Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.10, No.2, Oktober 2022

E- ISSN: 2684-7728

Implementasi Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) di Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur

Implementation of The Cattle Harvesting Corn Planting Program (TJPS) in Malaka Regency East Nusa Tenggara Province

Egidius Taek*) Ni Wayan Sri Astiti I Gede Setiawan Adi Putra

Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*) Email: [email protected]

ABSTRACT

This research is entitled Implementation of Cattle Harvesting Corn Planting Program (TJPS) in Malacca Regency, East Nusa Tenggara Province. The research objectives were to determine the implementation of the CSR program in Malacca Regency, to identify internal and external factors that influence the implementation of the CSR program in Makala Regency and to formulate a strategy for improving the CSR program improvement in Malacca Regency. The location of the research was determined purposively with some special considerations. Determination of the number of samples and sampling techniques for farmers who are beneficiaries of the CSR program are determined by purposive sampling. The analytical method used in this research is Likert interval scale analysis and IFAS, EFAS, SWOT and QSPM analysis. Based on the results of the intervals for the implementation of the CSR program, the nine indikators for implementing the CSR program are in the high category as indicated by a scale of 4.2 and an average score of 405. The factors that influence the implementation of the CSR program are internal factors with a score of 3.45 and external get a score of 3.64. The results of the QSPM analysis are recommendations for improving program improvement strategies (1) Increasing product quality and quantity with a TAS value of 6,435, (2) Establishing and strengthening an institutional system with a TAS 6,208, (3) Improving the quality of human resources with a value of TAS 6,068, and (4) Creating and develop a productive business with a value of 5,959 TAS. Local governments through AIAT are expected to supervise the involvement of the private sector in efforts to strengthen and increase production results where the institutional function is as a facilitator and coordinator.

Keywords : Implementation, CSR Program, SWOT, QSPM

ABSTRAK

Penelitan ini berjudul Implementasi Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) Di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tujuan penelitian adalah Menentukan

implementasi program TJPS Kabupaten Malaka, Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi penerapan program TJPS di Kabupaten Makala dan Memformulasikan strategi penyempurnaan peningkatan program TJPS di Kabupaten Malaka. Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan beberapa pertimbangan khusus. Penentuan jumlah sampel dan teknik pengambilan sampel untuk petani peserta penerima manfaat program TJPS yaitu ditentukan dengan purposive sampling. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis skala likert interval dan analisis IFAS, EFAS, SWOT dan QSPM. Berdasarkan hasil interval implementasi program TJPS untuk sembilan indikator pelaksanaan program TJPS berada pada kategori tinggi yang ditunjukkan dengan skala 4,2 dan skor rata-rata 405. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi program TJPS yakni faktor internal dengan perolehan nilai skor 3,45 dan faktor eksternal peroleh skor 3,64. Hasil analisis QSPM di rekomendasi penyempurnaan strategi peningkatan program (1) Peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan nilai TAS 6,435, (2) Pembentukan dan penguatan sistem kelembagaan dengan TAS 6,208, (3) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia nilai TAS 6,068, dan (4) Menciptakan dan mengembangkan usaha produktif nilai TAS 5,959. Pemerintah daerah lewat BPTP diharapkan melakukan pengawasan terhadap keterlibatan pihak swasta dalam upaya penguatan dan peningkatan hasil Produksi dimana fungsi kelembagaan tersebut sebagai fasilitator dan koordinator.

Kata kunci : Implementasi, Program TJPS, SWOT, QSPM

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian sangat erat kaitannya dengan kehidupan petani di daerah pedesaan. Pemerintah dalam hal ini terus mengupayakan pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia dan sumber daya alam guna mendukung rencana strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan dan kemandirian pangan lokal. Lewat rencana strategis Kementerian Pertanian menyusun dan melaksanakan 7 Strategi Utama Penguatan Pembangunan Pertanian untuk Kedaulatan Pangan (P3KP) meliputi (1) peningkatan ketersediaan dan pemanfaatan lahan, (2) peningkatan infrastruktur dan sarana pertanian, (3) pengembangan dan perluasan logistic benih/bibit, (4) penguatan kelembagaan petani, (5) pengembangan dan penguatan pembiayaan, (6) pengembangan dan penguatan bioindustri dan bioenergy serta (7) penguatan jaringan pasar produk pertanian (Kementrian Pertanian RI, 2015).

Pelaku pembangunan pertanian meliputi departemen teknis terkait, pemerintah daerah, petani, pihak swasta, masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Koordinasi diantara pelaku pembangunan pertanian merupakan kerangka mendasar yang harus diwujudkan guna mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Pencapaian tujuanya itu kegiatan pembangunan pertanian menginginkan termanfaatnya semua potensi yang ada di masyarakat, baik potensi manusia, sumber daya alam, teknologi, dan juga sumber daya institusi secara optimal, menguntungkan dengan selalu menjaga kelestarian yang ada dilingkungan (Kementerian Pertanian RI, 2014).

Jagung merupakan salah satu komoditi pangan yang bernilai ekonomis dan memiliki peran strategis setelah beras. Tanaman jagung di Indonesia merupakan sala satu komoditas pangan prioritas pertanian andalan selain padi, kedelai dan ubi kayu (Kementerian Pertanian RI, 2011). Kebutuhan jagung akan terus meningkat dari tahun ketahun sejalan dengan peningkatan ekonomi masyarakat dan kemajuan industri pakan ternak sehingga perlu upaya peningkatan produksi melalui sumber daya manusia dan sumber daya alam, ketersediaan lahan maupun potensi hasil dan teknologi.

Tanaman jagung memiliki peran penting dalam pembangunan sektor pertanian. Kebutuhan jagung di Indonesia saat ini cukup besar, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering pertahun. Konsumsi jagung terbesar adalah untuk pangan dan industri pakan ternak, karena sebanyak 51% bahan baku pakan ternak adalah jagung. Dari sisi pasar, potensi pemasaran jagung terus mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya industri peternakan yang pada akhirnya meningkatkan permintaan jagung sebagai bahan pakan ternak, berkembang pula produk pangan dari jagung dalam bentuk tepung jagung. Produk tersebut banyak dijadikan untuk pembuatan produk pangan (Budiman, 2012).

Peluang peningkatan produksi jagung dalam negeri masih sangat terbuka baik melalui peningkatan produktivitas maupun pemanfaatan potensi lahan yang masih luas. Namun peningkatan produkstifitas dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan pasar sehingga masih menginport dari luar negeri. Masalah mendasar yang sering muncul dipermukaan adalah pemasaran jagung yang mengalami kesenjangan antara permintaan dan penawaran. Di satu sisi, petani sulit memasarkan jagung dengan harga yang layak, disisi lain pabrik pakan sering kesulitan memperoleh jagung dari dalam negeri (Swastika, 2011).

Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam sektor pertanian yaitu Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) yang merupakan program pengembangan lahan kering yang harapannya dapat meningkatkan produktivitas usaha tani jagung di wilayah tersebut (Basuki, 2018). Kabupaten Malaka merupakan salah satu wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mayoritas penduduknya adalah petani. Komoditas utama pada wilayah tersebut adalah jagung dan diikuti dengan komoditas lain seperti padi, ubi jalar dan kacang-kacangan (BPS Kabupaten Malaka, 2019). Kabupaten Malaka memiliki potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk pengembangan jagung, baik pada lahan sawah maupun lahan kering (Badan Litbang Pertanian, 2008). Dalam pelaksanaan program pengembangan jagung, Kabupaten Malaka merupakan wilayah yang memiliki luas lahan jagung terbesar kedua setelah Kabupaten Kupang yakni sebesar 1.550 ha lahan tambahan untuk tahun 2020 (Dinas Pertanian Dan Ketahanan Pangan NTT, 2020). Luas lahan tersebut menjadi potensi terbesar dalam meningkatkan produktifitas sehingga ketahanan pangan dapat tercapai.

Kegiatan usahatani jagung sudah menjadi budaya masyarakat di Kabupaten Malaka. Namun implementasi pelaksanaan program tanam jagung panen sapi (TJPS) dan keberhasilanakan program tersebut belum mendapatkan dampak positif bagi masyarakat petani jagung serta faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pelaksanaan program tersebut belum di analisis, Dengan demikian sangat relevan untuk di kaji lebih lanjut“ implementasi program tanam jagung panen sapi (TJPS) di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Penelitian perlu dilakukan guna mencari dan menemukan hasil yang maksimal untuk kesejahteraan petani dan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program. Namun dalam pelaksanaan TJPS sejak tahun 2018 masih ditemukan produksi yang rendah akibat

hama dan curah hujan yang tidak menentuh yang mengakibatkan petani kesulitan dalam berusahatani sehingga perlu mengevaluasi dan merumuskan strategi baru guna meningkatkan produk sijagung di Kabupaten Malaka. Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Menentukan implementasi program TJPS Kabupaten Malaka, Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi penerapan program TJPS di Kabupaten Makala. dan Memformulasikan strategi penyempurnaan peningkatan program TJPS di Kabupaten Malaka. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu manfaat tentang implementasi program tanam jagung panen sapi (TJPS) serta dapat dijadikan referensi untuk menambah pengetahuan terkait dengan pengembangan program.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran yaitu deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Lokasi penelitian di Kelompok Tani Sinar Molos Oan, Desa Molos Oan, Kecamatan, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus Tahun 2021.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok tani Sinar Molos Oan yang melaksanakan Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) yang berjumlah 25 petani. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh atau sensus. Dalam penelitian ini informan yang maksudkan adalah subyek yang diharapkan dapat memberikan keterangan dan informasi mengenai fokus penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah (1) Ketua kelompok tani Sinar Molos Oan (2) Penyuluh lapangan (3) Badan pengkajian Teknologi Pertanian.

Sumber data primer diperoleh dari (1) Kelompok Tani Sinar Molos Oan meliputi: partisipasi petani dalam pelaksanaan program, pengetahuan petani terhadap program, kemampuan petani dalam memasarkan hasil usahatani, dan pendapatan usahatani. (2) PT Flobamora Kupang meliputi: harga jagung, ketepatan dalam membayar hasil penjualan petani, kemapuan perusahan dalam menampung hasil usahatani, kecepatan informasi harga kepada petani serta penjaminan harga disaat mengalami fluktuasi harga dan hasil panen petani. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka yang bersumber dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian meliputi perencanaan kerja, anggaran program, fasilitas penunjang lapangan, ketersediaan sumber daya manusia, kompetensi dan kontrol yang dilakukan. Serta jurnal dan penelitian lain yang relevan dengan implementasi program TJPS.

Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Adapun alat pengumpulan datanya adalah kuesioner dan alat untuk ujinya yaitu software SPSS 23.0 kalau data yang didapat tidak valid selanjutnya akan dilakukan kembali penyusunan kuesioner.

Tabel 1. Hasil Uji Validitas variabel implementasi program TJPS

Pertanyaan

r hitung

r tabel 5% (23)

Kriteria

1

0,746

0,396

Valid

2

0,465

0,396

Valid

3

0,669

0,396

Valid

4

0,725

0,396

Valid

5

0,801

0,396

Valid

6

0,703

0,396

Valid

7

0,680

0,396

Valid

8

0,513

0,396

Valid

9

0,620

0,396

Valid

Sumber: Data primer diolah, 2022

Dari data diatas dapat dilihat bahwa r hitung> tabel (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa keseluruhan item instrument variable implementasi program tanam jagung panen sapi dinyatakan valid hal ini sesuai dengan pernyataan Kuncoro (2013) yang mengatakan bahwa apabila r hitung> r tabel maka instrument tersebut valid untuk digunakan.

  • 1.    Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability, pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable). Meskipun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan, keterhandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Metode yang digunakan untuk pengujian reliabilitas dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan nilai cronbach alpha yang didapat dengan bantuan software SPSS 23.0. Angka reliabilitas (alpha) berkisar dari 0 sampai dengan 1, sehingga semakin mendekati nilai 1 maka tingkat reliabelnya akan semakin baik.

Tabel 2. Uji Reliabilitas variabel implementasi program tanam jagung panen sapi

Nomor Soal

r tabel

Cronbach Alpha

Kriteria

1

0,396

0,788

Reliabel

2

0,396

0,821

Reliabel

3

0,396

0,800

Reliabel

4

0,396

0,791

Reliabel

5

0,396

0,784

Reliabel

6

0,396

0,794

Reliabel

7

0,396

0,797

Reliabel

8

0,396

0,843

Reliabel

9

0,396

0,807

Reliabel

Sumber: Data primer diolah, 2022

Hasil perhitungan uji reliabilitas metode Cronbach’s Alpha (r hitung) dapat dilihat pada kolom Cronbach’s Alpha, yaitu 0,821 dengan N of Items menunjukkan bahwa jumlah dari items atau jumlah pertanyaan yang di input pada variable view adalah 9. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil Cronbach’s Alpha untuk 9 data dari items atau 9 pertanyaan, yaitu 0,821. Kemudian, untuk mengetahui apakah data tersebut dapat dipercaya atau tidak, maka apabila perhitungan r hitung > r tabel 5%, dimana r hitung dilihat dari tabel hasil perhitungan yang di dapatkan pada SPSS, sedangkan r tabel diperoleh dari distribusi r tabel pada signifikansi 5 %.

Setelah itu, lihat nilai N sesuai dengan jumlah responden dari data jumlah responden atau nilai N, yaitu 25. Maka diketahui bahwa r tabel untuk data tersebut adalah 0,396. Shingga dapat disimpulkan, bahwa r hitung > r tabel 5%, yaitu 0,821 > 0,396, sehingga data tersebut adalah reliabel atau dapat dipercaya dan konsisten.

Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel merupakan suatu cara tertentu mengolah atau menghitung data agar dapat memperoleh tujuan hasil penelitian. Untuk menjawab tujuan penelitian satu adalah dalam penelitian ini digunakan analisis interval kelas yang ditunjukkan dengan skala likert yang bergerak dari angka 1 sampai dengan 5. Kemudian di deskripsikan agar pembaca dapat muda mengerti hasil analisis tersebut. Dengan demikian penilaian jawaban responden sebagai berikut:

  • a.    Sangat taat/sangat baik/sangat tinggi/ sangat memenuhi, dengan skor= 5

  • b.    Taat/baik/tinggi/ memenuhi, dengan skor = 4

  • c.    Ragu-ragu/sedang/kurang memenuhi, dengan skor = 3

  • d.    Tidak taat/ tidak baik/ tidak tinggi/ tidak memenuhi, dengan skor = 2

  • e.    Sangat tidak taat/sangat tidak baik/sangat tidak tinggi/sangat tidak memenuhi, dengan skor =1

Tabel 3. Kriteria untuk masing-masing indikator

No

Skor

Kriteria Indikator

1

1,0-1,8

Sangat Tidak Tinggi

2

1,9-2,6

Tidak Tinggi

3

2,7-3,4

Sedang

4

3,5-4,2

Tinggi

5

4,3-5,0

Sangat Tinggi

Untuk memformulasikan strategi penyempurnaan program TJPS digunakan analisis IFAS,

EFAS, SWOT dan QSPM.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Implementasi Program TJPS di Kabupaten Malaka

Implementasi merupakan suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik kedalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka

penyempurnaan suatu program. Implementasi ini tidak hanya aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dengan serius dengan mengacu pada norma-norma tertentu mencapai tujuan program.

Analisis implementasi program tanam jagung panen sapi pada Kelompok Tani Molos Oan menunjukkan kinerja yang baik. Dari penelitian dilapangan dengan instrumen yang telah diuji diperoleh jawaban dari responden untuk Sembilan indikator pengukuran pada Tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4. Distribusi jawaban responden terhadap program (TJPS)

No

Indikator

Frekuensi

Total skor

Skala

Keterangan

ST

T

S

R

SR

1

Ketaatan anggota kelompok terhadap komitmen bersama dalam kelompok

9

12

2

2

0

103

4.12

Tinggi

2

Penyusunan Rencana Kerja di Tingkat Kelompok Tani

11

12

2

0

0

109

4.36

Sangat Tinggi

3

Produktivitas jagung

13

7

5

0

0

108

4.32

Sangat Tinggi

4

Persentase anggota kelompok tani yang memperoleh ternak sapi

13

9

3

0

0

110

4.40

Sangat Tinggi

5

Pengelolaan by product jagung (anggota kelompok mengelola limbah jagung)

6

16

3

0

0

103

4.12

Tinggi

6

Pengelolaan by product ternak (anggota kelompok mengelola limbah ternak)

12

10

3

0

0

109

4.36

Sangat Tinggi

7

Keberlanjutan usaha integrasi jagung-ternaksecaraswadaya (anggota melanjutkan usaha secara swadaya)

7

14

4

0

0

103

4.12

Tinggi

8

Keuntungan yang diperoleh petani

12

8

3

1

1

104

4.16

Tinggi

9

Tingkat adopsi pola integrasi jagung-ternak secara swadaya

6

9

10

0

0

96

3.84

Tinggi

Rata-rata

4,20

Tinggi

Sumber: Data primer diolah, 2022

Analisis implementasi program tanam jagung panen sapi pada Kelompok Tani Molos Oan menunjukkan kinerja yang baik. Melalui perhitungan Tabel 4 diperoleh rata-rata jawaban responden berada pada skala 4,20 yang berarti kategori tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi program tanam jagung panen sapi di Kelompok Tani Molos Oan, Kecamatan Koba Lima, Kabupaten Malaka terlaksana dengan baik.

Ketaatan Anggota Kelompok Terhadap Komitmen Bersama

Menurut Mathis dan Jackson (2006) komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan memahami tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama dalam organisasi. Komitmen organisasi berhubungan dengan perasaan dan keyakinan anggota tentang organisasi tempat dia bekerja secara keseluruhan. Dengan demikian ketaatan anggota kelompok terhadap komitmen bersama dalam suatu kelompok

merupakan suatu indikator yang menunjukkan sikap petani terhadap keberhasilan program artinya ketika anggota dalam suatu kelompok memiliki komintmen dan tujuan yang sama, maka sudah pasti program dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan rencana. Selanjutnya bahwa ketaatan petani sebagai anggota kelompok justru merupakan indikator penentu dalam membangun komitmen bersama dan kerena itu dirancang sebagai salah satu instrument pendorong sekaligus dalam keberhasilan program tanam jagung panen sapi di Desa Rai Nawe, Kabupaten Malaka. Dari jawaban responden tersebut dapat digambarkan bahwa petani memiliki persepsi yang sama yaitu rata-rata anggota Kelompok Tani Molos Oan mempunyai ketaatan yang baik terhadap komitmen bersama dalam kelompok, hal terbukti pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa indikator pertama berada pada ketegori tinggi. Sesuai dengan harapan terlaksananya suatu program dan semua anggota kelompok tani rata-rata memiliki komitmen dalam mengusahakan maupun taat terhadap aturan yang ada di kelompok. Hal tersebut di dukung dengan pernyataan Jennifer dan Gareth (2012) yang mengemukakan bahwa dimensi komitmen organisasi adalah komitmen afektif, yaitu komitmen pada saat karyawan tersebut masuk menjadi anggota suatu organisasi, senang, percaya, dan merasa baik. Komitmen merupakan suatu ikatan yang memberikan nilai tambah dalam anggota kelompok ketika semua element kelompok memiliki ketaatan dan mempunyai tujuan yang sama dalam melaksanakan program.

Selanjutnya petani yang tergabung dalam kelompok tani Sinar Molos Oan, merupakan keluarga besar sehingga dalam melaksanakan kegiatan bertani juga diluar dari kegiatan lain selalu kompak tidak ada masalah, semua berjalan lancar pada peraturan program TJPS. Komitmen dalam kelompok adalah saling motivasi untuk menuju kesuksesan bersama dalam program TJPS. Dalam fungsi tugas dalam berkelompok segala sesuatu harus dilakukan oleh kelompok agar kelompok dapat menjalankan fungsinya sehingga tujuan kelompok dapat tercapai (Tuyuwale, 1990). Begitupun Soedijanto (1981), fungsi tugas adalah segala hal yang harus dilakukan kelompok yang berorientasi pada pencapaian tujuan.

Penyusunan Rencana Kerja di Tingkat Kelompok Tani

Menurut Adisaputro (2010) “rencana kerja adalah hasil proses perencanaan berupa daftar ketetapan tentang langkah tindakan pada masa depan menyangkut kegiatan apa, siapa pelaksananya, di mana, kapan jadwalnya dan berapa sumber daya yang akan digunakan, serta berbagai keterangan mengenai tolak ukurnya, dalam rangka mencapai hasil. Rencana digunakan manajemen untuk pedoman pengarahan kegiatan dan juga sebagai titik tolak proses pengendalian.

Penyusunan Rencana Kerja merupakan pengimplementasian konsep perencanaan. Pentingnya Perencanaan dalam pelaksanaan program TJPS perlu dilaksanakan mengingat adanya ketidak pastian akibat pengaruh dinamika lingkungan yang dihadapi. Perencanaan merupakan suatu proses yang terus menerus dengan melibatkan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan penggunaan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu dimasa yang akan datang.

Kemampuan petani dapat diukur dengan maksimalnya rencana kerja yang di susun dan dilaksanakan sesuai pedoman yang ada. Hal ini berarti bahwa anggota kelompok harus berperan aktif dalam menyusun sendiri rencana kerjanya hal ini menjadi sala satu prioritas dalam menjaga komunikasi agar sistem informasi dalam keberhasilan program dapat berjalan

dengan baik. Jika rencana kerja tidak tersusun dengan baik maka akan berdampak buruk terhadap pelaksanaan program yang kemudian implemntasinya tidak terwujud.

Hal ini sesuai dengan fakta di lapangan bahwa sejak penyuluh pertanian tidak melakukan fungsinya dengan baik maka untuk keberlanjutan program dan usahatani jagung maka petani dibawah kendali ketua kelompok dapat menyusun sendiri rencana kerja selama 3 tahun terakhir. Indikator penyusunan rencana kerja di tingkat kelompok tani merupakan kelanjutan dari ketaatan anggota dalam komitmen bersama mau mencapai tujuanya itu memperoleh keuntungan dan manfaat yang baik sehingga rencana kerja sangat perlu sebagai penuntun dalam melaksanakan kegiatan usahatani jagung. Hasil wawancara dengan ketua kelompok menyatakan dalam susunan rencana kerja kelompok tani mengadakan rapat internal kelompok tani terkait program TJPS, verifikasi lahan anggota kelompok (1 anggota kelompok harus memiliki 1 hektar lahan). Bajak lahan atau balik tanah menggunakan traktor tergantung di lapangan ada yang di bajak ada yang tidak akan dilihat dari postur tanah, Saprodi Beni jagung, pupuk herbisida, insektisida dan distribusikan di sesuaikan di lapangan bila dibutuhkan, melakukan pengawasan bersama penyuluh/ pendamping di setiap lahan anggota kelompok tani, pascapanen, penjualan produk jagung berkoordinasi dengan penyuluh/pendamping TJPS untuk siap dijual lalu melakukan evaluasi kerja bersama anggota kelompok tani.

Produktivitas Jagung

Produktivitas jagung merupakan syarat keberlanjutan usahatani di Kabupaten Malaka. Program dapak dikatakan berhasil jika produksi jagung yang dihasilkan meningkat setiap tahun atau melebihi jumlah yang dipersyaratkan dalam usahatani tersebut. Tabel 4 menggambarkan bahwa produktivitas jagung di daerah penelitian menunjukkan pada kategori baik. Petani memproduksi usahatani untuk memperoleh jagung kemudian menjual 90% dari total produksinya untuk membeli kebutuhan hidup dan selanjutnya membeli bakalan sapi betina. Hal ini sesuai dengan tujuan program yang menjelaskan ketika petani memproduksi jagung maka hasil produksi tersebut digunakan ketahan pangan rumah tangga dan hasil produksi selanjutnya pergunakan untuk membeli sapi sehingga terjawablah maksud dari nama program tanam jagung panen sapi.

Hasil survey menunjukkan perkembangan produktivitas jagung setiap tahun megalami peningkatan. Dalam setiap musim rata-rata penghasilan setiap anggota yakni 2,1 ton didapatkan dari hasil usahatani yaitu 1-2 ha. Menurut Seran dkk, (2019) peningkatan produksi akan berpengaruh pada penerimaan, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini memberikan dampak positif terhadap perekonomian keluarga petani yang mana pada saat mengikuti program tanam jagung panen sapi terbukti bahwa pendapatan rumah tangganya meningkta dari tahun ketahun.

Persentase anggota kelompok tani yang memperoleh ternak sapi

Persentase perolehan sapi oleh petani mengalami peningkatan hal ini sesuai dengan temuan di lapangan bahwa semua petani anggota telah memiliki ternak sapi. Persentase perolehan sapi oleh petani di Kelompok Tani Molos Oan adalah 70% dengan total sebanyak 19 ekor sapi betina. Pembelian sapi oleh petani disesuaikan dengan minat dan kondisi perekonomian

dalam keluarga petani mengingat banyak petani menggunakan hasil usahataninya dialihkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan lebih cenderung untuk biaya pendidikan anak-anak mereka.

Pengolahan by product jagung (anggota kelompok mengelola limbah jagung)

Mayoritas petani mengolah limbah jagung menjadi pakan ternak. Hal ini menunjukan bahwa integrasi sapi dengan tanaman jagung dengan penggunaan pakan limbah tanaman jagung dapat meningkatkan bobot badan harian ternak sapi lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi petani yang hanya memberikan rumput hijauan saja. Teknologi pemberian pakan menggunakan jerami jagung yang di fermentasi maupun non fermentasi dapat mempercepat pertumbuhan induk sapi Bali (Wulandari, 2015).

Hasil wawancara oleh Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikulutra Kabupaten Malaka menyatakan integrasi jagung-ternak adalah pemanfaatan limbah hijau tanaman jagung sebagai sumber pakan ternak yang terutama disamping penggunaan pakan konsentrat yang dianjurkan sebagai hasil sampingan dari produksi jagung yang dapat dimakan dan dijual. Selain itu nilai tambah lain yang diperoleh yaitu bertambahnya pendapatan petani yang diperoleh dari hasil penjualan kelebihan kotoran ternak tersebut kepada petani lain yang membutuhkannya sebagai pupuk tanaman mereka. Kelemahan yang ditemukan dalam pengolahan limbah jagung adalah kurangnya sarana pendukung seperti alat peluruh jagung yang hanya berjumlah 1 (satu) unit untuk satu kelompok tani. Kurangnya sarana dan prasarana membuat petani harus menunggu giliran dalam mengolah hasil panennya. Antusias petani dalam hal tersebut cukup tinggi jika saja fasilitas memadai dapat dikatakan bahwa program TJPS terlaksana dengan baik.

Pengelolaan by product ternak (anggota kelompok mengelola limbah ternak)

Pengelolahan produk limbah dari ternak sapi pada penelitian ini tergolong baik. Pemerintah terus mengupayakan untuk meningkatkan produksi ternak dan usahatani jagung melalui pemanfaatan limbah hijauan dan kotoran ternak dalam rangka meningkatkan pendapatan rumah tangga petani dipedesaan. Temuan di lapangan dimana para petani menggunakan limbah ternak sapi dijadikan pupuk organic sehingga pupuk yang telah diolah bias dipakai untuk pemupukan tanaman yang dibudidayakan disamping itu mengurangi biaya tambahan dalam pembelian pupuk sehingga biaya usahatani dapat ditekan dan diperuntukan untuk kebutuhan lain selain usahatani.

Keberlanjutan usaha integrasi jagung-ternak secara swadaya

Eksistensi suatu program dapat ditinjau dari terintergrasinya tanaman jagung dan ternak sapi yang kelolah secara swadaya. Hasil survey menunjukkan bahwa program dapat dikatakan berlanjut ketika petani melakukan kegiatan usahatani dengan mengikuti pedoman budidaya tanpa pendampingan dari penyuluh pertanian.

Hal ini dapat menggambarkan ketika penyuluh pertanian melepaskan petani mengolah usahataninya tanpa bantuan penyuluh rata-rata petani menaggapinya dengan baik artinya anggota kelompok tani tidak merasa keberatan meskipun dalam mengolah usahatani tanpa

arahan dari penyuluh karena petani dapat mengatasi segala persoalan dengan sendiri dan dengan kelompok. Hal ini juga didukung dari hasil wawancara dengan ketua kelompok tani bahwa penyuluh hanya mendampingi petani pada tahun pertama sedangkan tahun selanjutnya dalam pelaksanaan program tanam jagung panen sapi petani mengolah sendiri dan bantuan untuk kelompok TJPS tetap disalurkan kepada kelompok tani.

Keuntungan yang diperoleh petani

Suatu program dapat dikatakan berhasil apa bila memberikan manfaat dan keuntungan bagi petani sebagai penerima manfaat. Keuntungan yang diperoleh adalah keuntungan finansial dan ternak sapi. Program ini di rencanakan dan di susun untuk membantu membangkitkan perekonomian petani dan dapat mencukupi kebutuhan pangan keluarga. Jika di bandingkan dengan keadaan yang ada di lokasi penelitian memang benar masih ada petani yang belum puas dengan hasil usahataninya imbas dari kekurangan informasi pasar dan harga sehingga mengakibatkan petani tidak memperoleh keuntungan yang lebih baik jika dibandingkan dengan petani lain. Hal ini juga menjadi perhatian serius bagi penyuluh yang kurang maksimal dalam mengedukasi petani, ketika petani mengalami masalah penerimaan tidak baik selanjutnya penyuluh dapat mengatasi denga baik.

Tingkat adopsi pola integrasi jagung-ternak secara swadaya

Menurut Seran dkk. (2019) pada usaha tani jagung, petani juga mengalami perubahan dalam hal jenis inovasi teknologi yang di introdusir, sarana produksi pertanian, dan pola pendampingan. Hal ini menyebabkan adanya perubahan pada pola pikir, wawasan, dan sikap petani terhadap teknologi. Hal ini mengindikasikan perlu adanya bimbingan kembali dari penyuluh. Hasil survey menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani terhadap pola integrasi jagung ternak secara swadaya mengalami peningkatan. Hasil wawancara kepada ketua Kelompok Tani Molos Oan menerangkan bahwa pada tahun pertama dan kedua dalam pelaksanaan kegiatan TJPS didampingi oleh penyuluh, selanjutnya ketika suatu kelompok mengalami perubahan dan perkembangan maka penyuluh pendamping memberikan kewenangan kepada ketua kelompok tani dan anggotanya untuk mengelolah usahataninya secara berkelanjutan.

Meskipun anggota kelompok tani dapat mengusahakan sendiri usahataninya namum tidak dipungkiri bahwa mayoritas petani berpendidikan rendah sehingga pada indikator tingkat adopsi pola integrasi jagung sapi mayoritas responden menjawab cukup baik dan baik. Sehingga pemerintah merasa perlu melakukan evaluasi kepada pelaksanaan program bukan saja pada awal pelaksanaan namun juga pada tahun-tahun berikutnya. Mengingat program tanam jagung panen sapi merupakan program jangka panjang sehingga perlu di kaji kembali terkait dengan keberlanjutan program.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi TJPS

1. Internal Faktor Analisys Sistem (IFAS)

Analisis IFAS merupakan suatu instrumen yang dapat mengindentifikasi berbagai factor yang terbentuk sistematis yang digunakan untuk merumuskan strategi pelaksanaan program.

Tabel 5. Matriks IFAS program tanam jagung panen sapi

Kekuatan

Bobot

Rating

Skor

No

1

2

3

4(2x3)

1

Sikap petani terhadap pelaksanaan program TJPS sangat baik guna mendukung keberhasilan program

0,08

3,8

0,30

2

3

Pengetahuan dan kemampuan petani terhadap pelaksanaan program TJPS sangat baik

Budaya kerja masyarakat petani yang sangat terbuka terhadap perubahan dan perkembangan guna menuju pada pertanian modern

Komonikasi antar lembaga terkait seperti bptp dengan kelompok tani

0,06

0,06

3,5

3,2

0,20

0,19

4

dan pihak swasta terjalin dengan baik guna peningkatan penyerapan program

0,08

3,8

0,32

5

Tersedianya sarana dan prasrana dalam mendukung program TJPS

0,08

3,5

0,28

6

Tersedianya lahan pertanian yang unggul dalam mendukung program TJPS

0,08

3,6

0,28

7

Sistem pasar yang terbuka dalam mendukung program TJPS

0,08

3,6

0,28

Subtotal

0,51

25,0

1,85

Kelemahan

Bobot

Rating

Skor

No

1

2

3

4(2x3)

1

Petani menghadapi perubahan iklim tidak menentu

0,08

3,7

0,28

2

Petani mengalami gagal panen akibat dari serangan hama

0,05

2,9

0,15

3

Kurangnya informasi/ pengawasan dari petugas peyulu dalam budidaya jagung TJPS

0,13

3,1

0,39

4

Minimnya pasar untuk menjual jagung

0,06

3,3

0,19

5

Harga jagung yang tidak menentu

0,06

3,3

0,18

6

Akses transportasi yang kurang memadai

0,06

3,4

0,21

7

Minimnya niat petani dalam budidaya tanaman jagung dalam mendukung program TJPS

0,06

3,4

0,19

Subtotal

0,49

23

1,60

Total

1,00

3,45

Sumber: Data primer diolah, 2021

External Faktor Analisys Strategy (EFAS)

Analisis EFAS merupakan suatu instrumen yang dapat mengindentifikasi berbagai faktor yang terbentuk sistematis yang digunakan untuk merumuskan startegi pelaksanaan program. Pendekatan analisis ini berdasarkan peluang (oportunity), dan ancaman (threats).

Tabel 6. Matriks EFAS program tanam jagung panen sapi

No

Peluang

Bobot

Rating

Skor

1

2

3

4(2x3)

1

2

3

4

System birokrasi di BPTP dalam rangka mendukung pelaksanaan program TJPS

Kualitas dan kuantitas SDM di BPTP dalam rangka peningkatan pelaksanaan program

Program TJPS memberikan manfaat ekonomi, memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat tani serta memberikan dampak positif terhadap perilaku masyarakat

Kelengkapan sarana dan prasarana yaitu bibit unggul, pestisida, alsintan sangat memadai guna mendukung pelaksanaan program TJPS

Kabupaten Malaka sebagai daerah pertanian lahan kering dalam rangka mendukung keberhasilan program TJPS

0,08

0,08

0,08

0,08

3,9

3,7

3,8

4,0

0,33

0,30

0,31

0,34

5

0,08

3,9

0,32

6

Kondisi social politik di tingkat daerah dalam rangka menyukseskan pelaksanaan program TJPS

0,07

3,7

0,27

7

Upaya mensosialisasikan keberhasilan program TJPS kepada masyarakat luar dalam upaya menarik minat petani

0,08

3,6

0,30

Subtotal

0,57

26,6

2,17

No

Ancaman

Bobot

Rating

Skor

1

2

3

4(2x3)

1

Sosialisasi program TJPS kepada masyarakat yang dilakukan oleh penyuluh pertanian masih kurang

0,06

3,2

0,18

2

Orientasi pelaksanaan program TJPS dalam rangka peningkatan kemandirian pangan

0,07

3,9

0,29

3

Struktur birokrasi yang tergolong rumit dalam kepengurusan administrasi klaim hasil usahatani jagung oleh petani

0,06

3,3

0,18

Daya tanggap pegawai BPTP terhadap penyelesaian administrasi

4

pengurusan program TJPS serta kurangnya motivasi dalam pelaksanaan program

Ketersediaan infrastruktur dalam rangka mendukung distribusi alat mesin

0,06

3,4

0,21

5

pertanian yang kurang memadai

0,06

3,3

0,20

6

Mekanisme pelaksanaan program yang sering tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku

0,06

3,3

0,19

7

Adanya kebijakan politis imbas dari pergantian kepeminpinan

0,07

3,5

0,23

Subtotal

0,43

23,9

1,48

Total

1,00

3,64

Sumber: Data primer diolah, 2021

Strategi Penyempurnaan Implementasi Program TJPS

Strategi Umum Matrik IE

Menurut Rangkuti dalam Maulama (2019) matriks IE (internal eksternal) merupakan pemetaan skor matriks EFAS yang telah dihasilkan dari tahap input dan memposisikan lembaga dalam tampilan sel. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total skor

pembobotan IFAS pada sumbu horizontal dan total skor pembobotan EFAS pada sumbu vertikal. Pada sumbu horizontal dari matriks IE, total skor bobot dari 1,0 hingga 1,99 menunjukkan posisi internal lemah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 adalah sedang; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah posisi internal yang kuat. Pada sumbu vertical dari matriks IE, total skor bobot dari 1,0 hingga 1,99 menunjukkan posisi eksternal yang lemah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 menunjukkan pengaruh eksternal sedang; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah pengaruh eksternal yang kuat. Penentuan prioritas strategi program dengan Menggunakan Metode matriks IE menunjukkan kolaborasi faktor internal dengan factor eksternal berada pada sel I (pertama) yaitu menunjukkan bahwa program berada pada pertumbuhan dan membangun.

Setelah hasil dari sumbu (X, Y) maka akan dibuat kuadran untuk menentukan posisi kuadran program. Ahmad (2020) menjelaskan bahwa terdapat 4 sel kuadran SWOT yang dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut:

  • a.    Kuadran I (positif, positif). Posisi ini menandakan sebuah perusahaan yang kuata dan berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah agresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi. Memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.

  • b.    Kuadaran II (Positif, Negatif). Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomenadasi strategi yang diberikan adalah diversifikasi startegi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun mengahadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisai akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada startegi sebelumnya. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktiknya.

  • c.    Kuadran III (Negatif, Positif). Posisi ini menandaka sebuah organisasi yang lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi startegi yang diberikan adalah ubah startegi artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menagkap peluang yang ada sekaligus memperbaik kinerja organisasi.

  • d.    Kuadran IV (Negatif, Negatif). Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah startegi bertahan. Artinya, kondisi internal organisasi disarankan untuk menggunakan startegi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.

Hasil perhitungan dari koordinat diagram SWOT bernilai positif kedua sumbu tersebut dengan sumbu X didapat nilai dan nilai sumbu Y dengan nilai X = 1,83 dan Y = 2,17. Hasil kedua nilai tersebut sama-sama positif hal ini menandakan posisi pengembangn program TJPS berada pada posisi kuadaran I.

Peluang

Kuadran III


Mendukung Strategi Agresif (1,83 : 2,17)

Kudran I

Kelemahan


Kekuatan


Kuaadran IV

Kuadran II


Ancaman

  • Gambar 1. Penentuan prioritas strategi program TJPS

Berdasarkan Gambar 1 hasil analisis diagram SWOT pada penentuan prioritas strategi program dengan menggunakan Metode Matrix Internal Ekternal menunjukkan kolaborasi faktor internal dengan factor eksternal. Garis lurus pada diagram diatas menunjukkan titik koordinat pada posisi kuadran I ialah situasi yang menguntungkan dimana program TJPS memiliki kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan sehingga cocok menggunakan strategi SO atau strength opportuniti untuk meningkatkan pengembangan program terebut dan didukung dengan strategi pertumbuhan agresif atau growth oriented strategy.

Strategi Alternatif Matrik SWOT

Matriks SWOT merupakan kombinasi antara faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan dengan factor eksternal yaitu peluang dan ancaman sehingga akan membentu kempat alternaif strategi dari kombinasi keduanya.

Tabel 7. Strategi Alternatif Matriks SWOT

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Strength (S)

  • 1.    Sikap petani terhadap pelaksanaan program TJPS sangat baik.

  • 2.    Kelembagaankelompoktani yang kuat

  • 3.    Tersedianya sarana dan prasrana pendukung program TJPS

  • 4.    Tersedianya lahan pertanian yang unggul

  • 5.    Sistem pasar yang terbuka dalam mendukung program TJPS

Weakness (W)

  • 1.    Petani menghadapi perubahan iklim tidak menentu

  • 2.    Minimnya pengetahuan petani terhadap program TJPS

  • 3.    Akses transportasi yang kurang memadai

Opportunity (O)

  • 1.    System birokrasi di BPTP dalam rangka mendukung pelaksanaan program TJPS

  • 2.    Kualitas dan kuantitas SDM di BPTP yang mumpuni.

  • 3.    Program TJPS memberikan manfaat ekonomi dan memberikan dampak positif terhadap perilaku masyarakat

Strategi (S+O)

  • 1.    Membimbing dan memotivasi petani guna memperkuat kelembagaan yang ada dalam rangka pencapaian tujuan program TJPS.

  • 2.    Memanfaatkan dan memaksimalkan sarana dan prasarana guna meningkatkan kehidupan ekonomi dan social masyarakat petani.

Strategi (W+0)

  • 1.    Memberikan metode pengedalian risiko gagal panen dengan cara mengarahkan petani untuk mengikuti asuransi pertanian.

  • 2.    Memberikan pelatihan dan pembinaan terhadap petani terkait pelaksanaan program TJPS.

  • 4.    Orientasi pelaksanaan program TJPS dalam rangka peningkatan kemandirian pangan

  • 5.    Kabupaten Malaka sebagai daerah pertanian lahan kering.

  • 3.    Mendorong petani agar orientasinya tertuju pada peningkatan kemandirian pangan.

  • 4.    Memaksimalkan dan menjadikan Kabupaten Malaka sebagai sumber produk jagung dan memperluas pasar hasil pertanian hingga keluar daerah.

  • 5.    Membuat standar harga produk jagung

3. Melakukan koordinasi antara pemerintah, BPTP dan pihak swasta dalam membina kegiatan ekonomi masyarakat.

Threats (T)

  • 1.    Kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan program

  • 2.    Daya tanggap pegawai BPTP terhadap penyelesaian administrasi pengurusan program TJPS

  • 3.    Ketersediaan infrastruktur dalam rangka mendukung distribusi alat mesin pertanian yang kurang memadai

  • 4.    Adanya kebijakan politis imbas dari pergantian kepeminpinan

Strategi (S+T)

  • 1.    Meningkatkan peran penyuluh dalam mengawasi pelaksanaan program agar terlaksana sesuai prosedur.

  • 2.    Mendorong pemerintah melakukan kebijakan pengadaan infrastruktur guna mendukung mobilitas distribusi alat mesin pertanian kepada petani maupun distribusi hasil usahatani.

  • 3.    Membuat peraturan daerah yang tidak merugikan petani

Strategi (W+T)

  • 1.    Pemerintah Kabupaten Malaka perlu meningkatkan sosialisasi program kepada masyarakat.

  • 2.    Mendorong pemerintah daerah agar dapat membuat kebijakan dan menarik minat pihak swasta untuk berinvestasi didaerah tersebut.

Sumber: Data primer diolah, 2019

Strategi Prioritas QSPM

Strategi QSPM adalah suatu alat yang memungkinkan para penyusun stategi untuk mengevaluasi strategi-strategi alternative secara obyektif berdasarkan pada faktor-faktor kesuksesan internal dan eksternal utama yang telah di identifikasi sebelumnya.

Tabel 8. Hasil analisis matriks QSPM pengembangan program TJPS

No

Strategi Prioritas

Nilai TAS

Urutan Prioritas

1

Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produk

6,435

I

2

Pembentukan dan Penguatan Sistem Kelembagaan

6,208

II

3

Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia

6,068

III

4

Menciptakan dan Mengembangkan Usaha Produktif

5,959

IV

Sumber: Data primer diolah, 2022

Dari hasil perhitungan matrik QSPM (Tabel 8), maka diperoleh alternatif strategi yang paling menarik dan diprioritaskan untuk dilakukan dalam peningkatan pengembangan program TJPS yaitu.

  • 1.    Strategi Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produk

Menurut Badudu (1996) peningkatan adalah menambah kemampuan, mempertinggi, cara hasil, proses kerja meningkatkan atau peningkatan adalah proses, cara perubahan meningkatkan dengan cara usaha. Strategi peningkatan dalam pengembangan program TJPS adalah untuk meningkatkan kualitas produk dan dalam jumlah yang besar agar tujuan program dapat tercapai. Produk dalam program TJPS adalah jagung, sapi dan produk turunan limbah jagung maupun sapi. Kualitas produk dalam program TJPS maksud kualitas produk dalam kajian ini adalah kemampuan suatu produk untuk melaksanakan fungsinya meliputi

daya tahan keandalan, kegunaan, dan memiliki nilai tambah lainnya agar mampu bersaing dan bertahan dengan produk saingannya di pasaran. Dapat diketahui bahwa road map pengembangan program TJPS pada saat di rancang adalah untuk meningkatkan taraf hidup petani yang artinya ketika petani memproduksi jagung maka minimal 70% dari ussaha tani tersebut harus dijual untuk memenuhi pasar dan 10% untuk pangan rumah tangga dan 10% untuk membeli bakalan sapi.

Strategi ini menjadi suatu keharusan bagi petani di Kabupaten Malaka dengan mempertimbangkan kondisi lapangan dan hasil survey bahwa untuk memberikan dampak ekonomi yang besar adalah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk melalui inovasi, kreativitas maupun dengan pemberdayaan lingkungan sekitar.

  • 2.    Pembentukan dan Penguatan Sistem Kelembagaan

Strategi kedua adalah pembentukan dan penguatan kelembagaan petani, jaringan kelembagaan lokal dan kebijakan pembangunan daerah. Prinsip kemitraan berbagai pihak merupakan sebuah kunci keberhasilan dalam membangun kerjasama. Akan tetapi menurut kenyataan di lapangan, petani sebagai mitra program berada pada posisi paling lemah sehingga diperlukan pemberdayaan dan pembinaan yang masif. Melalui kegiatan pendampingan dan pengawasan yang diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan petani, sehingga pada saat mereka melaksanakan program secara mandiri dapat memiliki peran yang sebanding dengan mitra lainnya. Melalui kegiatan kelompok diharapkan dapat ditemukan ide-ide atau gagasan yang selanjutnya akan dikembangkan secara bertahap sebagai proses pembelajaran partisipatif demi kemajuan petaninya. Antar kelompok tani juga dapat membentuk jaringan baik di bidang kegiatan usaha produktif, sharing pengetahuan dan pengalaman, informasi dan yang lebih penting adalah dalam rangka menghimpun kekuatan bersama sehingga mereka memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lebih kuat dalam menghadapi pasar.

Penguatan peran kelembagaan petani dalam meningkatkan kemampuan inovasi dan peran pada dasarnya dimaksudkan untuk mengatasi masalah ketergantungan petani pada saluran informasi formal (pemerintah), efektivitas layanan informasi bagi petani serta menjembatani petani yang aksesnya rendah, realisasi UU No. 16/2006 (Sistem Penyuluhan Pertanian), No. 19/2013 (Pemberdayaan Perlindungan Petani), Peraturan Menteri Pertanian No. 82/ Permentan /OT.140/8/2013 (Pedoman Pengembangan Kelompok Tani dan Asosiasi Petani) dan No.14 tahun 2008 (Pengungkapan Informasi Publik). Secara khusus, memperkuat peran kelembagaan petani sangat penting dalam menghadapi kompleksitas peluang dan tantangan pembangunan pertanian di masa depan, kemajuan dalam teknologi informasi, konvergensi komunikasi, inovasi perbatasan, akses pasar dan sumber daya lainnya, dan daya saing kelembagaan petani.

  • 3.    Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia

Peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pelatihan, belajar bersama, diklat, studi banding dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilakukan oleh pihak pemeritah, BPTP dan instansi terkait lainnya yang dapat juga bekerjasama dengan perguruan tinggi. Strategi ini ditujukan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan

petani dalam pelaksanaan program TJPS di Kabupaten Malaka. Pada era sekarang ini, pengembangan sumberdaya manusia menjadi hal yang penting dan krusial. Pasalnya, di dalam pengembangan SDM tersebut terdapat pembentukan personal yang kualitasnya baik dalam hal keterampilan, loyalitas kerja, hingga kemampuan individu dalam bekerja.

Petani yang memiliki kualitas SDM yang baik, maka akan berdampak pada performa dan kemajuan dalam mengusahakan usahataninya. Sehingga pengembangan SDM menjadi sangat penting untuk dilakukan dan diprioritaskan. Hal ini juga di sampaikan oleh Menteri Pertanian Republic Indonesia Syahrul Yasin Limpo bahwa pengembangan kapasitas SDM pertanian menjadi sala satu tugas pokok BPPSDMP dalam pembangunan pertanian. Ia mengatakan bahwa peningkatan kualitas SDM menjadi sala satu focus kementerian pertanian. Selanjutnya terdapat tiga pilar dalam peningkatan SDM pertanian. Pilar pertama adalah penyuluhan pilar kedua adalah pelatihan dan ketiga adalah pendidikan semua harus berjalan bersama dan seimbang sehingga akan berdampak pada peningkatan produktivitas.

  • 4.    Menciptakan dan Mengembangkan Usaha Produktif

Kegiatan usaha produktif diarahkan untuk meningkatkan pendapatan petani yang berarti penguatan masyarakat dibidang ekonomi. Jenis kegiatannya berupa pengembangan usaha integrasi jagung sapi yang sudah ada, atau membuka bidang usaha baru. Penguatan masyarakat melalui pendekatan ekonomi akan dapat meningkatkan motivasi anggota kelompok tani dalam berkelompok karena sebagian kepentingan mereka dapat terpenuhi. Di pihak lain, keberhasilan dalam peningkatan ekonomi petanidapat memotivasi petani lain untuk ikut dalam program TJPS. Sehingga keberhasilan kegiatan pendampingan memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang kegiatan-kegiatan selanjutnya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • 1.    Hasil analisis interval pada implementasi program tanam jagung panen sapi pada Kelompok Tani Molos Oan, Kabupaten Malaka menunjukkan pada kategori tinggi/baik dengan skala 4,20 yang menjelaskan bahwa program tersebut terlaksana sesuai dengan harapan bersama.

  • 2.    Faktor internal dan eksternal yang mempenagruhi keberhasilan implememtasi program tanam jagung panen sapi adalah factor kekuatan dengan total skor 1,85 dan factor peluang dengan perolehan skor 2,17 yang berarti bahwa factor kekuatan lebih besar dari kelemahan dan peluang lebih besar dari pada ancaman dan berada diposisi yang sangat menguntungkan karena memiliki kekuatan dan peluang yang dapat dimanfaatkan dengan maksimal.

  • 3.    Strategi penyempurnaan peningkatan yang ditawarkan pada program TJPS Petani maupun BPTP harus mendukung kebijakan pertumbuhan secara integrasi yaitu (1) Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produk, (2) Pembentukan dan Penguatan Sistem Kelembagaan, (3) Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia, dan (4) Menciptakan dan Mengembangkan Usaha Produktif.

Saran

Pemerintah daerah lewat BPTP diharapkan melakukan pengawasan terhadap keterlibatan pihak swasta dalam upaya penguatan dan peningkatan hasil Produksi dimana fungsi kelembagaan tersebut sebagai fasilitator dan koordinator. Selain itu, diharapkan juga dapat memfasilitasi peningkatan akses masyarakat kepada informasi pasar dan teknologi melalui revitalisasi pelayanan, penyuluhan, maupun menjalin kemitraan dengan lembaga- lembaga jasa pengembangan bisnis. Selanjutnya diperlukan penelitian lanjutan yang mengkaji implementasi program dalam skala lingkup provinsi secara umum.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan. 2015. Potret Jagung Indonesia: Menuju Swasembada Tahun 2017. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.

Basuki, T. 2018. Suatu Manajemen Usahatani Mengawali Implementasi Integrated Farming System (IFS) di Kawasan Lahan Kering Kepulauan. Materi Pelatihan disampaikan pada Pelatihan Teknis Pengelolaan Lahan Kering Bagi Pendamping Lapangan Tanggal 9 sampai 14 Desember 2018 di Hotel Ilive Kupang.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malaka. 2019. PDRB atas Harga Konstan Tahun 2015-2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten Malaka.

Budiman, H. 2012. Budidaya Jagung Organik. Varietas Baru yang Kian Diburu. Pustaka Baru Putra. Yogyakarta.

Dinas Pertanian Dan Ketahanan Pangan NTT. 2020. Petunjuk Pelaksanaan Program Integrasi Jagung – Ternak “Model Tanam Jagung Panen Sapi” Periode April – September Tahun 2020 Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kupang.

Swastika, D.K.S. 2011. Membangun Kemandirian Dan Kedaulatan Panganuntuk Mengentaskan Petanidari Kemiskinan. Pengembangan Inovasi Pertanian. 4(2): 103117

Taek, et al.,…|732