Vol. 7 No. 03 Desember 2022

e-ISSN: 2502-7573 □ p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Penyatuan Regulasi Pembuatan Badan Usaha Dengan Konsep Omnibus Law Serta Peran Notaris di Dalamnya

Shafira Rahmania Anindita1, Dewa Gde Rudy2

  • 1    Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

  • 2    Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

    Info Artikel

    Masuk : 22 Oktober 2022

    Diterima : 02 Desember 2022

    Terbit : 21 Desember 2022

    Keywords :

    Regulation, Business Entity, Notary, Deed, Omnibus Law


    Kata kunci:

    Regulasi, Badan Usaha, Notaris, Akta, Omnibus Law

    Corresponding Author:

    Shafira Rahmania Anindita, E-mail: [email protected]

    DOI :

    10.24843/AC.2022.v07.i03.

    p10


Abstract

The purpose of this study is to find out whether the idea of the Omnibus Law can integrate regulations for the formation of business entities into one law and to find out the role of a Notary in supporting this attampt. This research use normative legal methods with library research. The results show that attampt to combine regulations into one law with the concept of the Omnibus Law can be carried out, because all forms of business entities have characteristics that can be categorized into various groups.The role of the Notary in supporting also attampt to use the Omnibus Law concept by making Authentic Deeds that have legal force and can be accountable.

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah gagasan Omnibus Law dapat mengintegrasikan peraturan pembentukan Badan Usaha menjadi satu undang-undang serta mengetahui peran Notaris dalam mendukung upaya tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dimana pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Hasil yang didapat yaitu Upaya menggabungkan peraturan menjadi satu Undang-undang dengan konsep Omnibus Law dapat dilakukan, karena segala bentuk Badan Usaha memiliki ciri yang dapat dikategorikan dalam berbagai kelompok. Serta peran Notaris dalam mendukung upaya pemakaian konsep Omnibus Law yaitu membuat Akta Otentik yang memiliki kekuatan hukum dan dapat dipertanggungjawabkan.

  • 1.    Pendahuluan

Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki regulasi hukum sangat banyak. Pada tahun 2017 sendiri, regulasi hukum yang dimiliki oleh Indonesia berkisar 42.000 an. Peraturan tersebut mulai yang paling tinggi yaitu, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, peraturan Walikota hingga peraturan Bupati daerah. Banyaknya peraturan yang dimiliki tersebut, bukannya akan mempermudah, justru dalam beberapa kasus akan mempersulit keadaan. Seperti contoh dalam pengambilan keputusan, dengan banyaknya peraturan yang dimiliki justru akan memperlambat dalam pengambilan keputusan. Keadaan ini membuat Presiden Joko Widodo merasa prihatin, mengingat peran dari perundang-undangan tersebut terlalu mengatur secara terpisah. Imbasnya banyak regulasi hukum yang saling tumpang tindih, kurang efektif serta tidak harmonis antara aturan yang satu dengan aturan yang lainnya. Akibatnya negara lain susah untuk masuk berinvestasi ke negara Indonesia. Sebagai negara berkembang, adanya investasi dari negara lain memberikan efek yang sangat membantu. Sehingga dengan adanya regulasi hukum yang terlalu banyak, tidak akan menguntungkan negara sendiri.

Terlalu banyaknya regulasi hukum juga akan memakan banyak biaya. Mengingat pembiayaan untuk pembuatan peraturan tidaklah sedikit. Pemerintahan Presiden Joko Widodo sendiri mengatakan, bahwa regulasi hukum yang terlalu banyak akan menghambat laju ekonomi dan investasi. Hal ini tergambarkan dengan adanya perizinan-perizinan seperti, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Lingkungan dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang kerap menyulitkan banyak investor untuk melakukan investasi di Indonesia.1

Laporan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia mengenai ranking dalam melakukan kegiatan usaha, Indonesia menduduki urutan ke-91 dari total 106 negara. Artinya untuk melakukan usaha bisnis ekonomi di Indoneisa, masih tergolong sulit. Apalagi jika mengetahui fakta, bahwa dari indikator-indikator yang digunakan oleh Bank Dunia dalam melakukan penilaian, Indonesia mendapat nilai paling buruk adalah pada indikator “kemudahan memulai bisnis”, semakin menerangkan lagi bahwa regulasi hukum yang dimiliki Indonesia, harus ada perubahan. Peraturam-peraturan yang dimiliki oleh Indonesia yang berkaitan dengan laju ekonomi dan investasi harus ditata ulang dan dikemas dengan lebih rapi lagi, supaya investasi lebih mudah masuk sehingga dapat mengcover ide-ide bisnis kreatif yang dimiliki para pengusaha pemula.

Sampai saat ini memang sudah banyak berdiri bentuk Badan Usaha yang dapat melewati banyaknya peraturan dan regulasi hukum, seperti PT (Perseroan Terbatas), Koperasi, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).2 Ada juga yang masih diatur dalam peraturan peninggalan Belanda seperti dalam Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) terutama mengenai Persekutuan Perdata/PP (Maatschap), Vennootschap Onder Firma (Firma), dan Commanditaire Vennootschap (CV). Namun tidak sedikit pula yang sengaja memilih jalan lain, sehingga beridirnya Badan Usaha tersebut akhirnya tidak memiliki landasan hukum sampai sekarang dan juga tidak sah untuk disebut sebagai Badan Usaha. Contohnya yaitu Virtual Office atau Toko-toko Online seperti Lazada, Tokopedia, Blibli, Bukalapak dan Shope. Badan Usaha ini terlahir melalui dunia maya. H.M.N Purwosutjipto menyatakan dalam tulisannya bahwa Firma dan CV belum sah untuk dikatakan sebagai sebuah Badan Hukum. Karena belum memenuhi syarat formil suatu badan hukum yaitu pengesahan dari pemerinta. 3

Badan Usaha lain yang belum memiliki regulasi hukum untuk mengatur bagaimana bentuk usaha ini dapat berjalan adalah Usaha Kemitraan Public Private Partnership (PPP). Usaha ini berjalan dalam bentuk kerjasama antara perusahaan publik dengan perushaan swasta untuk menggarap suatu proyek tertentu. Kontrak yang dibuat akan memberikan konsesi kepada pemberi modal untuk mengolah hasil konstruksi dalam jangka waktu tertentu. Berjalannya badan usaha ini tidak bergantung pada hukum, melainkan bergantung pada hasil kesepakatan kedua pihak.4

Berbagai jenis Badan Usaha yang belum memiliki regulasi hukum biasanya akan meminta bantuan notaris untuk membuatkan Akta Notariil yang memiliki kekuatan hukum. Notaris sendiri, sebagai seorang pejabat umum memiliki wewenang untuk membuatkan akta otentik yang memiliki kekuatan hukum, untuk menjadi landasan berdirinya sebuah usaha. Sehingga dari sini, para Notaris sebenarnya memiliki peran sebagai jalan alternatif bagi para pengusaha untuk menghindari regulasi hukum yang menyulitkan tersebut. Para pengusaha memiliki opsi kedua untuk melakukan usaha di Indonesia yaitu dengan meminta Notaris untuk berperan dalam membantu mendukung pembuatan usahanya.

Melihat penjelasan mengenai banyaknya regulasi hukum di Indonesia, maka peneliti melalui penelitian ini, bermaksud untuk mengkaji kasus ini dengan menguraikan rumusan maslah sebagai berikut:

  • 1.    Apakah Omnibus Law dapat menggabungkan semua peraturan bentuk badan usaha yang ada kedalam satu Undang-undang?

  • 2.    Bagaimanakah peran Notaris dalam pembuatan akta pendirian badan usaha dalam mendukung laju investasi di Indonesia?

Sedangkan tujuan penyusunan penelitian ini yaitu untuk menentukan apakah gagasan Omnibus Law dapat menggabungkan semua undang-undang yang

mengatur pembentukan Badan Usaha menjadi satu Undang-undang dan menjelaskan peran penting Notaris didalamnya.

Penelitian-penelitian yang membahas tentang dampak regulasi hukum terhadap pembentukan Badan Usaha pernah diterbitkan sebelumnya. Salah stunya yaitu oleh I Made Hengki Permadi pada tahun 2019 yang membahas tentang “Pengaturan Mengenai Pendaftaran Pendirian Firma Pada Sistem Administrasi Badan Usaha”.5 Penelitian tersebut mengambil fokus pada pengaturan tentang pembuatan Akta Firma. Penelitian lainnya dilakukan oleh Desak Putu Dewi Kasih pada tahun 2022 yang membahas tentang “Perseroan Perorangan Pasca UU Cipta Kerja: Perubahan Paradigma Perseroan Terbatas sebagai Asosiasi Modal”.6 Penelitian tersebut mengambil fokus pada konsep Omnibus Law dalam perubahan paradigma perseroan terbatas sebagai asosiasi modal.

Perbedaan kedua penelitian di atas dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini mengambil fokus pada peran konsep Omnibus Law sebagai wadah utama untuk menampung seluruh peraturan yang berkaitan dengan pembentukan Badan Usaha menjadi satu Undang-undang serta peran Notaris didalamnya. Berdasarkan persoalan diatas maka penulis tertarik untuk membawakan penelitian ini dengan judul “Penyatuan Regulasi Pembuatan Badan Usaha Dengan Konsep Omnibus Law Serta Peran Notaris di Dalamnya”.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Hukum Normatif dengan mengkaji apakah gagasan Omnibus Law dapat mengintegrasikan semua peraturan yang ada tentang pembentukan badan usaha menjadi satu undang-undang dan mengetahui wewenang serta peran aktif Notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta pendirian Badan Usaha. Merujuk pada pemikiran dari Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Normatif diartikan sebagai suatu proses dengan tujuan untuk penemuan aturan hukum, prinsip hukum, ataupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab isu atau masalah hukum yang sedang diteliti.7 Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer antara lain KUH Perdata dan KUH Dagang, UUPT, UU Cipta Kerja, bahan hukum sekunder yaitu Jurnal Hukum dan bahan hukum tersier yaitu bahan yang

didapat bersumber dari internet. Dengam teknik deskriptif kualitatif bahan hukum dikumpulkan kemudian dilakukan analisis, dan diinterpretasikan.8

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Menggabungkan Semua Bentuk Badan Usaha dalam Satu Undang-undang dengan Menggunakan Konsep Omnibus Law

Secara mudah, untuk menyatukan seluruh peraturan yang mengatur tentang pembuatan Badan Usaha menjadi satu kesatuan dalam satu Undang-undang adalah dengan mengelompokkan setiap bentuk Badan Usaha yang ada. Jika diperhatikan lebih jeli, maka Badan Usaha dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama kelompok perusahaan yang memiliki badan hukum yaitu Perseroan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Koperasi, serta yang kedua perusahaan yang tidak memiliki badan hukum yaitu seperti Perusahaan Dagang (PD), Usaha Dagang (UD), Persekutuan Perdata, Firma dan CV.

Perusahaan yang masuk kelompok tidak memiliki badan hukum dapat memiliki badan hukum jika memenuhi syarat berikut: 9

  • 1.    Terdapat kekayaan dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan kekayaan para pelaku badan tersebut.

  • 2.    Terdapat kepentingan bersama yang merupakan tujuan badan tersebut.

  • 3.    Terdapat beberapa orang sebagai pengurus badan tersebut.

  • 4.    Pengesahan pemerintah atas badan tersebut menjadi badan hukum.

Syarat-syarat tersebut dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu persyaratan materil dan persyaratan formil. Persyaratan materil meliputi persyaratan Kekayaan, Kepentingan dan Pengurus, sedangkan persyaratan formil yaitu Pengesahan dari pemerintah. Menurut penjelasan H.M.N Purwosutjipto, Firma dan CV belum memenuhi syarat formil sehingga tidak bisa dikatakan perusahaan yang memiliki badan hukum.

Beberapa negara di Eropa yang menganut Sistem Eropa Kontinental, tidak sependapat dengan pengelompokan perusahaan di atas. Misalnya Negara Perancis dan Skotlandia yang mengakui teori bahwa Persekutuan dan Firma merupakan salah satu perusahaan yang memiliki badan hukum. Firma adalah “legal person distinct from the partners of whom it is composed”. Teori ini semakin berkembang sejalan dengan berkembangnya Ease Law. 10

Persyaratan sebuah persekutun untuk menjadi perusahaan yang memiliki badan hukum tidaklah sulit. Satu langkah lagi, maka akan memiliki badan hukum, yaitu mendapat pengesahan. CV juga demikian, CV sudah memenuhi ketiga kriterua di atas, hanya tinggal Pengesahan supaya

memiliki badan hukum. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menjelaskan bahwa Koperasi merupakan Badan Usaha yang akan memiliki badan hukum setelah adanya pengesahan.

Pembentukan regulasi dengan konsep Omnibus Law terhadap PT, PP, Firma dan CV tidak terdapat suatu masalah karena keempat badan usaha ini masih tergolong satu kelompok dan diatur bersama dalam KUH Perdata dan KUH Dagang. Namun untuk bagian PD dan UD merupakan kasus yang berbeda. Hal ini dikarenakan PD dan UD merupakan perusahaan perseorangan yang dikelola oleh satu orang sebagai pendiri, pemilik sekaligus pengelola. Kemudian biasanya dibantu oleh beberapa pekerja yang mana pekerja tersebut berstatus sebagai pembantu si pemilik dalam mengelola perusahaannya.

Berdasarkan aturan yang berlaku, pendirian PD dan UD tidak diatur dalam KUH Dagang maupun Undang-undang khusus tertentu, tetapi diatur berdasarkan hukum kebiasaan dan yurisprudensi. Pembuatan aturan pendirian PD dan UD dilakukan melalui Notaris dengan membuat Akta Notaris. Akta Notaris ini memiliki kekuatan hukum serta dapat mencegah dari kejahatan hukum. Selanjutnya merupakan bagian yang penting untuk keberlangsungan PD dan UD yaitu Keterangan Izin Usaha dari Departemen terkait. Departemen yang mengurusi bagian ini adalah pemerintah setempat khusus dibidang pengawasan preventif..

Dengan demikian pengaturan badan usaha dalam satu regulasi yang menyeluruh menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, tidak terlalu ada kendala. Mengingat sebagian besar bentuk-bentuk badan usaha berasal dari satu pengaturan yang sama, sebelum peraturan tentang Perseroan Terbatas dicabut menjadi Undang-undang tersendiri. Disamping itu, bentuk-bentuk badan usaha tersebut juga memiliki kriteria perusahaan yang sama yaitu menjalankan usaha secara terus-menerus, berdomisili di Indonesia serta bertujuan mencari keuntungan atau laba. Dengan adanya konsep Omnibus Law maka regulasi hukum dapat diakomodir dengan lebih rapi dan harmonis.

  • 3.2    Peran Notaris dalam Pembuatan Akta Pendirian Badan Usaha untuk mendukung Investasi di Indonesia

Mengelompokkan Badan Usaha dalam kelompok-kelompok tertentu dan menggabungkan peraturan dalam satu Undang-undang dengan konsep Omnibus Law merupakan langkah yang sangat bagus. Selain dapat meningkatkan laju masuknya investasi juga akan mempermudah pemantauan alur regulasi hukum. Sistem yang sudah bagus ini, akan lebih optimal lagi jika bisa memastikan bahwa peran seorang Notaris bisa berjalan sejajar dan saling mendukung.

Notaris merupakan seorang pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik mengenai suatu perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan; serta dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. Jadi peran Notaris dalam pendirian sebuah Badan Usaha adalah untuk membantu membuatkan Akta Otentik yang memiliki kekuatan hukum.11 Terutama bagi kelompok perusahaan yang tidak memiliki badan hukum. Oleh karenanya kedudukan Notaris sangat penting bagi para pelaku usaha. Demi meningkatkan laju investasi dari negara lain masuk ke Indonesia, maka peran aktif dari Notaris sangatlah krusial. 12

Kemudian Akta Notaris yang memiliki kekuatan dihadapan hukum, tentunya harus bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya. Seorang Notaris harus memiliki bukti dan saksi yang bisa disiapkan kapan saja saat dibutuhkan, supaya jelas dan tidak menyebabkan keraguan. Seorang Notaris harus bisa memastikan bahwa Akta Otentik yang dikeluarkannya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga memiliki kekuatan hukum yang tidak bisa disepelekan. 13

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia memperkenalkan sebuah sistem ke-Notarisan yang dikenalkan dengan nama Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). Layanan ini memungkingan bagi Notaris untuk menerbitkan sekaligus mengesahkan Akta untuk sebuah perusahaan secara daring atau online. Layanan ini diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada 31 januari 2001. Tujuan dari layanan ini adalah untuk mengedepankan aspek

kecepatan dalam melakukan pengesahan akta perseroan dan meminimalisasi terjadinya interaksi yang menyebabkan tingginya biaya pengurusan yang biasa terjadi dalam proses manual. Dengan adanya pembentukan Undang-undang badan usaha dengan konsep Omnibus Law, jika semua peraturan badan usaha diatur dalam satu Undang-undang maka sistem administrasi yang mengurusi pendaftaran dan pengesahan Firma, CV, PP, UD dan UD Online akan semakin mudah dan efektif. 14

  • 4.    Kesimpulan

Upaya untuk menggabungkan semua bentuk peraturan pembentukan badan usaha dalam satu Undang-undang dengan konsep Omnibus Law adalah langkah yang tepat dan dapat dilakukan dengan mudah. Karena pada dasarnya segala bentuk Badan Usaha memiliki ciri yang dapat dikategorikan dalam berbagai kelompok. Sehingga dengan digabungkannya ke dalam satu Undang-undang, selain akan meminimalisir dampak buruknya, juga akan membuka peluang yang lebar untuk investasi masuk. Peran Notaris dalam mendukung laju investasi yang berkaitan dengan penyatuan peraturan pembuatan Badan Usaha yaitu dengan membantu membuat Akta Otentik yang memiliki kekuatan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Peran Notaris jauh lebih dimudahkan lagi karena diciptakannya sistem SABH.

Daftar Pustaka

Buku

Anggito, A. & Setiawan, J. (2018). Metode Penelitian Kualitatif. Sukabumi: CV. Jejak.

Chandrawulan, An An. (2014). Hukum Perusahaan Multinasional. Bandung: Keni Media.

ND, M. F., & Achmad, Y. (2013). Dualisme Penelitian Hukum Normatif Empiris. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Marzuki, Peter M. (2011). Penelitian Hukum. Kencana: Jakarta.

Purwosutjipto, H.M.N. (2011). Pemikiran Baru tentang Commanditaire Vennootschap (CV), Studi Perbandingan KUHD dan Wvk serta Putusan Pengadilan Indonesia dan Belanda. Badan Penerbit FHUI. Jakarta.

Prasetya, Rudhi. (2014). Perseroan Terbatas Teori dan Praktek. Jakarta: Sinar Grafika.

Jurnal

Andhita Dewi, P., & Novy Purwanto, I. (2021). Peran Notaris Dalam Pendirian Perseroan Terbatas Pasca Undang-Undang Cipta Kerja. Acta Comitas: Jurnal     Hukum     Kenotariatan,     6(03),     549     –     560.

https://doi:10.24843/AC.2021.v06.i03.p7

Edwar, E., A.Rani, F., & Ali, D. (2019). Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Ditinjau Dari Konsep Equality Before The Law. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 8(2),  207.

https://doi.org/10.24843/jmhu.2019.v08.i02.p05

Kasih, D. P. D. (2022). Perseroan Perorangan Pasca Uu Cipta Kerja: Perubahan Paradigma Perseroan Terbatas Sebagai Asosiasi Modal. Arena Hukum, 15(1), 20–37. https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2022.01501.2

Permadi, I. (2019). Pengaturan Mengenai Pendaftaran Pendirian Firma Pada Sistem Administrasi Badan Usaha. Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, 4(3), 475-484. https://doi:10.24843/AC.2019.v04.i03.p12

Putra, A., (2020). Penerapan Omnibus Law dalam Upaya Reformasi Regulasi. Jurnal Legislasi Indonesia, 17(1), 1-10. https://doi: 10.54629/jli.v17i1.602

Putra, D. N. R. A., & Purwanti, S. P. M. E., (2016). Pengawasan Notaris oleh Majelis Pengawas Notaris Daerah Pasca Putusan M.K. No. 49/PUU-X/2012. Jurnal Magister Hukum Udayana, 5(4), 783-804. https://doi:

10.24843/JMHU.2016.v05.i04.p11

Rismayanthi, I. A. W. (2016) Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Terhadap Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Yang Menjadi Objek Sengketa. Acta Comitas:Jurnal Hukum Kenotariatan, 1(1). 77-93. https://doi.org/10.24843/AC.2016.v01.i01.p07

Sari, S. F. D. N. (2018). Peran Notaris Dalam Proses Pembuatan Akta Pendirian Perseroan Terbatas. Lex Renaissance, 3(2),   407-422, DOI:

https://doi.org/10.20885/jlr.vol3.iss2.art10

Salim, F. (2020). Peran Notaris Dalam Pengesahan Pendirian Perseroan Terbatas Melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). Recital Review, 2(2), 140-   156. DOI: https://doi.org/10.22437/rr.v2i2.9843

Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Kitab Undang-undang Hukum Dagang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 106 tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 245 tahun 2020, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573)

480