menggunakan combine harvester.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Data primer terdiri dari data yang dikumpulkan langsung dari hasil wawancara mendalam dengan sampel yaitu kelian subak dan petani anggota subak yang menggunakan combine harvester. Data sekunder menjadi data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya dan mampu memberikan informasi terkait dengan penelitian. Data sekunder terdiri dari dokumentasi subak, monografi subak, arsip-arsip resmi pemerintah setempat, data jumlah penduduk, data profesi penduduk, literatur data-data melalui internet seperti jurnal penelitian dan artikel terkait analisis adopsi inovasi.
Metode Pengumpulan Data
Metodeb yangb digunakanb dalamb mengumpulkan data dalamb penelitianb antarab lainb libraryb researchb, field research yang terdiri dari Observasi dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian mengenai kegiatan yang berhubungan dengan adopsi inovasi combine harvester pada usahatani padi. Wawancara mendalam (depth interview) didefinisikan sebagai teknik pengumpulan data untuk mengetahui hal-hal dari subjek penelitian yang lebih mendalam.
Populasi dan Sampel
Populasi terdiri dari jumlah keseluruhan objek yang diamati dalam suatu penelitian. Jumlah populasi dalam penelitian ini terdiri dari jumlah seluruh petani yang menggunakan combine harvester di Kabupaten Tabanan sebanyak 187 orang. Sebagaimana dikemukakan oleh (Baley, 1978, dalam Mahmud, 2011) yang menyatakan bahwa untuk penelitian yang menggunakan analisis data statistik, ukuran sampel paling minimum sebanyak 30, maka dari itu jumlah sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 50 responden, dimana 50 orang ini menjadi 27% petani yang mewakili 185 orang petani yang menggunakan Combine Harvester di Kabupaten Tabanan. Penentuan responden menggunakan metode Simple Random Sampling dengan asumsi masing-masing petani memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi dan konsekuensi adopsi inovasi. Variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Variabel, indikator, parameter dan pengukuran
No |
Variabel |
Indikator |
Skala Pengukuran |
1 |
Difusi Inovasi |
Inovasi |
Data Ordinal |
Saluran komunikasi |
Data Ordinal | ||
Jangka waktu |
Data Ordinal | ||
Sistem sosial |
Data Ordinal | ||
2 |
Adopsi Inovasi |
Pengetahuan |
Data Ordinal |
Persuasi |
Data Ordinal | ||
Keputusan |
Data Ordinal | ||
Implementasi |
Data Ordinal | ||
Konfirmasi |
Data Ordinal | ||
3 |
Konsekuensi Adopsi Inovasi |
Konsekuensi Diinginkan |
Data Ordinal |
Konsekuensi Tidak Diinginkan |
Data Ordinal | ||
Konsekuensi Langsung |
Data Ordinal | ||
Konsekuensi Tidak Langsung |
Data Ordinal | ||
Konsekuensi Diantisipasi |
Data Ordinal | ||
Konsekuensi Tidak Diantisipasi |
Data Ordinal | ||
4 |
Atribut Inovasi |
Keunggulan Relatif |
Data Ordinal |
Kompatibilitas |
Data Ordinal |
Kompleksitas |
Data Ordinal | ||
Dapat diuji coba Dapat diamati |
Data Ordinal Data Ordinal | ||
5 |
Sistem Sosial |
Struktur Sosial Norma Keberanian Mengambil Risiko Tingkat Partisipasi Ide-Ide Baru |
Data Ordinal Data Ordinal Data Ordinal Data Ordinal Data Ordinal |
6 |
Jenis Keputusan |
Opsional Kolektif Otoritas |
Data Ordinal Data Ordinal Data Ordinal |
7 |
Saluran Komunikasi |
Inter-Personal Media Masa Kombinasi inter-personal dengan media Massa |
Data Ordinal Data Ordinal Data Ordinal |
8 |
Agen pembaru |
Ketrampilan Berkomunikasi Pengetahuan Sikap Kesesuaian Latar Belakang |
Data Ordinal Data Ordinal Data Ordinal Data Ordinal |
Berdasarkan data pada Tabel 1, jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 8 variabel terdiri dari difusi inovasi adopsi inovasi konsekuensi adopsi inovasi atribut inovasi sistem sosial saluran komunikasi jenis keputusan inovasi dan agen pembaru.
Analisis Data
Proses difusi inovasi dan konsekuensi adopsi inovasi akan dianalisis menggunakan statistif deskriptif, dimana data dianalisis dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Faktor-faktor adopsi inovasi akan dianalisi menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan software SmartPLS versi 3.0 yang dijalankan mengguakan media computer.
Gambar 1. Diagram SEM-PLS adopsi inovasi combine harvester pada subak di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.
Keterangan:
AI = Atribut Inovasi
AI1 |
= Keunggulan Relatif |
AI2 |
= Kompatibilitas |
AI3 |
= Kompleksitas |
AI4 |
= Dapat diuji coba |
AI5 |
= Dapat diamati |
SS |
= Sistem Sosial |
SS1 |
= Struktur Sosial |
SS2 |
= Norma |
SS3 |
= Keberanian Mengambil Risiko |
SS4 |
= Tingkat Partisipasi |
SS5 |
= Ide-Ide Baru |
JK |
= Jenis Keputusan |
JK1 |
= Opsional |
JK2 |
= Kolektif |
JK3 |
= Otoritas |
SK |
= Saluran Komunikasi |
SK1 |
= Media Massa |
SK2 |
= Peseorangan |
SK3 |
= Kombinasi Perseorangan dan Media Massa |
AP |
= Agen Pembaru |
AP1 |
= Ketrampilan Berkomunikasi |
AP2 |
= Pengetahuan |
AP3 |
= Sikap Agen Pembaru |
AP4 |
= Kesesuaian Latar Belakang |
A = Adopsi Inovasi
A1 = Pengetahuan
A2 = Persuasi
A3 = Keputusan
A4 = Implementasi
A5 = Konfirmasi
K = Konsekuensi
K1 = Konsekuensi Diinginkan
K2 = Konsekuensi Tidak Diinginkan
K3 = Konsekuensi Langsung
K4 = Konsekuensi Tidak Langsung
K5 = Konsekuensi Diantisipasi
K6 = Konsekuensi Tidak Diantisipasi
HASIL PENELITIAN
Difusi Inovasi Combine Harevster
Difusi inovasi merupakan proses masuknya suatu inovasi kedalam kelompok masyarakat. Proses difusi inovasi combine harvester di Kabupaten Tabanan berlangsung dengan baik, dimana hal tesebut dungkapkan oleh 48% responden menyatakan baik, 40% responden menyatakan sangat baik, 4% responden menyatakan cukup dan 8% responden menyatakan sangat tidak baik. Difusi inovasi terdiri dari empat elemen yaitu inovasi, jangka waktu, saluran komunikasi dan sistem sosial.
Combine harvester yang disebarserapkan (difusi) kepada petani anggota subak di Kabupaten Tabanan merupakan alat mesin pertanian (alsintan) yang terdiri dari gabungan fungsi alat pemanen padi yang dapat memotong batang dalam keadaan berdiri, merontokkan, membersihkan gabah dan mengemas kedalam karung sambil berjalan dilahan. Combine harvester tersedia dalam ukuran besar, menengah dan kecil. Ukuran kecil berkisar 3,5m x 1,4m x 1,8m, ukuran menengah berkisar 4,12m x 1,8m x 2,1m dan ukuran besar berkisar 4,8m x 2,1m x 2,8m.
Proses difusi inovasi combine harvester di Kabupaten Tabanan terbilang memiliki rentang waktu yang cukup lama. Diawali dengan uji coba di Subak Nyitdah II pada tahun 2009 tetapi gagal. Kemudian launcing oleh salah satu merk ditahun 2016 tetapi tidak ada penjualan. Baru kemudian di tahun 2017 dilakukan uji coba kembali dengan persiapan yang matang oleh salah satu main deller di Subak Bengkel dan berhasil diterima petani. Tahun 2021, petani di kabupaten Tabanan telah mengkongfirmasi combine harvester dapat menjadi solusi dalam panen padi sawah.
Dalam penelitian ini saluran komunikasi yang digunakan terdiri dari saluran komunikasi perseorangan dari agen pembaru kepada petani yang hadir saat uji coba atau mengamati combine harvester saat beroprasi, kemudian informasinya diteruskan kepetani lainya. Perkembangan combine harvester di Kabupaten Tabanan dipengaruhi oleh peran agen pembaru seperti Pande Putu Widya Paramarta dan I Made Muliana. Beliau membuktikan bahwa combine harvester dapat di gunakan dan mengobati trauma petani akibat kegagalan tahun 2009. Selain komunikasi perseorangan petani yang dapat menggunakan smart phone mengamati combine harvester dari media sosial.
Komponen sistem sosial mempunyai peranan penting dalam proses difusi (Winangsih, 2018). Proses difusi inovasi combine harvester di Kabupaten Tabanan, tokoh masyarakat menjadi fasilitator proses difusi inovasi. Inovasi yang telah diterima oleh tokoh masyarakat akan lebih mudah diterima oleh anggota masyarakat. Tokoh masyarakat dalam hal ini tokoh subak, yang berkesempatan hadir saat uji coba combine harvester di Subak Bengkel dan Subak Pengembungan akan membawa informasi kepada anggota subak sehingga merubah peniliaian mereka terhadap combine harvester.
Combine harvester dirasakan tidak bertentangan dengan konsep Tri Hita Karana yang dianut dalam sistem subak. Pengoprasian combine harvester selalu mengikuti upacara seperti mesabe(tidak boleh turun kesawah), dan memanen setelah padi yang dimiliki petani melewati prosesi nyangket. Alat ini mampu mengurangi ketergantungan terhadap tenaga kerja luar daerah.
Adopsi Inovasi Combine Harvester
Menuru Rogers (1995) adopsi inovasi terbagi menjadi lima tahap seperti pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi. Tahap adopsi inovasi di Kabupaten Tabanan telah berlangsung dengan sangat baik, dimana hal tersebut diungkapkan oleh 66% responden menyatakan sangat baik, 22% responden menyatakan baik, 4% responden menyatakan cukup dan 8% responden menyatakan sangat tidak baik. Adopsi inovasi atau keputusan inovasi terbentuk dari proses mental sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya (Ulfa dan Sumardjo, 2017).
Dalam tahap pengetahuan, Combine harvester diperkenalkan olehpemerintah Kabupaten Tabanan di Subak Nyitdah II pada tahun 2009. Mesin combine harvester yang dicoba pada saat itu memilik ukuran besar. Tahap pengetahuan tidak berlangsung dengan sempurna karena percobaan ini mengalami kegagalan. Hal tersebut disebabkan oleh operator yang tidak professional dan persiapan yang kurang matang. Kesalahan teknis tersebut mengakibatkan kerusakan pada lahan sawah dan trauma kepada petani sehingga menilai mesin combine harvester tidak dapat digunakan di Tabanan.
Tahap persuasi terjadi tujuh tahun setelah kegagalan yang terjadi di Subak Nyitdah II tepatnya 2016, sebuah brand alsintan melakukan launching combine harvester tipe kecil di Subak Gadon III. Percobaan tersebut berjalan lancar namun mesin yang di launching tersebut tidak satupun terjual dipasaran. Padahal ukuran kecil memang dirancang untuk persahawan di Kabupaten Tabanan yang memiliki petakan berukuran kecil. Satu tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2017. Seorang anak muda bernama Pande Putu Widya Paramarta mendapat fasilitas dari sebuah main dealer alat mesin pertanian di Kabupaten Tabanan untuk mencoba combine harvester dengan brand yang sama di Subak Bengkel. Percobaan kali ini dipersiapkan dengan lebih matang. Ukuran mesin juga disesuaikan dengan kebiasaan petani setempat. Pihak dealer memulai dengan mesin combine harvester berukuran kecil. Percobaan kali ini berjalan lancar dan berhasil.
Dalam tahap keputusan, petani untuk mencoba combine harvester setelah uji coba di Subak Bengkel berjalan lancar. Petani dan stakeholder terkait seperti pemerintah serta pemilik RMU (Rice Milling Unit) di Bali memberikan tanggapan positif. Pihak dealer kemudian mengijinkan combine harvester ini diuji coba lebih lanjut oleh Pande Putu Widya Paramarta selama 3 tahun guna membuktikan bahwa mesin combiner harvester dapat digunakan di Kabupaten Tabanan dengan prosedur yang tepat. Pada tahun yang sama I Made Muliana yang saat itu menjadi Pekaseh Subak Pengembungan, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan mulai mencoba memasukan combine harvester berukuran kecil untuk mengatasi kesulitan tenaga kerja di subak setempat. Combine harvester yang di coba diperoleh dari salah satu bantuan pemerintah yang terbengkalai. I Made Muliana terkenal menjadi yang salah satu orang kreatif di desanya, kemudian mencoba memodifikasi combine harvester tersebut. Modifikasi yang dilakukan akhirnya mampu memberikan hasil yang memuaskan. Hingga saat ini combine harvester hasil modifikasi I Made Muliana diterima petani di Subak Pengembungan dan sekitarnya.
Tahap implementasi terjadi setelah rangkaian uji coba di Subak Bengkel dan Subak Pengembungan. Diterimanya combine harvester di Subak pengembungan, menyebabkan pemerintah melaui Kementrian Pertanian Republik Indonesia memberikan bantuan berupa combine harvester berukuran besar di Subak Pengembungan guna memotivasi petani menuju sistem pertanian yang modern. Namun, combine harvester ukuran besar ini mengalami penolakan dari petani di Subak Pengembungan karena menyebakan kerusakan pematang sawah. Pada tahun 2020, combine harvester ukuran besar ini direlokasi ke Subak Bengkel. Dengan prosedur dan persiapan yang matang hingga saat ini dapat digunakan dengan baik karena Subak Bengkel memiliki jenis lahan persawahan yang lebih landai. Subak Pengembungan lebih memilih menggunakan combine harvester ukuran kecil sesuai dengan lahan mereka.
Pada tahap konfirmasi, individu (unit pengambilan keputusan lainnya) mencari penguatan atau pembenaran atas keputusan yang telah dibuat. Tahap konfirmasi terjadi seletah perkembangan combine harvester di Subak Bengkel dan Subak Pengembungan diikuti oleh Subak Gubug, Subak Riang dan Subak Bangah. Dalam pengoprasiannya, Subak Gubug dan Subak Riang awalanya didamping oleh Pande Putu Widya Paramarta guna memeberipakan pelatihan prosedur yang baik dalam penggunaan combine harvester seperti cara kemudi, persiapan kondisi lahan yang sudah kering, cara mengeksekusi lahan yang basah dan teknis lainnya. Subak Bangah yang mendapat bantuan combine harvester dari Pemerintah Provinsi Bali pada tahun 2021 mendapatkan pelatihan dari I Made Muliana mengenai cara pengoprasiannya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Combine Harvester
Dalam penelitian ini diketahui bahwa, variabel atribut inovasi, sistem sosial, saluran komunikasi, jenis keputusan, dan agen pembaru memiliki koefisien determinasi sebesar 0,951 artinya variabel tersebut mampu menjelaskan variabel adopsi inovasi sebesar 95,1% dan sisanya sebesar 4,9% dijelaskan oleh variabel diluar model.
Tabel 2. Path coefficients
Variabel |
Original Sample |
Sample Mean |
Standar Deviaton |
t-statistic |
p-value |
Adopsi Inovasi > Konsekuensi Adopsi Inovasi |
0,938 |
0,939 |
0,012 |
77,216 |
0,000 |
Atribut Inovasi > Adopsi Inovasi |
0,668 |
0,637 |
0,138 |
4,834 |
0,000 |
Sistem Sosial > Adopsi Inovasi |
-0,396 |
-0,355 |
0,340 |
1,166 |
0,244 |
Jenis Keputusan > Adopsi Inovasi |
0,376 |
0,406 |
0,166 |
2,262 |
0,024 |
Saluran Komunikasi > Adopsi Inovasi |
0,095 |
0,069 |
0,187 |
0,508 |
0,612 |
Agen Pembaru > Adopsi Inovasi |
0,225 |
0,212 |
0,300 |
0,748 |
0,455 |
Sumber: Data diolah dari hasil survei,
Berdasarkan Tabel 2, terdapat dua variabel berpengaruh signifikan yaitu atribut inovasi, jenis keputusansehingga hipotesis diterima. Sedangkan, variabel yang tidak berpengaruh signifikan terdiri dari sistem sosial, saluran komunikasi, dan agen pembaru terhadap adopsi inovasi sehingga hipotesis ditolak. Hasil tersebut diperoleh dengan menguji model struktural untuk menilai efek dari setiap arah hubungan (causal path) dan pengujian hipotesis yang telah ditetapkan, digunakan teknik khusus SmartPLS yaitu teknik bootstrapping dengan kriteria tingkat signifikan (p-value) 5% dan dengan nilai t-statistic > 1,96 (Khairunisa, et.al, 2020). Untuk pemahaman lebih baik mengenai adopsi inovasi combine harvester, akan dibahas secara rinci kelima variabel yang mempengaruhi meliputi atribut inovasi, sistem sosial, saluran komunikasi, jenis keputusan, dan agen pembaru.
Atribut Inovasi diniliai sesuai dengan sistem pertanian di Kabupaten Tabanan. Semakin mudah seseorang melihat hasil suatu inovasi, semakin besar kemungkinan inovasi diadopsi oleh orang atau sekelompok orang (Ahmad, 2016). Dalam pengoprasiannya, petani dapat memeriksa bagaimana teknis bekerja dari combine harvester. Petani dapat mengamati apakah combine harvester merusak lahan atau tidak. Selain itu, petani dapat memeriksa jerami dari sisa proses prontokan guna memeriksa tingkat kehilangan hasil.
Sistem Sosial dinilai dari karakteristik yang dimiliki oleh petani di Kabupaten Tabanan. Sistem sosial dalam hal ini petani sebagai penerima dan media penyampaian inovasi menjadi beberapa faktor yang mempunyai pengaruh kuat terhadap tingkat adopsi (Mardikanto, 2009). Petani di Kabupaten Tabanan menilai bahwa combine harvester lebih cocok dipergunakan pada hamparan persawahan yang luas dan tidak terasering. Hamparan yang luas akan mempermudah operator mengoprasikan combine harvester. Tetapi saat ini telah tesedia combine harvester dengan ukuran yang kecil sehingga cocok untuk lahan persawahan yang memiliki petakan kecil seperti di Subak Bangah.
Jenis keputusan yang cenderung digunakan oleh petani di Kabupaten Tabanan adalah keputusan kolektif. Combine harvester yang ada di Kabupaten Tabanan saat ini diproleh dari hasil bantuan pemerintah atau stakeholder terkait kepada kelompok petani dalam hal ini subak. Tanpa adanya kelompok, petani di Kabupaten Tabanan masih kesulitan untuk menggunakan combine harvester.
Saluran komunikasi yang cenderung dipilih oleh petani di kabupaten tabanan adalah komunikasi perseorangan atau intra-personal. Petani yang telah merasakan dampak
positif dari combine harvester akan menyampaikan kepada rekan-rekan petani lainya. Komunikasi ini biasanya digemari oleh petani yang berusia lanjut. Petani berusia lanjut biasanya kurang cakap menggunakan media sosial dan cenderung percaya kepada sumber informasi secara langsung. Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitiang yang dilakukan Winangsih (2018), dimana dinyatakan masayakat lebih senang dengan komunikasi yang dilakukan melalui komunikasi langsung dilapangan.
Wawasan yang dimiliki seorang agen pembaru menjadi indikator yang memiliki pengaruh paling kuat. Penyuluh dalam hal ini agen pembaru harus memahami informasi mengenai inovasi yang ingin disampaikan. Agen pembaru di Kabupaten Tabanan seperti Pande Putu Widya Paramarta dan I Made Muliana tidak hanya menguasai secara terori namun telah memahami prosedur teknis pengoprasian combine harvester dengan baik. I Made Muliana bahkan mampu memodifikasi combine harvester menjadi lebih maksimal.
Konsekuensi Adopsi Inovasi Combine Harvester
Dalam sistem sosial suatu adopsi inovasi akan menimbulkan dampak/kosekuensi. Adopsi inovasi combine harvester menimbulkan dampak yang sangat baik, dimana hal tersebut dapat dilihat dari 62% responden menyatakan sangat baik, 4% menyatakan responden baik, 26% responden menyatakan cukup dan 8% responden menyatakan sangat tidak baik. Berdsarkan Tabel 2, adopsi inovasi combine harvester memberikan pengaruh signifikan terhadap konsekuensi adopsi inovasi karena memiliki p-value sebesar 0,000 dan t-statistic sebesar 86,405 sehingga H1 diterima.
Konsekuensi diinginkan, Adopsi inovasi combine harvester memberikan dampak peningkatan kualitas hasil. Gabah kering panen (GKP) yang dihasilkan memiliki kebersihan yang lebih baik. Hal tersebut mengakibatkan beberapa rice milling unit (RMU berani membeli GKP hasil combine harvester dengan harga lebih mahal sekitar Rp. 100.000/ton lebih mahal.
Konseuensi tidak diinginkan, Combine harvester dapat menyebabkan kerusakan lahan karena memiliki beban yang berat. Mesin ini juga dapat menyebabkan kerusakan pematang sawah jika tidak di oprasikan dengan baik. combine harvester memiliki biaya pergantian suku cadang yang mahal.
Konsekuensi langsung, Combine harvester mampu mempercepat proses panen sehingga menghemat waktu panen. Jerami sisa panen langsung tersebar di lahan sawah sehingga petani tidak perlu membakar jeraminya guna mengurangi polusi udara. Menurunkan tingkat kehilangan hasil rata-rata hanya 1,5% sedangkan jika menggunakan power trasher tingkat kehilangan hasil rata-rata sebesar 2,56%.
Konsekuensi tidak langsung, Meningkatkan status sosial profesi petani. Dimana banyak kalangan yang menilai petani khususnya komoditi pangan dinilai sebagai pekerjaan kasar dan terbelakang. Dengan adanya combine harvester pekerjaan petani tidak lagi di pandang sebagai perkerjaan yang kuno atau terbelakang. Petani tidak bergantung pada tenaga kerja luar bali sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran di Kabupaten Tabanan.
Konsekuensi diantisipasi, Combine harvester memiliki bobot yang berat. Pengoprasian combine harvester dapat merusak lahan sawah terutama pada saat musim hujan dan pada pintu masuk air ke lahan sawah karena tanah akan memiliki kadar air lebih tinggi. Namun petani telah dapat mengatasi masalah ini dengan pengoprasian yang lebih hati-hati. Kerusakan lahan juga dapat di tanggulangi dengan pembajakan menggunakan traktor. Harga alat yang mahal saat ini telah diantisipasi dengan memohon bantuan kepada pemerintah daerah dan pusat.
Konsekuensi tidak diantisipasi, Ketersediaan operator menjadi kendala yang belum menemukan solusi hingga saat ini. Belum adanya pelatihan oleh pemerintah secara berlanjut menyebabkan permasalah tersebut terjadi. Saat ini masing masing subak yaitu Subak Pengembungan, Subak Bengkel, Subak Gubug, Subak Riang dan Subak Bangah baru memiliki satu operator yang mumpuni untuk mengoprasikan combine harvester.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun Kesimpulan dari penelitian ini antara lain:
-
1. Profes difusi inovasi dikabupaten tabanan berlangsung dengan baik selama tiga belas tahun. Pekerbangan penggunaan combine harvester di Subak Bengkel diikuti subak lainnya. Perkembangan ini menyebakan perubahan pada sistem sosialnya seperti tidak ada padi petani yang terlambat untuk dipanen saat panen raya dan mengurangi ketergantungan terhadap tenaga kerja luar Bali.
-
2. Adopsi inovasi combine harvester di Kabupaten Tabanan berlangsung dengan baik, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain atribut inovasi dan jenis keputusan mengadopsi combine harvester. Adopsi inovasi combine harvester berpengaruh terhadap konsekuensi adopsinya.
-
3. Konsekuensi positif dari adopsi inovasi combine harvester berupa peningkatan kualitas hasil, dan konsekuensi negatif dapat menyebabkan kerusakan lahan karena bebannya yang berat.
Saran
Penyuluh pertanian dan agen pembaru di kabupaten tabanan diharapkan meningkatkan kapasitasya mengenai combine harvester sehingga proses adopsi inovasi berjalan semakin baik. Adanya pelatihan operator combine harvester secara berlanjut oleh stakeholder terkait sehingga mampu menghasilkan operator yang mumpuni dan berkompeten.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Susanto. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group.
Badan Pusat Statistik, 2013.
Badan Pusat Statistik, 2020.
Khairunnisa, A. H., et.al. 2020. Pengaruh Brand Awareness dan Kepercayaan Terhadap Keputusan Menyalurkan Zakat dan Donasi Melalui Tokopedia. Bogor: Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam.6(2), 284-293.
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Mardikanto. 2009. Sistem Penyuluhan Peternakan. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press).
Suryana A, S. Mardianto, K. Kariyasa dan I.P. Wardhana. 2009. Kedudukan Padi Dalam Perekonomian Indonesia dalam Padi, Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan. Buku 1. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 7- 31.
Ulfa M, Sumardjo. 2017. Pengambilan Keputusan Inovasi Pada Adopter Pertanian Organik Sayuran Di Desa Ciputri, Pacet, Kabupaten Cianjur. Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Bogor.1(2). 209-222.
Winangsih, R. 2018. Analisis Sistem Sosial Terhadap Adopsi Inovasi Kelestarian Lingkungan. Banten: Untirta Press.
Paramarta et al,…|230
Discussion and feedback