Manajemen Pengelolaan Sampah di Kota Serang
on
Jurnal Manajemen Agribisnis
Vol.10, No.4, Mei 2022
E- ISSN: 2684-7728
Manajemen Pengelolaan Sampah di Kota Serang
The Waste Management in Serang City
Ni’mattulah*) Agus Sjafari Riswanda
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Indonesia
*) Email: Nikmattullah7@gmail.com
ABSTRACT
Dump removal has been a remaining issue in Serang, the capital city of Banten Province. Domestic waste could be seen on some side roads over illegal dumping. The local government comes out with a yet-to-be proper responds to the problem. This study aims at assessing the implementation and waste management based on the law no 10 year 2012 concerning waste management in the City. The research aproach is descriptive qualitative underpinning critical systemic thinking paradigm. This study adapts Van Metter Van Horn policy model to frame the issue. The findings indicate that the waste management policy needs to be reconstructed in terms of budgeting and resources. Relocating and redistributing are vital to network all stakeholders related to the waste management issue. Public communication and public education are a necessity given the dump removal issue has long been dominated by government lenses, excluding those at the receiving ends of the policy.
Keywords : Environment, Management, Policy, Waste
ABSTRAK
Sampah menjadi permasalahan di Kota Serang yang hingga saat ini belum dapat tertanggulangi dengan baik. Terbukti masih banyaknya timbulan sampah di bahu-bahu jalan Kota Serang. Penelitian ini bertujuan menganalisis implementasi dan manajemen pengelolaan sampah berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Serang. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan Critical Systemic Thinking, menggunakan model implementasi yang diusulkan oleh Van Metter Van Horn. Temuan menunjukkan bahwa belum tercapainya tujuan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah dengan baik, keterbatasan jumlah anggaran serta efisiensi jumlah fasilitas yang ada belum tercapai untuk mendukung pengelolaan sampah, masih adanya ketidakjelasan dalam pembagian kewenangan antar pemangku kepentingan dan proses penyediaan infrastruktur kaitannya dengan pengelolaan persampahan, sistem pengelolaan sampah dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Serang belum terselenggara secara optimal, adanya hambatan komunikasi yang kurang optimal, dan kurangnya kesadaran masyarakat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian
sebelumnya terletak pada cakupan pembahasan implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota Serang. Penelitian ini, selain membahas aktualisasi kebijakan pengelolaan sampah juga memberikan sebuah solusi alternatif yang dapat digunakan sebagai rujukan atau rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Serang yang lebih efektif dan efisien.
Kata kunci : Kebijakan, Lingkungan, Manajemen, Sampah
PENDAHULUAN
Sampah dan limbah merupakan salah satu problematika yang hingga kini masih dihadapi secara global. Problematika ini terhubung dengan pertumbuhan penduduk, ekonomi, serta perilaku konsumtif masyarakat (Badan Pusat Statistik, 2018). Segala aktivitas manusia atau hewan yang memengaruhi hilangnya daya guna sehingga tidak lagi dibutuhkan dikategorikan sebagai sampah (Theisen, 2013:28). Jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya akan terus bertambah beriringan dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya aktivitas penduduk sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh (Prajati G, Tri Padmi, 2015) bahwa kenaikan jumlah penduduk pada suatu wilayah berpengaruh terhadap persentase kenaikan timbulan sampah.
DKI Jakarta sebagai ibukota negara setiap tahunnya selalu menempati urutan pertama. Hal ini dianggap menjadi hal yang lumrah bagi setiap wilayah ibukota negara yang notabene menjadi pusat seluruh kegiatan masyarakat. Semakin tingginya orang ingin tinggal di perkotaan diikuti berbagai macam problem seperti sampah lingkungan, kemacetan, keamanan dan sebagainya (Islahuddin, 2016). Salah satu daerah penyangga ibukota yang turut menerima dampak dari permasalahan lingkungan ini adalah Kota Serang. Kota Serang menjadi satu-satunya wilayah di ibukota penyangga yang termasuk dalam 10 besar produksi sampah tertinggi di Indonesia tahun 2017-2019. Kota Serang menempati urutan ke-8 dengan produksi sampah mencapai 1.666 ton per m3 per hari pada tahun 2017 dan 1.684 ton per m3 per hari pada tahun 2018. Sementara di tahun 2019 Kota Serang menempati urutan ke-7 dengan jumlah produksi sampah 1.702 ton per m3 per hari.
Kota Serang berkembang menjadi wilayah yang semakin ramai dimana segala bentuk kegiatan masyarakat berotasi selama satu minggu penuh. Kota Serang berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Selain faktor kelahiran dan kematian, imigrasi menjadi salah satu faktor yang vital dalam pertambahan penduduk.
Lingkungan yang sehat dapat tercapai melalui penanggulangan sampah secara ekstensif dan terkonsolidasi serta adanya keterlibatan masyarakat yang berperan secara konstruktif. Adapun tujuan pengelolaan sampah seperti yang tercantum pada pasal 3 Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pegelolaan Sampah yaitu sampah didayagunakan sebagai salah satu sumber daya sehingga lingkungan sehat dan terjaga kelestariannya.
Sistem pengorganisasian sampah dan pelaksanaan kebijakan tersebut di Kota Serang belum berjalan dengan baik yang dibuktikan oleh karakteristik timbulan sampah yang masih tergolong besar dan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Untuk lebih jelas, berikut ini disajikan data lengkap jumlah produksi sampah, volume sampah terangkut dan persentase sampah yang terangkut di Kota Serang tahun 2017-2020 pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah produksi, volume angkut dan persentase sampah terangkut per hari di Kota Serang tahun 2017-2020
Tahun |
Jumlah Produksi (ton /m3) |
Volume Sampah Terangkut (ton /m3) |
Persentase Sampah Terangkut (%) |
2017* |
1666 |
620 |
37,2 |
2018* |
1684 |
875 |
51,96 |
2019* |
1702 |
1011 |
59,40 |
2020** |
1622 |
886 |
54,62% |
Sumber: *Statistik Lingkungan Hidup Indonesia, 2019-2020
**Dinas Lingkungan Hidup Kota Serang, 2020
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah volume sampah terangkut per hari di tahun 2017 adalah 620 ton per m3 atau mencapai 37,2% dan tahun 2018 adalah 875 ton per m3 atau mencapai 51,96% jumlah produksi sampah. Sedangkan di tahun 2019, Kota Serang mampu meningkatkan kapasitas angkutnya dengan penambahan pada volume sampah terangkut per hari menjadi 1.011 ton per m3 atau mencapai 59,40% dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2020 yaitu 886 ton per m3 atau mencapai 54,62%. Namun hasil tersebut menggambarkan bahwa persentase sampah terangkut di Kota Serang pada tahun 2017-2020 masih rendah karena masih ada lebih dari 40% jumlah produksi sampah tiap harinya yang tidak terangkut menuju TPS maupun TPA. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui masih banyak permasalahan terkait dengan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Serang. Oleh sebab itu, penelitian ini berfokus pada topik penerapan kebijakan Pemerintah Daerah (selanjutnya disebut Pemda) Kota Serang terkait manajemen pengelolaan sampah dengan judul “Manajemen Pengelolaan Sampah di Kota Serang”.
TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Pengelolaan Sampah
Menurut hasil sintesis dari Terry (2009) dan Damanhuri (2010), Manajemen pengelolaan sampah merupakan suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud yang nyata, dalam konteks ini pengelolaan sampah. Hal tersebut meliputi pemupukan sampah yang terjadi dari berbagai sumber harus segera diangkat, selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi ialah cara yang dilakukan agar suatu kebijakan dapat tercapai (Nugroho, 2014). Namun, dalam praktiknya implementasi menjadi salah satu proses yang memiliki kompleksitas dan sering kali dijumpai muatan politis berupa intervensi beragam kepentingan (Agustino, 2014: 138). Sifat penerapan kebijaksanaan berpengaruh terhadap proses implementasi sehingga menimbulkan berbagai perbedaan. Teori ini disebut sebagai a model of the policy implementation process. Model tersebut berkembang pada tahun 1975 dan dikenal sebagai Model Van Meter dan Van Horn. Model tersebut juga menghubungan antara isu kebijakan dengan penerapannya serta paradigma antara kebijakan dengan prestasi kerja atau
performance.
Model Van Metter Van Horn
Model Van Meter dan Van Horn mengharuskan adanya ketersediaan sumberdaya sebagai implementasi suatu kebijakan. Efektivitas implementasi terjamin ketika standardisasi, target kebijakan komunikasi tiap-tiap organisasi, serta pengukuhan aktivitas sosial, ekonomi, dan politik jelas. Sementara itu, struktur birokrasi pelaksana yang meliputi karakteristik norma dan pertalian yang potensial dan aktual memberikan pengaruh terhadap kesuksesan implementasi.
Variabel dalam organisasi pelaksana terdiri dari: (1) kapabilitas dan jumlah pekerja, (2) ruang lingkup dan derajat pengelolaan, (3) sokongan politik, (4) kekuatan organisasi, (5) persentase keterbukaan dan kebebasan komunikasi, dan (6) relasi dengan pembuat kebijakan. Dalam hal ini ekonomi juga memiliki pengaruh atas implementasi kebijakan. Penentuan ketinggian kinerja kebijakan bergantung pada seluruh faktor yang membentuk sikap pelaksana.
Variabel kebijaksanaan berhubungan erat dengan tujuan pada rancangan awal serta segala sumber yang ada. Badan-badan pelaksana terdiri atas organisasi formal dan informal. Sementara itu, interaksi berupa komunikasi setiap organsasi dan segala kegiatan pelaksanaan menjangkau koneksi pada lingkungan politik dan sasaran kebijakan. Hal ini berorientasi pada pengoperasian yang dijalankan di lapangan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis kualitatif Critical Systemic Thinking. Pendekatan ini menempatkan peneliti sebagai instrumen vital. Selain itu, penelitian dikumpulkan secara unifikasi dan dianalisis secara induktif (Sugiyono, 2015:9). Data seperti transkripsi wawancara atau observasi yang telah dikumpulkan dan dianalisis, diolah secara deskriptif.
Penelitian ini memakai pendekatan Analisis Kualitatif Kontemporer dengan mempertimbangkan kompleksifitas sosial-politik yang terjadi di masyarakat umum, dimana terdapat degradasi kepercayaan terhadap institusi pemerintah yang langsung atau tidak langsung dapat memengaruhi kebijakan tertentu. Hal ini tampaknya sesuai dengan kondisi regulasi terkait persampahan, yang sejak awal diragukan oleh masyarakat dalam memberikan kehidupan layaknya. Fukuyama dalam Riswanda (2016) menyoroti bagaimana global dan asian crisis years menyumbang degradasi kepercayaan masyarakat pada institusi publik, dimana kemudian pada derajat tertentu kebijakan pemerintah yang tidak tepat, terutama berkaitan dengan masalah lingkungan justru menyokong beralihnya kepercayaan masyarakat dari institusi publik kepada nilai social capital. Menggunakan frase Fukuyama, ‘moral hazards’ membawa dampak terciptanya social order tersendiri di segmen tertentu dalam masyarakat. Riswanda memberikan catatan penting bahwa gradasi kerumitan masalah publik membutuhkan sebuah analisis kualitatif kontemporer dimana analiskebijakan dituntut untuk mengkaji sebuah masalah publik, cikal masalah kebijakan, memakai sudut pandang multilensa atau multi-pendekatan, disertai kreativitas memadukan lebih dari satu varian pendekatan dalam domain penelitian kebijakan.
Critical systemic thinking menyarankan peneliti untuk berpijak pada dua aspek. Satu, untuk tidak terkungkung pada penggunaan satu teknik penelitian saja. Dua, gabungan dari critical ethnography’ (Carspecken, 1996 dan Denzin, 2001) dan case study (Yin, 1994; Sjoberg et.al,
Ni’mattullah, et al.,…|538
1991; Stake, 1995) dalam penelitian kualitatif, misalnya, dapat menjembatani voicing (apresiasi narrative interview) (Riswanda, 2016).
Critical systemic thinking memberikan apresiasi pada kedalaman argumen yang digali dari, menggunakan frase Ulrich, ketidaksempurnaan rasionalitas (imperfect rasionality) yang keluar dari tipikal realitas keseharian masyarakat sesuai konteks keberadaannya. Paduan depth-interviewing, narrative-reflection, critical ethnography, dan case study approaches membantu analis kebijakan saat berhadapan dengan permasalahan publik fenomenal, menuai pro-kontra dan memiliki efek meluas. Keseimbangan perspektif etic dan emic peneliti menentukan seberapa jauh critical systemic thinking memperkaya metode penelitian kebijakan (publik) (Riswanda, 2016). Dapat diketahui bahwa critical systemic thinking pada dasarnya merupakan salah satu pendekatan dalam menganalisis kebijakan (publik) dengan mendorong kreatifitas peneliti kebijakan dalam memadukan teknik penelitian dan kombinasi multi-perspektif yang relevan dengan kajian penelitian dalam menjembatani peneliti dengan pembuat kebijakan dan menghilangkan sekat (boundary judgement) antar argumen para kaum terpinggirkan dengan kaum yang berpengaruh dalam pembuatan kebijakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Perda) Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah yang diterbitkan oleh Pemda Kota Serang, mengacu pada ketetapan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa pengelolaan sampah pada setiap daerah diatur oleh masing-masing daerah melalui Perda.
Manajemen pengelolaan sampah yang dilaksanakan di Kota Serang selama ini pada dasarnya telah memenuhi SOP baik dalam pengambilan dan pengangkutan sampah oleh DLH dari sumber ke TPA, oleh DLH dari TPS ke TPA maupun oleh masyarakat langsung ke TPA. Kegiatan pelayanan pengelolaan sampah ini kemudian dilaporkan kepada pimpinan baik secara lisan maupun tertulis berupa laporan kegiatan. Pada penelitian ini terdapat 6 (enam) dimensi yang menjadi fokus pembahasan lebih lanjut terhadap implementasi Perda Pengelolaan Sampah di Kota Serang yang akan dikaji secara lebih spesifik sebagaimana teori implementasi menurut Van Meter Van Horne dengan menggunakan pendekatan analisis kualitatif kontemporer Critical Systemic Thinking.
Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Program atau kebijakan yang terwujud atau tidak terwujud dengan jangka pendek, menengah, atau panjang, menghendaki target yang disebut ukuran dan tujuan. Target atau sasaran harus memiliki kejelasan yang secara eksklusif dapat terlihat untuk mengukur kesuksesan kebijakan atau program yang diterapkan. Ukuran dan tujuan kebijakan yang diatur oleh Pemda Kota Serang secara garis besar diatur dalam Perda Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah. Peraturan tersebut salah satunya mengatur lingkungan khususnya mengenai sampah di Kota Serang.
Perda Pengelolaan Sampah tidak spesifik secara rinci hanya mengatur pengelolaan sampah saja. Namun masih bersifat secara umum dalam pengelolaan persampahan. Diakui pemerintah pemerintah masih kesulitan mengimplementasikan kebijakan dari Perda tersebut. Hal tersebut dibuktikan permasalahan lingkungan seperti pengelolaan sampah yang berserakan dibeberapa sudut di Kota Serang.
Perda pengelolaan sampah ini dibuat oleh Pemerintah Kota (selanjutnya disebut Pemkot) sebagai wujud tanggung jawab Pemerintah kepada masyarakat akan masalah sampah yang meresahkan. Pada dasarnya tujuan kebijakan seharusnya tidak hanya dijadikan sebagai wujud tanggung pemerintah kepada masyarakat melainkan juga sebagai upaya edukasi dan pembentukan moral yang baik melalui dukungan secara penuh dari pemerintah daerah kepada masyarakat, mulai dari sosialisasi, pelatihan, sampai kepada pembentukan budaya cinta terhadap lingkungan. Sehingga tidak terkesan hanya seperti rutinitas siklus pembuatan kebijakan yang selama ini dianggap telah selesai ketika kebijakan tersebut telah dibuat dan disahkan oleh kepala daerah. Oleh karena itu dalam penerapan Perda Pengelolaan Sampah di Kota Serang diperlukan aturan perencanaan pengelolaan sampah, penyelenggaraan pengelolaan sampah, kompensasi, pengembangan penerapan teknologi, sistem informasi, peran serta masyarakat dan pembinaan.
Tujuan dari kebijakan pengelolaan sampah di Kota Serang adalah untuk menciptakan nilai ekologis (ecology value)demi terwujudnya keberlangsungan lingkungan yang berkelanjutan (sustainable environmental), namun tidak dapat dipungkiri fakta (facts) di lapangan menunjukkan budaya masyarakat yang masih melekat dengan kebiasaan “suka membuang sampah sembarangan” sehingga Pemkot Serang harus mampu mengambil sudut pandang multilensa dalam penerapan kebijakan pengelolaan sampah ini. Di satu sisi penegakan Perda, namun di sisi lain melakukan pendekatan dan edukasi yang baik kepada masyarakat dalam upaya pengelolaan sampah di Kota Serang.
Sumber Daya
Sumber daya memegang peran penting dalam implementasi kebijakan. Sumber daya yang disediakan tentunya harus dapat mencakup ranah finansial dan kelayakan sarana serta prasana agar dapat dijalankan dengan baik. Anggaran penanganan sampah dari APBD Kota Serang harus dialokasikan dengan baik sehingga dapat menunjang pembiayaan pelaksanaan program terkait penanggulangan sampah. Pada tahun 2020, DLH mendapat anggaran sejumlah Rp. 32.637.993.880. Anggaran tersebut diantaranya dimanfaatkan dalam pengorganisasian peningkatan operasional, konservasi sarana prasana, serta biaya untuk pasukan kuning dalam satu tahun, yang dianggarkan dengan jumlah Rp. 13.779.860.000.
Berdasarkan data yang dikumpulkan melalui berbagai instrumen penelitian, sarana yang dimaksud ialah armada sampah sebagai pengangkut sampah di beberapa kecamatan dan kelurahan Kota Serang. Minimnya jumlah sarana yang dimiliki oleh Pemda, tidak mematahkan semangat pelaksanaan program sehingga dapat terselenggara secara optimal. Pemda juga melakukan antisipasi untuk menghindari keterlambatan pengangkutan sampah di pemukiman penduduk, sekalipun pada daerah yang sulit terjangkau. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah armada yang terbatas seringkali menghambat keterjangkauan pelayanan pengangkutan sampah di seluruh daerah.
Sumber daya sarana dan prasarana dalam menunjang pengelolaan sampah terdapat 35 dump truck, kendaraan roda 6 dengan kondisi 10 rusak berat, 3 rusak ringan dan 22 baik. Kendaraan operasional amrol terdapat 15 amrol kendaraan roda 6 dengan kondisi 3 rusak berat, 1 rusak ringan dan 11 baik. Selain itu, Tempat Pembuangan Sementara (TPS) terdapat 58 TPS bata yang tersebar di beberapa sudut Kota Serang diantaranya TPS Yumaga, TPS Benggala RSUD sedangkan TPS kontainer terdapat 42 TPS yang tersebar di beberapa sudut Kota Serang diantanya TPS Kontainer Terminal Cipocok, TPS Kontainer Taman Sari.
Ketersediaan sumber daya merupakan implementasi kebijakan variabel terpenting karena
Ni’mattullah, et al.,…|540
menjadi penunjang kesuksesan. Dana atau insentif lain termasuk dalam ruang lingkup sumber daya penunjang implementasi kebijakan yang efektif. Dalam praktiknya, keterbatasan dana menjadi penghambat terselenggaranya berbagai program yang telah direncanakan oleh pihak terkait. Merujuk pada data di atas, sumber-sumber daya yang disiapkan oleh implementor belum tersedia secara baik, sehingga tujuan implementasi pengelolaan sampah masih terhambat. Keterbatasan sumber daya menjadi salah satu penyebab terhambatnya kinerja, seperti sumber-sumber daya yang digunakan saat ini adalah sarana, prasarana dan juga anggaran yang sangat minim. Sebab hal ini sangatlah berpengaruh terhadap kinerja para pelaksana kebijakan Kota Serang. Seperti yang sudah dijelaskan pada latar belakang, selama ini anggaran pengelolaan sampah yang dianggarkan hanya berkisar kurang dari 3% dari total APBD Kota Serang padahal anggaran minimal yang harus dianggarkan masing-masing pemerintah daerah dalam hal pengelolaan sampah adalah sebesar 3-4% dari total APBD tahun berjalan. Untuk itu, perlu adanya peningkatan mulai dari anggarannya sampai dengan sarana serta prasarana yang harus segera dipenuhi agar permasalahan lingkungan di Kota Serang ini dapat segera dituntaskan.
Karakteristik Agen Pelaksana
Fragmentasi yang terjadi pada struktur birokrasi dapat memengaruhi tingginya kegagalan komunikasi. Hal ini memberikan sinyal pada para pelaku kebijakan bahwa terdapat gangguan instruksi. Fragmentasi tersebut merenggut keleluasan kapabilitas para pejabat tinggi dalam mengalokasikan seluruh sumber daya terkait pada suatu yuridis. Fenomena ini berdampak pada hilangnya efisiensi serta pemborosan sumber daya. Organisasi pelaksana dalam konkretisasi penanggulangan sampah di Kota Serang terdiri atas organisasi formal dan informal yang turut serta dalam pengaktualan kebijakan Perda Nomor 10 Tahun 2012.
Kerjasama yang solid dari berbagai pihak dapat mewujudkan keberhasilan realisasi kebijakan. Sebaliknya, fragmentasi pada organisasi dapat menjadi penghalang dalam mewujudkan kebijakan. Salah satu ranah yang dapat mempermudah penyeragaman atau penertiban tindakan para pelaksana kebijakan ialah SOP atau Standar Operasional Prosedur. Artinya, kebijakan disalurkan kepada para pelaksana kebijakan atau pihak-pihak terkait, sehingga target kebijakan dapat memahami segala hal yang harus disiapkan atau dilakukan agar efisiensi tujuan dapat tercapai.Penanggulangan sampah dilakukan oleh organisasi pelaksana yang terdiri dari organisasi formal dan informal. Karakteristik yang sesuai dan kecocokan pada organisasi pelaksana memengaruhi kinerja realisasi kebijakan. Karakteristik pada realisasi kebijakan publik yang dimaksud ialah tegas, disiplin, ketat, dan tertib guna mengontrol tindakan masyarakat yang radikal, sesuai dengan aturan dan sanksi hukum yang berlaku.
Nilai (value) yang selama ini ada di masyarakat, harus dapat dipastikan sejalan dengan nilai (value) yang ingin dicapai oleh pembuat kebijakan, dengan catatan kedua nilai (value) ini harus tetap pada tataran batas kewajaran. Nilai (value) yang berjalan secara beriringan akan lebih mudah dicapai dibanding nilai yang bertentangan. Semua unsur baik pemerintah, swasta maupun masyarakat memiliki tujuan dan kepentingan yang sama yaitu mencapai lingkungan yang sehat, bersih dan berkelanjutan. Hanya saja dalam praktiknya, harapan dari unsur pelaksana ini masih belum dapat disinergikan dengan baik. Masih ada beberapa pihak yang ingin suara (voice) golongan mereka saja yang diperdengarkan tanpa mempertimbangkan suara (voice) pihak lain yang memiliki kepentingan yang sama. Berdasarkan kondisi inilah seharusnya para aktor pelaksana memiliki komitmen yang baik untuk mempersatukan
persepsi guna pencapaian tujuan kebijakan pengelolaan sampah dalam rangka mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan (sustainability environmental).
Berbagai perangkat daerah dan pemerhati selama ini bertindak sebagai pelaksana pengelolaan sampah. Dalam proses perjalanannya ini, sepenuhnya dikoordinasikan oleh DLH sebagai organisasi perangkat daerah yang secara teknis maupun secara struktural berada pada ranah koordinasi kerjanya. Sebagaimana disebutkan oleh informan diantaranya OPD DPRD, Kecamatan dan Kelurahan. Keberadaan organisasi perangkat daerah itu, sebenarnya satu kesatuan yang terintegrasi dan juga terlibat organisasi-organisasi non pemerintah di dalamnya. Kerja sama organisasi perangkat daerah sangat diperlukan untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Program yang telah dirumuskan secara internal organisasi disampaikan dalam forum rapat koordinasi, sehingga Walikota Serang mendapatkan pengayaan yang tepat dan cukup memadai untuk pengimplementasian kebijakan. Selain itu, dapat memudahkan bagi organisasi yang terlibat untuk mengimplementasikan kebijakan secara operasional di lapangan. Keterlibatan pemerintah daerah selaku pembuat kebijakan memang sangat penting dalam implementasi kebijakan pengelolaan sampah. Namun, tidak kalah penting adalah keterlibatan masyarakat selaku pelaksana kebijakan dan pihak utama yang akan terimbas dan terdampak secara langsung atau tidak langsung atas diterapkannya kebijakan ini. Aspirasi masyarakat selaku pelaksana kebijakan menjadi aspek paling utama untuk dipertimbangkan mengingat lingkup kebijakan ini tidak hanya bersifat satu arah yang melibatkan pemerintah saja, melainkan akan melibatkan dan berdampak pada seluruh pihak. Aspirasi masyarakat harus mampu dikoordinir dengan baik oleh pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan sebagai upaya pembentukan loyalitas dan tanggung jawab baik dari pemerintah dan masyarakat dalam menjamin keberlangsungan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan sampah di Kota Serang yang efektif dan efisien.
Secara garis besar dapat dipetakan berbagai pihak yang harus turut serta dalam mendukung realisasi Perda Pengelolaan Sampah di Kota Serang guna mewujudkan lingkungan Kota Serang yang bersih dan berkelanjutan. Pihak-pihak tersebut dipetakan pada Gambar 1.
Sumber: Diolah Peneliti (2021)
Gambar 1. Aktor Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah
Sikap (Disposisi) Pelaksana
Pengelolaan sampah di Kota Serang, secara program sudah dikoordinasikan oleh Pemkot Serang dan langsung dipimpin oleh Walikota Serang, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat unsur pelaksana yang tidak berjalan secara bersama-sama. Sebagaimana digambarkan salah satu organisasi perangkat daerah yaitu pihak Kecamatan dan Kelurahan yang terlibat dalam kebersihan lingkungan selama ini dipandang hanya sekadar menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kepala wilayah semata.
Keberhasilan aktualisasi kebijakan publik bergantung pada penerimaan atau penolakan para pelaksana. Kebijakan yang berasal dari pusat atau top down memungkinkan kecenderungan para pelaksana kurang atau bahkan tidak mengimplementasikan sebagaimana yang dikehendaki oleh pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan dinilai sekadar meraba persoalan yang dialami para pelaksana tanpa mengetahui atau menyentuh berbagai kebutuhan, kehendak, atau problematika dilematik yang dialami oleh para pelaksana. Masing-masing unsur dari model yang dibahas harus diseleksi berdasarkan kacamata pelaksana terkait yuridiksi kebijakan tersebut dilahirkan (Van Metter dan Van Horn, Van Meter, 1975). Pelaksana memberikan tiga respon yang memungkinkan terlaksananya kebijakan di lapangan, yaitu kognisi yang meliputi netralisasi, komprehensi, dan penolakan, serta intensitas tanggapan tersebut.
Pelaksanaan program pengelolaan sampah memiliki prinsip-prinsip yang berbeda dalam memahami tugas dan fungsinya sebagai organisasi yang menangani bidang lingkungan. Penanganan lingkungan tersebut diantaranya pengelolaan sampah di Kota Serang sebagaimana sudah tertuang dalam Peraturan Daerah Pengelolaan Sampah. Namun secara implementif memang sering terjadi ketidaksejalanan antarorganisasi. Secara operasional sebenarnya tidak ada yang disebutkan tugas pokok dan tugas tidak pokok, namun yang ada adalah bahwa semua organisasi perangkat daerah memiliki fungsi-fungsi lingkungan yang harus dijalankan sesuai dengan kemampuannnya.Berbagai tanggapan yang disampaikan oleh organisasi perangkat daerah itulah, menyebabkan program pengelolaan sampah tidak berjalannya dengan baik.
Secara konseptual, interpretasi tujuan umum serta parameter dan target kebijakan merupakan kesatuan yang vital. Kesuksesan realisasi kebijakan perlu disertai dengan kesadaran ekstensif atas kehadiran kebijakan tersebut. Artinya, ketidakpatuhan para pelaksana atas suatu kebijakan yang berlaku menyebabkan kegagalan pengaktualan kebijakan. Dalam kondisi seperti inilah persepsi individu memegang peran. Dalam keadaan ketidaksesuaian kognitif, individu mungkin akan berusaha menyeimbangkan pesan yang tidak menyenangkan dengan persepsinya tentang apa yang seharusnya menjadi keputusan kebijakan.
Sikap pelaksana kebijakan dipengaruhi oleh pandangannya terhadap suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan terhadap kepentingan organisasi dan kepentingan pribadi. Intensitas disposisi para pelaksana kebijakan dapat memengaruhi pelaksanaan suatu kebijakan, kurang atau terbatasnya intensitas disposisi akan dapat menyebabkan gagalnya dalam mengimplentasikan suatu kebijakan. DLH Kota Serang, menjadi organisasi yang paling diharapkan untuk memasukan program pengelolan sampah. Bentuk program yang dilakukan terutama dalam bentuk Pengelolaan sampah di Kota Serang masih dilakukan melalui bank sampah, daur ulang menjadi kompos, gas cair dan karbon untuk mengurangi volume sampah dari hulu hingga menjadi sampah residumelibatkan unsur Kecamatan dan Kelurahan dalam rangka meningkatkan kebersihan dilingkungannya. Kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah rumah tangga salah satunya dilakukan melalui Program Bank Sampah. Sosialisasi tentang
program bank sampah di Perumahan Griya Permata Asri Kota Serang sebagai bentuk upaya menanggulangi permasalahan sampah yang disebabkan oleh tingginya laju pertambahan penduduk dan pola konsumtif masyarakat yang variatif. Akibatnya, jenis, volume, dan spesifikasi sampah menjadi beragam. Dengan dilakukannya Sosialisasi tentang Bank Sampah ini, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga melalui bank sampah. Selain itu, peran penting lingkungan dalam rutinitas juga diajarkan kepada masyarakat dengan tujuan guna terwujudnya lingkungan yang bersahabat. Kegiatan ini dianggap menjadi salah satu penanggulangan sampah yang solutif, khususnya pada masyarakat perumahan. Daftar Bank Sampah aktif di Kota Serang Tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar bank sampah aktif di Kota Serang tahun 2020
NO. |
BANK SAMPAH |
NO. |
BANK SAMPAH |
NO. |
BANK SAMPAH |
1 |
Alam Lestari |
7 |
CIS Green |
13 |
Insan Peduli |
2 |
Lestari 25 |
8 |
Barokah Cipocok |
14 |
Sinar Muda |
3 |
MCI |
9 |
Anisa |
15 |
Serdang Indah |
4 |
BSB |
10 |
Citra Mandiri |
16 |
Fotosintesi |
5 |
Barokah Cipete |
11 |
Kendedes |
17 |
Digital |
6 |
Permata Mandiri |
12 |
Basaki |
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kota Serang (2021)
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui sampah-sampah dari masyarakat tidak semuanya langsung di buang ke TPS dan TPA. Oleh karena itu dibentuklah Bank Sampah yang selanjutnya dikelola untuk dipilah sampah yang masih bisa didayagunakan sebagai kerajinan dan pemanfaatan lainnya. Dengan adanya Bank sampah, Pemkot Serang bahkan memberi target status Zero Waste pada tahun 2023 agar tidak perlu lagi mengirim sampah ke TPSA Cilowong. Edukasi yang diberikan kepada masyarakat terkait daur ulang sampah, menjadi salah satu upaya Pemkot Serang dalam pengelolaan sampah. Selain itu, Pemkot Serang memiliki gambaran pembangunan sentra industri produk kreatif olahan sampah yang tidak hanya memberikan dampak positif pada lingkungan, tetapi juga pada ekonomi masyarakat. Salah satu terobosan yang dibuat oleh Pemerintah Kota Serang terkait bank sampah adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) yang kini bisa dibayar dengan sampah anorganik. Dilaporkan pada saat launching program per 8 April 2021, bank sampah diharapkan ada di setiap kecamatan di Kota Serang, sehingga jumlah bank sampah tidak lagi hanya terdapat sebanyak 37 bank sampah, akan tetapi terdapat pada semua RT yang ada di Kota Serang. Dengan diterapkannya program tersebut, diharapkan volume sampah pada pembuangan akhir akan berkurang sehingga mengurangi masalah sampah di Kota Serang (Kota Serang Jadi Tempat Sampah Warga Tangsel Ternyata Belum Siap - Suara Banten, 2021).
Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
Komunikasi antar pelaksana kebijakan meliputi dimensi transformasi (transmision), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency). Oleh sebab itu, untuk mengkaji impelementasi
kebijakan pengelolaan sampah di Kota Serang dimensi tersebut sangat penting dilihat kesesuaiannya. Dimensi transformasi memiliki harapan bahwa kebijakan publik dapat disalurkan kepada seluruh pihak terkait, sehingga kebijakan tersebut disambut dengan hangat oleh pelaksana kebijakan. Selain itu, para pelaksana kebijakan dapat melakukan persiapan, sehingga pelaksanaan kebijakan dapat terselenggara sesuai dengan target pembuat kebijakan. Upaya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalam mengkampanyekan penanggulangan sampah ialah dibuatnya spanduk yang berisi jam pembuangan sampah. Selain itu, DLH juga berkoordinasi dengan seluruh perangkat daerah setempat yang turut melibatkan tokoh masyarakat. Komunikasi terkait kebijakan penanggulangan kebersihan disampaikan DLH melalui program pengembangan kinerja pengelolaan sampah. Sebagai contoh komunikasi antarsub bindang penanggulangan sampah dan UPTD TPSA Cilowong yang berkomunikasi perihal jadwal penganggukan dan jumlah volume sampah. Pemahaman akan tugas dan fungsi jabatan yang dipegang serta latar belakang pendidikan dan keahlian juga memengaruhi kualitas kinerja pegawai dan dengan para pelaksana kebijakan yakni para petugas pengangkut sampah yang ada di lapangan agar dapat memahami tugas yang diberikan oleh atasannya. Komunikasi kompleks merupakan salah satu tantangan dalam suatu organisasi publik. Misalnya, dalam mengutarakan berita kepada organisasi internal atau eksternal dan komunikator lain, sering terjadi gangguan standar atau target. Dengan demikian, berdasarkan paparan di atas, efisiensi pengaktualan kebijakan tidak boleh ditetapkan sebatas pada standar atau kebijakan, tetapi juga dikoordinasikan dengan pelaksana kebijakan secara objektif dan ajek.
Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Ekonomi, sosial, dan politik menjadi salah satu faktor yang dianggap dapat memberikan dukungan terhadap pengaktualan kebijakan. Faktor tersebut berada di luar organisasi pelaksana (faktor eksternal) tetapi memiliki hubungan yang erat. Ekonomi, sosial kemasyakatan dan politik menjadi faktor eksternal karena berada pada lingkup organisasi pelaksana realisasi kebijakan. Pada sepuluh tahun terakhir, kondisi ekonomi, sosial, dan politik menjadi publisitas, meskipun efek dari pengaktualan keputusan kebijakan hanya mendapat sorotan yang kecil. Menurut Van Metter Van Horn, dampak yang ditimbulkan oleh faktor-faktor tersebut mungkin saja memberikan kesan yang dalap pada pencapaian badan-badan pelaksana.
Penyelenggaraan pengelolaan sampah di Kota Serang, secara kelembagaan perlu didukung secara politik oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Serang agar memudahkan untuk menjalankan kebijakan. Secara struktur kebijakan politik sudah ada kemajuan, diantaranya terbitnya Perda Kota Serang Nomor 10 Tahun 2012, namun sebenarnya hal itu baru pada tataran kemampuan kita berkoordinasi. Sebenarnya yang menjadi kendala selama ini adalah bagaimana terkait politik anggaran.
Dukungan lingkungan organisasi yang terlibat sudah solid dan saling mengetahui tupoksinya, namun dibutuhkan selanjutnya adalah aspek ketersediaan anggaran. Ketersediaan anggaran itulah sangat penting dan butuh dukungan politik dari kalangan legislatif. Lembaga lesgislatif sudah memiliki komisi masing-masing untuk menyuarakan pengelolaan sampah, namun dari aspek anggaran belum dapat terealisasi dengan baik. Secara kebijakan organisasi sudah dapat berjalan dengan baik melalui kegiatan rapat koordinasi, namun biasanya kami terhambat pelaksanaan di lapangan kalau sudah menyangkut anggaran.
Secara kasat mata, campur tangan ekonomi, sosial, dan politik tidak berdampak pada
Ni’mattullah, et al.,…|545
kebijakan pemerintah. Kinerja yang terus menerus dilakukan oleh pihak kecamatan sebagai pelaksana kebijakan misalnya. Penanggulangan sampah yang dikampanyekan melalui jam pembuangan sampah kurang berpengaruh terhadap kesadaran masyarakat dalam membuang sampah pada tempat yang semestinya. Dengan kondisi demografi masyarakat Kota Serang yang cukup padat menjadi salah satu alasan terkendalanya sosialisasi penerapan Perda Pengelolaan Sampah ini. Diketahui bahwa pemberlakuan Perda Pengelolaan Sampah ini hanya diketahui sebagian masyarakat Kota Serang, sehingga beberapa masyarakat membuang sampah tidak pada tempat yang seharusnya dan berdalih tidak mengetahui adanya Perda tersebut.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada aktualisasi kebijakan. Penelitian sebelumnya hanya fokus terhadap implementasi kebijakan sampah berdasarkan sudut pandang analisis implementasi berdasarkan teori pada setiap penelitian. Sementara itu, penelitian ini memberikan alternatif yang solutif yang dapat dimanfaatkan sebagai rujukan bagi Pemda dalam mengimplementasikan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Serang yang lebih efektif dan efisien dengan mewujudkan Kota Serang “Zero Waste” sebagaimana yang diharapkan Pemerintah Kota Serang dapat terlaksana pada tahun 2023.
Penanggulangan atau pengelolaan sampah serta sumber daya pada suatu kota dapat dilakukan dengan sistem Zero Waste atau menihilkan sampah (Zaman and Lehmann, 2011). Kegiatan tersebut perlu dipandang melalui perspektif bahwa kota merupakan suatu sistem ekonomi linear dan merupakan ekosistem yang tumbuh dengan siklus closed-loop. Sebagai upaya dalam menggusur perspektif pendayagunaan sumber daya dan penanggulangan sampah berkelanjutan, sistem zero waste berperan dalam pelaksanaan ekonomi sirkular. Salah satu hal vital dan menjadi tantangan terbesar dalam mengorganisasikan kota ialah penanggulangan sampah. Sayangnya, kasus ini mendapat sorotan yang minim jika dibandingkan dengan berbagai isu perkotaan lainnya (Connett, 2007).
Melihat fenomena yang terjadi saat ini maka perlu dilakukan manajemen penanggulangan sampah yang tepat dengan keterlibatan Pemda dan masyarakat atau komunitas terkait. Pemerintah Kota Serang harus memiliki strategi yang tepat dalam mengorganisasikan sampah. Misalnya, dengan mengoptimalkan program 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Program ini dapat dilaksanakan dengan mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat untuk menekan produksi sampah rumah tangga maupun sampah non rumah tangga, membiasakan masyarakat untuk memilah dan memilih sampah yang dapat digunakan kembali serta memberikan pengetahuan dan pelatihan kepada masyarakat tentang bagaimana mendaur ulang sampah menjadi produk yang bernilai dan memiliki manfaat dari fungsinya. Sehingga sampah yang harus diangkut dan masuk ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) dapat dikurangi jumlahnya. Strategi manajemen sampah ini harus dilaksanakan berdasar komitmen dan semangat yang besar dari pemangku kepentingan selaku pembuat kebijakan ataupun dari masyarakat selaku pelaksana kebijakan, penggunaan kembali secara proaktif, dan menjamin daur ulang yang bekualitas. Strategi ini pada dasarnya lebih cepat diterapkan, lebih murah untuk dioperasikan dan lebih aman bagi lingkungan dibandingkan pengelolaan sampah secara tradisional yang dilaksanakan selama ini.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Manajemen pengelolaan sampah di Kota Serang merujuk pada Perda Kota Serang Nomor 10 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah, implementasi pengelolaan sampah yang menjadi Ni’mattullah, et al.,…|546
fokus penelitian dan didapat hasil yang menunjukkan 1.) Ukuran dan tujuan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Serang pada dasarnya dibuat oleh Pemerintah Kota sebagai wujud tanggung jawab Pemerintah kepada masyarakat akan masalah sampah yang meresahkan namun belum terlaksana dengan baik dibuktikan masih ditemukan banyaknya timbulan sampah di bahu-bahu jalan Kota Serang; 2.) Sumber daya anggaran yang masih terbatas dan ketersediaan sarana prasarana pengangkutan sampah yang masih minim; 3.) Karakteristik organisasi yang memadai didukung oleh keterlibatan beberapa aktor dalam pengelolaan sampah diantaranya Dinas Lingkungan Hidup, produsen, konsumen, pengelola kawasan, pemerintah kecamatan/kelurahan, Pemda, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Perguruan Tinggi, Badan Usaha, LSM, swasta, dan masyarakat/komunitas; 4.) Sikap pelaksana kebijakan yang terlibat dalam pengelolaan sampah di Kota Serang, sepenuhnya dipengaruhi oleh pandangannya masing-masing terhadap pengelolaan sampah sehingga penanganan pengelolaan sampah ada kemungkinan terjadi pengelolaan yang tidak terorganisasi dengan baik; 5.) Komunikasi antar organisasi masih kurang efektif; 6.) Ruang lingkup ekonomi, sosial, dan politik berjalan sesuai dengan perspektifnya masing-masing dan pelaksanaan sosialisasi kebijakan yang belum tersampaikan dengan baik dalam tataran lingkungan sosial kemasyarakatan sehingga belum mampu membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah di Kota Serang.
Saran
-
1. Pengembangan konsep dan teori tentang implementasi kebijakan pengelolaan sampah agar lebih komprehensif dan meliputi aspek yang lebih luas.
-
2. Konsep implementasi kebijakan pengelolaan sampah membutuhkan sumbangsih konsep lain yang mendukung telaah kebijakan publik lebih koprehensif, diantaranya konsep kesadaran masyarakat. Hal tersebut untuk memutus stigma sampah yang berserakan mengganggu ketertiban lingkungan.
-
3. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai Zero Waste Management dengan menggunakan Zero Waste Index dan melibatkan persepsi masyarakat secara komprehensif terhadap kebijakan pengelolaan sampah di Kota Serang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin. (2002). Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Sinar Grafika.
Agustino, Leo. (2014). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Cv. Alfabeta.
Badan Pusat Statistik (2018) Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2018. Jakarta.
Connett, P. (2007) ‘Zero Waste: A Key Move towards a Sustainable Society’, Research Gate.
Available at: https://www.researchgate.net/publication/228871831_Zero_Waste_A_Key _Move_towards_a_Sustainable_Society.
Islahuddin (2016) Percik: Jakarta Smart City, Mengurai Permasalahan Ibukota. Jakarta: Pokja AMPL.
Kota Serang Jadi Tempat Sampah Warga Tangsel Ternyata Belum Siap - Suara Banten (2021). Available at: https://banten.suara.com/read/2021/01/27/172232/kota-serang-jadi-tempat-sampah-warga-tangsel-ternyata-belum-siap?page=all (Accessed: 8
September 2021).
Van Meter, D. and C. E. V. H. (1975) The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework. United States: Ohio State University.
Prajati G, Tri Padmi, dan B. R. (2015) ‘Pengaruh Faktor-faktor Ekonomi dan Kependudukan Terhadap Timbulan Sampah di Ibukota Provinsi Jawa dan Sumatera.’, Teknik Lingkungan, 21(1), p. 6.
Terry, George R & Leslie W. Rue. (2009). Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Damanhuri, Enri. (2010). Diktat Pengelolaan Sampah. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Ni’mattullah, et al.,…|548
Discussion and feedback