Jurnal Manajemen Agribisnis  Vol. 4, No. 2, Oktober 2016

ISSN: 2355-0759

Strategi Branding dalam Promosi Penjualan Produk Pertanian Olahan PT. Hatten Bali untuk Pasar Pariwisata

Indonesia

I Ketut Surya Diarta, Putu Widhianti Lestari1), dan Ida Ayu Putu Citra Dewi2) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Email: [email protected]

  • 1)    Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Bali, Indonesia

  • 2)    Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Bali, Indonesia

ABSTRACT

Branding Strategy of SALES promotion in Agricultural Products Processed PT. Hatten Bali for Tourism Market Indonesia

Branding becomes inevitable in sales promotion strategy of products and services in the era of globalization. However, the difficult challenge of agricultural products branding related to standardization because it involves a biological process that can not be fully controlled. Moreover, if the intended target market is specific to the tourism market.This paper discusses branding strategy used by agribusiness company PT. Hatten Bali in promoting wine processed "Hatten Wines" for the tourism market in Indonesia. Data were collected through in-depth interviews and observations technique and were analyzed by descriptive qualitative method. PT. Hatten Bali uses three strategies of branding ot its wines pruducts, namely: (1) producer branding (Hatten Wines Aga White, Hatten Wines Aga Red, Hatten Wines Alexandria, Hatten Wines Rose, Hatten Wines Sparkling Tunjung, and Hatten Wines Sparkling Jepun), (2) retail branding (Dragonfly Moscato and Two Island), and (3) geographical branding (Pino de Bali and Dewi Sri). All three branding strategies have differences in agricultural raw material processed, the target market, and typology of use in order to meet the company's sales target. Branding strategy proved to be applicable and effective used in processed agricultural products sales promotion strategies just like used in manufacturing products and other services. Agribusiness entrepreneurs should consider the use of branding in sales promotion to better compete with competitors.

Keywords: Branding, Promotion, Agriculture, Wines, Tourism

Pendahuluan

Latar Belakang

Hampir sebagian besar dari kita pernah mendengar, melihat, bahkan membeli produk pertanian yang ditambahi embel-embel nama luar negeri seperti ‘Jeruk Mandarin’, ‘Apel Washington’, ‘Pepaya Bangkok’, ‘Florida Orange’, dan seterusnya. Atau, beberapa produk pertanian yang ditambahi embel-embel nama dalam negeri

seperti ‘Apel Malang’, ‘Salak Bali’, ‘Talas Bogor’, dan seterusnya. Apakah nama tempat di belakang nama produk pertanian sebagai penunjuk asal produk? Jika asumsinya benar, lalu bagaimana dengan ‘Cokelat Swiss’ seperti Sprungli, Lindt, dan Teuscher?. Faktanya, Swiss sama sekali tidak membudidayakan tanaman kakao sebagai bahan baku cokelat karena iklimnya dingin tidak sesuai bahkan untuk sekedar hidup bagi tanaman kakao.

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa produk pertanian menggunakan branding sebagai strategi promosi untuk pemasaran produknya. Menilik kasus di atas, ada dua hal yang sekaligus bisa dijadikan branding yaitu produk pertaniannya (cokelat, jeruk, apel, salak) dan tempat di mana dibudidayakan (Malang, Florida, Bali, Bogor) atau diolah/dikemas (Swiss, Washington). Fenomena tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa branding menjadi suatu keniscayaan dalam strategi pemasaran bukan saja terhadap produk manufaktur, jasa, dan pariwisata, tetapi juga produk pertanian.

Namun, produk pertanian memiliki karakteristik yang khas dengan sulitnya menstandarisasi kualitas yang sama karena melibatkan proses biologis yang tidak dapat dikendalikan sekehendak hati. Lain halnya seperti produk industri manufaktur seperti sepeda motor, televisi, telepon seluler dan sejenisnya yang dapat di-branding menyesuaikan keinginan pembuatnya. Terlebih, jika produk pertanian olahan khusus diperuntukkan bagi pasar pariwisata yang menuntut kualifikasi produk dengan standar tinggi untuk pemenuhan kebutuhan wisatawan.

Men-branding produk pertanian olahan sebagai pendekatan pemasaran dalam mendukung industri pariwisata (misalnya Bali) memerlukan strategi branding khusus (Haimid, et al, 2012). Hal ini ditujukan disamping menarik minat wisatawan untuk membeli produk pertanian olahan saat berwisata ke Bali juga diarahkan agar produk pertanian olahan tersebut mampu bersaing dengan kompetitornya. Branding dalam perspektif ini diarahkan untuk menumbuhkan hubungan emosional berupa loyalitas wisatawan selaku konsumen dengan produk pertanian olahan (wine) serta memperkuat penetrasi pasar sehingga usahatani dan pertanian juga dapat berkembang baik.

Salah satu perusahaan produk pertanian berupa anggur olahan yang menggunakan strategi branding adalah PT Hatten Bali. Perusahaan ini merupakan salah satu produsen wines terbesar yang berlokasi di Bali yang berdiri sejak tahun 1994. PT Hatten Bali memiliki beragam merek wine, diantaranya Hatten Wines, Two Islands, Dragonfly Moscato dan Dewi Sri. Produk PT Hatten Bali dapat ditemukan pada sebagian besar wilayah Bali dan beberapa wilayah di Indonesia. Produk wines yang dihasilkan PT Hatten Bali umumnya diperuntukkan bagi pemenuhan konsumsi pariwisata di Indonesia walaupun pangsa pasar terbesarnya masih bagi konsumen pariwisata di Bali.

Memasarkan produk pertanian olahan seperti wines bagi pasar pariwisata di Indonesia tidaklah mudah. Hal ini semakin sulit jika produk wines tersebut merupakan pendatang baru di tengah kompetitor yang sudah terlebih dahulu ada. Kesuksesan PT Hatten Bali dalam menggunakan strategi branding dalam memasarkan wines memiliki justifikasi yang kuat dijadikan teladan dalam pemasaran produk pertanian olahan lainnya agar dapat bersaing.

Tujuan Penulisan

Tulisan ini mendiskusikan strategi branding yang dipergunakan oleh perusahaan agribisnis PT. Hatten Bali dalam mempromosikan anggur olahan “Hatten Wines” untuk pasar pariwisata di Indonesia.

Pendekatan Branding Produk Pertanian

Brand

Pengertian brand dalam pemasaran sangat beragam. Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika Serikat (The American Marketing Association) (dalam Kotler dan Gertner, 2004; Touminen, 1999; Boomsma & Arnoldus, 2008), brand didefinisikan sebagai,

…name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them intended to identify the goods and services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors.

Dilihat dari definisi di atas, brand dapat menyangkut satu atau gabungan dari beberapa faktor (nama, istilah, tanda, simbol, atau desain) untuk mengidentifikasi suatu produk atau pelayanan yang diberikan oleh penjual (gabungan penjual) yang membedakannya dengan pesaingnya.

Lebih lanjut, Kotler dan Gertner (2004) menyatakan bahwa “brand dapat membedakan satu produk dengan yang lainnya dan memberikan nilai tertentu terhadap produk tersebut”. Brand dapat memperkuat rasa percaya seseorang akan produk tertentu. Brand membangkitkan emosi tertentu, dan menjadi salah satu yang berpengaruh atau mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu, misalnya membeli atau tidak membeli sesuatu.

Menurut Boomsma & Arnoldus (2008) brand diciptakan untuk meyakinkan calon konsumen mengenai keunggulan standar kualitas, reliabilitas, status sosial, nilai, atau keamanan sebuah produk. Brand mengindikasikan bahwa setiap produk yang menyandang brand tertentu berasal dari produsen, distributor, atau asal yang sama. Simmons (2007) menyatakan bahwa seorang yang menciptakan brand terhadap suatu produk atau jasa haruslah berusaha membangun relasi kuat antara produk atau jasanya dengan pelanggannya. Hal ini akan semakin memperkuat daya saing produk atau jasanya tersebut ke depannya dan menjadikannya semakin sulit bagi pesaing untuk menirunya.

Brand, oleh karenanya, “mampu membuat perusahaan membangun sebuah identitas yang unik dan mendapatkan ceruk pasar yang semakin besar dibandingkan produk atau jasa sejenis lainnya” (Ibeh et al, 2005 dalam Simmons, 2007). Brand menggabungkan seperangkat fitur produk atau jasa yang berkaitan dengan nama brand tersebut dan berfungsi mengidentifikasi produk atau jasa tersebut di pasar. Simmons (2007) menyimpulkan bahwa brand yang sukses melibatkan paling tidak tiga aspek tambahan yaitu: (a) pemahaman akan konsumen, dimana sebuah brand produk atau jasa sangat tergantung kepada persepsi konsumen, (b) komunikasi pemasaran dimana begitu sebuah brand produk atau jasa terbentuk maka sangat penting dikomunikasikan dan ditempatkan pada ceruk tertentu di pasar, dan (c) interaksi yang berlanjut dengan

konsumen dimana proses-proses organisasi harus diarahkan pada memelihara identitas brand dengan tetap menjaga interaksi yang berkelanjutan dengan konsumen target, agar produk atau jasa memiliki kelebihan kompetitif dengan pesaing.

Terdapat beberapa jenis brand di pasar (Iversen & Hem, 2006), diantaranya: (1) umbrella brands (payung brand) dimana sebuah brand menjadi ‘payung’ dari beragam produk yang kurang lebih berkaitan dalam aspek tertentu, misalnya “LG”, “Samsung” dan sebagainya yang meng-cover beragam produk dari telepon selular, televisi, mesin cuci, dan seterusnya, (2) manufacturer brands yaitu brand yang dimiliki oleh produsen atau pabrik tertentu seperti “Nestle”, (3) distributor brands, yaitu brand yang dimiliki oleh jaringan distributor seperti “Amazon”, “Alibaba”, “Olx”, “Lazada”, dan sebagainya, (4) generic, regional atau place brands, yaitu brand yang diberikan kepada sebuah produk berdasarkan identitas dan reputasi territorial atau berdasarkan atribut karakteristik yang khas atau asli secara geografis.

Pentingnya sebuah brand terutama karena brand dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, membantu produsen atau penjual mendapatkan harga lebih tinggi atas produk yang dihasilkannya mengingat konsumen yang brand-minded akan bersedia membayar dengan harga premium terhadap suatu produk jika berasal dari brand tertentu. Brand juga menjamin produk lebih tahan terhadap goncangan harga mengingat perubahan harga tidak berpengaruh besar bagi konsumen yang loyal terhadap brand tertentu. Brand pada akhirnya akan mendorong peningkatan volume penjualan yang berarti peningkatan pendapatan produsen (Boomsma & Arnoldus, 2008).

Branding

Layaknya brand, maka branding juga memiliki beberapa pengertian tergantung sudut pandang penggunaannya. Secara awam, branding dipahami sebagai kegiatan promosi, iklan, atau publisitas. Penggiat pemasaran umumnya mengartikan branding sebagai cara sebuah produk atau jasa dirancang terlihat bagi konsumen apakah menyangkut pengemasan, logo, atau tagline (Boomsma & Arnoldus, 2008).

Sudut pandang akademisi memahami branding sebagai sebuah proses mendesain sebuah brand termasuk di dalamnya nama, logo, identitas, membentuk brand awareness dan menciptakan brand image dan attitude yang positif yang dapat dicapai melalui beragam cara termasuk periklanan, pengemasan, dan desain produk (Boomsma & Arnoldus, 2008).

Tantangan dalam Mem-branding Produk Pertanian

Branding merupakan salah satu elemen penting yang harus dipertimbangkan ketika merencanakan strategi pemasaran suatu produk (Haimid et al, 2012). Branding dapat dimanfaatkan untuk menciptakan image sebuah brand dari sebuah produk dalam benak konsumen (Lavikka, 2007) sehingga diharapkan konsumen mengkonsumsi atau membeli produk tersebut. Namun, efek branding kepada calon konsumen biasanya kurang mendapat perhatian serius oleh petani ketika dikaitkan dengan produk pertanian yang dihasilkannya. Hal ini tidak terlepas dari keraguan petani dalam memberikan nilai tambah bagi produk pertaniannya.

Produk pertanian sangat unik. Produk pertanian memiliki tantangan dalam pemasarannya karena melibatkan proses biologis yang tidak dapat dikendalikan sesuka hati oleh petani. Menurut Haimid et al (2012), salah satu cara membedakan produk pertanian dari satu produsen dengan yang lainnya adalah dengan mem-branding -nya sehingga mampu menjembatani antara produsen dengan calon konsumennya.

Setiap produk, termasuk produk pertanian, memiliki beragam ciri, tanda, isyarat atau sejenisnya yang dipakai oleh konsumen untuk menentukan produk pertanian yang mana yang akan dibeli atau dikonsumsinya. Keputusan membeli atau tidak suatu produk pertanian merupakan hasil mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menghubungkan beragam karakteristik produk tersebut dengan kebutuhan konsumen. Semakin memenuhi ekspektasi kebutuhannya maka semakin besar kemungkinan akan membeli produk tersebut.

Ciri atau karakteristik sebuah produk pertanian umumnya dapat diklasifiaksi menjadi dua yaitu ciri intrinsik (umumnya karena proses biologis yang secara alamiah terkadung dalam produk pertanian seperti rasa, kandungan nutrisi, ukuran, bentuk, dan warna) dan ciri ekstrinsik (umumnya bukan karena fisik alamiahnya tetapi ciri yang sengaja ditambahkan seperti harga, label, iklan).

Kaitannya dengan mem-branding produk pertanian maka penambahan ciri ekstrinsik (misalnya label) pada produk pertanian akan menjadi sangat penting ketika ciri intrinsiknya tidak diketahui. Misal, dengan melabeli sebuah salah dengan ‘Salak Pondoh’ dan ‘Salak Bali’ maka konsumen sudah memiliki keputusan salak yang mana yang akan dibelinya sesuai dengan keinginannya. Pelabelan produk akan memperbesar peluang produk dapat dijual dengan harga lebih premium. Pelabelan berarti konsistensi kualitas produk. Hal ini menjadi masalah besar bagi produk pertanian mengingat variasi proses biologis yang dipengaruhi oleh iklim, lingkungan tumbuhnya, atau perlakuan terhadap produk selama proses pertumbuhannya.

Strategi Branding dalam Pemasaran Produk Pertanian

White et al (1996) dan Docherty (2012) memberikan model kapan sebaiknya produk pertanian di-branding berdasarkan karakteristik produk dan kemampuan produsen (petani) dalam mengontrol variasi biologis sehingga mampu mengendalikan atribut yang dikehendaki sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 1. Model ini dapat dijadikan rujukan untuk mem-branding produk pertanian olahan seperti wines yang dihasilkan oleh PT Hatten Bali. Berdasarkan model tersebut terdapat variasi cara membranding produk pertanian yaitu: a. Producer branding

Jika produsen mampu mengontrol variasi biologis dari atribut produk pertanian yang diinginkan atau mampu mengelola secara konsisten grading untuk menjamin konsistensi perbedaan kualitas atribut tertentu yang diinginkan maka branding berbasis nama produsen dapat dipakai sebagai ciri khasnya (Jendela I).

Kemampuan produsen mengendalikan variasi biologis terhadap produk pertaniannya

Tinggi

Rendah

Atribut atau karakteristik produk pertanian

Ciri intrinsik nyata

(I) Producer Branding

(II)

No Branding

Ciri intrinsik tersembunyi

(IV)

Retail Branding

(III)

Geographical Branding

Gambar 1. Model Pengembangan Branding Produk Pertanian

Hal ini akan menggiring konsumen kepada citra bahwa produk yang dihasilkan oleh produsen tertentu sangat unggul dibanding produsen lainnya. Producer branding ini membedakan produk pertanian yang sama yang dihasilkan dari produsen lain dan menambahkan nilai lebih, baik di tingkat eceran maupun penyalur. Jika branding sudah kuat sebenarnya hal yang dilakukan produsen adalah kegiatan yang minimal seperti menambahkan label sudah mampu menjual dengan harga premium.

  • b.    No branding

Jika ciri intrinsik dapat diketahui dan produsen memiliki kemampuan terbatas bahkan sama sekali tidak ada kemampuan mengontrol variasi biologis dari atribut produk pertaniannya maka sebaiknya produk tersebut tidak usah dibranding dalam pemasarannya (Jendela II). Dalam kasus ini semua produk dianggap tidak ada bedanya karena konsumen bisa dengan jelas melihat, merasa, meraba sendiri untuk memilih produk yang terbaik baginya. Usaha untuk membranding justru akan menambah biaya pemasaran yang tidak akan berpengaruh signifikan terhadap besarnya volume penjualan. Untuk membayangkannya maka kita bisa melihat produk pertanian yang dijual di pasar tradisional sehari-hari.

  • c.    Geographical branding

Jika ciri intrinsik tidak dapat diketahui dan produsen memiliki kemampuan terbatas bahkan sama sekali tidak ada kemampuan mengontrol variasi biologis dari atribut produk pertaniannya maka branding berdasarkan tempat asal produk, wilayah regional, bahkan asal negara (faktor geografis) bisa dijadikan pijakan branding bagi produk pertanian bersangkutan jika memang kondisi tempat geografis tersebut secara konsisten mempengaruhi atribut khas produk pertanian tersebut (Jendela III) (Iversen & Hem, 2006). Awal tulisan ini sudah dicontohkan seperti Apel Malang, Jeruk Mandarin, dan Salak Bali.

  • d.    Retail branding

Jika atribut intrinsik produk pertanian tidak diketahui atau tersembunyi tetapi produsen memiliki kemampuan untuk mengontrol variasi biologis atribut produk pertaniannya atau produsen mampu mengelola secara konsisten grading untuk

menjamin konsistensi perbedaan kualitas atribut tertentu yang diinginkan maka retail branding bisa menjadi pilihan. Branding tipe ini hampir mirip dengan producer branding tapi di pasar, branding bisa dibuat bervariasi dan branding yang dibuat tersebut bukan menjadi milik produsennya. Biasanya variasi branding dibuat di tingkat ritel sehingga bisa saja produk pertanian dari lahan yang sama diberi branding berbeda atau jenis produk pertanian dari spesies yang identik diberi branding berbeda tergantung jaringan pemasaran dan segmen pasar yang ingin dituju.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT Hatten Bali yang terletak di Jalan Bypass Ngurah Rai No. 393, Denpasar Bali pada bulan September sampai Oktober 2016. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam terhadap informan kunci yaitu manajer pemasaran, manajer akuntansi, manajer produksi, dan beberapa staff di masing-masing divisi yang dianggap mampu memberikan informasi untuk menjawab tujuan penelitian. Pengumpulan data dilengkapi dengan observasi lapangan dan studi pustaka. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif kemudian ditarik kesimpulan dan rekomendasi.

Pembahasan

Strategi branding dalam promosi penjualan produk wines yang dihasilkan oleh PT Hatten Bali didasarkan pada karakteristik anggur yang menjadi bahan baku wines, manfaat, dan target konsumen sasaran. Sebelumnya, perlu juga dibahas berbagai macam produk wines yang diproduksi PT Hatten Bali dengan berbagai karakteristik dasarnya yang juga menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan strategi branding.

Brand Wines PT Hatten Bali

PT Hatten Bali sudah menyadari pentingnya brand bagi produk wines yang diproduksinya. Brand produk wines yang dihasilkan dipandang oleh PT Hatten Bali sebagai identitas produk dan diferensiator dari produk wines pesaing. Brand wines yang dihasilkan bagi PT Hatten Bali merupakan komitmen untuk secara konsisten menjamin serangkaian ciri-ciri, kualitas, manfaat, dan jasa tertentu yang melekat pada brand kepada para konsumen.

PT Hatten Bali memiliki empat brand produk wines dan juga brem (arak Bali) diantaranya Hatten Wines, Dragonfly Moscato, Two Islands, dan Dewi Sri dengan beragam desain dan tampilan kemasan.

  • (i)    Hatten Wines

Brand Hatten Wines diperkenalkan sejak tahun 1994. Wines dengan brand ini terdiri dari beberapa produk yang memiliki kekhasan cita rasa masing-masing yang dibuat dari anggur yang dibudidayakan di Bali. Brand Hatten Wines dipakai untuk produk Rose, Aga White, Aga Red, Alexandria, Sparkling Tunjung, Sparkling Jepun, dan Pino de Bali yang tersedia di seluruh Bali, Jakarta, dan kota-kota besar di Jawa, Sumatera, Lombok, Manado, dan di seluruh Indonesia. Target konsumen yang disasar adalah wisatawan baik domestik maupun mancanegara serta masyarakat umum.


HATTEN

WINES

Gambar 2.

Logo Brand Hatten Wines

Gambar 3.

Beberapa Kemasan Produk Brand Hatten Wines


  • (ii)    Dragonfly Moscato

Dibuat dari anggur yang diimpor dari Australia selatan dengan cita rasa anggur yang manis dan seksi. Wines ini mengandung kadar alkohol 8% yang tergolong rendah dan memungkinkan dinikmati tanpa konsekuensi negatif. Dragonfly Moscato tersedia di Bali, Jakarta dan kota-kota besar di Jawa, Sumatera, Lombok, dan di seluruh Indonesia. Target konsumen yang disasar adalah wisatawan baik domestik maupun mancanegara serta masyarakat umum.

Gambar 4.

Logo Brand Dragonfly Moscato


Gambar 5.

Kemasan Produk Wine Dragonfly Moscato

  • (iii)    Two Islands

Dibuat dari buah anggur terbaik dari daerah ikonik Australia Selatan. Two Islands dirancang untuk menawarkan karakteristik anggur Australia yang berbeda dan sesuai dengan masakan lokal. Brand ini terdiri atas beberapa produk seperti Sauvignon Blanc, Chardonnay, Shiraz, Cabernet Merlot, Riesling, Pinot Grigio. Pinot Noir, dan seri Reserve. Two Islands tersedia di Bali, Jakarta dan kota-kota besar di Jawa, Sumatera, Lombok, dan di seluruh Indonesia. Target konsumen yang disasar adalah wisatawan baik domestik maupun mancanegara serta masyarakat umum.

rJ1^Y0 islands

Gambar 6.

Logo Brand Two Island




Gambar 7.

Beberapa Kemasan Produk Wine Two Islands

(iv) Dewi Sri

Brand ini dibeli dari Fa Udiyana oleh PT Hatten Bali, namun proses pembuatan

tetap dijalankan oleh pihak Fa Udiyana. Fa Udiyana, adalah produsen profesional dari anggur beras dan ketan lokal Bali. Didirikan pada tahun 1968, Dewi Sri memproduksi arak dan brem yang terbuat dari beras yang difermentasi.


Dewi Sri


Gambar 8.


Logo Brand Dewi Sri

Gambar 9.

Beberapa Kemasan Produk Dewi Sri


Strategi Branding Wines PT Hatten Bali

Adapun strategi branding yang dilakukan oleh PT Hatten Wine dalam memasarkan produk wines produksinya yaitu:

  • 1.    Producer branding (Hatten Wines Aga White, Hatten Wines Aga Red, Hatten Wines Alexandria, Hatten Wines Rose, Hatten Wines Sparkling Tunjung, dan Hatten Wines Sparkling Jepun)

  • 2.    Retail branding (Dragonfly Moscato dan Two Island)

  • 3.    Geographical branding (Pino de Bali dan Dewi Sri).

Ketiga strategi branding tersebut memiliki perbedaan dalam bahan baku olahan, target pasar, dan tipologi penggunaan agar memenuhi target penjualan perusahaan sebagaimana dapat dirangkum dalam Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3 berikut.

Tabel 1. Strategi Producer Branding Produk Wines PT Hatten Bali

Strateg i

Brandi

ng

Brandi ng

Brand

Bahan Baku

Target Pasar (Konsumen)

Tipologi Penggunaan

Produ

Hatten

Hatten

Anggur

Wisatawan

Cocok disajikan

cer

Wines

Wines

Alphonse-

domestik,

bersama semua jenis

Brandi ng

Rose

Lavallée Wine dari Bali Utara dengan rasa buah tropis

wisatawan

mancanegara dan masyarakat umum

makanan, ideal dengan hidangan Bali dan makanan laut.

Hatten

Hatten

Anggur

Wisatawan

Direkomendasikan

Wines

Wines Aga Red

Alphonse-Lavallée Wine dari Bali Utara dengan rasa buah tropis

domestik, wisatawan

mancanegara dan masyarakat umum

disajikan sedikit dingin, sangat baik untuk panggang daging dan hidangan pedas.

Disarankan juga dengan hidangan India, Meksiko dan Indonesia.

Hatten

Hatten

Anggur

Wisatawan

Cocok disajikan

Wines

Wines Aga White

Belgia, dari Bali Utara Wine dengan rasa lemon jeruk

domestik, wisatawan

mancanegara dan masyarakat umum

bersama ikan, seafood, daging dan makanan pedas

Hatten

Hatten

Anggur

Wisatawan

Wines

Wines Alexa ndria

Belgia, dari Bali Utara dengan rasa semi-manis, sangat aromatik dengan aftertaste segar

domestik, wisatawan

mancanegara dan masyarakat umum

Cocok disajikan bersama makanan kecil dan keju. Ideal dengan makanan pedas dan cocok untuk hidangan penutup.

Hatten

Hatten

Anggur

Wisatawan

Cocok disajikan

Wines

Wines Rose Cask

Alphonse-Lavallée Wine dari Bali Utara dengan rasa buah tropis

domestik, wisatawan

mancanegara dan masyarakat umum

bersama semua jenis makanan, ideal dengan hidangan Bali dan makanan laut.

Hatten

Hatten

Anggur

Wisatawan

Sangat baik untuk

Wines

Wines Aga Red Cask

Alphonse-Lavallée Wine dari Bali Utara dengan rasa buah tropis

domestik, wisatawan

mancanegara dan masyarakat umum

panggang daging dan hidangan pedas.

Disarankan juga dengan hidangan India, Meksiko dan Indonesia.

Hatten

Hatten

Jenis anggur

Wisatawan

Cocok disajikan

Wines

Wines

Belgia, dari

domestik,

bersama ikan, seafood,

Aga

Bali Utara

wisatawan

daging dan makanan

White Cask

Wine dengan rasa lemon jeruk

mancanegara dan masyarakat umum

pedas

Hatten

Hatten

Jenis anggur

Wisatawan

Cocok disajikan

Wines

Wines

Alphonse-

domestik,

bersama makanan kecil,

Jepun

Lavallée Sparkling Wine sedikit manis dengan rasa buah tropis yang ringan.

wisatawan

mancanegara dan masyarakat umum

makanan penutup, makanan ringan - salad dan ikan

Hatten

Hatten

Jenis anggur:

Wisatawan

Cocok disajikan

Wines

Wines

Probolinggo

domestik,

bersama makanan kecil,

Tunju

Biru, tumbuh

wisatawan

makanan penutup,

ng

di Bali Utara Sparkling Wine menyegarkan dengan aroma kulit jeruk dan bunga

mancanegara dan masyarakat umum

makanan ringan

Berdasarkan Tabel 1 di atas, PT Hatten Bali menggunakan strategi producer branding. PT Hatten Bali memiliki 35 hektar kebun anggur siap panen di Bali Utara (Buleleng) baik kebun milik sendiri maupun dengan pola kemitraan dengan petani lokal. Kebun-kebun anggur PT Hatten Bali terletak di sepanjang pantai utara Bali, sebagian besar antara kota Seririt dan Pemuteran. Daerah ini dipilih sebagai lokasi perkebunan karena iklimnya cocok untuk usahatani anggur. Varietas yang ditanam di Bali utara adalah Probolinggo Biru lokal, anggur hitam lokal Alphonse-Lavallée, French table grapes dan anggur putih lokal Belgia. Iklim tropis membuat karakter cita

rasa unik dari anggur di Bali yang berbeda dengan anggur dari daerah lain atau anggur impor.

Memiliki kebun anggur sendiri berarti PT Hatten Bali mampu mengontrol variasi biologis dari atribut produk anggur yang diinginkan atau mampu mengelola secara konsisten grading bahan baku wines untuk menjamin konsistensi perbedaan kualitas atribut tertentu yang diinginkan. Oleh karenanya, strategi producer branding paling sesuai diterapkan. Hal ini akan menggiring konsumen kepada citra bahwa produk wine yang dihasilkan sangat unggul dan khas dibanding kompetirtor lainnya. Producer branding yang dilakukan oleh PT Hatten Bali secara operasional di lapangan divariasikan dalam beragam variasi brand produk wine sebagaimana terlihat dalam Tabel 1 di atas. Strategi ini sangat sukses mengingat serapan produk dengan strategi branding ini sangat besar.

Tabel 2. Strategi Retail Branding Produk Wines PT Hatten Bali

Strateg i

Brandi

Brandi ng

Brand

Bahan Baku

Target Pasar (Konsumen)

Tipologi Penggunaan

ng

Retail

Two

Two

Anggur impor

Utamanya

Cocok disajikan

Brandi

Islands

Islands

dari Australia

wisatawan

bersama makanan dari

ng

Chard onnay

Selatan, aroma varietas khas dari ara dan melon, dengan sedikit kompleksitas oak.

mancanegara, tetapi tidak menutup kemungkinan wisatawan domestik

unggas, seafood atau masakan ringan dibumbui dan Asia.

Two

Two

Anggur impor

Utamanya

Cocok disajikan

Islands

Islands Shiraz

dari Australia Selatan, aroma cherry pedas dan lada hitam ditingkatkan dengan mocha dan vanili aroma.

wisatawan mancanegara, tetapi tidak menutup kemungkinan wisatawan domestik

bersama daging, hidangan pedas dan sayuran panggang merah.

Two

Two

Anggur impor

Utamanya

Cocok disajikan

Islands

Islands Caber net Merlot

dari Australia Selatan, aroma plum matang dengan sentuhan varietas

wisatawan mancanegara, tetapi tidak menutup kemungkinan wisatawan domestik

bersama hidangan daging serta daging merah dan keju keras.

leafiness.

Strateg i

Brandi

ng

Brandi ng

Brand

Bahan Baku

Target Pasar (Konsumen)

Tipologi Penggunaan

Two

Two

Anggur impor

Utamanya

Cocok disajikan

Islands

Islands

dari Australia

wisatawan

bersama seafood, hors

Rieslin

Selatan,

mancanegara,

d'oeuvres dan hidangan

g

aroma bunga musim semi dan pir.

tetapi tidak menutup kemungkinan wisatawan domestik

keju.

Two

Two

Anggur impor

Utamanya

Cocok disajikan

Islands

Islands

dari Australia

wisatawan

bersama daging babi,

Pinot

Selatan,

mancanegara,

seafood, salad kecuali

Grigio

aroma penuh manis rempah-rempah, pisang, karamel, peach dan stroberi dan krim

tetapi tidak menutup kemungkinan wisatawan domestik

untuk makanan berlebihan berminyak.

Two

Two

Anggur impor

Utamanya

Cocok disajikan

Islands

Islands

dari Australia

wisatawan

bersama pasta ringan,

Sauvig non Blanc

Selatan, Sangat intens, seperti rumput yang baru dipotong, lantana dan apel hijau.

mancanegara, tetapi tidak menutup kemungkinan wisatawan domestik

tapas dan nasi goreng

Two

Two

Anggur impor

Utamanya

Cocok disajikan

Islands

Islands

dari Australia

wisatawan

bersama makanan apa

Drago

Selatan,

mancanegara,

saja dan kapan saja

n fly

aroma nanas,

tetapi tidak

karena sifatnya ringan

Mosca to

melon dan buah persik kering.

menutup kemungkinan wisatawan domestik

cocok untuk wanita

Tabel 2 di atas menunjukkan strategi retail branding yang dijalankan oleh PT Hatten Bali. Strategi ini diambil karena perusahaan tidak memiliki akses dalam

mengontrol langsung bahan baku wine yaitu anggur. Bahan baku anggur didatangkan dari perkebunan anggur dari Australia Selatan. Walaupun tidak memiliki akses dalam mengendalikan bahan baku tetapi perusahaan memiliki kemampuan mengelola secara konsisten grading untuk menjamin konsistensi perbedaan kualitas atribut tertentu yang diinginkan setelah menjadi wines.

Perusahaan memiliki kemampuan menciptakan produk wines berdasarkan karakteristik khas bahan baku anggur impor sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2. Wine ini di-branding oleh perusahaan berdasarkan pertimbangan segmentasi konsumen sasaran dan spesifikasi konsumsinya oleh konsumen. Misalnya, di tingkat retail wine dengan segmentasi konsumen yang ringan dan wanita diberi branding Dragon Fly Moscato, sedangkan yang lainnya bersifat lebih kuat cita rasa dan kandungan alkoholnya ditujukan bagi konsumen umum. Jadi perbedaannya di tingkat eceran atau retail.

Tabel 3.

Strategi

eographical Branding Produk Wine PT Hatten Bali

Strateg i

Brandi

ng

Brandi ng

Brand

Bahan Baku Target Pasar Tipologi Penggunaan (Konsumen)

Geogr

Hatten

Hatten

Jenis anggur Wisatawan      Cocok disajikan sebagai

aphica

Wines

Wines

lokal Bali      domestik,       minuman, atau anggur

l

Pino

Alphonse-     wisatawan      penutup. Baik dengan

Brandi

de

Lavallée dan mancanegara cokelat pahit, kue coklat

ng

Bali

Belgia         dan             atau kue tar, juga

(Muscat       masyarakat     sensasional dengan buah

keluarga       umum         mince pie atau dengan

Alexandria),                     kenari, keju biru, pate

aroma puding,                   dan antipasto.

rempah-rempah, vanili dan buah-buahan kering

Dewi

Dewi

Terbuat dari Masyarakat     Sering digunakan untuk

Sri

Sri

Arak

Bali

beras putih umum          upacara sebagai bagian

yang                          dari persembahan atau

difermentasi.                    bagian dari perayaan

upacara keagamaan.

Dewi

Dewi

Terbuat dari Masyarakat     Selain untuk konsumsi

Sri

Sri

Brem

Bali

ketan putih umum          sehari-hari juga

dan hitam                      digunakan terutama

yang                         dalam upacara

difermentasi,                    keagamaan.

rasa yang                     Tersedia dalam kemasan

kaya dan unik                  200 ml, 630 ml dan jenis

tapi                              Liqueur.

menyenangka

n aftertaste pahit.

Tabel 3 di atas menunjukkan strategi geographical branding yang diterapkan oleh PT Hatten Bali terhadap produk wines-nya. Umumnya ciri-ciri geografis menjadi patokan utama dalam mem-branding agar mampu menarik minat calon konsumen. Misalnya, menggunakan nama geografis “Bali” atau bahasa dengan indikasi geografis “Dewi Sri” yang merujuk pada interpretasi geografis tertentu. Pada kasus di atas, arak Bali dibuat dari bahan baku beras yang sama sekali tidak dapat dikontrol dari mana asal berasnya. Demikian juga dalam produksi brem Bali yang berbahan baku ketan putih dan hitam yang tidak dapat dikontrol produksi bahan bakunya oleh perusahaan. Pada kondisi tersebut, perusahaan menggunakan strategi geographical branding untuk menarik calon konsumen terutama konsumen lokal.

Sebaliknya, perusahaan juga memiliki strategi geographical branding dengan tujuan sebaliknya yaitu walaupun mengetahui bahan baku anggur berasal dari perkebunan di Bali Utara dan dapat mengontrol ketersediaan dan karakteristik bahan baku wines, tetapi tetap menggunakan identifikasi geografis seperti Hatten Wines Pino de Bali untuk target konsumen non lokal tetapi wisatawan mancanegara dan domestik di luar Bali. Hal ini bertujuan membangkitkan rasa penasaran wisatawan terhadap rasa wines yang khas Bali. Kedua strategi geographical branding ini sangatlah luar biasa dalam rangka menjangkau segmen pasar yang berbeda.

Simpulan dan Saran

Simpulan

Berdasarkan strategi branding yang dilakukan oleh PT Hatten Bali terhadap produk wines-nya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

  • (1)    Strategi branding sangat layak diterapkan terhadap produk-produk pertanian sama seperti strategi branding produk-produk manufaktur dan jasa lainnya dengan penyesuaian mengikuti karakteristik produk pertanian yang bersangkutan.

  • (2)    Strategi producer branding, retail branding, dan geographical branding samasama dapat diimplementasikan pada produk sejenis. Dalam kasus di atas adalah wines, yang berarti branding menjadi diferensiator produk, diferensiator target pasar, dan diferensiator consumer experience. Tegasnya, tiap strategi branding memiliki karakteristik berbeda.

Saran

Petani, pengusaha agribisnis, dan pemasar produk pertanian sebaiknya mulai memakai pendekatan branding dalam memasarkan produk pertaniannya baik dalam pemasaran produk pertanian olahan maupun non olahan. Branding sejatinya merupakan strategi pemasaran (promosi) yang mampu meningkatkan nilai tambah produk pertanian dengan signifikan. Sebutir pisang yang dijual begitu saja

dibandingkan pisang yang sama dijual dalam kemasan dengan di-branding secara benar akan mampu meningkatkan harga jual.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada PT Hatten Bali terutama pada bagian SDM, Pemasaran, dan Produksi yang memberikan akses sangat luas terhadap data dan dengan kesabaran menjelaskan berbagai hal mengenai produksi wines selama penelitian ini dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Boomsma, Marije and Michiel Arnoldus. 2008. Branding for Development. KIT Working Papers Series C2. Amsterdam: KIT

Docherty, Chris. 2012. Branding Agricultural Commodities: The Development Case for Adding Value Through Branding. International Institute for Environment and Development/Sustainable Food Lab.

Haimid, Tarmizi., Dwi Rizky and Rozhan Abu Dardak. 2012. Branding as a Strategy for Marketing Agriculture and Agro-Based Industry Products. Economic and Technology Management Review, Vol.7: 37-48

http://www.hattenwines.com/

http://twoislands.co.id/

http://dewisri.biz/

Iversen, Nina M. & Leif E. Hem. 2006. Provenance Association as Core Values of Place Umbrella Brands: A Framework of Characteristics. European Journal of Marketing. Vol. 42 No.5/6: 603-625

Kotler, Philip dan David Gertner. 2004. Country as Brand, Product and Beyond: a Place Marketing and Brand Management Perspective in Morgan, Nigel., Annettr Pritchard dan Roger Pride. 2004. Destination Brand ing: Creating the Unique Destination Proposition. New York: Elsevier

Lavikka, Tiina. 2007. Evaluating Differences in Desired Brand Image in Two Markets-Case: Vaio Lactose Free Products in Finland and Sweden. Dissertation Summary. School of Business International Marketing Lappeenranta University of Technology.

Simmons, Geoffrey J. 2007. i-Branding : Deeloping the Internet as a Branding Tool.

Marketing Intellegence & Planning, Vol.25 (6) , pp.544-562

Touminem, Pekka. 1999. Managing Brand Equity. LTA, Vol 1 (99), pp. 65-100

White, M. R., C. Pray & A.C Zwart. 1996. The Role and Impottance of Branding in Agricultural Marketing. Departement of Economics and Marketing, Lincoln University, Canterbury, New Zealand.

I Ketut Surya Diarta, et.al., Strategi Branding dalam Promosi ... | 187