Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.9, No.1, Mei 2021

E- ISSN: 2684-7728

Studi Kelayakan Investasi Pabrik Penggilingan Padi Terintegrasi (Integrated Rice Processing Plant/IRPP) di Kabupaten Badung

Feasibility Study of Integrated Rice Processing Plant in Badung Regency

Marcella Wayan Kartika Rini*) I Wayan Budiasa Widhianthini

Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Bali, Indonesia

Email: [email protected]*)

ABSTRACT

Bali Province are able to establish integrated rice processing plant to suffice the need of the rice, both quantities and qualities. Badung Regency is chosen as the location of the plant because its statregic place, near raw material-harvested unhulled rice-and market. The result of the feasibility study shows that the plant is qualified to established depend on both non financial and financial aspect which are discribed by the value of, without financing and with financing respectively, NPV Rp 38.270.154.230,00, net B/C ratio 1,993,48, IRR 24,85%-46,69%. Other financial aspects, they are payback period 6,3-10,53 years, profitability index 1,49-1,04, average rate of return 18,39-14,39%, as supporting values. The result also show that the investment is sensitive toward the change of the income and operational cost but not sensitive toward the amount of raw material. Some of relevant assumption are used in this research. After being established, the next step we ought to do are doing establishment of the plant as soon as possible, also doing continued deep research about social impact of the existing plant. This plant should capable to help farmers getting the reasonable price and also create the new job for people.

Keywords: rice, investment, integrated rice processing complex

ABSTRAK

Provinsi Bali perlu mendirikan pabrik penggilingan padi terintegrasi untuk mencukupi kebutuhan beras sendiri yang dapat menjamin, tidak hanya kuantitas, namun juga kualitas. Kabupaten Badung dipilih sebagai lokasi pendirian pabrik karena dinilai strategis, dekat dengan bahan baku, gabah kering panen, dan pasar. Hasil yang diperoleh dari studi kelayakan investasi, pabrik ini layak didirikan dilihat dari aspek non keuangan dan keuangan yang digambarkan oleh nilai berikut secara berturut-turut tanpa pembiayaan-dengan pembiayaan bank: NPV Rp 38.270.154.230,00, net B/C ratio 1,993,48, IRR pada 24,85%-46,69%. Aspek keuangan lainnya yang mendukung kelayakan, yaitu payback period 6,3-10,53 tahun, profitability index 1,49-1,04, dan average rate of return 18,39-14,39%. Diketahui pula bahwa investasi sensitif terhadap perubahan penerimaan dan biaya operasional namun tidak sensitif terhadap perubahan jumlah bahan baku yang diolah. Beberapa asumsi relevan digunakan dalam penilaian kelayakan

tersebut. Setelah pendirian pabrik dinilai layak, maka disarankan untuk segera mendirikan pabrik ini serta melakukan penelitian mengenai dampak sosial yang ditimbulkan terhadap penduduk di sekitar pabrik. Keberadaan pabrik ini hendaknya mampu membantu petani memperoleh harga layak serta membuka lapangan kerja baru.

Kata Kunci: beras, investasi, pabrik penggilingan padi terintegrasi

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali di Provinsi Bali. Rata-rata tingkat konsumsi beras per kapita di Provinsi Bali mencapai 8,3 kg per bulan atau setara dengan 99,6 kg per tahun (Karyana, 2020). Apabila proyeksi penduduk Provinsi Bali tahun 2019 berjumlah 4,34 juta jiwa (BPS Bali, 2020), maka per tahun diperlukan beras sebanyak 432.264 ton.

Berdasarkan hasil survei kerangka sampel area (KSA) oleh BPS Provinsi Bali, diperoleh luas panen padi tahun 2019 seluas 95.319 ha dengan produksi 579.321 ton gabah kering giling (GKG). Produksi GKG ini jika dikonversikan menjadi beras didapatkan sekitar 325.028 ton beras. Apabila dilihat dari kebutuhan beras di Provinsi Bali, maka defisit sebesar 107.236 ton. Defisit tersebut diduga disuplai oleh Provinsi Jawa Timur sebagai provinsi terdekat dengan Bali.

Beras yang masuk dari Provinsi Jawa Timur berasal dari Banyuwangi yang ditunjukkan dengan nama label yang berisi asal pengolahan dengan kualitas premium bermerk Ratu Ayu dan Putri Sejati. Selain itu, jika dilihat dari data statistik BPS Provinsi Jawa Timur, beras yang dihasilkan pada tahun 2019 diperkirakan mencapai 5,5 juta ton (BPS Jatim, 2020). Proyeksi jumlah penduduk tahun 2019 sebanyak 39,7 juta jiwa (BPS Jatim, 2018). Menurut Satriani, dkk (2019), konsumsi beras per kapita sebesar 89,7 kg per tahun. Dilihat dari data-data tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat surplus beras senilai 1,94 juta ton.

Beras lokal Bali belum mampu bersaing secara kuantitas maupun kualitas dengan beras dari Jawa Timur. Dilihat dari sisi kuantitas, produksi beras lokal Bali belum mampu memenuhi kebutuhan penduduk. Jika dilihat dari sisi kualitas, mayoritas beras lokal yang dihasilkan oleh penggilingan beras di Bali justru dijual dalam bentuk curah.

Dalam mengupayakan beras lokal Bali agar mampu bersaing dengan beras dari luar, maka kemungkinannya adalah meningkatkan jumlah produksi dan/atau meningkatkan kualitas beras yang dihasilkan. Dari sisi jumlah produksi, maka perlu menambah luas baku sawah dan/atau meningkatkan produktivitas lahan. Penambahan luas baku sawah tidak mungkin dilakukan, sebab alih fungsi lahan pertanian ke sektor non pertanian cukup tinggi. Kondisi ini didukung oleh hasil penelitian Sriartha, dkk (2016) yang menemukan bahwa di kawasan metropolitan Sarbagita, Bali, perubahan lahan sawah ke non sawah mulai tahun 2009 hingga 2016 mencapai 2,26%. Lokasi alih fungsi tertinggi di Kecamatan Abiansemal sebesar 4,56% sedangkan yang terendah di Kecamatan Mengwi, hanya 0,06%.

Peningkatan produktivitas harus diikuti oleh meningkatnya kualitas beras. Kualitas beras mampu ditingkatkan ketika terjadi perbaikan sistem on-farm atau sistem budidayanya, yaitu dengan pembinaan intensif kepada para petani. Alternatif lain dengan perbaikan sistem off-farm. Sistem off-farm yang perlu diperbaiki menurut Sutrisno (2004), antara lain: (1) Melakukan pasca panen secara lebih baik, dengan mengupayakan menekan susut panen dan pasca panen; (2) Pengolahan hasil dan diversifikasi produk; (3) Proses peningkatan penilaian konsumen terhadap komoditas beras secara menyeluruh.

Pengupayaan yang dapat dilaksanakan agar beras lokal mampu bersaing dari sisi kualitas adalah dengan mendirikan pabrik penggilingan padi terintegrasi yang mampu menghasilkan beras premium dan medium. Dengan demikian, setidaknya beras lokal dapat memasuki pangsa pasar beras premium, tidak hanya bertahan di pangsa pasar beras medium. Konsepnya pun menyatukan seluruh kegiatan pasca panen gabah, mulai pemecahan kulit hingga polishing dan beras siap dikemas untuk dipasarkan.

Dari sembilan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali, dipilih Kabupaten Badung sebagai kabupaten di mana pabrik penggilingan padi terintegrasi akan didirikan. Kabupaten ini menjadi lokasi yang strategis sebab secara geografis berbatasan dengan 5 kabupaten/kota lainnya, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, dan Kabupaten Tabanan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi aspek-aspek non keuangan yang mendukung pendirian pabrik, menganalisa rencana investasi, serta menguji kepekaan rencana investasi terhadap penurunan penerimaan, peningkatan biaya operasional, serta penurunan produksi gabah kering panen yang diolah.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan September 2020 di Kabupaten Badung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja, didasarkan pada: 1) Letak geografis Kabupaten Badung yang berada di tengah Pulau Bali, berbatasan dengan 5 kabupaten/kota, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Bangli, Kabupaten, Buleleng, dan Kabupaten Tabanan, sehingga relatif cukup strategis; (2) Kabupaten Badung berada di posisi ketiga sebagai penghasil beras di Provinsi Bali setelah Tabanan dan Gianyar; (3) Kabupaten dengan pendapatan daerah terbesar di Provinsi Bali sehingga memiliki potensi untuk membangun pabrik penggilingan padi terintegrasi.

Jenis data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dalam penelitian ini berupa hasil observasi untuk menjelaskan aspek non keuangan yang terdiri dari aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis/operasional, serta aspek manajemen dan organisasi. Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini antara lain jenis dan besaran biaya yang diperlukan ketika mendirikan pabrik penggilingan padi terintegrasi (biaya investasi), biaya yang harus dikeluarkan saat proses produksi (biaya operasional), serta nilai potensi pendapatan yang diperoleh dengan menjual produk utama maupun limbah dan olahannya.

Sumber data primer berasal dari responden pada Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, perwakilan PT Vietindo Jaya, serta sampel petani. Data sekunder diperoleh dari

studi pustaka, seperti data-data badan pusat statistik (BPS) dan jurnal-jurnal.

Penelitian ini menggunakan sampel petani yang diambil secara purposive sampling dari populasi yang ada. Yang terpilih menjadi sampel adalah pekaseh se-Kabupaten Badung. Dari sampel tersebut akan digali informasi mengenai persentase antara gabah yang dijual dan yang dikonsumsi sendiri, produktivitas padi, serta bulan-bulan tanam dan panen.

Metode pengumpulan data dengan wawancara yang dibantu daftar pertanyaan agar prosesnya terarah dan fokus. Wawancara dilakukan kepada sampel petani, responden dari Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, serta perwakilan dari PT Vietindo Jaya. Observasi dilaksanakan pada beberapa penyosohan skala kecil untuk semakin memahami jalannya usaha penggilingan padi. Dokumentasi dilakukan untuk data-data sekunder berupa: data pola tanam, luas tanam, panen, produktivitas, dan produksi gabah seKabupaten Badung, jenis serta harga alat/mesin dari PT Vietindo Jaya.

Variabel yang digunakan pada penelitian ini untuk melakukan perhitungan aspek keuangan. Terdapat dua variabel, yaitu biaya dan pendapatan. Variabel biaya memiliki dua indikator yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Variabel pendapatan terdiri dari tujuh indikator, antara lain: beras medium, beras premium, menir, bekatul, sekam segar, arang sekam, dan jasa pengeringan gabah kering panen (GKP) menjadi gabah kering giling (GKG).

Penelitian ini menggunakan beberapa asumsi, sebab hasilnya memprediksi kondisi masa depan dari investasi berdasarkan dengan kondisi saat ini. Berikut beberapa asumsi yang digunakan:

  • 1.    Umur ekonomis mesin dan peralatan 18 tahun dengan nilai sisa di akhir tahun ke-20. Umur ekonomis tersebut berdasarkan pada informasi dari pihak PT Vietindo Jaya.

  • 2.    Umur pabrik penggilingan padi terintegrasi diperkirakan selama 20 tahun dalam analisa kriteria investasi dengan pertimbangan, tahun pertama masih dalam tahap pembangunan, tahun kedua mulai beroperasi, umur ekonomis mesin dan peralatan 18 tahun dengan nilai sisa pada umur ke-20, sehingga total umur usaha dalam analisa adalah 20 tahun.

  • 3.    Harga gabah kering panen (GKP) yang digunakan Rp 4.600,00 per kg dengan pertimbangan, harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 4.200,00, harga tertinggi Rp 5.000,00 sehingga keduanya dirata-ratakan.

  • 4.    Konversi gabah yang digunakan dalam perhitungan sesuai ketentuan BPS tahun 2018, yaitu dari gabah kering panen (GKP) ke gabah kering giling (GKG) adalah 83%, sedangkan GKG ke beras 64% (Anonim, 2018).

  • 5.    Volume pembelian gabah kering panen (GKP) diperkirakan hanya 50% dari hasil panen setahun, sehingga masih memungkinkan penggilingan padi tradisional beroperasi.

  • 6.    Persentase beras medium yang dihasilkan diperkirakan 50% dari total beras dihasilkan.

  • 7.    Persentase beras premium yang dihasilkan diperkirakan 50% dari beras medium yang dihasilkan.

  • 8.    Persentase menir yang dihasilkan adalah 5% dari beras medium ditambah 15% dari beras premium.

  • 9.    Persentase bekatul yang dihasilkan adalah 10% dari beras medium ditambah 13% dari beras premium.

  • 10.    Sekam segar yang dihasilkan adalah 22% dari total beras yang diproduksi.

  • 11.    Arang sekam dihasilkan dari 75% sekam segar.

  • 12.    Sesuai dengan harga yang berlaku secara umum, maka harga produk yang digunakan dalam perhitungan seperti berikut: 1) Beras medium Rp 8.500,00 per kg; 2) Beras premium Rp 10.500,00 per kg; 3) Menir Rp 6.500,00 per kg; 4) Bekatul Rp 3.500,00 per kg; 5) Sekam segar Rp 1.500,00 per kg; 6) Arang sekam Rp 2.000,00 per kg; 7) Jasa pengeringan GKP ke GKG Rp 80,00 per kg.

  • 13.    Pada analisis kriteria investasi terdapat pembiayaan dari bank berupa pinjaman yang diterima pada tahun pertama sebesar 60% dari nilai investasi yang diperlukan kemudian pada tahun kedua sebesar 10% dari nilai modal yang diperlukan untuk pembelian gabah kering panen dengan jangka waktu kredit 8 tahun.

  • 14.    Perhitungan pembayaran kredit dengan sistem anuitas, yaitu besaran pokok ditambah bunga yang dibayarkan tetap sama setiap tahun, dengan nilai bunga dibayarkan semakin kecil, sedangkan pokok dibayar semakin besar.

  • 15.    Suku bunga kredit yang digunakan 11%. Perhitungan tersebut diperoleh dari rata-rata suku bunga dasar kredit (SDBK) untuk semua jenis kredit yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), periode rilis terakhir bulan Oktober 2020, yaitu sebesar 10,40%, pembulatan ke atas menjadi 11%.

  • 16.    Nilai sisa dari mesin, peralatan, perlengkapan lainnya, dan gedung adalah 10% dari nilai investasi awal.

  • 17.    Nilai sisa lahan adalah 100% mengingat lahan dibeli, bukan sewa, sehingga menjadi hak milik perusahaan.

Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif untuk aspek non keuangan yang terdiri dari aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis/operasional, serta aspek manajemen dan organisasi. Pada aspek keuangan, yaitu penilaian kelayakan investasi digunakan analisis manfaat biaya yang terdiri dari net present value (NPV), net B/C ratio, payback periods (PP), profitability index (PI), average rate of return (ARR), dan internal rate of return (IRR). Berikut rumus-rumus yang digunakan.

  • 1.    Net present value (NPV)

Di mana :

I            = modal yang digunakan pada periode investasi

b1, b2, …bn = arus penerimaan (benefits) mulai tahun ke-1 smapai dengan tahun ke-n (akhir umur usaha/proyek).

c1, c2, …cn = arus pengeluaran (costs) mulai tahun ke-1 sampai dengan akhir umur usaha/proyek atau sampai tahun ke-n.

i              = tingkat discount rate

Kriteria NPV :

NPV > 0     :  investasi layak dilaksanakan

NPV ≤ 0     :  investasi tidak layak dilaksanakan

  • 2.    Net B/C ratio

    Net B/C Ratio


    (I +



Di mana :

  • B1, B2, …Bn   =  Stream benefits

  • C1, C2, …Cn   =  Stream costs

It              =  investasi pada tahun yang bersangkutan

i              =  tingkat bunga/discount factor

3.


Kriteria net B/C ratio

Net B/C ratio > 1

Net B/C ratio ≤ 1 Payback period (PP)

investasi layak dilaksanakan

investasi tidak layak dilaksanakan



Di mana :

I    =  total investasi dalam usaha/proyek

Ab  =  benefits bersih yang diperoleh setiap tahun (setelah dikurangi pajak)

  • 4.    Profitability index (PI)


Di mana :

It   = total investasi dalam usaha/proyek

Ab = benefit bersih yang diperoleh setiap tahun (setelah dikurangi pajak)

  • 5.    Average rate of return (ARR)

    6.


    Intern

    R)


∕     i NPV0

IRR = ι0 + (ι1 — i0)-............. ........................

0 v 1   0 (NPV0 - NVP1)

Di mana :

  • i0        = tingkat bunga yang berlaku di pasar modal (opportunity costs of

capital)

  • i1        = tingkat bunga (discount rate) pembanding

NPV0   =  NPV pada i0

NPV1   =  NPV pada i1

Kriteria IRR :

IRR > bunga kredit  :   investasi layak dilaksanakan

IRR ≤ bunga kredit  :   investasi tidak layak dilaksanakan

Tahap terakhir dari penelitian ini adalah melihat sensitivitas investasi pabrik penggilingan padi terintegrasi dengan memperhitungkan tiga perubahan, yaitu penurunan penerimaan, peningkatan biaya operasional, dan penurunan produksi gabah kering panen sebagai bahan baku. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan hasil usaha/proyek ketika salah satu atau beberapa variabel komponen berubah di kemudian hari, kemudian memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Gambaran Geografis, Administratif, Demografi, dan Topografi

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Badung yang terletak antara 08014’20” – 08050’48” Lintang Selatan dan 115005’00” – 115026’16” Bujur Timur. Batas wilayah sebelah Utara Kabupaten Buleleng; sebelah Timur Kabupaten Bangli, Gianyar, dan Kota Denpasar; sebelah Barat Kabupaten Tabanan. Luas wilayah Kabupaten Badung 418,52 km2, secara administratif terdiri dari 6 kecamatan, 16 kelurahan, dan 46 desa. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Petang dengan luas 115 km2, sedangkan luasan paling rendah Kecamatan Kuta hanya 17,522.

Jumlah penduduk Kabupaten Badung berdasarkan perhitungan proyeksi dari sensus penduduk tahun 2000 dan 2010 sebanyak 670.200 jiwa dengan jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Kuta Selatan 170.840 jiwa dan terendah di Kecamatan Petang sebanyak 25.720 jiwa. Dilihat dari persentase, mulai tahun 2000 – 2019, selama 19 tahun terakhir penduduk mengalami peningkatan 93,78%.

Secara topografi, letak Kabupaten Badung berada di antara 27 m di atas permukaan laut (Kecamatan Kuta) hingga 2.075 m di atas permukaan laut (Kecamatan Petang). Kemiringan lereng terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu 0-3%, >3-5%, dan >5-10%.

Potensi Lahan Pertanian

Pada tahun 2019, lahan yang digunakan untuk pertanian mencapai 22,92% dari total luas wilayah di Kabupaten Badung atau seluas 9.593 ha. Luasan tersebut ditanami tiga jenis tanaman, yaitu padi, palawija, dan sayur. Luas tanam dan indeks pertanaman ketiganya disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Luas Lahan Sawah, Luas Tanam, dan Indeks Pertanaman (IP) per Kecamatan di Kabupaten Badung pada Akhir Tahun 2019

No.

Kecamataii

Luas LaIian Sawab (Ha)

Luas Tauam (Ha)

IP(⅝)

Total

PD

PL

SY

PD

PL

SY

Ha

IP

1.

Kuti

14

19

O

O

135z71

OzOO

OzOO

19

135,71

1 x<.

Kuti Utaiu

1.075

2.487

6

2

231z35

0.56

019

2.495

232,09

3.

Mietigwi

4414

9.488

556

63

21493

12z60

143

10106

225,95

4.

Abimsemal

2.SS9

4.712

394

469

163z10

13z64

16z23

5.575

192,97

3.

Petals

1.201

2.637

SO

13

219z57

6z66

1;58

2.736

22 7,Sl

Total

3.533

19.343

1036

553

20163

10z80

5z76

20.331

21S,19

Sumber: Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, 2020

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa tanaman dominan yang dibudidayakan adalah padi dengan IP 201,63% atau dua kali lebih tanam dalam setahun. Potensi yang relatif besar untuk mendirikan pabrik yang menangani pasca panen padi.

Berdasarkan data luas tanam dan luas panen tahun 2019, tampak bahwa ada suatu pola waktu tanam dan panen terbanyak. Musim tanam (MT) 2 (Mei – Agustus) menjadi puncak tanam dengan 42,38%, sedangkan MT 1 (Januari – April) dan MT 3 (September – Desember) persentase tanam 29,90% dan 27,73%. Puncak musim panen terjadi pada bulan Oktober yang masuk pada musim panen (MP) 3 dengan 43,33%, sedangkan MP 1 dan MP2 berturut-turut 36,95% dan 19,72%.

Analisis Aspek Non Keuangan

Aspek Hukum

IRPP (Integrated Rice Processint Plant) atau pabrik penggilingan padi terintegrasi yang akan didirikan ini menggunakan badan hukum perseroan terbatas (PT), disarankan dimiliki bersama antara pemerintah daerah dengan pihak swasta dan petani. Persentase saham pemerintah 70% yang dapat diambil dari APBD II, 15% investor swasta, dan 15% petani yang tergabung dalam kelompoktani yang akan memasok bahan baku. Secara bertahap saham kepemilikan pemerintah daerah sedikit demi sedikit dikurangi hingga maksimal 25%. Saham pemerintah dialihkan kepada petani, sehingga komposisi terakhir dari saham adalah pemerintah 25%, petani 60%, dan swasta 15%. Komposisi ini akan sangat menguatkan posisi petani sebagai pemilik saham terbesar dalam menentukan arah kebijakan pengoperasian pabrik. Selain itu, petani memiliki keterikatan erat dengan pabrik selaku pemilik, serta mendapatkan tambahan penghasilan dari pembagian keuntungan/deviden pabrik per tahun. Ketika petani merasa sebagai pemilik, maka keinginan untuk berkontribusi membesarkan usaha akan semakin besar. Hal ini akan menggerakkan petani untuk lebih memilih menjual gabahnya ke pabrik daripada ke pihak lain, apalagi ke penebas. Pemilihan PT sebagai badan hukum usaha dengan pertimbangan utama akan memudahkan mendapatkan kredit modal usaha dari bank. Pengurusan legal selanjutnya mengikuti aturan yang berlaku pada Dinas Penanaman Modal Kabupaten Badung serta mengikuti persyaratan pendaftaran secara online pada Laperon (Layanan Perizinan Online) sesuai dengan ketentuan pemerintah pusat yang tercantum dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 97 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Terpadu Satu Pintu yang diperkuat dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 91 tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.

Aspek Pasar dan Pemasaran

Dari sisi ketersediaan bahan baku, berdasarkan perhitungan luas panen dan produktivitas pada tahun 2019, total gabah kering panen (GKP) tersedia dalam setahun sebanyak 123.426,58 ton. Proporsi antara gabah yang dijual dengan yang dikonsumsi sendiri, berdasarkan hasil wawancara dengan pekaseh sebagai responden terpilih, diperoleh perbandingan 75% gabah dijual dan 25% dikonsumsi sendiri. Apabila 75% gabah dijual oleh petani, maka tersedia 92.569,93 ton GKP setahun. Dilihat dari kapasitas mesin pengering 90 ton GKP per hari, dengan penggunaan compact rice milling berkapasitas 3 ton/ha, maka dalam setahun pabrik hanya mampu mengolah 18.675 ton GKP atau 20,17% GKP yang ada di pasaran. Pada jumlah GKP tersebut, karyawan pabrik bahkan masih harus lembur 232,5 hari setahun. Hal ini menunjukkan, keberadaan pabrik ini tidak akan serta merta mematikan usaha penggilingan gabah yang sudah beroperasi di Kabupaten Badung, sebab bahan baku masih cukup banyak tersedia di pasar.

Dalam upaya merambah pasar di Provinsi Bali, maka terkait strategi pemasaran beras premium dan medium yang dihasilkan oleh IRPP di Kabupaten Badung, perlu dibuatkan branding lokal khas Kabupaten Badung yang mudah dikenal dan diingat oleh masyarakat. Logo atau gambar yang digunakan mengingatkan kepada konsumen akan Kabupaten Badung, misalnya berisi maskot Kabupaten Badung, yaitu bunga kamboja/kembang jepun. Dari sisi harga produk, perlu ditetapkan harga yang mampu bersaing dengan beras premium maupun medium dari kabupaten lain melalui pemangkasan jalur distribusi.

Aspek Teknis/Operasional

Dari segi pemilihan lokasi, dipilih lokasi yang dekat dengan sumber bahan baku, yaitu gabah. Pada tahun 2019, luas panen tertinggi di Kecamatan Mengwi dengan luas 9.501 ha, sehingga tempat pendirian pabrik dapat dipilih daerah di Kecamatan Mengwi.

Gedung dan ruangan yang harus tersedia di area IRPP adalah gedung untuk mesin dan kantor (1.000 m2), gudang (gudang gabah kering panen 200 m2, gudang gabah kering giling 1.000 m2, gudang beras 500 m2), dan fasilitas umum (500 m2). Selain itu, diperlukan lantai jemur (200 m2) dan area parkir untuk truk dan mobil pick up. Total luas lahan yang diperlukan kurang lebih 4.000 m2 yang dikelilingi pagar sepanjang 280 m. Luasan area tersebut merupakan standar untuk mesin yang berkapasitas 3 ton/jam dengan kapasitas dryer 90 ton/hari.

Aspek Manajemen dan Organisasi

Standar jumlah karyawan yang diperlukan sebanyak 26 orang. Jumlah tersebut terbagi menjadi beberapa posisi, yaitu: 1) Komisaris terdiri dari presiden komisaris satu orang dan wakil komisaris satu orang; 2) Direktur terdiri dari presiden direktur satu orang dan wakil direktur dua orang; 3) Supervisor lapangan tiga orang; 4) Supervisor pabrik dua orang; 5) Teknisi dan IT dua orang; 6) Staff pabrik lima orang; 7) Staff kantor tiga orang; 8) Sopir empat orang; 9) Staff keamanan dua orang

Analisis Aspek Keuangan

Aspek keuangan yang dinilai terdiri dari enam aspek, yaitu net present value (NPV), net B/C ratio, payback period (PP), profitability index (PI), average rate of return (ARR), serta internal rate of return (IRR). Dari keenam aspek tersebut, yang menggambarkan layak atau tidaknya pabrik penggilingan padi terintegrasi didirikan adalah net present value (NPV), net B/C ratio, dan internal rate of return (IRR). Tiga lainnya untuk memperkuat dengan memberikan gambaran mengenai pengembalian modal dari sisi waktu dan proporsi pengembaliannya.

Hasil perhitungan tiga aspek keuangan yang menggambarkan kelayakan investasi menunjukkan bahwa pabrik penggilingan padi terintegrasi layak dilaksanakan. Berikut hasil perhitungan beserta penjelasannya.

  • 1.    Net present value (NPV)

Sesuai ketentuan NPV, maka suatu usaha/proyek layak dijalankan ketika NPV > 0. Dari hasil perhitungan NPV untuk pabrik penggilingan padi terintegrasi, baik yang tanpa pembiayaan maupun dengan pembiayaan bernilai lebih dari nol, sehingga pabrik ini layak untuk didirikan dan beroperasional di Kabupaten Badung. Tepatnya, NPV yang diperoleh sebesar Rp 38.270.154.230,00, baik yang tanpa maupun dengan pembiayaan. Kesamaan nilai ini disebabkan penggunaan nilai discount factors (DF) sembilan angka di belakang koma untuk menjamin semakin akuratnya hasil perhitungan. Selain itu, ketika digunakan semakin sedikit angka di belakang koma, akan menyebabkan semakin besar sisa pokok hutang, di mana sisa ini seharusnya bernilai nol di akhir masa kredit.

  • 2.    Net benefit cost ratio (net B/C ratio)

Pada Pabrik penggilingan padi terintegrasi, diperoleh nilai net B/C ratio tanpa pembiayaan bank sebesar 1,99. Artinya, apabila pabrik dijalankan tanpa pembiayaan dari bank, setiap Rp 1.000,00 biaya dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan Rp 1.990,00. Jika pabrik memutuskan untuk menggunakan pembiayaan bank, maka nilai net B/C ratio mencapai 3,48. Ketika pabrik dibantu dengan pembiayaan bank, maka dengan biaya Rp 1.000,00, pendapatan meningkat sampai Rp 3.480,00. Oleh karena itu, pabrik ini layak didirikan dan beroperasi di Kabupaten Badung.

  • 3.    Payback Period (PP)

Hasil perhitungan PP menunjukkaan jika pabrik tanpa pembiayaan bank, waktu uang diperlukan untuk pengembalian investasi dari pendapatan adalah 6,3 tahun atau 6 tahun 3,6 bulan. Ketika pabrik menggunakan pembiayaan dari bank, maka waktu pengembalian investasi adalah 10,53 tahun atau 10 tahun 6,36 bulan. Artinya, sebelum 20 tahun investasi sudah kembali. Setelah itu, seluruh pendapatan menjadi laba usaha.

  • 4.    Profitability Index (PI)

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa, saat pabrik didirikan tanpa pembiayaan dari bank, maka nilai PI adalah 1,49 yang artinya setiap Rp 1.000,00 investasi yang ditanam akan menghasilkan pendapatan Rp 1.490,00. Namun, dengan pembiayaan dari bank, IP menurun menjadi 1,04 yang berarti setiap Rp 1.000,00 nilai investasi menghasilkan Rp1.040,00 pendapatan. Penurunan PI tersebut disebabkan sebagian penerimaan yang seharusnya menjadi pendapatan justru digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Oleh karena itu, semakin besar pinjaman yang diajukan, maka nilai PI akan semakin menurun. Hal ini perlu diperhatikan bagi

pabrik penggilingan padi terintegrasi yang akan didirikan, bahwa modal pinjaman jika diperlukan harus benar-benar dihitung supaya jangan sampai penambahan modal kerja justru menurunkan pendapatan.

  • 5.    Average Rate of Return (ARR)

Pada nilai ARR tanpa pembiayaan bank sebesar 18,39%, sedangkan dengan pembiayaan bank turun menjadi 14,39%. Artinya, rata-rata nilai investasi yang dikembalikan dari pendapatan per tahun setelah pajak sebesar 18,39% apabila tanpa pembiayaan bank, sedangkan saat menerima pembiyaan dari bank, nilai investasi yang dikembalikan per tahun sebesar 14,39%.

  • 6.    Internal rate of return (IRR)

Diperoleh nilai IRR adalah 24,85% ketika tanpa fasilitas pembiayaan bank, sedangkan jika menggunakan pembiyaan bank menjadi 46,69%. Hal ini menunjukkan ketika pabrik penggilingan padi terintegrasi memilih menggunakan modal sendiri, namun suatu saat ingin meminjam ke bank, maka suku bunga maksimal yang mampu dibayar adalah 24,85%. Jika saat ini pabrik sudah menggunakan fasilitas pembiayaan bank dan ingin menambah kredit lagi, maka suku bunga maksimal yang mampu dibayar sebesar 46,69%. Kedua persentase IRR, baik tanpa maupun dengan pembiayaan lebih dari rata-rata suku bunga bank yang berlaku saat ini senilai 11%. Artinya, pabrik ini layak untuk didirikan dan beroperasi di Kabupaten Badung.

Analisis Sensitivitas

Analisis ini terintegrasi sensitif terhadap perubahan penerimaan dan biaya operasional, namun tidak sensitif terhadap perubahan gabah kering panen yang diolah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan tiga aspek keuangan yaitu net present value (NPV), net B/C ratio, dan internal rate of return (IRR) yang menjadi tolok ukur dapat atau tidaknya suatu usaha/proyek didirikan dan berlanjut beroperasi.

Penurunan penerimaan hanya 5% menyebabkan pabrik tidak layak lagi untuk didirikan dan dioperasikan sebab ketiga aspek keuangan tidak memenuhi persyaratan. Nilai NPV minus Rp -6.094.902.800,00 ketika pabrik tidak menggunakan kredit bank, namun semakin besar minus dari NPV hingga Rp -6.094.952.640,00, berarti pabrik ini akan merugi di akhir tahun ke-20 sebesar nilai NPV. Net B/C ratio 0,84 tanpa pembiayaan, sedangkan dengan pembiayaan 0,61, keduanya kurang dari satu. IRR tanpa pembiayaan 8,52%, dengan pembiayaan 6,8%, keduanya kurang dari rata-rata suku bunga kredit yang berlaku yaitu 11%.

Begitu pula dengan peningkatan biaya operasional sebesar 5% menjadikan pabrik tidak layak didirikan dan dioperasikan. NPV tanpa pembiayaan Rp -2.281.046,170,00 sedangkan dengan pembiayaan menjadi Rp -2.281.096.020,00. Nilai NPV menunjukkan besarnya kerugian pabrik di akhir tahun ke-20. Net B/C ratio tanpa pembiayaan 0,94, dengan pembiayaan 0,85 atau keduanya kurang dari satu. IRR tanpa pembiayaan 9,32%, dengan pembiayaan 4,64%, keduanya kurang dari rata-rata suku bunga kredit yang berlaku yaitu 11%.

Saat gabah kering panen yang diolah menurun,bahkan hingga 30%, pabrik masih menghasilkan laba, ditunjukkan oleh nilai NPV tanpa pembiayaan Rp 10.552.398.860,00

sedangkan dengan pembiayaan Rp 10.552.349.020,00. Net B/C ratio tanpa pembiayaan 1,27 sedangkan dengan pembiayaan 1,68. Dari nilai IRR masih lebih dari 11%, yaitu dengan pembiayaan 15,03% sedangkan dengan pembiayaan 18,49%. Oleh karena itu, arus keuangan pabrik tidak sensitif terhadap penurunan input produksi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sisi aspek non keuangan, secara hukum, pabrik penggilingan padi terintegrasi berbadan hukum perseroan terbatas (PT), pasar tersedia, bahan baku mencukupi, pemasaran dapat diatur sehingga meminimalkan biaya distribusi, lokasi pabrik berada dekat dengan bahan baku dan pasar, serta jumlah dan posisi pegawai yang diperlukan jelas. Dilihat dari aspek keuangan pun, pabrik penggilingan padi terintegrasi di Kabupaten Badung dapat didirikan dan dijalankan karena memenuhi kriteria investasi pada aspek keuangan, yaitu nilai NPV lebih dari nol, net B/C ratio lebih dari satu, dan IRR lebih dari rata-rata suku bunga yang berlaku yaitu 11%. Investasi ini sensitif terhadap perubahan penerimaan dan biaya operasional, namun tidak sensitif terhadap perubahan jumlah bahan baku/input produksi yang diolah.

Saran

Saran yang dapat diberikan antara lain agar dipertimbangkan untuk segera didirikan pabrik penggilingan padi terintegrasi agar mendorong pertumbuhan ekonomi daerah setelah sektor pariwisata melemah dengan penyebaran virus Covid-19 yang belum mampu diatasi sampai saat ini. Setelah pabrik beroperasi, hendaknya dilakukan penelitian tentang dampaknya terhadap penduduk yang bertempat tinggal di sekitar pabrik (dampak sosial). Hendaknya pendirian pabrik penggilingan padi terintegrasi ini dapat membantu petani mendapatkan harga yang layak untuk hasil panen mereka serta membuka lapangan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

AIA & Associates Management and Training Consultant. 2011. Study Kelayakan Usaha Rice Milling Complex CV Mitra Sentosa Cemerlang. (serial online), [cited 2020 Maret 15]. Available from: URL: https://www.academia.edu/35390640/ Studi_Kelayakan_Usaha_Rice_Processing_Complex_di_Kabupaten_Bulukumba_ Provinsi_Sulawesi_Selatan?auto=download.

Anonim. 2017. Kelas Mutu Beras. Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia

Ahmad, Usman dan I Wayan Budiastra. 2008. Teknologi Penanganan Pascapanen Padi.

(serial online), [cited 2020 Mei 7]. Available from:URL: http://web.ipb.ac.id/~usmanahmad/Penangananpadi.htm.

Anonim. 2018. Konversi Gabah ke Beras (SKGB 2018). Jakarta: Badan Pusat Statistik.

BPS Bali. 2020. Proyeksi Penduduk Provinsi Bali Menurut Jenis Kelamin (Ribu Jiwa), 2018-2020. (serial online), [cited 2020 Mei 10]. Available from: URL: https://bali.bps.go.id/indicator/12/28/1/proyeksi-penduduk-provinsi-bali-menurut-jenis-kelamin.html.

BPS Jatim. 2018. Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur 2015-2025. Surabaya: PT Sinar Murni Indoprinting.

BPS Jatim. 2020. Analisis Data Beras Provinsi Jawa Timur 2018-2020. Surabaya: PT Antareksa Adiperkasa.

Herodian, Sam. 2007. Peluang dan Tantangan Industri Berbasis Hasil Samping Pengolahan Padi. Jurnal Pangan. (serial online), Jan, [cited 2020 Mei 2]. Available from: URL: www.jurnalpangan.com/download

Karyana, I Putu. 2020. Beras Surplus, Ketersediaan Pangan Bali Antisipasi Wabah Covid-19. (serial online), April, [cited 2020 Mei 5]. Available from: URL: https://tabloidsinartani.com/detail/indeks/agri-penyuluhan/11924-Beras-Surplus-Ketersediaan-Pangan-Bali-Antisipasi-Wabah-Covid-19

Kasmir dan Jakfar. 2013. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Beras (Teori dan Praktek). eBookPangan. (serial online), [cited 2020 Mei 7]. Available from: URL: http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/Teknologi-Pengolahan-Beras-Teori-dan-Praktek.pdf

Mardalis. 2014. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara

Nadya, Yusri, Dewiyana, Irfan Syah, Yusnawati, Nurlaila Handayan, dan Ponidi Sanjaya. 2018. Analisis Studi Kelayakan Usaha Penggilingan Padi pada Desa Sungai Kuruk I. (serial online), Des. , [cited 2020 April 14]. Available from: URL: https://ejurnalunsam.id/index.php/jurutera/article/view/1080/852

Rachmat, Ridwan dan Suismono. 2011. Model Penggilingan Padi Terpadu Untuk Meningkatkan Nilai Tambah. (serial online), Sept. , [cited 2020 Mei 2]. Available from: URL: www.jurnalpangan.com/artikel/view

Satriani, Tri Agustin, Drajat Martianto, Yayat Heryatno, Yuliva, Bambang Hariyanto, Sugiatmi, Anggit Gantina, Dianasri Widyapuri, dan Jayanti Wisnu Wardhani. 2019. Direktori Perkembangan Konsumsi Pangan. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan.

Sinaga, Dadjim dan Herlina Juni Risma. 2013. Studi Kelayakan Investasi pada Proyek & Bisnis dalam Perspektif Iklim Investasi Perekonomian Global (Teori dan Aplikasinya dalam Menilai Investasi Modal dalam Proyek & Bisnis). Jakarta: Mitra Wacana Media.

Sriartha, I Putu, I Putu Gede Diatmika, dan I Wayan Krisna Ekaputra. 2019. Analisis

Spasiotemporal Alih Fungsi Lahan Sawah Berdasarkan Citra Satelit dan Sistem Informasi Geografis di Kawasan Metropolitan Sarbagita, Bali. Jurnal Kajian Budaya; 9:121-140.

Sugiono. 2017. Metode Penelitian Kualitatif untuk Penelitian yang Bersifat: Eksploratif, Enterpretif, Interaktif dan Konstruktif. Bandung: Alfabeta

Surdianto, Yanto, Nana Sutrisna, Basuno, dan Solihin. 2015. Panduan Teknis Cara Membuat Arang Sekam Padi. Jawa Barat: Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).

Sutrisno. 2004. RPC sebagai Suatu Alternatif Peningkatan Mutu dan Nilai Tambah Beras. (serial online), [cited 2020 Mei 5]. Available from: URL: https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/25540/1/prosiding_upaya_p eningkatan_nilai_tambah_padi-9.pdf

Wildayana, Elisa. 2015. Kelayakan Finansial Usaha Penggilingan Padi di Kecamatan Tanjung Lago Banyuasin Sumatera Selatan. August. , (serial online), [cited 2020 Mei            10].            Available            from:            URL:

https://www.researchgate.net/publication/314161364_KELAYAKAN_FINANSI AL_

USAHA_PENGGILINGAN_PADI_DI_KECAMATAN_TANJUNG_LAGO_BA NYUASIN_SUMATERA_SELATAN/link/592e354faca272fc55b571dc/ download

Widia, Wayan, I Ketut Satriawan, I Wayan Tika, I Made Nada, dan Cokorda Anom Bayu Sadyasmara. 2016. Laporan Feasibility Study Rencana Pembangunan Rice Milling Unit (RMU) di Kabupaten Tabanan. Denpasar: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Marcella, et al., Studi…|248