Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.9, No.1, Mei 2021

E- ISSN: 2684-7728

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Subak Sembung Pada Saat Pandemi Covid-19

Farmers Household Food Security in Subak Sembung During the Covid-19 Pandemic

Ni Putu Ratih Pradnyadewi*) Dwi Putra Darmawan

Gede Mekse Korri Arisena

Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

Email: [email protected]*)

ABSTRACT

Food is a basic need for humans therefore its availability must be guaranteed. The Bali Provincial Agriculture and Food Security Service (2020) states that the proportion of food expenditure for the people of Bali Province in 2019 is 43.92% and is still classified as food resistant, but doesn’t guarantee food security at the household level. The Covid-19 pandemic has caused difficulties in fulfilling food needs because losing jobs has added to the challenge of realizing food security. This study aims at determining how the household food security of farmers seen based on the proportion of household food expenditure, level of energy consumption (TKE) and factors that affect household food security. This research was conducted in Subak Sembung with 36 farmers as sample and analyzed using descriptive methods of cross analysis and multiple linear regression analysis. The results showed that most of the farmer households were in a food vulnerable condition because there were many households with a high proportion of food expenditure (>60%). Farm income, non-farm income, food expenditure and rice prices variables have a significant effect on the farmer households food security. Improving food security conditions are expected by reducing the proportion of food expenditure in each household.

Keywords: household food security, Subak Sembung

ABSTRAK

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga harus selalu terjamin ketersediaannya. Data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali tahun 2020 menyatakan bahwa proporsi pengeluaran pangan masyarakat Provinsi Bali tahun 2019 sebesar 43,92% dan masih tergolong tahan pangan, namun belum menjamin ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Pandemi Covid-19 menyebabkan banyak masyarakat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan karena kehilangan pekerjaan semakin menambah tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana ketahanan pangan rumah tangga petani yang dilihat berdasarkan proporsi pengeluaran pangan rumah tangga, tingkat konsumsi energi (TKE) dan faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga. Penelitian ini dilaksanakan di Subak Sembung dengan jumlah sampel sebanyak 36 orang petani subak

dan dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis silang dan analisis Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar rumah tangga petani berada pada kondisi rentan pangan karena banyak rumah tangga dengan proporsi pengeluaran pangan tinggi (>60%). Variabel pendapatan usahatani, pendapatan non usahatani, pengeluaran pangan dan harga beras berpengaruh signifikan terhadap proporsi pengeluaran pangan yang juga berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani. Upaya memperbaiki kondisi ketahanan pangan diharapkan dapat dilakukan dengan mengurangi proporsi pengeluaran pangan pada masing-masing rumah tangga.

Kata Kunci: ketahanan pangan rumah tangga, Subak Sembung

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan pangan menjadi hal yang vital bagi kehidupan masyarakat karena perannya sebagai kebutuhan dasar manusia, untuk itu perlu dipastikan bahwa pangan tersebut selalu terjamin ketersediaannya. Teori Malthus menyatakan laju pertumbuhan manusia yang mengikuti deret ukur dibandingkan laju pertumbuhan pangan yang mengikuti deret hitung menjadikan pertumbuhan manusia lebih pesat namun tidak dibarengi dengan peningkatan jumlah pangan yang memadai. Indonesia tercatat berada di posisi ke-65 dari 113 negara dalam Indeks Keamanan Pangan Global (GFSI) terbitan The Economist Intelligence Unit pada tahun 2018 dimana posisi tersebut masih berada di bawah Singapura (posisi ke-1), Malaysia (posisi ke-40), Thailand (posisi ke-54) dan Vietnam (posisi ke-62). Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali (2020) menyebutkan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan terhadap pengeluaran rumah tangga masyarakat Provinsi Bali pada tahun 2019 mencapai 43,92% dimana jumlah ini masih tergolong proporsi pengeluaran pangan yang rendah. Kendati demikian, menurut Purwantini et al. (2005), ketahanan pangan yang baik di tingkat regional tidak menjamin kondisi ketahanan pangan yang baik pula pada tingkat rumah tangga.

Ketahanan pangan berarti tersedianya pangan yang cukup bagi masyarakat dan mudahnya akses terhadap pangan, untuk itu jumlah produksi pangan idealnya meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Untuk mewujudkan ketahanan pangan maka jumlah pangan yang diproduksi tiap periodenya perlu dipastikan dan luas lahan tanaman pangan sedapat mungkin harus dijaga keberadaannya. Salah satu upaya menjaga ketersediaan lahan tanaman pangan di Bali adalah dengan melestarikan subak. Subak menurut Sedana (2017) merupakan sebuah organisasi tradisional petani di Bali yang bergerak dalam bidang pengelolaan air irigasi dan bersifat sosio-agraris, ekonomis dan religius dimana dalam pengelolaannya berlandaskan pada konsep Tri Hita Karana. Subak telah menjadi salah satu kebudayaan dan roh bagi pertanian di Bali sehingga saat ini subak sangat dijaga keberadaanya. Pelestarian subak dapat menjamin tersedianya lahan produksi tanaman pangan dan dapat membantu upaya terwujudnya ketahanan pangan bagi masyarakat.

Kondisi pandemi Covid-19 yang tengah terjadi saat ini berdampak pada seluruh sektor dalam kehidupan masyarakat. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghentikan pandemi adalah dengan menetapkan himbauan untuk pembatasan sosial dan pembatasan kegiatan masyarakat. Menurut penelitian Masniadi, et al. (2020), diberlakukannya

himbauan tersebut akan berdampak pada akses terhadap pangan karena dapat menghambat rantai pasok distribusi pangan antar daerah yang menyebabkan terjadinya tidak stabilnya pasokan pangan sehingga menimbulkan kelangkaan serta kenaikan harga pangan. Selain itu banyak masyarakat kehilangan pekerjaan saat pandemi Covid-19 akibat banyak perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) agar dapat bertahan pada kondisi pandemi dan menyebabkan masyarakat kehilangan penghasilan. Kondisi ini mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat dan penurunan ekonomi sehingga banyak masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhannya.

Melihat kondisi yang dipaparkan pada uraian di atas maka tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk 1) mengetahui besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran rumah tangga petani di Subak Sembung pada saat pandemi Covid-19, 2) mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Subak Sembung pada saat pandemi Covid-19 dan 3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga petani di Subak Sembung pada saat pandemi Covid-19.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Subak Sembung dengan pertimbangan Subak Sembung termasuk salah satu subak di Kecamatan Denpasar Utara dimana Kecamatan Denpasar Utara merupakan kecamatan dengan jumlah sawah dan total produksi tanaman pangan terbesar kedua di Kota Denpasar.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah petani Subak Sembung sebanyak 199 orang. Jumlah sampel yang digunakan ditentukan menggunakan rumus Slovin dengan margin of error maximum sebesar 15% dan diperoleh sebanyak 36 orang petani sampel.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan adalah analisis deskriptif kuantitatif. Besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran rumah tangga dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut.

Qp = — x100% pn

Keterangan:

Qp = Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total (%)

Kp   = Pengeluaran Pangan (Rp)

pn    = Pengeluaran Total Petani (Rp)

Untuk melihat kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani dilakukan dengan membandingkan proporsi pengeluaran pangan dan tingkat kecukupan energi (TKE) rumah tangga petani. Jumlah konsumsi energi rumah tangga dihitung dengan berpedoman pada perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH) kemudian dilakukan analisis silang

menggunakan indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat kecukupan energi yang disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1. Indikator Ketahanan Pangan

Proporsi Pengeluaran Pangan

Kecukupan Energi (% TKE)

Keterangan

Rendah (≤ 60%)

Cukup (> 80% AKG)

Tahan Pangan

Rendah (≤ 60%)

Kurang (≤ 80% AKG)

Kurang Pangan

Tinggi (> 60%)

Cukup (> 80% AKG)

Rentan Pangan

Tinggi (> 60%)

Kurang (≤ 80% AKG)

Rawan Pangan

Sumber: Rini (2011)

Model Analisis Regresi Linear Berganda yang digunakan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga yang dilihat berdasarkan jumlah proporsi pengeluaran pangan rumah tangga. Selain menggunakan proporsi pengeluaran pangan, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga juga dapat dilihat berdasarkan tingkat konsumsi energi rumah tangga, namun karena keterbatasan dalam penelitian, maka variabel dependen yang digunakan hanyalah proporsi pengeluaran pangan rumah tangga. Saputro dan Fidayani (2020) berpendapat bahwa tingkat ketahanan pangan rumah tangga dan proporsi pengeluaran pangan berhubungan negatif yang artinya semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan maka semakin buruk pula kondisi ketahanan pangan rumah tangga tersebut. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap proporsi pengeluaran pangan rumah tangga diantaranya adalah usia kepala keluarga, jumlah tanggungan rumah tangga, pendapatan usahatani, pendapatan non usahatani, pengeluaran pangan, harga beras, luas lahan usahatani dan kepemilikan aset produktif. Analisis dilakukan dengan model berikut.

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + e

Keterangan:

Y    = Proporsi pengeluaran pangan rumah tangga (%)

β0    = Konstanta

X1    = Usia kepala keluarga (Tahun)

X2    = Jumlah tanggungan keluarga (Orang)

X3    = Pendapatan usahatani (Rp/Bulan)

X4    = Pendapatan non usahatani (Rp/Bulan)

X5    = Pengeluaran pangan (Rp/Bulan)

X6    = Harga Beras (Rp/Kg)

X7    = Luas lahan usahatani (Are)

X8 = Dummy kepemilikan aset produktif

1 = Memiliki aset produktif

0 = Tidak memiliki aset produktif

e     = Error term

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Besarnya Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Rumah Tangga Petani

Terdapat 2 macam pengeluaran pangan rumah tangga, yaitu pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Penelitian Yudaningrum (2011) dalam Arida et al., (2015) menyatakan bahwa besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran rumah tangga yang tergolong rendah dan tahan pangan adalah <60%. Jumlah pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan rumah tangga petani disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2. Rata-Rata Pengeluaran Pangan, Pengeluaran Non Pangan dan Total Pengeluaran

Rumah Tangga Petani Per Bulan

No.

Pengeluaran

Jumlah (Rp)

Presentase (%)

1.

Pangan

2.875.000

59,00

2.

Non Pangan

1.997.600

41,00

Total

4.872.600

100

Sumber: Diolah dari data primer (2021)

Rata-rata pengeluaran pangan, pengeluaran non pangan dan total pengeluaran petani sebagaimana yang tertera pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pengeluaran pangan lebih besar daripada pengeluaran pangan rumah tangga. Rata-rata pengeluaran pangan rumah tangga petani secara akumulatif adalah sebesar Rp 2.875.000 atau sebesar 59,00% dari total pengeluaran, sementara rata-rata pengeluaran non pangan rumah tangga secara akumulatif adalah sebesar Rp 1.997.600 atau sebesar 41,00% dari total pengeluaran rumah tangga petani. Proporsi pengeluaran pangan rumah tangga petani secara akumulatif sebesar 59,00% dan masih lebih rendah dari 60% dan dapat dikatakan bahwa secara akumulatif rumah tangga petani di Subak Sembung masih tergolong tahan pangan jika dilihat berdasarkan proporsi pengeluaran pangannya.

Kondisi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

Ketahanan pangan rumah tangga petani dapat diketahui dengan melakukan analisis silang antara proporsi pengeluaran pangan rumah tangga dengan tingkat kecukupan energi per kapita. Badan Ketahanan Pangan (2015) menyebutkan tingkat kecukupan konsumsi energi (TKE) untuk rata-rata nasional tahun 2012 adalah sebanyak 2.150 kkal/kapita/hari. Tingkat kecukupan energi dikatakan baik apabila jumlah konsumsi energi per hari mencapai lebih dari 80% dari total TKE atau lebih dari 1.720 kkal/kapita/hari. Sebaran proporsi pengeluaran pangan, tingkat kecukupan energi dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani Subak Sembung disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3. Sebaran Proporsi Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani Per Bulan

No.

Proporsi Pengeluaran Pangan

Rumah Tangga (%)

Jumlah

(Rumah Tangga)

Presentase (%)

1.

Rendah (≤ 60%)

13

36,11

2.

Tinggi (> 60%)

23

63,89

TOTAL

36

100

Sumber: Diolah dari data primer (2021)

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa terdapat 13 rumah tangga atau 36,11% rumah tangga petani dengan proporsi pengeluaran pangan rendah, sementara rumah tangga petani dengan proporsi pengeluaran tinggi jumlahnya sebanyak 23 rumah tangga atau sekitar 63,89% dari total jumlah responden. Jumlah rumah tangga dengan proporsi pengeluaran pangan tinggi lebih banyak daripada rumah tangga dengan proporsi pengeluaran pangan rendah dan mengindikasikan bahwa potensi rumah tangga rentan pangan dan rawan pangan lebih tinggi dibandingkan rumah tangga tahan pangan dan kurang pangan.

Tabel 4. Sebaran Tingkat Kecukupan Energi Rumah Tangga Petani Per Kapita Per Hari

No.

TKE (%)

Jumlah (Rumah Tangga)

Presentase (%)

1.

Cukup (> 80% AKG)

30

83,33

2.

Kurang (≤ 80% AKG)

6

16,67

Total

36

100

Sumber: Diolah dari data primer (2021)

Berdasarkan Tabel 4, banyaknya rumah tangga yang tingkat kecukupan energinya tergolong cukup adalah sebanyak 30 rumah tangga atau 83,33% sementara jumlah rumah tangga yang tingkat kecukupan energinya tergolong kurang adalah sebanyak 6 rumah tangga atau sekitar 16,67%. Data menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga dengan energi yang cukup masih jauh lebih banyak daripada jumlah rumah tangga yang mengalami kekurangan konsumsi energi per kapita. Tercukupinya konsumsi energi bagi sebagian besar rumah tangga petani sudah mengindikasikan bahwa konsumsi pangan rumah tangga petani sudah beragam jenisnya. Setelah diketahui sebaran proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi pada masing-masing rumah tangga petani, maka selanjutnya dilakukan analisis silang terhadap 2 indikator tersebut untuk mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Subak Sembung dengan hasil analisis disajikan pada tabel berikut.

Tabel 5. Sebaran Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

No.

Tingkat Ketahanan Pangan

Jumlah (Rumah Tangga)

Presentase (%)

1.

Tahan Pangan (Proporsi ≤ 60%, TKE > 80%)

8

22,22

2.

Kurang Pangan (Proporsi ≤ 60%, TKE ≤ 80%)

5

13,89

3.

Rentan Pangan (Proporsi > 60%, TKE > 80%)

22

61,11

4.

Rawan Pangan (Proporsi > 60%, TKE ≤ 80%)

1

2,78

Total

36

100

Sumber: Diolah dari data primer (2021)

Tabel 5 merupakan hasil analisis silang dengan mencocokkan antara proporsi pengeluaran pangan rumah tangga dengan tingkat kecukupan energi dan diperoleh hasil bahwa rumah tangga rentan pangan merupakan kondisi ketahanan pangan terbanyak pada rumah tangga petani responden dengan jumlah 22 rumah tangga atau sekitar 61,11%

disusul oleh rumah tangga tahan pangan dengan jumlah 8 rumah tangga atau sekitar 22,22%, rumah tangga kurang pangan dengan jumlah 5 rumah tangga atau sekitar 13,89% dan 1 rumah tangga atau sekitar 2,78% rumah tangga yang masuk kategori rumah tangga rawan pangan. Maka dapat dilihat bahwa sebagian besar rumah tangga petani mengalami rentan pangan dengan proporsi pengeluaran pangan yang tinggi (> 60%) dan TKE yang cukup (> 80%).

Banyaknya jumlah rumah tangga dengan kondisi rentan pangan mengindikasikan bahwa masih banyak rumah tangga petani yang alokasi pengeluaran pangannya lebih didahulukan untuk pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari daripada pemenuhan kebutuhan non pangan sementara tingkat kecukupan energinya sudah mencukupi. Hal tersebut mengakibatkan banyak rumah tangga yang pangsa pengeluaran pangannya tinggi karena memiliki pengeluaran pangan yang lebih besar daripada pengeluaran pangan lainnya. Untuk memperbaiki kondisi dari rentan pangan menjadi tahan pangan maka pengeluaran non pangan petani harus lebih besar.

Upaya untuk meningkatkan pengeluaran non pangan dapat dilakukan dengan meningkatkan pendapatan. Namun hal tersebut sulit dilakukan di masa pandemi Covid-19 saat ini. Pendapatan rumah tangga petani sebagian besar bersumber dari pendapatan non pangan terutama dari sektor pariwisata dan perdagangan. Adanya pembatasan untuk berkerumun menyebabkan hampir seluruh obyek pariwisata lumpuh karena ditutup sampai batas waktu yang tidak ditentukan sehingga banyak masyarakat yang mengalami penurunan atau bahkan kehilangan penghasilannya. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat harus menghemat pengeluarannya dan cenderung memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pangan dengan alokasi yang sangat ketat, akibatnya daya beli masyarakat menurun dan berdampak pada sektor perdagangan yang juga mengalami penurunan penghasilan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga petani dilakukan menggunakan analisis Regresi Linear Berganda dengan menggunakan variabel dependen (Y) yaitu proporsi pengeluaran pangan rumah tangga dan 8 variabel independen (X) yaitu usia kepala keluarga (X1), jumlah tanggungan keluarga (X2), pendapatan usahatani (X3), pendapatan non usahatani (X4), pengeluaran pangan (X5), harga beras (X6), luas lahan usahatani (X7) dan kepemilikan aset produktif (X8). Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga petani dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Subak Sembung

Model

Koefisien

Std. Error

t

Sig.

1 (Constant)

25,934

15,064

1,722

0,097

X1

-0,025

0,125

-0,203

0,841

X2

-0,194

0,963

-0,201

0,842

X3

-5,657E-6

0,000

-2,844

0,008

X4

-5,253E-6

0,000

-6,580

0,000

X5

9,121E-6

0,000

3,939

0,001

X6

0,004

0,001

2,935

0,007

X7

-0,011

0,066

-0,170

0,866

X8

1,679

4,380

0,383

0,704

Adjusted R2

F hitung

F sig.

a. Dependent Variable: Y

0,743

13,638 0,000b

Sumber: Hasil Penelitian (2021)

Berdasarkan tabel 6, diperoleh hasil regresi linear berganda dengan model regresi berikut.

Y = 25,934 – 0,025X1 – 0,194X2 – 0,000005657X3 – 0,000005253X4 + 0,000009121X5 + 0,004X6 – 0,011X7 + 1,679X8 + e

Nilai koefisien determinasi (Adjusted R2) dari model regresi yang digunakan seperti yang dapat dilihat pada tabel 6 adalah sebesar 0,743 atau 74,30% yang berarti bahwa variabel usia kepala keluarga, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan usahatani, pendapatan usahatani, pengeluaran pangan, harga beras, luas lahan usahatani dan kepemilikan asset produktif berpengaruh dan dapat menjelaskan proporsi pengeluaran pangan rumah tangga sebesar 74,30% sementara sisanya yaitu sebanyak 25,70% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model yang diteliti.

Selain dilakukan uji koefisien determinasi, perlu juga dilakukan uji simultan (uji F) dan uji parsial (uji t). Uji simultan (uji-F) dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen, sementara uji-t dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Perhitungan Uji-F dapat dilihat melalui nilai signifikansi F pada tabel 6 yaitu sebesar 0,000 dimana nilai tersebut < 0,05 yang berarti bahwa secara simultan variabel usia kepala keluarga, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usahatani, pendapatan non usahatani, pengeluaran rumah tangga, harga beras, luas lahan usahatani dan kepemilikan aset produktif berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga yang dilihat berdasarkan proporsi pengeluaran pangan rumah tangga.

Hasil uji parsial (uji-t) dapat dilihat pada signifikansi masing-masing variabel independen yang disajikan pada tabel 6. Apabila nilai signifikansi thitung < 0,05 maka variabel independen tersebut secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil uji yang diperoleh, diketahui bahwa nilai signifikansi variabel pendapatan usahatani (0,008), pendapatan non usahatani (0,000), pengeluaran pangan (0,001) dan harga beras

(0,007) masih lebih rendah dari 0,05 sehingga keempat variabel tersebut berpengaruh terhadap ketahanan pangan yang dilihat berdasarkan proporsi pengeluaran pangan rumah tangga. Saputro dan Fidayani (2020) dalam penelitiannya menyatakan bahwa rumah tangga dengan tingkat pendapatan tinggi akan lebih mengalokasikan pendapatannya untuk pengeluaran pangan dalam jumlah yang relatif tetap disertai dengan perbaikan kualitas makanan yang dikonsumsi serta mengalokasikan kelebihan dana ke pengeluaran non pangan. Hal tersebut menjadikan pendapatan berpengaruh signifikan terhadap proporsi pengeluaran pangan rumah tangga dimana apabila terjadi peningkatan pendapatan maka proporsi pengeluaran pangan rumah tangga akan menurun karena lebih banyak pendapatan yang dialokasikan untuk pengeluaran non pangan. Proporsi pengeluaran pangan diperoleh dengan membagi jumlah pengeluaran pangan dengan total pengeluaran rumah tangga sehingga semakin tinggi pengeluaran untuk penyediaan pangan bagi rumah tangga maka semakin tinggi pula proporsi pengeluaran pangan dan semakin rawan pangan rumah tangga tersebut. Beras sebagai sumber pangan pokok akan mengakibatkan lebih banyak pengeluaran yang diperlukan untuk pengadaan bahan pangan bagi rumah tangga apabila harga beras di pasaran tinggi. Akibatnya pengeluaran yang dialokasikan untuk pengadaan bahan pangan lainnya akan berkurang dan mempersempit keragaman konsumsi pangan sehingga kecukupan energi lebih sulit dipenuhi. Maka dari itu semakin tinggi harga beras sebagai bahan pangan pokok maka akan berpengaruh terhadap tingginya proporsi pengeluaran pangan rumah tangga yang kemudian mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga petani.

Terdapat 4 variabel lainnya yang secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap proporsi pengeluaran pangan rumah tangga yaitu variabel usia kepala keluarga (sig. 0,841), jumlah tanggungan keluarga (sig. 0,842), luas lahan usahatani (sig. 0,866) dan kepemilikan aset produktif (sig. 0,704). Menurut Arida, et al., (2015), usia dapat mempengaruhi produktivitas seseorang dimana mulanya produktivitas akan meningkat seiring penambahan usia namun akan kembali menurun apabila telah melewati usia produktif. Jumlah tanggungan menunjukkan jumlah anggota keluarga yang belum bekerja dan kebutuhannya ditanggung oleh anggota keluarga yang sudah bekerja dan memiliki penghasilan. Jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap. Jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap proporsi pengeluaran pangan rumah tangga dikarenakan rumah tangga dengan jumlah tanggungan yang banyak tidak menjamin rumah tangga tersebut terdiri dari lebih banyak anggota keluarga. Luas lahan usahatani sebetulnya berpengaruh terhadap ketersediaan pangan yang juga akan berhubungan dengan proporsi pengeluaran pangan rumah tangga petani, namun pada penelitian ini luas lahan usahatani tidak berpengaruh secara nyata terhadap proporsi pengeluaran karena perbedaan pendapatan yang diperoleh petani. Petani dengan luas lahan yang kecil lebih memilih untuk mengusahakan tanaman hortikultura yang hasilnya bisa lebih cepat dipanen dengan harga yang cenderung lebih tinggi daripada tanaman padi. Oleh karena itu, belum tentu petani dengan lahan lebih sempit memperoleh pendapatan yang lebih sehingga luas lahan usahatani tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proporsi pengeluaran pangan rumah tangga. Petani yang memiliki aset produktif hanya sebanyak 3 orang petani sehingga variabel kepemilikan aset produktif secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap proporsi pengeluaran pangan yang juga mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga petani.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka disimpulkan bahwa (1) Proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di Subak Sembung pada saat pandemi Covid-19 secara akumulatif sebesar 59,01% dan masih tergolong rendah dan tahan pangan. (2) Rumah tangga petani di Subak Sembung pada masa pandemi Covid-19 sebagian besar berada pada kondisi rentan pangan yaitu sebanyak 22 rumah tangga atau 61,11% dikarenakan tingkat konsumsi energi yang cukup namun proporsi pengeluaran pangan rumah tangga masih tergolong tinggi. (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga petani di Subak Sembung pada saat pandemi Covid-19 secara signifikan adalah pendapatan usahatani, pendapatan non usahatani, pengeluaran pangan dan harga beras. Sementara 4 faktor lainnya yaitu usia kepala keluarga, jumah tanggungan keluarga, luas lahan usahatani dan kepemilikan aset produktif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani.

Saran

Proporsi pengeluaran pangan rumah tangga yang rendah secara akumulatif tidak menjamin proporsi pengeluaran pangan yang rendah pula pada masing-masing rumah tangga sehingga perlu upaya untuk peningkatan pengeluaran non pangan untuk menurunkan proporsi pengeluaran pangan yang didukung oleh peningkatan pendapatan. Untuk itu peran pemerintah sangat diperlukan dalam upaya peningkatan pendapatan di masa pandemi selaku pembuat kebijakan yang masih dapat mendukung masyarakat memperoleh pendapatan namun tidak semakin meningkatkan risiko penularan Covid-19.

DAFTAR PUSTAKA

Arida, A., Sofyan, & Fadhiela, K. (2015). Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Berdasarkan Proporsi Pengeluaran Pangan Dan Konsumsi Energi (Studi Kasus Pada Rumah Tangga Petani Peserta Program Desa Mandiri Pangan Di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar). Jurnal Agrisep,   16(1),   20–34.

https://doi.org/10.24815/agrisep.v16i1.3028.

Badan Ketahanan Pangan. (2015). Panduan Perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH). Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali. (2020). Analisis Konsumsi Pangan Masyarakat di Provinsi Bali. https://distanpangan.baliprov.go.id/analisis-konsumsi-pangan-masyarakat-di-provinsi-bali/

Masniadi, R., Angkasa, M. A. Z., Karmeli, E., & Essabella, S. (2020). Telaah Ketahanan Pangan Kabupaten Sumbawa Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19. Indonesian Journal    of    Sciences    and    Humanities,    53(9),    1689–1699.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Rini, S. T. (2011). Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Lahan Kering di Kabupaten Boyolali.

Saputro, W. A., & Fidayani, Y. (2020). Faktor-Faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan. Agrica, 13(2), 115–123.

Sedana, G. (2017). Menghentikan Kepunahan Subak di Bali. Pustaka Larasan.

The Economist Intelligence Unit. (2018). Global Food Security Index 2018: Building Resilience in the Face of Rising Food-Security Risks. The Economist Intelligence Unit, 1–49. https://foodsecurityindex.eiu.com/

Ratih, et al., Ketahanan…|356