Vol. 8 No. 01 April 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Penyusunan Akta Perjanjian Di Bidang Hak Kekayaan Intelektual : Peranan Notaris dan Konsultan Kekayaan Intelektual

Shuhei Kamada1, Dewa Ayu Dian Sawitri2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: shuhei.kamada1@gmail.com

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : dewaayudiansawitri@unud.ac.id

Info Artikel

Masuk : 6 Maret 2023

Diterima : 26 April 2023 Terbit : 28 April 2023

Keywords :

Deed of Agreement, Intellectual Property Rights, Notary, Intellectual Property Consultant.


Abstract

This study aims to identify and analyze the role of notaries and intellectual property consultants in drafting agreements in the field of intellectual property rights and to identify and analyze matters that need to be considered by notaries and intellectual property consultants in drafting agreements in the field of intellectual property rights. This study uses normative legal research methods with statutory and conceptual approaches. The results of this study explain that the role of notaries and intellectual property consultants in preparing intellectual property rights deeds is that notaries according to the provisions of Article 15 UUJN have the authority to make authentic deeds regarding all actions and agreements including the transfer of these intellectual property rights. Meanwhile, intellectual property consultants have a role in accordance with the provisions in Article 13 PP No. 100/2021 as a consultant whose role is needed in consulting regarding the transfer of intellectual property rights. Matters that need to be considered by notaries and intellectual property consultants in preparing deeds in the field of intellectual property rights are intellectual property objects, names of owners of intellectual property rights, checking for transfers of objects of intellectual property rights, checking for disputes over intellectual property objects, and checking registration of intellectual property objects at the Ditjen KI.

Kata kunci:

Akta Perjanjian, Hak Kekayaan Intelektual, Notaris, Konsultan Kekayaan Intelektual.


Corresponding Author:

Shuhei Kamada, E-mail : shuheikamada1@gmail.com DOI :


10.24843/AC.2023.v08.i01.p14


Abstrak

Studi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis peranan notaris dan konsultan kekayaan intelektual dalam penyusunan akta perjanjian di bidang hak kekayaan intelektual serta mengetahui dan menganalisis hal-hal yang perlu diperhatikan oleh notaris dan konsultan kekayaan intelektual dalam pembuatan perjanjian di bidang hak kekayaan intelektual. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa Peranan notaris dan konsultan kekayaan intelektual dalam penyusunan akta hak kekayaan intelektual adalah notaris sesuai ketentuan Pasal 15 UUJN memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan maupun perjanjian termasuk juga peralihan atas hak kekayaan intelektual tersebut. Sementara, konsultan kekayaan intelektual memiliki peran sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 13 PP No. 100/2021 sebagai


konsultan yang dibutuhkan perannya dalam konsultasi terkait adanya peralihan hak atas kekayaan intelektual tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh notaris dan konsultan kekayaan intelektual dalam penyusunan akta di bidang hak kekayaan intelektual adalah objek kekayaan intelektual, nama pemilik hak kekayaan intelektual, pengecekan adanya pengalihan terhadap objek hak kekayaan intelektual, pengecekan adanya sengketa terhadap objek kekayaan intelektual, serta mengecek pencatatan atas objek kekayaan intelektual di Ditjen KI.

  • I.    Pendahuluan

Hukum kebendaan dalam system hukum Indonesia dibagi menjadi benda berwujud (tangible assets) yang terdiri dari benda berwujud tidak bergerak (immovable assets) dan benda berwujud bergerak (movable assets) serta benda tidak berwujud (intangible assets) yang tidak diatur lebih rinci dalam KUHPerdata.1 Dalam perkembangannya yang dimaksud dengan kebendaan tidak berwujud (intangible assets), antara lain adalah Hak Kekayaan Intelektual. Hak Kekayaan Intelektual (disingkat HKI) terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR) atau yang sekarang disebut Kekayaan Intelektual (disingkat KI) hadir karena adanya kemampuan intelektualitas seseorang dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh :“Traditional knowledge documentation becomes a notable thing to do because of its ability to act at the same time as traditional knowledge preservation method for next generation and protecting it as a property in Intellectual Property Rights”.2 Terkait dengan KI, hak kekayaan diakui semua negara seperti dalam bentuk hak cipta, paten, merek dan rahasia dagang, tata letak sirkuit terpadu, varietas tanaman.3

Hak Kekayaan Intelektual dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu pertama; Hak Cipta (Copyright), adalah hak ekslusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.4 Kedua; Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang meliputi: Hak Paten (Patent), Hak Merek (Trademark), Hak Desain Industri (Industrial Design), Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design Of Integrated Circuit), Hak Rahasia Dagang (Trade Secret), Hak Varietas Tanaman (Varieties Of Plant Protection).5

Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, dan hasil kerja rasio.6 Jika ditelusuri lebih jauh, hak kekayaan intelektual sebenarnya merupakan bagian dari benda yaitu benda tidak berwujud (benda Immateril). Hanya orang yang mampu mempekerjakan otaknya sajalah yang dapat menghasilkan hak kebendaan yang disebut sebagai Intellectual Property Rights dan bersifat ekslusif.7

KI yang beralih karena pewarisan terjadi berdasarkan ketentuan undang-undang. Artinya tanpa memerlukan akta terlebih dahulu yang mana kekayaan intelektual beralih kepemilikkannya kepada ahli waris karena ketentuan undang-undang.8 Akan tetapi, Kekayaan Intelektual dapat pula dialihkan secara tertulis dengan akta karena pihak yang mengalihkannya itu masih hidup yaitu melalui hibah dan wasiat. Sementara itu Kekayaan Intelektual yang dialihkan berdasarkan perjanjian adalah hak yang dimiliki pemegang Kekayaan Intelektual dapat memberikan haknya kepada pihak lain dengan cara izin tertulis (lebih dikenal dengan istilah lisensi). Peralihan hak dibidang HKI yang dibuat secara tertulis memerlukan pihak lain yaitu notaris untuk membuatkan akta autentik agar akta tersebut memiliki fungsi terhadap para pihak yang membuatnya.

Dalam Pasal 41 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut UU Merek) dijelaskan bahwa “Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena: a. pewarisan; b. wasiat; c. wakaf; d. hibah; e. perjanjian; atau f. sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan.”. Diketahui dalam Pasal 41 ayat 1 huruf e dijelaskan bahwa ha katas merek terdaftar dapat beralih karena perjanjian. Dalam ketentuan UU Merek tidak dijelaskan apakah perjanjian peralihan ha katas merek harus dibuat di Notaris.

Selain dalam UU Merek, UU No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten selanjutnya disebut UU Paten juga menjelaskan terkait pengalihan ha katas paten dalam Pasal 74 ayat 1 yang menjelaskan bahwa “Hak atas paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena: pewarisan; hibah; wasiat; wakaf; perjanjian tertulis; atau sebab lain yang dibenarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan”. Dalam ketentuan Pasal 74 ayat 1 UU Paten tidak dijelaskan lagi apakah peralihan melalui perjanjian tertulis harus menggunakan akta autentik dan dibuat di Notaris. Selanjutnya UU No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri selanjutnya disebut UU Desain Industri juga mengatur terkait pengalihan hak atas desain industri dalam Pasal 31 ayat 1 yang menjelaskan bahwa “Hak Desain Industri dapat beralih atau dialihkan dengan : a.

pewarisan; b. hibah; c. wasiat; d. perjanjian tertulis; atau e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan”.

Terkait dengan Peralihan hak kekayaan intelektual, maka akta notaris sebagai bukti tertulis, diatur dalam pasal 1867 KUHPerdata jo pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi: “bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan autentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.” Sementara itu akta autentik diatur dalam pasal 1868 yang berbunyi: “Suatu akta autentik ialah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana aktadibuatnya”, diperlukan dalam hal pengajuan permohonan pencatatan Peralihan hak. Dengan demikian jika ada Peralihan hak, maka di bidang Hak Kekayaan Intelektual harus dicatatkan. Atas dasar tersebut maka Peralihan hak yang menggunakan akta notaris dapat memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang membuat perjanjian dan sebagai alat pembuktian yang sempurna.

Adapun permasalahan dalam penulisan ini yaitu Bagaimanakah peranan notaris dan konsultan kekayaan intelektual dalam penyusunan akta perjanjian di bidang hak kekayaan intelektual serta apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan oleh notaris dan konsultan kekayaan intelektual dalam pembuatan perjanjian di bidang hak kekayaan intelektual. Tujuan dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis peranan notaris dan konsultan kekayaan intelektual dalam penyusunan akta perjanjian di bidang hak kekayaan intelektual serta mengetahui dan menganalisis hal-hal yang perlu diperhatikan oleh notaris dan konsultan kekayaan intelektual dalam pembuatan perjanjian di bidang hak kekayaan intelektual.

State of art (penelitian terdahulu) digunakan untuk melihat originalitas penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Adapun penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah Penelitian oleh Annalisa Yahanan, Debbie Aprodette, dan Elmandiantini dengan judul “Model Akta Notaris Yang Melindungi Para Pihak alam Perjanjian Peralihan Hak Atas Varietas Tanaman (PVT)” yang telah terbit pada Recital Review tahun 20209. Adapun penelitian tersebut mengkaji terkait Kewajiban notaris dalam pembuatan akta perjanjian peralihan hak kekayaan intelektual khususnya dalam Peralihan Hak Atas Varietas Tanaman (PVT), sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis mengkaji terkait peranan notaris dan konsultan HKI dalam penyusunan dan/atau pembuatan akta di bidang hak kekayaan intelektual.

  • 2.    Metode Penelitian

Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Merujuk pada pemikiran Peter Mahmud Marzuki, penelitian normatif dilakukan untuk menjawab permasalahan hukum yang terjadi dan dihadapi dengan

menggali aturan-aturan hukum, prinsip hukum, ataupun doktrin hukum.10 Adapun kajian ini merupakan penelitian hukum normatif secara deskriptif analisis yang mengkaji mengenai pernanan notaris dan konsultan kekayaan intelektual dalam penyusunan akta perjanjian di bidang hak kekayaan intelektual yang dikaji sesuai dengan ketentuan UUJN dan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2021 Tentang Konsultan Kekayaan Intelektual. Teknik penelusuran bahan hukum menggunakan tehnik studi dokumen, serta analisis kajian menggunakan analisis kualitatif.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Peranan Notaris dan Konsultan Kekayaan Intelektual Dalam Penyusunan Akta Perjanjian di Bidang Hak Kekayaan Intelektual

      • 3.1.1    Peranan Notaris

Menurut A. Pitlo, mengatakan akta sebagai surat-surat yang ditandatangani, dibuat untuk dipakai sebagai bukti, dan dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat. Akta adalah surat yang diberi tandatangan, yang memuat peristiwa-peristiwa hukum, yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula secara sengaja untuk tujuan pembuktian.11

Pasal 15 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Selanjutnya di sebut UUJN) menjelaskan bahwa “notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.

Dalam kaitannya terkait penyusunan akta perjanjian di Bidang Hak Kekayaan Intelektual, salah satunya ada Merek. Dalam Pasal 41 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut UU Merek) dijelaskan bahwa “Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena: a. pewarisan; b. wasiat; c. wakaf; d. hibah; e. perjanjian; atau f. sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan.”. Diketahui dalam Pasal 41 ayat 1 huruf e dijelaskan bahwa ha katas merek terdaftar dapat beralih karena perjanjian. Dalam ketentuan UU Merek tidak dijelaskan apakah perjanjian peralihan ha katas merek harus dibuat di Notaris.

Selain dalam UU Merek, UU No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten selanjutnya disebut UU Paten juga menjelaskan terkait pengalihan ha katas paten dalam Pasal 74 ayat 1 yang menjelaskan bahwa “Hak atas paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya

maupun sebagian karena: pewarisan; hibah; wasiat; wakaf; perjanjian tertulis; atau sebab lain yang dibenarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan”. Dalam ketentuan Pasal 74 ayat 1 UU Paten tidak dijelaskan lagi apakah peralihan melalui perjanjian tertulis harus menggunakan akta autentik dan dibuat di Notaris.

Selanjutnya UU No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri selanjutnya disebut UU Desain Industri juga mengatur terkait pengalihan hak atas desain industri dalam Pasal 31 ayat 1 yang menjelaskan bahwa “Hak Desain Industri dapat beralih atau dialihkan dengan : a. pewarisan; b. hibah; c. wasiat; d. perjanjian tertulis; atau e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan”.

Namun, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat 1 UUJN dijelaskan bahwa notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan maupun perjanjian. Sehingga dapat diintepretasikan bahwa dalam perjanjian peralihan ha katas merek notaris juga memiliki kewenangan atas hal tersebut.

Dalam kaitannya di dalam pembuatan akta perjanjian peralihan hak atas varietas tanaman, Notaris berperan sebagai pembuat akta perjanjian peralihan hak varietas tanaman tersebut sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman (selanjutnya disebut UUPVT). Peralihan hak adalah penyerahan kekuasaan atas suatu benda dari subjek hukum di satu pihak kepada subjek hukum lainnya di pihak lain. Subjek hukum yang dapat mengalihkan dan menerima hak itu adalah orang, badan hukum, atau bahkan negara.Dalam peralihan hak atas varietas tanaman, berdasarkan pasal 40 (1) UUPVT secara tegas menyebutkan bahwa perjanjian itu dibuat dalam bentuk akta notaris bukan perjanjian tertulis (di bawah tangan). Norma ini menginstruksikan bahwa akta notaris perlu dibuat oleh para pihak jika ingin membuat peralihan hak atas PV.

Peranan notaris dalam penyusunan akta perjanjian di bidang Kekayaan Intelektual merujuk pada Teori Peran yang disebut juga dengan role of theory. Teori peran ini merupakan teori yang menganalisa tentang tugas yang harus dilakukan oleh orangorang atau lembaga-lembaga tertentu yang mempunyai kedudukan dalam masyarakat, baik kedudukan secara formal maupun secara informasi.12 Dalam hal ini, notaris sebagai pejabat yang berwenang.

  • 3.1.2    Peranan Konsultan Kekayaan Intelektual

Keberadaan Konsultas HKI diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2021 Tentang Konsultan Kekayaan Intelektual selanjutnya disebut PP No.100/2021. Pasal 1 angka 1 PP No.100/2021 menjelaskan bahwa “Konsultan Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di bidang kekayaan intelektual dan terdaftar sebagai Konsultan Kekayaan Intelektual, serta secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan kekayaan intelektual”.

Terkait hak dan kewajiban sebagai Konsultan KI termuat dalam Pasal 13 PP No. 100/2021 yang menjelaskan bahwa :

  • (1)    Konsultan Kekayaan Intelektual berhak atas imbalan jasa dari pengguna jasa sesuai dengan batas nilai kewajaran.

  • (2)    Dalam memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan kekayaan intelektual dan jasa yang profesional dalam konsultasi di bidang kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud dalam Pasal t2, Konsultan Kekayaan Intelektual wajib:

  • a.    bekerja secara profesional, jujur, teliti, dan bertanggung jawab;

  • b.    taat dan patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik profesi;

  • c.    menjaga kerahasiaan informasi yang berkaitan dengan kekayaan intelektual yang dikuasakan kepadanya;

  • d.    memiliki kantor dengan alamat kantor yang jelas;

  • e.    menjadi anggota Organisasi Profesi;

  • f.    melaporkan setiap perubahan kondisi yang berkaitan dengan persyaratan menjadi Konsultan Kekayaan Intelektual kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk;

  • g.    membuat, menyelenggarakan, dan menjaga tata kearsipan dan dokumentasi yang baik dan rapi yang berkaitan dengan pengurusan kekayaan intelektual yang dikuasakan kepadanya;

  • h.    menunjuk seorang Konsultan Kekayaan Intelektual lainnya untuk bertindak sebagai pemegang protokol; dan

  • i.    memberikan layanan konsultasi dan sosialisasi di bidang kekayaan intelektual secara cuma-cuma kepada pengguna jasa yang tidak mampu.

Robert C. Sherwood sebagaimana dikutip oleh Muhammad Fahmi Rois, Kholis Roisah mengatakan bahwa “pelaku industri kreatif mendapatkan perlindungan melalui reward theory, recovery theory, incentive theory, risk theory, dan economic growth stimulus theory.” Konsep tersebut masing-masing adalah: reward theory yaitu pencipta mendapatkan imbalan terhadap karya intelektual sebagai pengakuan dan penghargaan atas upaya kreatifnya. Kedua, recovery theory: berdasarkan teori ini, pencipta atau pelaku ekonomi kreatif seharusnya memperoleh kembali apa yang dikeluarkan. Ketiga, incentive theory: menyatakan bahwa insentif sangat penting untuk memacu pelaku ekonomi kreatif semakin meningkatkan karyanya intelektualnya. Keempat, risk theory: teori ini mengakui bahwa suatu ciptaan memiliki risiko untuk ditiru oleh orang lain. Untuk itu sudah seharusnya ciptaan perlindungan hokum diperoleh. Kelima, economic growth stimulus theory: pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari kemampuan industri kreatif sebagai industri berbasis HKI dapat menciptakan lapangan usaha dan meningkatkan perekonomian sektor riil.

  • 3.2    Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Oleh Notaris dan Konsultan HKI dalam Pembuatan Perjanjian di Bidang HKI

Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yang menyebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Setiap individu

bebas untuk melakukan perjanjian dengan individu lain untuk tercapainya tujuan yang dikehendaki. Para pihak yang ingin membuat perjanjian bebas menentukan bentuk perjanjian, isi perjanjian dan syarat-syarat dalam perjanjian. Namun agar perjanjian tersebut sah dan dapat dijadikan alat bukti yang kuat , para pihak harus membuat perjanjian dihadapan Notaris agar akta perjanjian tersebut menjadi akta notariil. Dalam membuat akta perjanjian notariil, Notaris harus memperhatikan hal-hal yang tidak melanggar Peraturan Perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. Sebelum akta perjanjian notariil dibuat, Notaris harus memperhatikan syarat-syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata yaitu : 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ; 2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian ; 3) Suatu hal tertentu dan ; 4) Suatu sebab yang halal.

Akta perjanjian notariil adalah merupakan bukti tertulis, dan otentik yang sewaktu-waktu dapat dipakai sebagai alat bukti yang kuat bahkan sempurna bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sebelum membuat akta perjanjian notariil, Notaris harus memperhatikan syarat sahnya perjanjian. Apakah para pihak sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian atau belum memenuhi syarat sahnya perjanjian.13

Notaris dalam membuat akta perjanjian notariil harus jujur, cermat, teliti, tidak memihak salah satu pihak dan memahami semua peraturan yang berhubungan dengan akta yang akan dibuatnya.14 Adapun larangan-larangan dalam membuat perjanjian bagi Notaris. Larangan bagi Notaris dalam membuat perjanjian:15

  • a.    Notaris dilarang membuat akta perjanjian yang memihak kepada salah satu pihak.

  • b.    Notaris dilarang membuat akta perjanjian yang bertentangan dengan akta yang dibuat sebelumnya.

  • c.    Notaris dilarang membuat akta pencabutan perjanjian pemberian kuasa secara sepihak dimana akta pemberian kuasa tersebut telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak (pemberi kuasa dan penerima kuasa).

  • d.    Notaris dilarang memberitahukan isi (segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya) dan segala keterangan yang diperolehnya guna pembuatan akta.

  • e.    Notaris dilarang untuk tidak membacakan isi akta kepada para pihak, kecuali para pihak sudah membacanya sendiri, mengerti dan menyetujui, hal demikian sebagaimana dinyatakan dalam penutup akta dan tiap halaman diparaf oleh para pihak/para penghadap, para saksi dan Notaris sedangkan halaman terakhir ditanda tangani para pihak, para saksi dan Notaris.

  • f.    Notaris dilarang membuat akta perjanjian yang bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan/atau kesusilaan.

  • g.    Notaris dilarang membuat akta simulasi (bohongan) lebih-lebih dalam hal untuk tujuan yang bertentangan dengan UU.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Notaris dan Konsultan HKI dalam membuat serta mengadakan perjanjian di Bidang HKI, dapat diuraikan sebagai berikut :

  • 1)    Apakah objek yang akan diperjanjian itu (misalnya, merek, desain industri, paten, desain tata letak sirkuit terpadu) sudah terdaftar di Direktorat Jenderal KI atau apakah varietas tanaman sudah terdaftar di Kantor Perlindungan Varietas Tanaman atau belum.

  • 2)    Nama pemilik yang terdaftar pada sertifikat merek, sertifikat paten, sertifikat desain industri, sertifikat desain tata letak sirkuit terpadu, atau sertifikat varietas tanaman itu sama dengan nama pihak atau identitas pihak yang akan melakukan perjanjian, atau apakah pihak yang akan melakukan perjanjian diberi wewenang oleh perusahaannya untuk mengadakan perjanjian atau tidak.

  • 3)    Perlu di cek lagi, apakah ha katas merek, desain industri, paten, desain tata letak sirkuit terpadu, atau varietas tanaman itu pernah dialihkan kepada pihak lain atau tidak. Untuk itu, notaris atau konsultan HKI perlu minta pernyataan atau petikan merek, paten, desain industri, atau desain tata letak sirkuit terpadu kepada Direktorat Jenderal KI, atau petikan varietas tanaman kepada Kantor Perlindungan Varietas Tanaman untuk membuktikan kewenangan pihak yang akan menandatangani perjanjian.

  • 4)    Bisa juga mengadakan pengecekan ke pengadilan niaga atau pengadilan negeri apakah merek, paten, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, atau varietas tanaman sedang dalam sengketa atau tidak;

  • 5)    Meski tidak ada kewajiban mencatatkan suatu ciptaan kepada Ditjen KI, notaris atau konsultas HKI sebaiknya menyarankan kepada pencipta atau pemegang hak cipta (yang mengadakan perjanjian) untuk mencatatkan ciptaannya terlebih dahulu untuk lebih meyakinkan “anggapan” sebagai pencipta atau pemegang hak cipta atas ciptaan yang akan dibuat akta perjanjian itu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Notaris dan Konsultan Kekayaan Intelektual dalam pembuatan akta perjanjian di bidang kekayaan intelektual merujuk pada Teori Kepastian Hukum yang menghendaki bahwa hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati tentunya tidak hanya terhadap bagaimana peraturan tersebut dilaksanakan, akan tetapi bagaimana norma-norma atau materi muatan dalam peraturan tersebut memuat prinsip-prinsip dasar hukum.16 Dalam hal ini, hal-hal yang diperlu diperhatikan oleh Notaris dan Konsultan Kekayaan Intelektual dalam

pembuatan akta perjanjian di bidang kekayaan intelektual nantinya diperlukan untuk memberi kepastian hukum bagi akta perjanjian yang akan dibuat oleh Notaris dan Analisa hukum atau konsultasi yang akan diberikan oleh Konsultas Kekayaan Intelektual dalam pembuatan akta perjanjian di Bidang kekayaan intelektual tersebut.

4. Kesimpulan

Peranan notaris dan konsultan kekayaan intelektual dalam penyusunan akta hak kekayaan intelektual adalah notaris sesuai ketentuan Pasal 15 UUJN memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan maupun perjanjian termasuk juga peralihan atas hak kekayaan intelektual tersebut. Sementara, konsultan kekayaan intelektual memiliki peran sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 13 PP No. 100/2021 sebagai konsultan yang dibutuhkan perannya dalam konsultasi terkait adanya peralihan ha katas kekayaan intelektual tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh notaris dan konsultan kekayaan intelektual dalam penyusunan akta di bidang hak kekayaan intelektual adalah objek kekayaan intelektual, nama pemilik hak kekayaan intelektual, pengecekan adanya pengalihan terhadap objek hak kekayaan intelektual, pengecekan adanya sengketa terhadap objek kekayaan intelektual, serta mengecek pencatatan atas objek kekayaan intelektual di Ditjen KI.

Daftar Pustaka

Buku

Fajar, M., & Achmad, Y. (2013). Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Penerbit. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rahmatullah, I. (2015). Aset Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan dalam Perbankan. Yogyakarta : Deepublish.

Jurnal Ilmiah

Andhara, M. P. (2020). Keabsahan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Yang Didasari Oleh Surat Kuasa Menjual Yang Tidak Dilegalisasi Oleh Notaris (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1201 K/PDT/2016). Indonesian    Notary, 1(004).    URL    :    URL    :

https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/2984214

Annalisa, Y., & Elmadiantini, E. (2019). Akta Notaril: Keharusan Atau Pilihan Dalam Peralihan Kekayaan intelektual. Lambung Mangkurat Law Journal, 4(1), 51-63. DOI : 10.32801/lamlaj.v4i1.87

Aprilia, I. S., Perdana, R. A., Simanungkalit, J. P., Tirayo, A. M., & Jayaputeri, T. (2022). Upaya Mewujudkan Kesadaran Atas Hak Kekayaan Intelektual Bagi Pelaku Umkm Di Kota Banjar. Jurnal Hukum Adigama, 5(1), 1971-1981. URL                                                         :

https://journal.untar.ac.id/index.php/adigama/article/view/20442

Fahmi, K. (2021). Aspek Komersialisasi Kekayaan Intelektual Dalam Hukum Perikatan. Jurnal Hukum Al-Hikmah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan          Masyarakat, 2(3),          428-446.          DOI          :

https://doi.org/10.30743/jhah.v2i3.4237

Fauziah, A. N., & Hermono, B. (2021). Penempatan Hak Atas Merek Sebagai Objek Jaminan Tambahan Pada Lembaga Jaminan Fidusia. Novum: Jurnal Hukum, 11-20. DOI : https://doi.org/10.2674/novum.v0i0.41497

Haryanto, A. (2014). Prinsip Bebas Aktif Dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Perspektif Teori Peran. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, 4(2). DOI : 10.34010/JIPSI.V4I02.165

Indriani, I. (2018). Hak Kekayaan Intelektual: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Karya Musik. Jurnal Ilmu  Hukum, 7(2),  246-263.DOI  :

http://dx.doi.org/10.30652/jih.v7i2.5703

Lubis, U. S. (2020). Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Objek Wakaf. Iuris Studia: Jurnal Kajian Hukum, 1(1), 31-38. DOI : https://doi.org/10.55357/is.v1i1.18

Prayogo, T. (2018). Penerapan Asas Kepastian Hukum Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Hak Uji Materiil Dan Dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/Pmk/2005 Tentang Pedoman Beracara Dalam Pengujian Undang-Undang. Jurnal Legislasi Indonesia, 13(2), 191-201. DOI : https://doi.org/10.54629/jli.v13i2.15

Sawitri, D. A. D., & Dharmawan, N. K. S. (2020). Perlindungan Transformasi Karya Cipta Lontar Dalam Bentuk Digitalisasi. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 5(2), 298-308.DOI : 10.24843/AC.2020.v05.i02.p08

Sumini, S. (2017). Peran Notaris Dalam Membuat Akta Perjanjian

Notariil. Jurnal         Akta, 4(4),         563-566.         URL         :

http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/akta/article/viewFile/2498/1862

Umbas, S. A. (2017). Kedudukan Akta Di Bawah Tangan Yang Telah Dilegalisasi Notaris Dalam Pembuktian Di Pengadilan. Lex Crimen, 6(1). URL                                                         :

https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/150 89

Wijaya, P. A. P. D., & Prajitno, A. A. (2018). Tanggung Jawab Notaris Terhadap Kesalahan Dalam Pembuatan Akta Yang Dilakukan Oleh Notaris Penggantinya. Perspektif, 23(2), 112-120. DOI : 10.30742/perspektif.v23i2.68

Yahanan, A., & Aprodette, D. (2020). Model Akta Notaris Yang Melindungi Para Pihak Dalam Perjanjian Peralihan Hak Atas Varietas Tanaman (PVT). Recital    Review, 2(1),    14-25. URL :    https://online-

journal.unja.ac.id/RR/article/view/8658

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten

Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2021 Tentang Konsultan Kekayaan Intelektual

185