Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.9, No.1, Mei 2021

E- ISSN: 2684-7728

Pengaruh Regulasi, Pengawasan, Kepala Desa dan Pendamping Desa terhadap Kinerja Pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Bogor

Effect of Regulation, Supervision, Village Head and Village Facilitator on The Performance of Village-Fund Management in Bogor Regency

Ketsia Aprilianny Laya*)

Yusman Syaukat Ma’mun Sarma

Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana IPB Bogor, Jawa Barat, Indonesia

Email: [email protected]*)

ABSTRACT

This study aims to test and analyze the effect of regulation, supervision system, village heads and village assistant on the performance of Village Fund Management in Bogor Regency. The sample consists of 51 respondents using purposive sampling technique, which consist of village officials (village head, village secretary, section head/head of affairs), village communities, village assistant, and local government representatives who handle village coaching and supervision in Bogor Regency. Data were analyzed using Likert scale instrument and multiple linear regression. The results showed that all the independent variables (regulation, supervision system, village head dan the village facilitator) have a significant effects on the success of Village Fund management if tested simultaneously (F test), but only the regulation variable had a significant effect on the management of Village Fund in Bogor Regency if a partial test was carried out (t test). The adjusted R-square value is 0,442 or 44,2% which means 44,2% of the success variable of Village Fund management can be explained by the four independent variables (regulation, supervision system, village head dan the village facilitator), while the remaining 55,8% explained by other independent variables outside the model in this study.

Keywords:  regulation, supervision system, village head, village facilitator, multiple linear

regression

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh dari regulasi, sistem pengawasan, kepala desa serta pendamping desa terhadap kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor. Sampel pada penelitian ini sebanyak 51 responden yang dipilih berdasarkan metode purposive sampling dan terdiri dari perangkat desa (Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Seksi/Kepala Urusan), masyarakat desa, pendamping desa serta perwakilan pemerintah daerah yang menangani pembinaan dan pengawasan Desa pada Kabupatan Bogor. Data dianalisis menggunakan instrumen skala Likert dan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh variabel regulasi, sistem

pengawasan, kepala desa serta pendamping desa berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengelolaan dana desa jika diuji bersamaan (uji F), namun hanya variabel regulasi yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor jika dilakukan uji parsial (uji t). Nilai adjusted R-square yaitu sebesar 0,442 atau 44,2% yang berarti bahwa 44,2% variabel kinerja Pengelolaan dana desa dapat dijelaskan oleh keempat variabel independen yaitu regulasi, sistem pengawasan, kepala desa, dan pendamping desa, sedangkan sisanya sebesar 55,8% dijelaskan oleh variabel independen lain di luar model yang di teliti

Kata kunci: regulasi, sistem pengawasan, kepala Desa, pendamping Desa, regresi linier berganda

PENDAHULUAN

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut Undang-Undang Desa) beserta peraturan turunannya telah mengubah paradigma pembangunan desa, dimana desa yang awalnya sebagai obyek pembangunan menjadi subyek pembangunan berbasis partisipasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kemenkeu, 2017). Waskitojati et al. (2016) mengungkapkan bahwa perubahan paradigma dari “Pembangunan Desa” menjadi “Desa Membangun” dengan desa sebagai subyek ini membutuhkan kewenangan desa sebagai salah satu prasyarat. Perubahan arah pembangunan desa ini dikemukakan di dalam Undang-Undang Desa sebagai wujud pemberian otoritas yang lebih besar bagi desa dalam mengelola dirinya sendiri termasuk dalam perencanaan anggaran pembangunan di desa. Sesuai dengan prinsip money follow function dan money follow program, maka desa diberikan sumber pendapatan yang memadai agar dapat mengelola potensi yang dimilikinya guna meningkatkan ekonomi desa dan kesejahteraan masyarakat (Kemenkeu, 2017).

Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mendefinisikan dana desa sebagai dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (2020) jumlah transfer dana desa sejak tahun pertama (tahun 2015) terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, mulai dari Rp20,67 triliun (2015), dan meningkat menjadi Rp46,98 triliun (2016), Rp60 triliun (2017), Rp60 triliun (2018) dan Rp70 triliun (2019).

Indikator keberhasilan Pemerintah Daerah dalam mengelola dana desa adalah dengan memastikan kesesuaian pelaksanaan di lapangan dengan peraturan perundang-undangan. Surya (2018) menyatakan bahwa keberhasilan pengelolaan dana desa dapat dipengaruhi oleh dua dimensi yaitu dimensi sistem dan dimensi sumber daya manusia. Muis, et al. (2015) menyampaikan dimensi sistem terdiri atas regulasi dan sistem pengawasan, sementara dimensi sumber daya manusia (SDM) terdiri dari dua aktor yaitu kepala desa (dan perangkatnya) dan pendamping Desa. Prasetyo dan Muis (2015) juga menyampaikan dua isu penting yang menjadi kunci dan faktor determinan yang secara krusial mempengaruhi keberhasilan pengelolaan keuangan desa dari sisi SDM,

yaitu isu kompetensi kepala desa dan isu pendamping desa yang membantu segala permasalahan di desa, termasuk membantu pengelolaan keuangan.

Kabupaten Bogor yang terletak di Provinsi Jawa Barat merupakan Kabupaten/Kota penerima dana desa terbesar di Provinsi Jawa Barat. Dengan jumlah 416 desa dalam 40 kecamatan (BPS, 2019), rata-rata besaran dana desa yang diterima Kabupaten Bogor lebih besar 17,63% daripada rata-rata dana desa secara nasional (Tabel 1).

Tabel 1. Besaran Dana desa di Kabupaten Bogor Tahun 2015-2019

Jumlah Dana Desa di Tahun

Kabupaten Bogor

Rata DD di

Rata-Rata Dana Kabupaten Bogor

Desa di Indonesia (416 Desa)

2015   Rp   130.262.061.000

2016   Rp   292.555.382.000

2017   Rp   371.999.170.000

2018   Rp   402.068.049.000

2019   Rp   488.434.210.000

Rp    313.129.954  Rp  280.272.090

Rp    703.258.130  Rp  628.489.178

Rp    894.228.774  Rp  800.961.153

Rp    966.509.733  Rp  800.458.930

Rp   1.174.120.697  Rp  933.906.129

Sumber: diolah dari DPMD (2020) dan Kemenkeu (2020)

Melihat besarnya dana desa yang harus dikelola oleh Kabupaten Bogor, maka perlu dilakukan identifikasi pengaruh faktor-faktor pendukung kinerja pengelolaan dana desa pada Kabupaten Bogor berdasarkan dua dimensi sistem dan sumber daya manusia, sehingga tujuan spesifik dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh dari regulasi, sistem pengawasan, kepala desa serta pendamping desa terhadap kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan data berupa angka yang selanjutnya akan dianalisis menggunakan skala Likert dan statistik regresi linier berganda. Sampel dalam penelitian ini adalah perangkat desa (kepala desa, sekretaris desa, kepala seksi/kepala urusan), masyarakat desa, dan pendamping desa pada 7 desa di dalam 3 kecamatan di Kabupaten Bogor, serta perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan Inspektorat Kabupaten Bogor, yang secara keseluruhan jumlahnya mencapai 51 orang. Mengingat keterbatasan sumber daya dan waktu penelitian, pemilihan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yang mempertimbangkan lokasi kecamatan dan capaian nilai Indeks Desa Membangun (IDM). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

  • 1.    Observasi dengan cara melakukan pengamatan langsung kepada responden penelitian;

  • 2.    Kuesioner, dengan memberikan kuesioner kepada responden penelitian yang berisi sejumlah pernyataan tertulis terkait berbagai variabel yang diteliti pada penelitian ini.

Untuk memudahkan proses penyusunan kuesioner bagi responden perlu didefinisikan variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagaimana Tabel 2.

Tabel 2. Operasional Variabel

Variabel

Definisi                      Indikator

Pengelolaan

Dana Desa (Y)

Keberhasilan pengelolaan Dana Desa   a. Pengalokasian

sesuai ketentuan perundang-          b. Penyaluran

undangan yang meliputi tahap        c. Penggunaan

pengalokasian, penyaluran,            d. Pelaporan

penggunaan, dan pelaporan Dana Desa. (Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Dana Desa tahun 2017-2019 dan Peraturan Menteri

Desa, PDT dan Transmigrasi tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa 20172019)

Regulasi (X1)

Peraturan perundangan terkait Pengelolaan Dana Desa (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri/Lembaga, Peraturan Bupati/Walikota)

Peraturan tentang

Pengelolaan Dana Desa

Sistem

Tindakan yang dilakukan untuk

a.   Aparat Pengawas

Pengawasan

meningkatkan ketaatan organisasi

Internal Pemerintah

(X2)

(dalam hal ini desa) terhadap hukum dan peraturan-peraturan lainnya (Yarni, et al.,2019).

(APIP)/ Inspektorat b. Kecamatan

c Saluran pengaduan masyarakat

Kepala Desa

Kemampuan pengetahuan,

a.   Kompetensi

(X3)

keterampilan/kecakapan, dan sikap yang dimiliki Kepala Desa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa, yang diperoleh baik melalui pendidikan, pelatihan maupun pengalaman yang meliputi kompetensi pengetahuan/intelektual, kompetensi keterampilan dan kecakapan serta kompetensi sikap (Kuengo, et al. (2017))

pengetahuan/ intelektual

  • b.  Kompetensi

keterampilan dan kecakapan

  • c.    Komptensi sikap

Pendamping

Kompetensi dan kualifikasi

Kompetensi bidang

Desa (X4)

pendampingan dibidang penyelenggaraan pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya, dan/ atau teknik untuk melakukan

pendampingan desa (Kemenaker, 2018)

Pengelolaan Keuangan

Desa

Pengukuran masing-masing variabel dilakukan menggunakan kuesioner berdasarkan kriteria. Untuk variabel Y (Pengelolaan dana desa), kriteria pengukuran berdasarkan antara lain ketepatan perhitungan formulasi dan waktu penyaluran, kesesuaian realisasi penggunaan dengan prioritas penggunaan, manfaat yang dirasakan masyarakat serta ketepatan waktu dan akuntabilitas pelaporan. Variabel Regulasi (X1) diukur berdasarkan kelengkapan dan kejelasan peraturan yang ada tentang dana desa. Selanjutnya, variabel Sistem Pengawasan (X2) diukur berdasarkan kegiatan pengawasan yang dilakukan baik oleh Inspektorat maupun kecamatan serta ketersediaan saluran pengaduan masyarakat terkait pengelolaan keuangan desa. Variabel Kepala Desa (X3) diukur berdasarkan kompetensi pengetahuan seperti tingkat pendidikan, pengetahuan dalam pemerintahan desa, serta kompetensi keterampilan dan sikap seperti kedisipilinan, tanggung jawab, semangat kerja dan lain-lain. Variabel Pendamping Desa (X4) diukur dari kompetensi pendamping desa dalam perencanaan keuangan desa, pelaksanaan kegiatan, maupun evaluasi pelaksanaan kegiatan.

Berdasarkan variabel operasional pada Tabel 2, model hipotesis untuk menjawab tujuan penelitian dirumuskan dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

y =«->^L->h^- >h v, - β^ + ε

Dimana:

Y = Kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor

  • X1 = Regulasi

X2 = Sistem Pengawasan

X3 = Kepala Desa dan Perangkatnya

X4 = Pendamping Desa

α = Intersep

β = Slope

Ɛ = Error term

Selanjutnya, berdasarkan model dan persamaan regresi diatas, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1 : Regulasi berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor;

H2 : Sistem pengawasan berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor;

H3 : Kepala desa berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor;

H4 : Pendamping desa berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan dana desa di

Kabupaten Bogor;

H5 : Regulasi, sistem pengawasan, kepala desa dan pendamping desa secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan dana desa.

Pengujian yang dilakukan terhadap instrumen penelitian ini yaitu uji validitas dengan teknik korelasi product moment, uji reliabilitas menggunakan uji statistik Cronbach Alpha (α) dimana suatu variabel dinyatakan reliabel jika memberikan nilai (α) ≥ 0,6, serta uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heterokedastisitas (Ghozali, 2011). Uji hipotesis dilakukan menggunakan program SPSS 23.0 dengan beberapa indikator pengujian antara lain: a) uji simultan (uji F) untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) secara bersama-sama, b) uji parsial (uji t) untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (X) secara parsial terhadap variabel terikat (Y), c) uji korelasi (R) untuk mempelajari hubungan antar dua variabel atau lebih, dan uji koefisien determinasi (R2) untuk mengetahui seberapa besar hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih jelas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengujian validitas data dilakukan dengan teknik korelasi product moment secara statistik menggunakan program SPSS 23.0. Hasil uji validitas dengan siginifikansi α= 0,05 dapat dilihat pada Tabel 3, dimana ada 2 item yang memiliki p-value (2-tailed) ≥ 0,05 dan/atau memiliki nilai pearson correlation negatif yaitu pada variabel

Pengelolaan dana desa (Y) item Y6 dan variabel Kepala Desa (X3) yaitu pada item X3.6 sehingga kedua item tersebut dinyatakan tidak valid dan akan dihilangkan (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil uji validitas dan realibilitas

Nilai

Pearson

Cronbatch

No

Variabel

Sig. (2-

Ket

Ket

Correlation

Alpha

Tailed)

Pengelolaan

1

Dana Desa

Y. 1

0,000

0,594

Valid

0,901

Reliabel

(Y)

Y. 2

0,000

0,68

Valid

0,898

Reliabel

Y. 3

0,000

0,721

Valid

0,897

Reliabel

Y. 4

0,000

0,692

Valid

0,897

Reliabel

Y.5

0,003

0,412

Valid

Tidak

0,902

Reliabel

Y. 6

0,051

0,274

-

-

valid

Y. 7

0,000

0,671

Valid

0,895

Reliabel

Y. 8

0,000

0,591

Valid

0,897

Reliabel

2

Regulas i (X1)

X1. 1

0,000

0,806

Valid

0,894

Reliabel

X1. 2

0,000

0,793

Valid

0,895

Reliabel

X1. 3

0,000

0,602

Valid

0,902

Reliabel

Sis tem

3

Pengawas an

X2. 1

0,000

0,775

Valid

0,896

Reliabel

(X2)

X2. 2

0,000

0,839

Valid

0,895

Reliabel

X2. 3

0,000

0,684

Valid

0,898

Reliabel

X2. 4

0,000

0,674

Valid

0,896

Reliabel

X2. 5

0,000

0,646

Valid

0,896

Reliabel

4

(X3)

X3.1

0,005

0,386

Valid

0,902

Reliabel

X3.2

0,017

0,332

Valid

0,904

Reliabel

X3.3

0,01

0,464

Valid

0,9

Reliabel

X3.4

0,01

0,354

Valid

0,901

Reliabel

X3.5

0,000

0,637

Valid

Tidak

0,896

Reliabel

X3.6

0,758

-0,44

-

-

valid

X3.7

0,005

0,384

Valid

0,901

Reliabel

X3.8

0,000

0,575

Valid

0,898

Reliabel

X3.9

0,000

0,699

Valid

0,897

Reliabel

X3 .10

0,000

0,76

Valid

0,894

Reliabel

X3 .11

0,000

0,749

Valid

0,896

Reliabel

Pendamping

X3 .12

0,000

0,749

Valid

0,896

Reliabel

5

X4.1

0,000

0,84

Valid

0,902

Reliabel

Des a (X4 )

X4.2

0,000

0,807

Valid

0,901

Reliabel

X4.3

0,000

0,904

Valid

0,899

Reliabel

X4.4

0,000

0,761

Valid

0,898

Reliabel

6

Kes eluruhan

variabel X dan Y

0,901

Reliabel

Sumber: data diolah (2021)

Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya (Ghozali, 2011). Pengujian reliabilitas dilakukan terhadap item pernyataan yang lolos uji validitas tahap sebelumnya. Hasil uji reliabilitas data dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa nilai Cronbach’s Alpha (α) untuk masing-masing maupun untuk keseluruhan variabel dependen dan independen seluruhnya bernilai ≥ 0,60 dan bersifat reliabel sehingga dapat digunakan dalam penelitian ini.

Uji Asumsi Klasik

Uji normalitas merupakan bagian dari uji asumsi klasik untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi yang normal, menggunakan uji statistik Skewness dan Kurtosis, dimana hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. Rasio Skewness adalah sebesar 0,444 (hasil dari 0,148/0,333) dan rasio Kurtosis sebesar -0,034 (hasil dari -0,222/0,656) masih berada dalam rentang -1,96 hingga +1,96 sehingga disimpulkan distribusi data adalah normal.

Tabel 4. Hasil uji normalitas

Skewness

Kurtosis

Statistic

Std. Error

Statistic

Std. Error

Unstandardized

0,148

0,333

-0,022

0,656

Residual

Valid N (listwise)

Sumber: data primer diolah (2021)

Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi ini ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen) dengan hasil pada Tabel 5, dimana untuk seluruh variabel X memiliki nilai tolerance >0,01 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) <10, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat gejala multikolinearitas.

Tabel 5. Hasil uji multikolineritas

Model

Collinear

Tolerance

ity Statistics VIF

(Constant)

Regulas i

0,568

1,761

Sist em P engawas an

0,323

3,101

Kep ala Des a

0,336

2,978

P endamp ing D es a

0,901

1,109

Sumber: data primer diolah (2021)

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ini terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan satu ke pengamatan lainnya. Berdasarkan Gambar 1 grafik plot (scatterplot) diketahui bahwa titik-titik data penyebar berada di atas dan di bawah atau sekitar angka 0 dan tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja, dan penyebaran titik datanya tidak berpola, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi ini.

Gambar 1. Grafik Plot uji heterokedastisitas

Uji Hipotesis dengan Regresi Linier Berganda

Setelah seluruh variabel dan model diuji dan dianggap layak, maka dilakukan uji regresi linier berganda terhadap model dengan siginifikansi (α)= 5%, dan hasil pada Tabel 6.

Tabel 6. Output persamaan regresi linier berganda

Model

Unstandardized Coefficients Std.

Standardized Coefficients

Beta

t

t table

Sig.

B

Error

(Constant)

0,706

0,425

1,662

1,679

0,103

Regulasi

0,393

0,133

0,415

2,96

1,679

0,005

Sistem Pengawasan

0,065

0,162

0,074

0,398

1,679

0,692

Kep ala Desa

0,276

0,196

0,257

1,411

1,679

0,165

Pendamp ing Desa

0,08

0,1

0,089

0,8

1,679

0,428

Sumber: data primer diolah (2021)

Berdasarkan Tabel 6, persamaan regresi linier berganda yang terbentuk adalah:

Y = 0,706 + 0,393 X1+ 0,065 X2+ 0,276 X3+ 0,080 X4

Konstanta sebesar 0,706 menyatakan bahwa jika variabel Regulasi (X1), Sistem Pengawasan (X2), Kepala Desa (X3) dan Pendamping Desa (X4) bernilai konstan, maka variabel pengelolaan dana desanya (Y) memiliki nilai positif sebesar 0,706. Lebih lanjut, nilai koefisien regresi Regulasi (X1) sebesar 0,393 menunjukan ada pengaruh positif pada variabel pengelolaan dana desa (Y), yang artinya jika variabel Regulasi (X1) naik sebesar satu satuan (misalnya dengan perbaikan/kejelasan regulasi) dan variabel lain dianggap konstan, maka variabel pengelolaan dana desa (Y) akan meningkat sebesar 0,393. Selanjutnya, koefisien regresi sebesar 0,065 menunjukkan ada pengaruh positif pada variabel pengelolaan dana desa (Y) yang memiliki arti bahwa jika variabel sistem pengawasan (X2) naik sebesar satu satuan (misal dengan tambahan tindakan pengawasan terhadap desa) dan variabel lain dianggap konstan, maka variabel pengelolaan dana desa (Y) akan meningkat sebesar 0,065. Koefisien regresi Kepala Desa (X3) sebesar 0,276 juga menunjukkan ada pengaruh positif pada variabel pengelolaan dana desa (Y) yang berarti jika variabel Kepala Desa (X3) naik sebesar satu satuan (misalnya dengan peningkatan kompetensi Kepala Desa) dan variabel lain dianggap konstan, maka variabel pengelolaan dana desa (Y) akan meningkat sebesar 0,276, sedangkan untuk koefisien regresi pendamping desa (X4) sebesar 0,080 juga menunjukkan ada pengaruh positif pada variabel pengelolaan dana desa (Y) artinya variabel pendamping desa (X4) naik sebesar satu satuan (misal dengan peningkatan kompetensi pendamping desa dibidang pengelolaan keuangan desa) dan variabel lain dianggap konstan, maka variabel pengelolaan dana desa akan meningkat sebesar 0,080.

Uji Hipotesis dengan Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh signifikansi variabel-variabel bebas secara bersama -sama terhadap variabel terikat (Sugiyono, 2013). Hasil uji F sebagaimana Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, pada taraf nyata (α)= 0,05 diperoleh nilai p-value = 0,000

dan nilai Fhitung > Ftabel (10,905 > 2,570) maka H0 ditolak atau hipotesis H5 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Regulasi (X1), Sistem Pengawasan (X2), Kepala Desa (X3) dan Pendamping Desa (X4) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pengelolaan dana desa (Y) dan model regresi ini bisa dipakai untuk memprediksi keberhasilan kinerja pengelolaan dana desa (Y).

Tabel 7. Hasil uji F

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Regression

2,584

4

0,646

10,905

,000b

Residual

2,725

46

0,059

Total

5,309

50

Sumber: data primer diolah (2021)

Uji Hipotesis dengan Uji t

Hasil Uji t yang digunakan untuk membuktikan pengaruh antara variabel Regulasi (X1), Sistem Pengawasan (X2), Kepala Desa (X3) dan Pendamping Desa (X4) berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan dana desa (Y) secara parsial dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, dengan siginifikansi (α) =0,05 maka didapatkan nilai Ttabel sebesar 1,679, sehingga berturut-turut maka didapatkan p-value untuk masing-masing variabel Regulasi (X1) sebesar 0,005, Sistem Pengawasan (X2) sebesar 0,692, Kepala Desa (X3) sebesar 0,165, dan Pendamping Desa (X4) sebesar 0,428. Begitupun ketika dilakukan perbandingan antara thitung dan ttabel, hanya variabel Regulasi (X1) yang memiliki nilai thitung > ttabel (2,96 > 1,679), sehingga dapat disimpulkan hanya variabel Regulasi (X1) yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengelolaan dana desa (Y) di Kabupaten Bogor.

Hasil uji t pada Tabel 6 juga sekaligus menjawab hipotesis penelitian 1-4 sebagai berikut:

Terima H1 : Regulasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor.

Tolak H2 : Sistem pengawasan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja

pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor.

Tolak H3 : Kepala Desa tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor.

Tolak H4 : Pendamping desa tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor.

Uji Korelasi (R) dan Koefisien Determinasi (R2)

Berdasarkan hasil output regresi pada Tabel 8 didapat nilai korelasi (R) sebesar 0,698(a) yang menunjukkan bahwa korelasi/hubungan antara variabel Pengelolaan Dana desa (Y) dan keempat variabel independennya (Regulasi (X1), Sistem Pengawasan (X2), Kepala Desa (X3) dan Pendamping Desa (X4)) adalah kuat (karena besarnya > 0,5). Selanjutnya, angka R-Square atau Koefisien Determinasi adalah 0,487 yang didapat dari hasil perkalian kuadrat nilai korelasi (R) yaitu 0,698 x 0,698. Angka R- Square 0,487 atau 48,7% memiliki arti bahwa 48,7% variabel dependen pengelolaan dana desa

(Y) dapat dijelaskan oleh keempat variabel independen yaitu Regulasi (X1), Sistem Pengawasan (X2), Kepala Desa (X3) dan Pendamping Desa (X4), sedangkan sisanya sebesar 51,3% dijelaskan oleh variabel independen lain di luar model yang di teliti. Dalam penelitian ini, mengingat jumlah variabel independen yang digunakan lebih dari dua, maka R-square yang digunakan adalah yang adjusted R-square yaitu sebesar 0,442 atau 44,2%. Std. Error of the Estimate pada Tabel 8 yang bernilai 0,2434 menggambarkan tingkat ketepatan prediksi regresi, dimana semakin kecil angkanya maka akan semakin baik hasil prediksinya.

Tabel 8. Hasil uji korelasi dan Koefisien Determinasi

Model

R

R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error of the Estimate

1

,698a

0,487

0,442

0,2434

Sumber: Data primer diolah (2021)

Uji Skala Likert

Perhitungan uji skala Likert dilakukan dengan menjumlahkan semua hasil skor dalam kuesioner yang telah diisi oleh responden. Hasil perhitungan skala likert sebagaimana Tabel 9 dapat dilihat bahwa dari empat variabel yang diuji, variabel Regulasi (X1) paling berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan dana desa (Y) dengan nilai rata-rata 3,37, diikuti variabel Kepala Desa (X3) dengan nilai rata-rata 3,28, dan Sistem Pengawasan (X2) dengan nilai 3,23, sedangkan variabel Pendamping Desa (X4) memiliki nilai rata-rata terkecil 3,13.

Tabel 9. Hasil perhitungan dengan Skala Likert

Variabel

Jumlah Pernyataan

Nilai Maksimal

Jumlah

Responden

Total

Nilai

Rata-Rata

Regulasi (X 1)

3

612

51

515

3,37

Sistem Pengawasan (X2)

5

1020

51

823

3,23

Kepala Desa (X3)

11

2444

51

1841

3,28

Pendamp ing Desa (X4)

4

816

51

639

3,13

Sumber: data diolah (2021)

Pengaruh Regulasi terhadap Kinerja Pengelolaan Dana desa

Regulasi berperan penting dalam kinerja pengelolaan dana desa secara keseluruhan. Regulasi dari berbagai undang-undang dan peraturan bertujuan memudahkan dalam pelaksanaan dan tidak menimbulkan multitafsir dalam penerapannya (Haryanto, 2007). Berdasarkan uji hipotesis dengan uji t sebagaimana Tabel 6 didapatkan bahwa Regulasi berpengaruh siginifikan terhadap kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor. Hasil pengujian ini dalam penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitria dan Wibisono (2019) di Kabupaten Madiun bahwa regulasi berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan keuangan desa, dimana dalam hal ini pengelolaan dana

desa merupakan bagian dari pengelolaan keuangan Desa. Elfin et al. (2019) juga menyatakan bahwa regulasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengelolaan keuangan desa, dimana dengan ketersediaan regulasi yang ada memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan pengelolaan keuangan desa yang baik.

Regulasi berfungsi sebagai pedoman bagi perangkat desa untuk melaksanakan pengelolaan dana desa, dan dalam penelitian ini regulasi terkait dana desa berpengaruh siginifikan terhadap kinerja pengelolaan dana desa karena regulasi terkait dana desa yang ada dianggap telah ada, lengkap dan dapat dipahami serta diimplementasikan baik oleh para pembuat kebijakan maupun para pelaksana di desa. Khoiriah dan Meylina (2017) menyampaikan bahwa Indonesia telah memiliki regulasi yang cukup siginifikan terkait dana desa mulai dari Undang-Undang Desa dan peraturan lainnya yang terkait langsung dengan dana desa.

Hasil observasi lapangan maupun pengisian kuesioner menyatakan bahwa regulasi terkait pengelolaan dana desa khususnya di Kabupaten Bogor sudah lengkap mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Bupati sampai Peraturan Desa. Selanjutnya, setiap ada regulasi/kebijakan baru selalu disampaikan kepada pelaksana di desa secara cepat, sehingga pelaksana dapat langsung mengimplementasikan.

Pengaruh Sistem Pengawasan terhadap Kinerja Pengelolaan Dana desa

Berdasarkan uji hipotesis dengan uji t didapatkan bahwa Sistem Pengawasan (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja Pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor dan hipotesis kedua (H2) ditolak. Hal ini bertentangan dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya bahwa sistem pengawasan berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan dana desa. Hasil ini dapat disebabkan karena pengawasan yang dilakukan baik oleh Inspektorat maupun kecamatan masih belum optimal, sedangkan menurut Khoiriah dan Meylina (2017) pengelolaan keuangan desa diawasi secara berlapis oleh banyak pihak dimana Inspektorat daerah yang akan berperan penting sebagai leading institution dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa termasuk dana desa.

Pada Kabupaten Bogor sendiri Inspektorat masih belum dapat melakukan pengawasan kepada seluruh desa di setiap tahunnya yang mengakibatkan pengawasan menjadi tidak optimal. Pada periode 2017-2019, Inspektorat hanya melakukan pengawasan kepada masing-masing 3 desa per-kecamatan, sehingga total dalam setahun hanya 120 desa (28,8%) yang dapat didatangi langsung dalam rangka pengawasan dari total 416 desa yang ada di Kabupaten Bogor. Dengan kondisi ini, maka dibutuhkan waktu 3-4 tahun untuk Inspektorat kembali ke desa yang sama, sedangkan hasil audit/pengawasan di setiap desa hampir selalu ada temuan terkait penatausahaan keuangan desa. Hal ini tentunya akan menghambat keberhasilan dalam kinerja pengelolaan dana desa karena desa-desa yang tidak terkena audit akan merasa bahwa apa yang mereka kerjakan sudah benar, padahal masih banyak hal-hal yang belum sesuai dan perlu diperbaiki.

Praptiningsih dan Yetty (2020) dalam penelitiannya juga menyampaikan bahwa pengawasan keuangan secara parsial tidak memiliki pengaruh secara sigifikan terhadap kualitas pengelolaan dan pelaporan keuangan desa, sementara Polidu et al. (2020)

menyampaikan bahwa inspektorat telah menjalankan tugas fungsinya sesuai peraturan perundangan, namun jika melihat perkembangan pengawasan inspektorat dalam hal pengelolaan dana desa masih belum efektif. Hal ini selaras dengan yang terjadi pada Kabupaten Bogor, dimana auditor sudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur namun kendala seperti keterbatasan jumlah personel untuk menjangkau seluruh desa di Kabupaten Bogor serta waktu kunjungan lapangan yang terlalu singkat untuk melakukan pengawasan (10 hari kerja untuk melakukan audit menyeluruh terhadap satu kecamatan dan 3-4 desa di kecamatan tersebut) mengakibatkan proses pengawasan yang dilakukan Inspektorat menjadi kurang optimal. Pengawasan yang dilakukan Inspektorat dalam waktu 10 hari kerja per-kecamatan itu juga tidak hanya spesifik seputar pengelolaan dana desa, namun terhadap seluruh penatausahaan keuangan desa dan tata kelola pemerintahan desa, sehingga memang output dan kualitas hasil pengawasan juga masih belum dapat dikatakan optimal.

Gunawan (2018) menambahkan bahwa pengawasan yang ditugaskan kepada Camat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa hanya bersifat fasilitator atau pendampingan, sehingga pengawasan oleh Camat hanya bersifat administratif berupa pengawasan dokumen yang bersifat pasif. Hal ini pun terjadi di Kabupaten Bogor, dimana pengawasan yang dilakukan pihak kecamatan masih sebatas hal-hal yang bersifat administratif untuk pemenuhan kewajiban administrasi desa, namun belum sampai ke pelaksanaan tugas pengawasan dan pembinaan langsung untuk pelaksanaan kegiatan teknis sampai ke desa. Keterbatasan personel, kompetensi pihak kecamatan terkait pengelolaan keuangan desa serta banyaknya tugas fungsi yang harus dijalankan menjadi kendala belum efektifnya pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh kecamatan. Bahkan Muis, et al. (2015) juga menyampaikan bahwa ruang lingkup pengawasan oleh kecamatan untuk dana desa masih belum jelas serta kecamatan tidak memiliki tenaga fungsional yang dapat membimbing dalam pengelolaan keuangan desa karena lebih banyak diisi oleh tenaga administratif.

Pengaruh Kompetensi Kepala Desa terhadap Kinerja Pengelolaan Dana desa

Berdasarkan uji hipotesis dengan uji t didapatkan bahwa Kepala Desa (X3) tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor dan Hipotesis Ketiga (H3) ditolak. Kepala desa adalah tumpuan utama untuk memastikan pengelolaan keuangan di desa berjalan sesuai dengan asas dan prinsip yang telah ditentukan karena kepala desa merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. Kenyataannya dalam melaksanakan tugas fungsinya di bidang pemerintahan desa dan pengelolaan keuangan desa, kepala desa masih memiliki keterbatasan antara lain persyaratan untuk mencalonkan diri menjadi kepala desa masih sangat sederhana/mudah. Sebagai contoh untuk tingkat pendidikan calon kepala desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 tahun 2014 dan perubahannya tentang Pemilihan Kepala Desa adalah paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat. Dalam penelitian ini 82% responden dari perangkat desa (Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kasi/Kaur) memiliki tingkat pendidikan setara SMA dan SMP. Hal ini secara langsung akan mempengaruhi keberhasilan pengelolaan dana desa mengingat dana desa jumlahnya cukup besar, diatur dengan regulasi yang cukup kompleks/berjenjang sehingga memerlukan kompetensi kepala desa dan aparatur desa

yang baik dalam pengelolaannya, lebih dari sekadar tingkat/jenjang pendidikan umum yang tinggi. Hasil penelitian ini juga selaras dengan Fahri (2017) yang menyimpulkan bahwa aparat desa khususnya dari sisi rendahnya tingkat pendidikan juga menjadi fenomena masalah tersendiri pada pelaksanaan kebijakan dana desa di Kabupaten Garut. Azis (2016) juga menambahkan bahwa jumlah dana desa yang diberikan ke Desa semakin meningkat setiap tahunnya namun kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia dalam pengelolaan keuangan desa masih belum memadai.

Selanjutnya, selain dari sisi masih rendahnya tingkat pendidikan kepala desa beserta perangkat desa lainnya, sisi pengalaman dan kompetensi dibidang pemerintahan desa dan pengelolaan keuangan desa juga masih rendah. Dalam Permendagri 112 Tahun 2014 dan perubahannya, tidak ada satupun persyaratan terkait kompetensi untuk menjadi kepala desa. Selain itu juga tdak ada kewajiban memiliki pengalaman dibidang pemerintahan maupun pengelolaan keuangan desa bagi calon kepala desa beserta aparat desa, sehingga proses pengembangan kompetensi dan pengalaman ini dilakukan sambil berjalan/menjabat. Widyatama et al. (2017), Hadiyanti (2018) serta Elfin et al. (2019) menyebutkan bahwa kompetensi aparatur desa (kepala desa dan perangkatnya) tidak berpengaruh nyata dalam pengelolaan keuangan desa secara keseluruhan (termasuk didalamnya dana desa maupun alokasi dana desa) antara lain karena rendahnya serta terbatasnya kompetensi, tingkat pendidikan, pengetahuan dan juga pengalaman dari aparatur desa.

Pengaruh Kompetensi Pendamping Desa terhadap Kinerja Pengelolaan Dana desa

Berdasarkan uji hipotesis dengan uji t didapatkan bahwa Pendamping Desa (X4) tidak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor dan Hipotesis Keempat (H4) ditolak. Hasil pengujian ini berbeda dengan dengan Hipotesis yang diajukan sebelumnya bahwa kompetensi Pendamping Desa mempengaruhi keberhasilan pengelolaan dana desa. Di Kabupaten Bogor sendiri telah ada pendamping desa skala Kabupaten, kecamatan hingga skala lokal desa namun masih belum optimal mengingat keterbatasan jumlah pendamping desa khususnya untuk skala lokal desa sehingga satu orang pendamping desa harus mendampingi tiga sampai empat desa dan tidak bisa setiap hari ada berada di kantor desa. Hal ini cukup mempersulit dalam hal koordinasi terkait pelaksanaan kegiatan desa.

Hadiyanti (2018) menambahkan bahwa fungsi pendamping desa dalam mendukung pengelolaan keuangan desa masih belum optimal dan Muis, et al. (2015) menyampaikan bahwa kebutuhan tenaga pendamping yang banyak untuk seluruh desa di Indonesia mengorbankan kualitas tenaga pendamping, sehigga banyak tenaga pendamping yang tidak memiliki kompetensi memadai untuk mendampingi desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan. Dari hasil observasi dan kuesioner juga ditemukan bahwa di Kabupaten Bogor ini masih ada beberapa desa yang belum puas dengan kinerja pendamping desa, dimana keberadaan tenaga pendamping belum dirasakan manfaatnya sampai ke kompetensi tenaga pendamping yang dianggap masih kurang, tidak terstandarisasi dan belum merata dalam hal pengelolaan keuangan desa, termasuk pengelolaan dana desa. Prasetyo dan Muis (2015) juga melihat bahwa dana desa secara seragam lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan pembangunan infrastuktur dan sangat sedikit yang dialokasikan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dan

peningkatan produktivitas masyarakat. Hal yang sama terjadi di Kabupaten Bogor, dimana hasil pemanfaatan dana desa periode 2017-2019 masih berfokus pada pembangunan infrastrukur menunjukkan kurangnya peranan pendamping desa. Pendamping desa harusnya dapat mendampingi dan membantu mengarahkan Desa terkait prioritas penggunaan dana desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa, PDT dan Tramsigrasi tentang Prioritas Dana desa yang tidak hanya untuk bidang pembangunan namun juga untuk bidang pemberdayaan masyarakat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil uji F menunjukkan bahwa faktor Regulasi, Sistem Pengawasan, Kepala Desa dan Pendamping Desa secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor. Namun, ketika diuji secara parsial, maka hanya faktor Regulasi yang mempengaruhi kinerja pengelolaan dana desa di Kabupaten Bogor dengan nilai p-value pada uji t sebesar 0,005, dimana regulasi terkait dana desa dianggap telah lengkap dan dapat dipahami oleh pengelola dana desa. Nilai adjusted R-square yaitu sebesar 0,442 atau 44,2% yang berarti bahwa 44,2% variabel dependen pengelolaan dana desa (Y) dapat dijelaskan oleh keempat variabel independen yaitu regulasi, sistem pengawasan, kepala desa, dan pendamping desa, sedangkan sisanya sebesar 55,8% dijelaskan oleh variabel independen lain di luar model yang di teliti.

Saran

Dari hasil penelitian ini terdapat beberapa saran antara lain : 1) penelitian selanjutnya disarankan dapat menggunakan lebih banyak jumlah responden, baik dari tingkat kecamatan maupun desa di Kabupaten Bogor; 2) perlu dilakukan juga teknik wawancara langsung kepada responden untuk melengkapi hasil observasi dan kuesioner, dan 3) perlu dilakukan penambahan variabel lain yang diduga memiliki pengaruh terhadap kinerja pengelolaan dana desa. Saran 1 dan 2 tidak dapat dilakukan langsung oleh peneliti, karena ketika penelitian dilaksanakan, peneliti maupun responden seluruhnya berada pada situasi pandemi Covid-19, sementara saran 3 terjadi karena keterbatasan data yang tersedia.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PUSBINDIK-LATREN-BAPPENAS) yang telah mem-biayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Azis NLL. 2016. Otonomi Desa dan Efektivitas Dana desa (The Village Autonomy and The Effectiveness of Village Fund). Jurnal Penelitian Politik. Vol 13: 2 (193211).

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2019. Kabupaten Bogor Dalam Angka. Bogor (ID): BPS.

[DPMD] Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bogor. 2020. Data Penyaluran Dana desa Kabupaten Bogor 2015-2019. Bogor (ID): DPMD.

Elfin, Wawo AB, Husin. 2019. Pengaruh Kompetensi Aparatur Desa, Komitmen Pada Tugas dan Regulasi Terhadap Pengelolaan Keuangan Desa di Kabupaten Bombana. Jurnal Progres Ekonomi Pembangunan (JPEP). 4 (1): 68-86.

Fahri LN. 2017. Pengaruh Pelaksanaan Kebijakan Dana desa terhadap Manajemen Keuangan Desa dalam Meningkatkan Efektivitas Program Pembangunan Desa. Jurnal Publik. 11(01): 75-88.

Fitria N dan Wibisono N. 2019. Regulasi, Komitmen Organisasi, Sumber Daya Manusia dan Pengelolaan Keuangan Desa terhadap Kinerja Pemerintahan Desa. JAAF (Jurnal of Applied Accounting and Finance). 3(2): 85-98.

Ghozali I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang (ID): Badan Penerbit Undip.

Gunawan, Adi. 2018. Optimalisasi Pengawasan Dana desa. Prosiding SEMNASDAL (Seminar Nasional Sumber Daya Lokal) I. ISBN: 978-623-90592-0-0 : 173-183.

Hadiyanti SN. 2018. Studi Identifikasi Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Pengelolaan Keuangan Desa (Studi Empiris pada Seluruh Desa di Kecamatan Gegesik Kabupaten Cirebon). Jurnal MONEX. 7 (2): 435-442.

Haryanto. 2007. Akuntansi Sektor Publik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

[Kemenaker] Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. 2018. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Aktivitas Jasa Lainnya Golongan Pokok Aktivitas Jasa Perorangan Lainnya pada Jabatan Kerja Tenaga Pendamping Profesional.

[Kemenkeu] Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2020. Dana desa 2015-2019.

Diunduh     dari     :     kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-hasil-dana-desa-

sejak2015/#:~:text=Tahun%202015%20sebesar%20Rp20%2C7,sehingga%20kes eluruhannya%20mencapai%20Rp73%20triliun.

[Kemenkeu] Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2017. Buku Saku Dana desa. Jakarta: Kementerian Keuangan.

Khoiriah S dan Meylina U. 2017. Analisis Sistem Pengelolaan Dana desa Berdasarkan Regulasi Keuangan Desa. Masalah -Masalah Hukum. 46 (1): 20-29.

Kuengo S, Posumah JH dan Dengo S. 2017. Kompetensi Kepala Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Desa Tounelet Kecamatan Kakas Kabupaten Minahasa. Jurnal Administrasi Publik UNSRAT. 3 (46).

Muis A, Prasetyo AG, Suripto, Oktaviani D, Cahyadi D, Andreany S, Setiawan NA, Ariawan YD. 2015. Policy Paper Pengelolaan Keuangan Desa Pasca UU No.6 Tahun 2014. Cetakan 1- Jakarta: Pusat Inovasi Tata Pemerintahan Lembaga Adminstrasi Negara (PUSAT INTAN LAN).

Polidu I, Tumuhulawa A, Kasim R, Kadir Y, Moonti RM. 2020. Peran Inspektorat dalam Sistem Pengawasan dan Pengendalian Pengelolaan Dana desa: Studi Inspektorat Kabupatan Gorontalo Utara. Law Review. XX (2): 226-245.

Praptiningsih dan Yetty F. 2020. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pengelolaan dan Administrasi Laporan Keuangan Desa. Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT. 5(1): 103-208.

Prasetyo AG dan Muis A. 2015. Pengelolaan Keuangan Desa Pasca UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa: Potensi Permasalahan dan Solusi. Jurnal Desentralisasi. 3 (1): 16-31.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Surya I. 2018. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan Dana desa (Studi Fenomenologi Atas Pengelolaan Dana desa di Kabupaten Bandung). Thesis. Universitas Pajajaran Fakutas Ekonomi dan Bisnis.

Waskitojati D, Hadoyo S, Wuryaningsih CD, Prasetyo HD, Luwihono S. 2016. Policy Note: Model Proses Penganggaran Pembangunan Desa secara Partisipatif. Salatiga-Jawa Tengah : Lembaga Percik Salatiga.

Widyatama A, Novita L dan Diarespati. 2017. Pengaruh Kompetensi dan Sistem Pengendalian Internal terhadap Akuntabilitas Pemerintah Desa dalam mengelola Alokasi Dana desa (ADD). Berkala Akuntasi dan Keuangan Indonesia. Vo 2(02): 1-20.

Yarni M, Kosariza, Irwandi. 2019. Pengawasan Dana desa dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Jurnal Sains Sosio Humaniora. 3 (2): 198-205.

Ketsia, et al., Pengaruh…|345