Efisiensi dan Kelayakan Usahatani Jahe Gajah (Zingiber officinale Rosc.) di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli
on
Jurnal Manajemen Agribisnis
Vol.10, No.10, Mei
E- ISSN: 2684-7728
Efisiensi dan Kelayakan Usahatani Jahe Gajah (Zingiber officinale Rosc.) di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli
Effiency and Feasibility of Ginger (Zingiber officinale Rosc.) Farming in Tiga Village, Susut District of Bangli Regency
Fitri Ayu Suryani *) Ketut Suamba
Ratna Komala Dewi
Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
-
*) Email: fayusuryani15@yahoo.co.id
ABSTRACT
The purpose of this study was to identify the factors that affect the production of ginger, analyze the level of technical, allocative and economic efficiency of ginger farming, identify the sources of technical inefficiency and analyze the feasibility of ginger farming in Tiga Village, Susut District of Bangli Regency. Data analysis was performed by using efficiency production analysis through stochastic frontier approach and farming analysis. The result showed the factors that significantly affected production of ginger farming in Tiga Village are land, seeds, and dried bamboo leaves. Efficiency analysis result showed that technical efficiency already efficient with a value of 0,89, while allocative and economic efficiency are not enough efficient with a value of 0,41 and 0,36. Sources of technical inefficiency of ginger farming in Tiga Village do not come from sosio economic factors of farmer but from risk factors that cannot be controlled by farmers such as weather, pest and disease or natural disaster. Feasibility of ginger farming obtained an R/C ratio value of 1,56 based on total cost, so ginger farming in Tiga Vilage is feasible and profitable to develop. Suggestion that can be given in this study are, first, establish the formation of ginger farmer group in Tiga Village as the a forum for sharing the information, improve the bargaining position of ginger farmers. Second, conduct counseling and training about ginger cultivation and business opportunities of ginger farming.
Keywords : Ginger Farming, Stochactic Frontier, Efficiency, Feasibility
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani jahe, tingkat efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi usahatani jahe, sumber-sumber inefisiensi teknis, dan kelayakan usahatani jahe di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. Metode analisis data dilakukan dengan analisis efisiensi produksi melalui pendekatan stochastic frontier, dan analisis usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap usahatani jahe di Desa Tiga meliputi variabel luas lahan, bibit, dan mulsa daun bambu. Tingkat efisiensi teknis usahatani jahe termasuk ke dalam kategori telah efisien dengan nilai 0,89 sedangkan tingkat efisiensi alokatif dan Suryani, et al.,…|621
ekonomi usahatani jahe termasuk dalam kategori belum efisien dengan nilai masing-masing 0,41 dan 0,36. Sumber-sumber inefisiensi teknis dari usahatani jahe di Desa Tiga tidak berasal dari faktor sosial ekonomi petani melainkan dari faktor risiko yang tidak dapat dikontrol oleh petani seperti cuaca dan iklim, hama dan penyakit, bencana alam dan lain sebagainya. Hasil perhitungan kelayakan usahatani jahe di Desa Tiga didapatkan nilai R/C ratio atas total biaya sebesar 1,56. Artinya, usahatani jahe di Desa Tiga layak dan menguntungkan untuk dikembangkan. Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah pertama, dibentuknya kelompok tani jahe di Desa Tiga sebagai sarana atau wadah bagi petani jahe di Desa Tiga untuk saling berbagi informasi tentang budidaya jahe, meningkatkan posisi tawar petani jahe dalam hal penentuan harga jual dan besar nilai pengangkutan. Kedua, dilakukannya penyuluhan dan pelatihan mengenai budidaya dan prospek bisnis usahatani jahe.
Kata kunci : Usahatani Jahe, Stochastic Frontier, Efisiensi, Kelayakan Usahatani
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu komoditas utama tanaman biofarmaka unggulan yang dibudidayakan dalam skala luas di Indonesia. Jahe memiliki beragam manfaat sebagai bahan baku obat-obatan tradisional maupun fitofarmaka, sebagai bahan baku kosmetik, bumbu masakan, campuran makanan atau minuman, bahan spa (Pribadi, 2009) dan sebagai komoditas ekspor (Rostiana, Nurliani dan Mono, 2010). Bagian dari tanaman jahe yang sering dimanfaatkan adalah bagian rimpang.
Jahe dapat dibudidayakan di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu penghasil jahe di Indonesia adalah Provinsi Bali. Sebagian besar jumlah produksi jahe di Provinsi Bali disuplai oleh Kabupaten Gianyar sebelum akhirnya pada tahun 2018 disuplai oleh Kabupaten Bangli. Produksi jahe tahun 2018 di Kabupaten Bangli adalah sebanyak 428 ton atau mensuplai sekitar 39,16% dari produksi jahe Provinsi Bali pada tahun 2018 (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2018). Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli (2018), sentra produksi jahe di Kabupaten Bangli terletak di Kecamatan Susut. Produksi jahe di Kecamatan Susut dari tahun 2013 hingga 2017 cenderung mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2016 tidak tercatat jumlah produksi jahe di Kecamatan Susut. Secara berurutan, jumlah produksi jahe di Kecamatan Susut adalah 49 ton, 43 ton, 275 ton, dan 398,4 ton.
Pada kurun waktu 2013 hingga 2017 rata-rata produktivitas jahe di Kecamatan Susut adalah 15,42 ton/ha. Produktivitas jahe di Kecamatan Susut ini masih di bawah angka produktivitas yang dihasilkan oleh lembaga penelitian seperti Balittro, yaitu 20 ton/ha (Pribadi, 2009). Permasalahan rendahnya produktivitas jahe diduga akibat alokasi penggunaan faktor-faktor produksi seperti luas lahan, bibit, pupuk organik, pupuk anorganik, mulsa dan tenaga kerja yang belum optimal serta pengalokasian faktor-faktor produksi tersebut belum pada tingkat biaya yang minimum sehingga belum mencapai tingkat efisien.
Selain itu, diduga pula terdapat penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh petani sehingga menimbulkan konsekuensi-konsekuensi dan adanya sumber-sumber inefisiensi teknis dalam diri petani yang mengakibatkan petani tidak dapat mencapai tujuan usahataninya. Beberapa karakteristik sosial ekonomi petani yang diduga dapat menjadi sumber-sumber inefisiensi teknis pada penelitian ini meliputi usia petani, lama pendidikan
Suryani, et al.,…|622
petani, jumlah anggota rumah tangga petani, lama pengalaman bertani, dummy status kepemilikan lahan milik pribadi, dan dummy status kepemilikan lahan sewa. Faktor-faktor sosial ekonomi tersebut diasumsikan akan mempengaruhi kemampuan manajerial petani dalam berusahatani jahe sehingga akan berpengaruh pula pada tingkat efisiensi usahatani jahe.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu
-
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi pada usahatani jahe di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli?
-
2. Bagaimana tingkat efisisensi teknis, alokatif, dan ekonomi usahatani jahe di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli?
-
3. Faktor-fakor apa saja yang menjadi sumber inefisiensi teknis usahatani jahe di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli?
-
4. Bagaimana kelayakan usahatani jahe di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada usahatani jahe, menganalisis tingkat efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi usahatani jahe, mengidentifikasi sumber-sumber inefisiensi teknis usahatani jahe dan menganalisis kelayakan usahatani jahe di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Desa Tiga terpilih sebagai lokasi penelitian dengan beberapa pertimbangan, yaitu (1) Kabupaten Bangli merupakan penghasil jahe tertinggi di Provinsi Bali yaitu 428 ton atau mensuplai sekitar 39,16% dari produksi jahe Provinsi Bali pada tahun 2018 (Badan Pusat StatistikProvinsi Bali, 2018), (2) Kecamatan Susut merupakan sentra penghasil jahe di Kabupaten Bangli, (3) Desa Tiga merupakan sentra jahe di Kecamatan Susut yang secara kontinyu membudidayakan dan menghasilkan jahe setiap tahunnya, dan (4) Desa Tiga memiliki potensi fisik yang cocok untuk budidaya jahe dengan tekstur tanah lempung berpasir. Adapun waktu pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2020 hingga Januari 2021.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani jahe yang ada di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli yaitu sebanyak 135 petani, yang tersebar di sembilan banjar di Desa Tiga. Penentuan sampel petani jahe menggunakan teknik proportional random sampling, yaitu pengambilan sampel yang diambil sesuai proporsi pada masing-masing banjar dan dilakukan dengan cara mengacak populasi. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan pendekatan Slovin dengan tingkat kesalahan sebesar 10%. Berdasarkan pendekatan Slovin didapatkan Suryani, et al.,…|623
jumlah sampel sebanyak 57 orang.
Metode Analisis Data
Analisis efisiensi usahatani jahe pada penelitian ini menggunakan pendekatan stochastic frontier, sedangkan fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jahe yang berkaitan secara langsung dengan kegiatan operasional usahatani jahe diduga meliputi luas lahan, jumlah penggunaan bibit, jumlah penggunaan pupuk organik, pupuk anorganik, jumlah penggunaan mulsa daun bambu dan tenaga kerja. Pengukuran efisiensi produksi dengan pendekatan stochastic frontier dianalisis menggunakan software Frontier Version 4.1. Adapun model empiris fungsi produksi Cobb-Douglas yang digunakan dalam penelitian ini dirumuskan pada persamaan berikut.
Ln Y = β0 + β1lnX1 + β2lnX2 + β3lnX3+ β4lnX4 + β5lnX5 + β6lnX6 + vi – µi
Keterangan:
Y : Produksi jahe (kg)
X1 : Luas lahan yang digarap (are)
X2 : Jumlah bibit yang digunakan (kg)
X3 : Jumlah pupuk organik yang digunakan (kg)
X4 : Jumlah pupuk anorganik yang digunakan (kg)
X5 : Jumlah mulsa daun bambu yang digunakan (karung)
X6 : Jumlah tenaga kerja (HOK)
β0 : Intersep/konstanta
βi : Koefisien parameter penduga, dengan i = 1,2,3,..,n
vi – µi : Error term (vi: noise effect, ui: efek inefisiensi teknis dalam model)
Metode perhitungan efisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model Coelli et al. yang juga memperhitungkan efek inefisiensi teknisnya. Tingkat efisiensi teknis diukur menggunakan formula berikut.
TE1 = E(γμiji∙) = e [eχp( ) I ε ]
i E (Y*μi = 0,Xi) l 1 ij
Keterangan:
TEi : Efisiensi teknis produsen atau perusahaan atau petani ke-i
[exp(-μi) ∣ εi] : Nilai harapan (mean) dari μi dengan syarat εi dan nilai TE berkisar antara 0 ≤ TE ≤ 1.
Nilai efisiensi teknis berhubungan terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data). Usahatani dikategorikan cukup efisien jika benilai ≥ 0,7 dan dikatakan belum efisien jika bernilai < 0,7 (Kumbhakar and Lovell, 2003).
Beberapa sumber-sumber inefisiensi teknis dalam usahatani jahe meliputi usia petani, lama pendidikan petani, jumlah anggota rumah tangga petani, pengalaman bertani, dummy status kepemilikan lahan milik pribadi, dan dummy status kepemilikan lahan sewa. Sumber-sumber
inefisiensi teknis dapat diestimasi secara simultan dengan analisis fungsi produksi stochastic frontier menggunakan model efek inefisiensi teknis atau Technical Eefficiency (TE) Effects Model yang dikembangkan oleh Coelli, et al. (2005). Penentuan nilai parameter distribusi (µi) efek inefisiensi teknis usahatani jahe, pada penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut.
µi = δ0 + δ1Z1 + δ2Z2 + δ3Z3 + δ4Z4 + δ5Z5 + δ6Z6 + Wit
Keterangan:
µi δ0 |
: Efek inefisiensi teknis : Konstanta |
Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Wit |
: Usia petani (tahun) : Lama pendidikan petani : Jumlah tanggungan rumah tangga petani : Lama pengalaman bertani : Dummy kepemilikan lahan pribadi (1 = milik sendiri, 0 = lainnya) : Dummy kepemilikan lahan sewa (1 = sewa, 0 = lainnya) : Error term |
Pengukuran efisiensi alokatif dan ekonomis dapat dilakukan dengan menurunkan fungsi biaya dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang homogenous. Caranya adalah dengan meminimumkan fungsi biaya input dengan kendala fungsi produksi stochastic frontier, sehingga diperoleh fungsi biaya dual frontier sebagai berikut.
Ln C = α0 + α 1lnP1 + α 2lnP2 + α 3lnP3+ α 4lnP4 + α 5lnP5 + α 6lnP6 + α 7lnP7 + rlnY
Keterangan:
C : Biaya produksi usahatani jahe (Rp)
Y : Hasil produksi jahe (kg)
P1 : Biaya sewa dan pajak lahan (Rp)
P2 : Harga bibit (Rp)
P3 : Harga pupuk organik (Rp)
P5 : Harga pupuk anorganik (Rp)
P6 : Harga mulsa daun bambu (Rp)
P7 : Upah tenaga kerja (Rp)
-
α 0 : Intersep/konstanta
α i : Koefisien parameter penduga, dengan i = 1,2,3,..,n
-
r : 1/Σβi
Efisiensi ekonomi diperoleh dengan membandingan total biaya produksi (C*) yang diobservasi dengan total biaya produksi aktual (C). Adapun formulanya sebagai berikut.
EE =
C* E (Ci│ µi=O, Yi, Pi) C = E (Ci │ µi, Yi,Pi)
= E [expµi]
EE bernilai 0<EE<1. Efisiensi ekonomi (EE) adalah gabungan dari efisiensi teknis (ET) dan efisiensi alokatif (EA), maka efisiensi alokatif diperoleh dengan formula sebagai berikut.
EE
EA = ET
Nilai EA berkisar antara 0<EA<1.
Analisis kelayakan usahatani pada penelitian ini di awali dengan analisis biaya usahatani untuk mengetahui besarnya biaya produksi, penerimaan, dan pendapatan usahatani jahe yang kemudian diikuti dengan perhitungan R/C ratio untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani jahe yang dilakukan di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. Biaya dalam usahatani jahe terdiri atas biaya variabel (variable cost) dan biaya tetap (fixed cost). Biaya variabel (variable cost) terdiri atas biaya pembelian bibit, pembelian pupuk organik dan anorganik, pembelian mulsa daun bambu, upah tenaga kerja, biaya pengangkutan dan pengemasan. Biaya tetap (fixed cost) terdiri atas biaya penyusutan peralatan, pajak lahan dan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tetap total (FC) dan biaya variabel total (VC). Formulasi biaya total sebagai berikut.
TC = FC + VC
Penerimaan adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode yang diperhitungkan dari hasil penjualan. Adapun rumus penerimaan sebagai berikut.
R = Py x Y
Analisis kelayakan usahatani jahe pada penelitian ini menggunakan kriteria R/C ratio. Menurut Suratiyah (2016), usahatani jahe dikatakan layak apabila R/C ratio > 1. Adapun rumus R/C ratio, yaitu.
R/C ratio = R TC
Keterangan:
R : Penerimaan usahatani jahe
Py : Harga jual jahe (Rp/kg)
Y : Jumlah produksi jahe (kg)
TC : Total biaya produksi usahatani jahe
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jahe di Desa Tiga
Variabel-variabel yang berperan sebagai faktor produksi dalam berusahatani jahe di Desa Tiga meliputi variabel luas lahan (X1), jumlah penggunaan bibit (X2), pupuk organik (X3), pupuk anorganik (X4), mulsa daun bambu (X5), dan tenaga kerja (X6). Keenam variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan suatu fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier untuk mengetahui variabel apa saja yang memberikan pengaruh dan seberapa besar pengaruhnya terhadap produksi jahe segar di Desa Tiga. Namun, dari hasil pengumpulan data yang dilakukan dan setelah dilakukan tabulasi data, didapatkan tidak semua petani jahe menggunakan pupuk anorganik dalam berbudidaya jahenya sehingga terdapat banyak data
kosong pada variabel jumlah penggunaan pupuk anorganik (X4). Banyaknya data kosong pada variabel jumlah penggunaan pupuk anorganik (X4) ini tidak memenuhi persyaratan untuk dapat di-input dalam analisis frontier, sehingga variabel jumlah penggunaan pupuk anorganik (X4) tidak dimasukkan dalam fungsi produksi stochastic frontier. Adapun hasil estimasi MLE fungsi produksi stochastic frontier pada Usahatani Jahe di Desa Tiga tampak pada Tabel 1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi jahe adalah variabel luas lahan (X1), variabel bibit (X2), dan variabel mulsa daun bambu (X5). Variabel luas lahan (X1) berpengaruh nyata pada taraf 5% dan memiliki nilai koefisien atau elastisitas sebesar 0,74. Hal tersebut bermakna bahwa setiap penambahan input luas lahan meningkat sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi jahe segar sebesar 0,74% dengan asumsi input lain tetap. Signifikannya luas lahan terhadap peningkatan produksi jahe menunjukkan bahwa petani secara rasional lebih memilih untuk menambah luas lahan usahatani jahenya untuk meningkatkan produksi. Pada kondisi di daerah penelitian yaitu di Desa Tiga, rata-rata penggunaan luas lahan untuk usahatani jahe yakni 25 are dengan luas lahan minimum adalah 3 are dan luas lahan maksimum adalah 200 are atau 2 hektar. Tingginya rata-rata penggunaan luas lahan untuk usahatani jahe di Desa Tiga mencerminkan bahwa peningkatan produksi usahatani jahe akan lebih responsif jika dibandingkan dengan variabel penduga lainnya.
Variabel input kedua yang berpengaruh terhadap produksi jahe adalah variabel jumlah penggunaan bibit (X2). Variabel jumlah penggunaan bibit (X2) ini berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% dengan nilai koefisien atau elastisitas sebesar 0,98. Artinya ialah jika jumlah penggunaan bibit dinaikkan sebesar 1% dengan asumsi jumlah input lain tetap maka akan meningkatkan produksi jahe di Desa Tiga sebesar 0,98%. Berdasarkan hasil pengumpulan informasi di lapangan, bibit jahe yang digunakan oleh petani jahe di Desa Tiga adalah bibit lokal yang dibudidayakan sendiri oleh petani. Meskipun bibit jahe yang digunakan oleh petani jahe di Desa Tiga bukanlah bibit jahe unggul, bibit jahe yang ditanam di Desa Tiga dapat tumbuh dengan baik berkat kondisi geografis Desa Tiga yang cocok untuk budidaya jahe. Oleh karena itu, jumlah penggunaan bibit jahe memiliki nilai yang positif dan berpengaruh terhadap produksi jahe segar. Umur bibit jahe yang digunakan sebagai indukan untuk musim tanam berikutnya dipilih bibit yang berumur sekitar 10 bulan pada saat dipanen.
Variabel terakhir yang berpengaruh terhadap produksi jahe adalah variabel jumlah penggunaan mulsa daun bambu (X5). Variabel jumlah penggunaan daun bambu (X5) ini berpengaruh nyata dan positif pada taraf 15% dengan nilai koefisien sebesar 0,15. Makna nilai tersebut adalah jika jumlah penggunaan mulsa daun bambu dinaikkan sebesar 1% dengan asumsi jumlah input lain tetap maka akan meningkatkan produksi jahe di Desa Tiga sebesar 0,15%. Rendahnya nilai elastisitas variabel jumlah penggunaan daun bambu (X5) dibandingkan dengan dua variabel lainnya yang berpengaruh terhadap produksi jahe ini dikarenakan penggunaan daun bambu bukanlah merupakan suatu keharusan melainkan sebuah alternatif. Petani jahe dapat saja tidak menggunakan daun bambu sebagai mulsa melainkan menggunakan jerami. Namun, penggunaan daun bambu ini masih berpengaruh terhadap produksi jahe karena dapat mencegah tumbuhnya gulma di sekitar tanaman jahe, sehingga petani tidak perlu menggunakan banyak tenaga kerja untuk melalukan penyiangan gulma. Selain itu, penggunaan daun bambu sebagai mulsa dapat menjadi pupuk organik bagi tanah dan tanaman.
Variabel pupuk organik (X3) dan tenaga kerja (X6) pada penelitian ini termasuk ke dalam variabel yang tidak berpengaruh terhadap produksi jahe di Desa Tiga pada taraf α = 5%. Variabel pupuk organik (X3) memiliki nilai koefisien sebesar -0,02. Artinya bahwa variabel Suryani, et al.,…|627
pupuk organik berpengaruh negatif terhadap produksi jahe dimana apabila pupuk organik meningkat sebesar satu persen akan menurunkan produksi sebesar 0,02% dengan asumsi pengaruh variabel lain adalah konstan. Pupuk organik yang biasa digunakan petani jahe di Desa Tiga adalah pupuk yang berasal dari kotoran ternak ayam dan atau sapi. Penggunaan pupuk organik oleh petani jahe di Desa Tiga hanya pada saat awal pengolahan tanah saja dan dosis penggunaan pupuk organik tidak berdasarkan patokan khusus atau tidak sesuai dengan SOP penanaman jahe, sehingga penambahan pupuk organik untuk tanaman jahe mengakibatkan penurunan jumlah produksi jahe.
Variabel tenaga kerja (X6) memiliki nilai koefisien sebesar -1,03. Artinya bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap produksi jahe, dimana apabila tenaga kerja meningkat sebesar 1% akan menurunkan produksi sebesar 1,03% dengan asumsi pengaruh variabel lain adalah konstan. Variabel tenaga kerja (X6) diduga tidak berpengaruh terhadap produksi jahe karena jumlah kebutuhan tenaga kerja yang diterapkan pada usahatani jahe di Desa Tiga telah terlalu tinggi. Menurut Setyaningrum dan Cahyo (2020) kebutuhan tenaga kerja untuk menanam jahe adalah sekitar 25 HOK per hektar. Berdasarkan hasil olah data dari pengambilan data di lapangan diketahui bahwa rata-rata kebutuhan tenaga kerja di Desa Tiga adalah 89,84 HOK per 2500 m2, sehingga jika dikonversi dalam luasan hektar maka kebutuhan tenaga kerja berada pada angka 359,36 HOK.
Tabel 1. Hasil Estimasi MLE Fungsi Produksi Stochastic Frontier dengan TE Effect Model pada Usahatani Jahe di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali
Parameter |
Variabel |
Coefficient |
Standard-error |
t-ratio |
Sign. |
Beta 0 |
Konstanta |
0.32065802E+01 |
0.86854026E+00 |
0.36919189E+01 |
* |
Beta 1 |
Luas lahan (X1) |
0.74120942E+00 |
0.35399117E+00 |
0.20938641E+01 |
** |
Beta 2 |
Bibit (X2) |
0.98334621E+00 |
0.10022080E+00 |
0.98117975E+01 |
* |
Beta 3 |
Pupuk Organik (X3) |
-0.24463319E-01 |
0.62428227E-01 |
-0.39186311E+00 |
ns |
Beta 4 |
Mulsa (X5) |
0.14617558E+00 |
0.10004900E+00 |
0.14610400E+01 |
*** |
Beta 5 |
Tenaga Kerja (X6) |
-0.10273354E+01 |
0.40308306E+00 |
-0.25486941E+01 |
ns |
log likelihood function OLS -0.45141966E+02 < MLE -0.42681200E+02
Keterangan:
a. * = signifikan α = 1%, ** = signifikan α = 5%, *** = signifikan α = 15%, **** = signifikan α = 20%
b. ns = tidak signifikan
c. Angka coefficient, standard-error, dan t-ratio dalam format scientific [misalnya, 0.32065802E+01 = 3,2065802 (dalam format general) dan 0.62428227E-01=0,062428227
Sumber: Data diolah
Efisiensi Teknis Usahatani di Desa Tiga
Nilai rata-rata efisiensi teknis petani jahe adalah sebesar 0,89, yang menunjukkan bahwa rata-rata petani jahe telah mencapai efisiensi secara teknis pada produksi jahe di Desa Tiga. Nilai efisiensi teknis terendah pada petani jahe di Desa Tiga adalah 0,66, sedangkan nilai efisiensi teknis tertinggi adalah 1,00.
Berdasarkan nilai elastisitas dari hasil perhitungan MLE (Tabel 1), peluang meningkatkan produksi jahe segar terdapat pada variabel luas lahan, bibit dan mulsa daun bambu. Variabel luas lahan berpengaruh siginifikan terhadap peningkatan produksi jahe segar dan tingkat efisiensi teknis variabel luas lahan terlihat dari tanda positif pada nilai koefisien atau elastisitas variabel luas lahan. Tanda positif ini menunjukkan bahwa semakin luas penggunaan lahan untuk usahatani jahe, maka akan mampu meningkatkan produksi usahatani jahe. Petani yang memiliki luasan lahan lebih luas akan relatif lebih efisien dibandingkan dengan petani
jahe yang memiliki luasan lahan lebih sempit. Sebab, petani harus berani untuk mengambil resiko yang lebih besar pula ketika mengalami kegagalan dibandingkan dengan petani yang menanam jahe pada luasan yang lebih sempit. Akibatnya, petani dengan luas lahan yang lebih besar akan selalu berusaha untuk mengelola usahatani dengan lebih baik.
Variabel bibit jahe juga berpotensi untuk meningkatkan produksi jahe segar. Jumlah penggunaan bibit jahe ini sangat berkaitan dengan ukuran bobot bibit jahe yang akan ditanam. Di Desa Tiga, dalam mempersiapkan rimpang jahe sebagai calon bibit biasanya dilakukan pemotongan terlebih dahulu terhadap rimpang jahe tersebut. Bobot dari satu unit jahe yang telah dipotong tidak sama antar petani. Jika petani tidak memiliki jumlah ketersediaan rimpang jahe yang cukup untuk dijadikan calon bibit, maka petani akan cenderung memotong jahe dalam ukuran yang lebih kecil, dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, jumlah penggunaan bibit yang ditanam sangat berpengaruh terhadap produksi jahe segar. Semakin besar potongan jahe atau semakin berat bobot rimpang jahe yang digunakan sebagai bibit maka hasil produksi yang akan diperoleh juga semakin baik atau banyak.
Variabel mulsa daun bambu berkontribusi positif terhadap tingkat efisiensi teknis dan produksi jahe segar di Desa Tiga sebagai pengganti mulsa plastik. Artinya, dengan adanya penambahan atau peningkatan jumlah mulsa daun bambu, akan meningkatkan produksi jahe segar dan tingkat efisensi secara teknis. Namun, nilai elastisitas daun bambu ini tidak sebesar dua variabel lainnya. Alasan yang menyebabkan mulsa daun bambu tidak begitu besar kontribusinya adalah pengaplikasian dari ketebalan daun bambu yang digunakan sebagai mulsa oleh petani berbeda-beda. Terdapat beberapa petani yang hanya sekedar menebar daun bambu hanya untuk mengurangi pertumbuhan gulma, sehingga pada akhirnya petani perlu untuk menyewa tenaga kerja atau dirinya sendiri untuk bekerja lebih pada tahap pemeliharaan.
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi teknis usahatani jahe di Desa Tiga adalah dengan penyuluhan dan pelatihan mengenai budidaya, peluang dan prospek jahe di pasar. Penyuluhan dan pelatihan sangat perlu dilakukan untuk memberikan motivasi kepada petani jahe di Desa Tiga supaya petani jahe dapat berusahatani dengan baik. Pelatihan budidaya jahe dapat dilakukan dengan memberikan ilmu mengenai budidaya jahe yang sesuai dengan SOP atau GAP (Good Agricultural Product), sehingga diharapkan budidaya jahe yang dilakukan dapat lebih efisien dan sesuai dengan standar budidaya yang baik dan benar. Pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan akan lebih baik apabila terdapat kerjasama atau peran ikut serta antara pemerintah dengan petani jahe, sehingga pengembangan jahe di Desa Tiga dapat terlaksana dengan baik. Materi penyuluhan dan pelatihan yang diberikan dapat juga berupa ilmu mengenai peluang dan prospek bisnis jahe serta penanganan pascapanen jahe yang mampu memberikan nilai tambah jahe. Peran penyuluh sangat penting dalam memberikan informasi mengenai keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh oleh petani dalam berusahatani jahe serta prospek atau peluang ekspor komoditas jahe. Penyuluhan tentang peluang dan prospek jahe dapat diawali dengan menggambarkan tingkat permintaan jahe yang tinggi dimasyarakat baik sebagai bahan baku masakan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam bidang industri. Melalui hal tersebut, diharapkan petani jahe akan lebih terdorong untuk mengembangkan usahatani jahe dalam skala yang lebih besar dan lebih baik.
Efisiensi Alokatif Usahatani Jahe di Desa Tiga
Nilai rata-rata efisiensi alokatif petani jahe di Desa Tiga sebesar 0,41. Artinya rata-rata petani jahe belum mencapai efisien secara alokatif pada produksi jahe di Desa Tiga. Nilai efisiensi
Suryani, et al.,…|629
alokatif terendah pada petani jahe di Desa Tiga adalah 0,34, sedangkan nilai efisiensi alokatif tertinggi adalah 0,54.
Rendahnya nilai efisiensi alokatif petani jahe di Desa Tiga ini dikarenakan tingginya harga beli bibit jahe, biaya tenaga kerja, dan biaya pengangkutan saat pemanenan serta berfluktuasinya harga jual jahe segar. Tingginya kebutuhan bibit jahe dan tingginya harga beli bibit jahe mengakibatkan pengeluaran biaya produksi menjadi tinggi. Selain itu, pada saat penanaman dan pemanenan jahe diperlukan cukup banyak tenaga kerja, sehingga menambah pengeluaran biaya produksi. Ditambah pula adanya biaya pengangkutan sebesar 10% dari jumlah panen dan berfluktuasinya harga jual jahe di pasar.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai efisiensi alokatif usahatani jahe di Desa Tiga dengan memperhatikan harga input yaitu penambahan input yang kurang atau pengurangan input yang berlebihan. Hal ini dilakukan agar tercapainya biaya produksi minimum untuk memaksimalkan tingkat efisiensi alokatif dan keuntungan. Alternatif upaya lain dalam mewujudkan usahatani jahe yang efisien secara alokatif di Desa Tiga adalah dengan upaya pengendalian harga. Diperlukan adanya peran atau andil pemerintah untuk mengendalikan harga jual jahe di pasaran. Pengendalian harga ini sangat diperlukan dalam rangka melindungi produsen dan konsumen, sebab jika harga jahe dibiarkan mengikuti mekanisme pasar yang berkembang, maka dalam situasi tertentu dapat merugikan petani maupun konsumen. Selain itu, pemerintah juga dapat membantu petani dengan menetapkan kebijakan atas harga input usahatani jahe yang terjangkau bagi petani jahe. Salah satu upaya nyata yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian subsidi kepada petani jahe.
Efisiensi Ekonomi Usahatani Jahe di Desa Tiga
Nilai rata-rata efisiensi ekonomi petani jahe di Desa Tiga sebesar 0,36, yang artinya petani jahe belum mencapai efisien secara ekonomi pada produksi jahe di Desa Tiga. Hal ini terlihat dari seluruh petani jahe di Desa Tiga berada pada kategori belum efisien atau berada pada indeks efisiensi <0,70. Nilai efisiensi ekonomi terendah pada petani jahe di Desa Tiga adalah 0,34, sedangkan nilai efisiensi ekonomi usahatani jahe tertinggi adalah 0,39.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi usahatani jahe di Desa Tiga adalah dengan membentuk kelompok tani jahe. Desa Tiga yang terletak di Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli merupakan kontributor penghasil jahe terbanyak di Kabupaten Bangli, dan merupakan salah satu daerah penghasil jahe di Provinsi Bali, maka sudah seharusnya terdapat kelompok tani khusus untuk tanaman jahe. Adanya kelompok tani jahe akan sangat bermanfaat bagi para petani jahe di Desa Tiga, seperti sumber berbagi informasi mengenai harga input maupun harga jual jahe segar, dan meningkatkan posisi tawar petani jahe dalam menentukan biaya pengangkutan dan harga jual jahe segar. Hal ini dikarenakan, selama ini, penjualan jahe segar yang dilakukan oleh petani jahe di Desa Tiga adalah dengan menjual langsung kepada tengkulak, sehingga biasanya tengkulak akan menekan posisi tawar terkait penentuan harga. Manfaat lain apabila petani jahe yang ada di Desa Tiga ikut serta dalam kelompok tani, maka petani jahe di Desa Tiga, secara bersama-sama dapat menetapkan besarnya biaya pengangkutan yang tidak terlalu membebani petani.
Keberadaan kelompok tani di Desa Tiga dapat pula meningkatkan jangkauan pasar jahe. Bersama dengan kelompok tani, para petani jahe di Desa Tiga dapat dengan aktif mencari pasar-pasar jahe yang potensial tanpa melalui tengkulak. Selain itu, melalui kelompok tani jahe dapat membentuk kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pasokan jahe dalam jumlah besar, atau melakukan kerja sama dengan pihak-pihak yang dapat Suryani, et al.,…|630
mendistribusikan jahe ke pasar yang lebih luas baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Meningkatnya jangkauan pasar jahe akan membuka peluang usahatani jahe di Desa Tiga untuk semakin berkembang pesat, dan petani jahe dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya kelompok tani jahe di Desa Tiga, petani jahe dapat bersinergi secara terpadu dan terintegrasi dengan pemerintah Kabupaten hingga Provinsi untuk mengembangkan jahe sebagai produk hasil pertanian unggulan Kabupaten Bangli dan mengembangkan Desa Tiga sebagai salah satu sentra produksi jahe di Provinsi Bali.
Hubungan nilai efisiensi teknis (ET), efisiensi alokatif (EA), dan efisiensi ekonomi (EE) menjelaskan tingkat efisiensi yang dicapai oleh petani. Hasil penelitian terhadap efisiensi produksi menunjukkan bahwa usahatani jahe di Desa Tiga dapat disimpulkan telah efisien secara teknis, tetapi belum efisien secara alokatif dan ekonomi. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani jahe di Desa Tiga telah mampu mengalokasikan inputnya untuk mencapai produksi yang maksimum tetapi masih kurang memperhatikan faktor harga untuk mencapai biaya produksi yang paling minimal dan keuntungan maksimum pada usahatani jahenya. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kemampuan petani dalam mengelola input produksi jahe dan optimalisasi untuk mengkombinasikan penggunaan input produksi dengan tingkat harga dari input yang digunakan. Diperlukannya sebuah dorongan kepada petani untuk memiliki pengetahuan mengenai anjuran jumlah input yang sebaiknya digunakan, dan mengetahui informasi harga input dan output, sehingga efisiensi secara ekonomi dapat tercapai.
Tabel 2. Sebaran Tingkat Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Usahatani Jahe di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali
Indeks Efisiensi |
Efisiensi Teknis |
Efisiensi Alokatif |
Efisiensi Ekonomi |
Σ |
Σ |
Σ | |
< 0,70 |
5 |
57 |
57 |
> 0,70 |
52 |
0 |
0 |
N |
57 |
57 |
57 |
Minimum |
0,66 |
0,34 |
0,34 |
Maksimum |
1,00 |
0,54 |
0,39 |
Rata-rata |
0,89 |
0,41 |
0,36 |
Sumber: Data diolah
Sumber-sumber Inefisiensi Teknis Usahatani Jahe di Desa Tiga
Sumber-sumber inefisiensi teknis yang diduga berpengaruh terhadap tingkat efisiensi usahatani jahe di Desa Tiga terdiri atas enam variabel yaitu usia petani (Z1), lama pendidikan petani (Z2), jumlah tanggungan rumah tangga petani (Z3), lama pengalaman bertani (Z4), dummy status kepemilikan lahan milik sendiri (Z5), dan dummy status kepemilikan lahan sewa (Z6). Pengujian sumber-sumber inefisiensi teknis dilakukan bersamaan dengan pengujian efisiensi teknis yang dijalankan dengan software Frontier 4.1.
Tabel 3. Hasil Pendugaan Parameter Model Efek Inefisiensi Teknis Produksi Stochastic Frontier Petani Jahe di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali
Parameter |
Variabel |
Coefficient |
Standard-error |
t-ratio |
Sign. |
Delta 0 |
Konstanta |
0.36460292E-01 |
0.76909155E+00 |
0.47406960E-01 |
ns |
Delta 1 |
Usia Petani (Z1) |
0.10808514E-01 |
0.73675568E-02 |
0.14670419E+01 |
** |
Parameter Variabel Coefficient Standard-error t-ratio Sign.
Delta 2 Lama Pendidikan Petani (Z2) 0.12572735E-02 0.26578884E-01 0.47303472E-01ns
Delta 3 Jumlah Tanggungan Keluarga -0.70761652E-01 0.64595255E-01 -0.10954621E+01ns
(Z3)
Delta 4 Lama Pengalaman Bertani -0.19574271E-01 0.55633299E-02 -0.35184451E+01ns
(Z4)
Delta 5 Dummy Lahan Milik Pribadi -0.44431813E-01 0.49325561E+00 -0.90078678E-01ns
(Z5)
Delta 6 Dummy Lahan Sewa (Z6) -0.32550562E+00 0.47077356E+00 -0.69142715E+00ns
sigma-squared 0.25911898E+00 0.47317806E-01 0.54761410E+01*
gamma 0.39746849E-04 0.10725952E-03 0.37056708E+00ns
LR test of the one-sided error 0.49215322E+01 < Tabel Kodde and Palm
with number of restrictions = 8 [note that this statistic has a mixed chi-square distribution] 16,27 (α = 5%)
Keterangan:
-
a. * = signifikan α = 1%, ** = signifikan α = 15%
-
b. ns = tidak signifikan
-
c. Angka coefficient, standard-error, dan t-ratio dalam format scientific [misalnya, 0.32065802E+01 = 3,2065802 (dalam format general) dan 0.62428227E-01=0,062428227
Sumber: Data diolah
Berdasarkan hasil olah data dengan program Frontier 4.1, ada tidaknya pengaruh sumber-sumber inefisiensi teknis ini dilihat dari nilai gamma. Hasil nilai gamma pada penelitian ini menunjukkan nilai yang tidak signifikan atau mendekati nol yaitu 0.0000397 artinya sebesar 0,00397% dari variasi hasil diantara petani disebabkan oleh perbedaan efisiensi teknis sementara 99,99602% disebabkan oleh efek-efek stochastic diluar model (noise) (νi) seperti pengaruh iklim dan cuaca, hama dan penyakit, bencana alam, dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan oleh petani jahe. Hal ini didukung oleh penjelasan Darmawan (2016), apabila nilai gamma semakin mendekati nol (0) maka dapat diinterpretasikan bahwa seluruh error term berasal dari noise (νi) dan koefisien inefisiensi teknis produksi menjadi tidak bermakna. Selain itu, dijelaskan pula pada nilai LR Test of the one-sided error dari model fungsi produksi stochastic frontier usahatani jahe di Desa Tiga adalah sebesar 4,92. Nilai tersebut lebih kecil dari yang tercantum pada Tabel Kodde and Palm sebesar 16,27 dengan taraf α adalah 5%. Hal ini bermakna bahwa fungsi produksi stochastic frontier usahatani jahe di Desa Tiga secara kuat menolak adanya sumber inefisiensi teknis yang berasal dari dalam diri petani dalam proses produksinya. Adapun penjelasan dari pengaruh masing-masing variabel keenam terhadap inefisiensi teknis usahatani jahe di Desa Tiga dalam penelitian ini dapat dijabarkan dan dijelaskan sebagai berikut.
Variabel usia petani berpengaruh secara positif dan berpengaruh nyata pada taraf α = 15% terhadap inefisiensi teknis dengan nilai koefisien 0,01. Arti dari nilai koefisien yang benilai positif ini menunjukkan bahwa peningkatan usia petani dapat menurunkan efisiensi teknis atau meningkatkan inefisiensi teknis usahatani jahe. Sebab, usia sangat berkaitan dengan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam memanajemen usahatani jahe. Selain itu, dengan petambahan usia petani cenderung menyebabkan lemahnya kemampuan petani untuk menerima dan mengadopsi inovasi dan teknologi terbaru. Namun, berdasarkan hasil pendugaan parameter terhadap model efek inefisiensi teknis, seluruh nilai koefisien dan signifikansi yang tertera pada variabel usia petani tidak memiliki makna apapun. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa variabel usia petani bukanlah pengaruh utama terhadap inefisiensi teknis. Dengan kata lain, semakin muda atau semakin tua usia petani jahe di Desa Tiga, mereka akan mampu untuk menerima dan mengadopsi inovasi serta memanajemen usahataninya dengan baik untuk menghindari resiko dan menghasilkan keuntungan yang maksimal
Hasil pendugaan parameter model efek inefisiensi teknis pada usahatani jahe di Desa Tiga, didapatkan nilai koefisien variabel lama pendidikan petani sebesar 0,001. Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel lama pendidikan petani berpengaruh secara positif tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani jahe. Tanda positif menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan dapat menurunkan efisiensi dan meningkatkan inefisiensi teknis. Namun, lama pendidikan tidak berpengaruh nyata dan nilai koefisien yang tertera tidak bermakna apapun, sehingga lama pendidikan tidak memiliki pengaruh dalam meningkatkan efisiensi teknis.
Variabel jumlah tanggungan rumah tangga petani memiliki nilai koefisien sebesar -0,07 dan tidak berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis. Artinya adalah semakin banyak jumlah tanggungan rumah tangga petani akan menurunkan tingkat inefisiensi teknis dan meningkatkan efisiensi usahatani jahenya. Namun, variabel jumlah tanggungan rumah tangga petani ini tidak berpengaruh nyata dan bukan variabel yang mempengaruhi inefisiensi teknis sehingga sedikit atau banyaknya jumlah tanggungan yang dimiliki oleh petani sebagai kepala keluarga tidak berpengaruh terhadap tingkat inefisiensi teknis.
Berdasarkan hasil pendugaan parameter model efek inefisiensi, variabel lama pengalaman bertani memiliki pengaruh yang negatif dan tidak nyata dengan nilai koefisien sebesar -0,01. Tanda negatif pada nilai koefisien menunjukkan bahwa semakin lama pengalaman yang dimiliki oleh petani akan meningkatkan efisiensi dan menurunkan tingkat inefisiensi teknis usahataninya. Namun, indikasi tersebut tidak menjadi penting sebab variabel lama pengalaman bertani tidak berpengaruh nyata dan nilai koefisien yang tertera tidak memiliki makna apapun. Artinya ialah baik petani yang memiliki pengalaman bertani jahe lama maupun pendek atau petani baru dalam berusahatani jahe akan memperoleh peluang yang sama dengan petani yang berpengalaman.
Nilai koefisien untuk variabel dummy status kepemilikan lahan milik pribadi adalah -0,04, sedangkan nilai koefisien untuk variabel dummy status kepemilikan lahan sewa adalah -0,32. Pengaruh variabel status kepemilikan lahan ini baik lahan pribadi dan sewa adalah tidak berpengaruh nyata. Nilai koefisien yang benilai negatif ini bermakna semakin banyak petani yang mengusahatanikan jahenya pada lahan milik pribadi dan sewa maka akan meningkatkan efisiensi usahatani jahe dan menurunkan inefisiensi teknis usahatani jahe. Namun, makna dari nilai koefisien tersebut tidak menjadi penting lagi sebab pengaruh variabel dummy status kepemilikan lahan milik dan sewa tidak berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis. Selain itu, hasil pendugaan parameter model efek inefisiensi menolak dengan kuat adanya sumber inefisiensi yang berasal dari faktor sosial ekonomi petani. Penjelasan yang dapat diberikan adalah baik petani yang mengusahakan di lahan pribadi, di lahan sewa atau bahkan dikedua lahan milik pribadi dan sewa, sama-sama bergantung pada keberhasilan usahataninya. Oleh karena itu, tidak ada petani yang tidak menjalankan usahataninya dengan tidak sungguh-sungguh. Setiap petani jahe di Desa Tiga selalu mengharapkan usahataninya berhasil dan mencapai keuntungan yang maksimal sehingga petani jahe di Desa Tiga selalu menjalankan usahataninya dengan sebaik mungkin, terlepas dari status kepemilikan lahan yang digunakan untuk berusahatani jahenya.
Kelayakan Usahatani Jahe di Desa Tiga
Analisis usahatani jahe di Desa Tiga dilakukan dengan memperhitungkan nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan. Faktor-faktor produksi yang digunakan pada usahatani jahe di Desa Tiga meliputi bibit, pupuk organik, pupuk anorganik, mulsa daun bambu dan tenaga Suryani, et al.,…|633
kerja. Pada usahatani jahe gajah di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli total produksi jahe segar adalah 170.650 kg dengan rata-rata produksi jahe sebesar 2.994 kg per luas lahan garapan 2500 m2 per musim tanam. Rata-rata harga jual jahe segar ditingkat petani pada saat penelitian dilaksanakan adalah Rp 27.456,14.
Berdasarkan hasil perhitungan biaya produksi didapatkan rata-rata total biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani jahe di Desa Tiga sebesar Rp 34.877.127,97 per luas lahan garapan 2500 m2 per musim tanam. Besar nilai rata-rata pendapatan yang didapatkan pada usahatani jahe di Desa Tiga adalah sebesar Rp 40.278.836,95 per luas lahan garapan 2500 m2 per musim tanam. Setelah penerimaan dan pendapatan diketahui maka dapat dilakukan perhitungan R/C ratio. Nilai RC ratio ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat penerimaan yang dapat diperoleh dari biaya produksi yang dikeluarkan dalam satu kali musim tanam jahe di Desa Tiga. Perhitungan R/C ratio didapatkan dari pembagian penerimaan dengan total biaya produksi yang dikeluarkan. Jika nilai R/C ratio yang dihasilkan adalah < 1, maka usahatani jahe yang dilakukan mengalami kerugian, lalu apabila R/C ratio = 1, maka usahatani jahe tidak mengalami kerugian ataupun keuntungan (impas), dan bila R/C ratio > 1, maka usahatani jahe tersebut dikatakan menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Nilai R/C ratio pada penelitian ini adalah 1,56, artinya bahwa usahatani jahe yang dilakukan oleh petani jahe di Desa Tiga layak dan menguntungkan.
Tabel 4. Analisis Kelayakan Usahatani Jahe di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali
Uraian |
Jumlah Biaya Rata-Rata (Rp/2500 m2/MT) |
Jumlah Biaya Rata-Rata (Rp/100 m2/MT) |
% |
|
2.994* |
120* | |
Total Penerimaan |
75.155.964,91 |
3.006.238,60 | |
| |||
1) Bibit |
16.762.280,70 |
670.491,23 |
41,00 |
2) Pupuk Organik |
4.215.632,46 |
168.625,30 |
10,31 |
3) Pupuk Anorganik |
1.204.162,18 |
48.166,49 |
2,95 |
4) Mulsa Daun Bambu |
999.035,09 |
39.961,40 |
2,44 |
5) Tenaga Kerja Luar Keluarga |
3.453.947,37 |
138.157,89 |
8,45 |
6) Pengangkutan |
7.515.596,49 |
300.623,86 |
18,38 |
7) Karung |
51.614,04 |
2.064,56 |
0,13 |
Jumlah Biaya Variabel Tunai |
34.202.268,32 |
1.368.090,73 | |
b. Biaya Tetap Tunai | |||
1) Pajak Lahan |
18.894,74 |
755,79 |
0,05 |
2) Sewa Alat |
655.964,91 |
26.238,60 |
1,60 |
Jumlah Biaya Tetap Tunai |
674.859,65 |
26.994,39 | |
Total Biaya Tunai |
34.877.127,97 |
1.395.085,12 | |
| |||
1) Tenaga Kerja Dalam Keluarga |
4.515.526,32 |
180.621,05 |
11,05 |
Jumlah Biaya Variabel Tidak Tunai |
4.515.526,32 |
180.621,05 | |
b. Biaya Tetap Tidak Tunai | |||
1) Sewa Lahan |
1.391.228,07 |
55.649,12 |
3,40 |
2) Penyusutan Peralatan |
95.263,16 |
3.810,53 |
0,23 |
Jumlah Biaya Tetap Tidak Tunai |
1.486.491,23 |
59.459,65 | |
Total Biaya Tidak Tunai |
6.002.017,54 |
240.080,70 | |
Total Biaya Produksi |
40.879.145,51 |
1.635.165,82 |
100,0 0 |
4. Pendapatan atas Biaya Tunai |
40.278.836,95 |
1.611.153,48 |
Uraian |
Jumlah Biaya Rata-Rata (Rp/2500 m2/MT) |
Jumlah Biaya Rata-Rata (Rp/100 m2/MT) |
% |
5. Pendapatan atas Total Biaya |
34.276.819,40 |
1.371.072,78 | |
6. R/C Ratio |
1,56 | ||
Keterangan:
|
Sumber: Data diolah
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan hasil penelitian, maka diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini sebagai berikut.
-
1. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap usahatani jahe di Desa Tiga meliputi luas lahan, jumlah penggunaan bibit, dan jumlah penggunaan mulsa daun bambu.
-
2. Usahatani jahe di Desa Tiga secara teknis telah termasuk dalam kategori efisien dengan nilai rata-rata 0,89, tetapi belum efisien secara alokatif dan ekonomi dengan nilai rata-rata 0,41 dan 0,36.
-
3. Sumber-sumber inefisiensi teknis usahatani jahe di Desa Tiga tidak berasal dari faktor sosial ekonomi petani tetapi berasal dari faktor yang tidak dapat dikontrol oleh petani, seperti iklim dan cuaca, hama dan penyakit, bencana alam, dan lain sebagainya.
-
4. Nilai R/C ratio usahatani jahe di Desa Tiga adalah 1,56 sehingga usahatani jahe di Desa Tiga layak dan menguntungkan untuk dikembangkan.
Saran
Penelitian ini menghasilkan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi solusi pengembangan usahatani jahe di Desa Tiga, yaitu
-
1. Membentuk kelompok tani jahe di Desa Tiga sebagai sarana atau wadah bagi petani jahe di Desa Tiga untuk saling berbagi informasi tentang budidaya jahe, meningkatkan posisi tawar petani jahe dalam hal penentuan harga jual dan besar nilai pengangkutan, dan sebagai saluran penghubung antara petani jahe dengan pihak-pihak terkait dan pemerintahan.
-
2. Dilakukannya penyuluhan dan pelatihan mengenai budidaya, peluang dan prospek bisnis usahatani jahe serta pemberantasan hama dan penyakit jahe oleh pihak-pihak yang terkait seperti Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bangli dan Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Susut.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli. 2018. Kabupaten Bangli Dalam Angka 2018. Bangli: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2018. Statistik Hortikultura Provinsi Bali 2018.
Denpasar: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.
Coelli, T. J. et al. 2005. An introduction to efficiency and productivity analysis. New York: Springer Science and Business Media.
Darmawan, D. P. 2016. Pengukuran Efisiensi Produktif. Yogyakarta: Penerbit Elmatera.
Kumbhakar, S. C. and Lovell, C. A. K. 2003. Stochastic Frontier Analysis. England: Cambridge University Press.
Pribadi, E. R. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah Penelitian dan Pengembangannya. Perspektif. 8(1): 52–64.
Rostiana, O., Nurliani, B. and Mono, R. 2010. Standar Prosedur Operasional Jahe, Kencur, Kunyit dan Temulawak. Sirkuler. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
Soesanto, L. et al. 2005. Penyakit Busuk Rimpang Jahe di Sentra Produksi Jahe Jawa Tengah: Intensitas dan Pola Sebaran Penyakit. Agrosains. 7(1): 27–33.
Soesanto, L., Julia, P. D. and Nur, P. 2005. Pengenalan Dini Penyakit Busuk Rimpang Jahe. Agrin. 8: 76–83.
Suryani, et al.,…|636
Discussion and feedback