Kedudukan Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Dalam Proses Penegakan Hukum Terhadap Notaris Theresia K. Dimu
on
Vol. 06 No. 02 Agustus 2021
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Kedudukan Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Dalam Proses Penegakan Hukum Terhadap Notaris Theresia K. Dimu
Ni Made Dwikayanti1, I Made Dedy Priyanto2
1Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 28 Maret 2021 Diterima : 23 Juni 2021
Terbit : 1 Juli 2021
Keywords :
Decision, Notary Honorary Council, Notary.
Kata kunci:
Keputusan, Majelis Kehormatan Notaris, Notaris.
Corresponding Author:
Ni Made Dwikayanti, E-mail: [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2021.v06.i02.p15
Abstract
-
I. Pendahuluan
Berdasarkan undang-undang jabatan notaris (UUJN), notaris ditempatkan/ diberikan kedudukan sebagai pejabat umum yang oleh undang-undang diberikan tugas pokok guna pembuatan akta otentik sehingga dengan demikian notaris dalam kedudukannya ditempatkan diluar dari pada lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif.1 Kedudukan sebagai pejabat Umum membuat notaris dituntut guna melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan berpedoman pada kode etik notaris serta UUJN2. Kode etik notaris serta UUJN merupakan hal yang tepat untuk dijadikan sebagai tolak ukur yang tepat untuk menilai baik buruk ataukah menilai tentang benar tidaknya notaris dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sehingga UUJN serta Kode Etik Notaris perlu untuk diataati sebagai pedoman.
UUJN dan Kode Etik Notaris dapat menjadi wadah dasar perlindungan hukum baik bagi masyarakat pengguna jasa notaris maupun wadah dasar pemberian perlindungan hukum dan juga kepastian hukum bagi notaris dalam menjalankan hal-hal yang merupakan tugas dan tanggungjawabnya. Perlindungan hukum merupakan segala tindakan dan/ atau upaya yang ditujukan guna memberikan perlindungan bagi masyarakat terhadap perbuatan yang tidak beralasan hukum/ sewenang-wenang yang dilakukan oleh penguasa, serta perbuatan tersebut tidak sesuai dan atau bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang berfungsi memberikan ketentraman dan ketertiban, sehingga dengan adanya perlindungan tersebut manusia sebagai subjek hukum dapat memperoleh pengakuan terhadap martabatnya sebagai manusia. Perlindungan hukum diharapkan agar dapat diterapkan terhadap seluruh masyarakat tanpa adanya pengecualian.
Pemberian perlindungan hukum bagi notaris dikarenakan notaris dalam menjalankan tanggungjawab serta kewenangannya tidak jarang menimbulkan sengketa, dari sengketa tersebut dapat memicu adanya kerugian baik bagi pihak masyarakat sebagai pengguna jasa notaris mapun kerugian bagi notaris itu sendiri sebagai pihak yang menjalankan kewenangan, adapun kemungkinan sengketa yang timbul berupa sengketa perdata maupun sengketa pidana. Dalam sengketa pidana sebagai akibat dari adanya tindakan notaris berkaitan dengan kewenangan serta jabatan kenotariatan itu sendiri, undang-undang memberikan pengkhususan terhadap proses penegakannya diantaranya yang berkaitan dengan delik yang dilakukan oleh notaris yang juga berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya berdasarkan pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris (MKN), harus didahulukan dengan adanya permintaan dari penyidik guna memperoleh persetujuan pemanggilan notaris untuk hadir kepada Dewan Kehormatan Notaris atau dengan kata lain sebelum adanya pemeriksaan oleh penyidik sebagai aparat penegak hukum, perlu adanya pemeriksaan terlebih dahulu oleh MKN guna
mencari tahu ada tidaknya ada yang bersangkutan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya serta berkaitan dengan jabatan notaris tersebut.
PERMENKUMHAM No. 7 Tahun 2016 Tentang MKN adalah wujud dari adanya pemberian perlindungan hukum bagi notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik berkaitan/berhubungan dengan jabatannya sebagai notaris. Permohonan baik dari Pengadilan dalam hal ini hakim, Kejaksaan dalam hal ini Penuntut umum maupun sebagai penyidik, maupun kepolisian dalam hal ini penyidik berkaitan dengan penegakan hukum guna memperoleh persetujuan pemanggilan notaris untuk hadir kepada Majelis kehormatan Notaris juga merupakan suatu prosedur normatif sehingga harus ditaati serta diikuti oleh para apparat penegak hukum dalam melaksanakan proses penegakan hukum bagi notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana berkaitan dengan tugas dan jabatan notaris. Permintaan dari aparat penegak hukum guna memperoleh persetujuan pemanggilan notaris untuk hadir kepada MKN sayangnya dalam PERMENKUMHAM Nomor 7 Tahun 2016 Tentang MKN tidak ditegaskan secara langsung agar penyidik dalam melaksanakan tugasnya berkaitan dengan penegakan hukum terhadap notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik berkaitan dengan jabatan serta tugas notaris untuk tunduk dan taat melaksanakan ketentuan tersebut.
Kasus dugaan tindak pidana yang melibatkan notaris diantaranya yaitu tindak pidana korupsi pengalihan asset negara berupa tanah di daerah Nusa Tenggara Timur yang melibatkan Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu, pelibatan Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu tersebut masih dalam batas kewenangannya sebagai notaris/ PPAT, dan dengan adanya pelibatan dari Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu berkaitan dengan tugas dan jabatannya tersebut, Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu oleh Penyidik dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur diduga turut serta dalam melakukan tindak pidana korupsi pengalihan asset negara, hal tersebut dilatarbelakangi oleh tindakan dari Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu yang dengan jabatannya sebagai notaris/PPAT membuat akta guna peralihan asset negara tersebut sehingga dengan adanya tindakan tersebut Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu dinyatakan sebagai Tersangka oleh Penyidik dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.
Tindak pidana korupsi pengalihan asset negara berupa tanah di daerah Nusa Tenggara Timur yang melibatkan Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu, oleh MKN telah dilakukan pemeriksaan terhadap Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu dan memberi putusan bahwa yang bersangkutan tidak melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris, akan tetapi penyidik dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur yang melakukan proses penegakan hukum terhadap Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu tetap melaksanakan proses penegakan hukum dengan adanya penetapan tersangka terhadap Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu. Tindakan penyidik dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur yang menetapkan status tersangka pada Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu serta mengabaikan putusan MKN tersebut menimbulkan antinomi apakah kedudukan dari pada keputusan dari MKN tersebut tidak mengikat bagi penyidik dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur yang menetapkan status tersangka pada Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu ataukah malah sebaliknya.
Berdasarkan pada latarbelakang tersebut di atas maka penulis mengambil rumusan masalah yaitu Bagaimana kedudukan dari pada Keputusan Majelis Kehormatan Notaris
Dalam Proses Penegakan Hukum dalam kasus Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu? Adapun yang menjadi tujuan dari pada penulisan artikel ini adalah guna mengetahui Kedudukan dari pada Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Dalam Proses Penegakan Hukum terhadap Notaris yang diduga melakukan tindak pidana berkaitan dengan jabatannya sehingga dari hal tersebut dapat ditemukan apakah tindakan penyidik dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur yang menetapkan status tersangka pada Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu serta mengabaikan putusan MKN tersebut merupakan tindakan yang melawan hukum ataukah tidak.
Penulisan artikel ilmiah yang berkaitan dengan Majelis Kehormatan itu sendiri juga pernah ditulis oleh Made P. Widiada, Desak P. D. Kasih, dan Ni P. Purwanti dengan judul Eksistensi Majelis Kehormatan Notaris Dalam Perlindungan Hukum Terhadap Notaris,3 akan tetapi pembahasan dalam artikel tersebut lebih mengarah pada perlindungan hukum bagi notaris, sedangkan dalam penulisan artikel Penulis, penulis lebih menekankan pada kedudukan hukum dari pada Putusan Majelis Kehormatan Notaris itu sendiri selain itu juga penulisan artikel ilmiah yang berkaitan dengan Majelis Kehormatan Notaris juga pernah ditulis oleh Libryawati dan Pujiyono dengan judul Peran Majelis Kehormatan Notaris Terkait Pemanggilan Notaris Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana,4 dalam artikel tersebut lebih menekankan pada bagaimana peran dari pada Majelis Kehormatan Notaris terkait dengan adanya Pemanggilan terhadap notaris dalam pemeriksaan pidana serta tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh Majelis Kehormatan Notaris merespon adanya pemanggilan terhadap Notaris tersebut, sedangkan dalam artikel ini Penulis menekankan pada Kedudukan dari pada Keputusan Majelis Kehormatan Notaris yang merupakan salah satu bentuk tindakan yang merupakan bentuk dari perlindungan hukum bagi notaris yang dipanggil itu sendiri, sehingga dari hal tersebut maka jelas terlihat adanya pembeda atau hal baru yang diangkat oleh penulis dala artikel ini, oleh karena itu penulis akan melakukan kajian lebih lanjut tentang kedudukan Keputusan MKN Dalam Proses Penegakan Hukum terhadap Notaris/PPAT Theresia K. Dimu. Berdasarkan hal-hal sebagaimana telah teruarai di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang Kedudukan Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Dalam Proses Penegakan Hukum Terhadap Notaris Theresia K. Dimu.
-
2. metode penelitian
Metode penelitian hukum normatif merupakan metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan artikel ini, penelitian hukum normatif itu sendiri menempatkan norma sebagai objek dalam penulisan artikel ini, selain itu penulis juga menggunakan pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan artikel ini adapun guna mengolah bahan hukum berkaitan dengan artikel ini, penulis memilih Teknik konstruksi yang
dengan membentuk pola-pola yuridis sebagai Teknik penulisn dalam artikel ini. Penelitian hukum ini bertitik tolak dari adanya kekaburan norma terkait dengan kedudukan keputusan MKN dalam penegakan hukum terhadap notaris yang diduga melakukan delik berkaitan dengan tugasnya sebagaimana yang terjadi pada Notaris/PPAT Theresia K. Dimu.
-
3. Hasil Dan Pembahasan
-
3.1 Perlindungan Hukum Bagi Notaris Yang Diduga Telah Melakukan Delik Pidana Berkaitan Dengan Jabatan Notaris.
-
Perlindungan hukum merupakan jaminan terhadap kepastian hukum bahwa manusia sebagai subjek hukum berhak memperoleh apa yang menjadi haknya serta melaksanakan apa yang merupakan kewajibannya atau guna memperoleh kepastian terhadap kepentingan yang diakui oleh hukum sehingga dengan adanya perlindungan tersebut manusia sebagai subjek hukum dapat memperoleh pengakuan terhadap martabatnya sebagai manusia. Perlindungan hukum diharapkan agar dapat diterapkan terhadap seluruh masyarakat tanpa adanya pengecualian. 5
Menurut Maria T. Geme, pelaksanaan perlindungan hukum mempunyai kaitan erat dengan langkah-langkah atau pelaksanaan kebijakan dari negara guna melakukan sesuatu dengan mendasarkan pada hukum positif sebagai hal utama dengan tujuan untuk memastikan adanya jaminan akan kepastian hak-hak masyarakat atau kelompok.6 Era globalisasi merupakan era di mana kebutuhan akan perlindungan hukum sangatlah diperlukan melalui adanya harmonisasi dalam peraturan perundang-undangan guna mewujudkan adanya kepastian hukum dalam hukum itu sendiri. Hukum mempunyai hal pokok yaitu guna menciptakan ketertiban dalam tatanan masyarakat, menciptakan keseimbangan serta ketertiban dalam masyarakat yang nantinya diharapkan kepentingan masyarakat dapat terlindungi secara adil dan merata. Guna mewujudkan cita-cita dari hukum, hukum mempunyai tugas pemerataan antara kewajiban dan hak perorangan dalam suatu kelompok masyarakat, memecahkan dan/atau menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum serta memelihara kepastian hukum dengan cara membagi wewenang lewat adanya pembangunan hukum yang mencakup pada pembaharuan dan pembentukan serta perencanaan hukum nasional yang dilakukan secara ideal dan berorientasi pada sistem.7
Guna mencapai cita-cita hukum itu sendiri, Gustav R menyatakan bahwa perlu adanya penerapan asas prioritas dari 3 (tiga) nilai dasar yang merupakan nilai dasar dari tujuan hukum itu sendiri, hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaanya
(realitasnya) tidak jarang terjadi perbenturan antara nilai-nilai dasar dari tujuan hukum itu sendiri yaitu nilai kemanfaatan, nilai keadilan dan nilai kepastian hukum, atau dengan kata lain, dalam penerapan suatu aturan hukum dalam masyarakat tidak selamanya dapat menyelaraskan nilai kemanfaatan, nilai keadilan, serta nilai kepastian dalam sautu aturan sehingga dari ketiga nilai-nilai dasar tujuan hukum tersebut yaitu nilai kemanfaatan, nilai keadilan, dan nilai kepastian ketika terjadi perbenturan maka sudahlah pasti ada nilai yang harus dikorbankan dan harus ada nilai yang diutamakan atau diprioritaskan, sehingga dengan adanya kondisi demikian, oleh Gustav R, nilai-nilai dasar dari tujuan hukum tersebut disusun berdasarkan skala prioritasnya yaitu:
-
- Nilai Keadilan
-
- Nila Kemanfaatan
-
- Nilai Kepastian.8
Hukum memandang keadilan sebagai persamaan antara hak dan kewajiban, dalam hukum wewenang dipandang sebagai perwujudan dari pada hak itu sendiri. Hukum memberikan jaminan adanya pemerataan hak di dalam masyarakat guna memperoleh pembelaan hukum sebagai bentuk dari perlindungan hukum hal tersebut merupkan hal-hal yang harus terpenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, sedangkan mengenai kewajiban hukum itu sendiri digambarkan sebagai adanya perilaku yang taat hukum. Kewajiban dan keadilan diharapkan dapat berjalan selaras guna menciptakan keadilan atau dengan kata lain tidak boleh menciptakan kesenjangan antara kewajiban dan hak, selain itu kepastian hukum juga mempunyai peran yang penting dalam kehidupan bermasyarakat sebagai arah pedoman tentang hal yang boleh dan hal yang dilarang dalam kehidupan bermasyarakat selain itu ketiadaan dari pada kepastian hukum itu sendiri akan menimbulkan kekahwatiran dalam masyarakat serta keresahan.
Berdasarkan pada skala prioritas di atas, dapat dilihat bahwa nilai keadilan merupakan nilai yang lebih diutamakan di atas nilai-nilai lainnya, hal tersebut tidak semata-mata dapat diterapkan secara langsung, akan tetapi perlu dilihat secara kasuistis agar nilai-nilai yaitu nilai kemanfaatan dan juga nilai kepastian tidak diabaikan ketika bertentangan atau berbenturan dengan nilai keadilan atau dengan kata lain penerapan dari pada nilai-nilai dasar tujuan hukum antara nilai keadilan, nilai kemanfaatan, serta nilai kepastian semaksimal mungkin untuk diupayakan berjalan secara proposional tanpa harus mengabaikan salah satu nilai baik itu nilai keadilan, nilai kemanfaatan, ataukah nilai kepastian secara mutlak sehingga dengan demikian ketiga nilai tersebut yaitu nilai keadilan, nilai kemanfaatan, serta nilai kepastian dapat berjalan selaras untuk menciptakan hukum maupun kebijakan yang harmonis.
Penerapan perlindungan hukum diharapkan dapat menyentuh setiap elemen masyarakat guna mewujudkan keadilan yang berkepastian tanpa adanya kesewenangan atau dengan kata lain perlindungan hukum juga harus memperhatikan nilai dari pada tujuan hukum. Notaris yang juga bagian dari elemen masyarakat dalam melaksanakan tugas dan tanggugjawabnya juga diperlukan adanya perlindungan hukum guna menjamin pelaksaanaan tugasnya.
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UUJN, notaris ditempatkan sebagai pejabat umum yang oleh undang-undang diberikan tugas pokok guna pembuatan akta otentik. Pejabat umum dengan tugas pokok berkaitan dengan pembuatan akta otentik melihat tugas serta peran notaris yang penting di dalam masyarakat.
Notaris dalam kedudukannya sebagai pejabat umum didalam masyarakat dengan kewenangan membuat akta yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna maka dapat disimpulkan bahwa notaris merupakan sebuah jabatan kepercayaan yang diperoleh dari undang-undang. Pejabat umum adalah salah satu elemen yang mempunyai peran vital dari pengertian notaris itu sendiri, sebagai pejabat umum maka notaris telah dilengkapi serta diberikan kewenangan dan juga kekuasaan umum yan dapat menjangkau masyarakt umum.9 Selain dari pada itu juga, Notaris juga diberikan tugas yaitu guna melaksanakan hal-hal yang ditujukan untuk mengontrol setiap hubungan hukum yang terjadi diantara subjek-subjek dalam suatu perjanjian yang merupakan produk dari notaris.
Perjanjian/kontrak ataukah ketetapan serta perbuatan yang menimbulkan hak dan kewajiban merupakan hal yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan tugas serta kewenangan dari pada notaris guna menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat.10 Notaris dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dituntut guna melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan berpedoman pada UUJN serta kode etik notaris. UUJN sendiri merupakan wadah yang memberikan kewenangan bagi notaris guna melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, sehingga notaris dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan berpedoman pada UUJN serta kode etik notris. UUJN juga memberikan perlindungan hukum bagi notaris yang diduga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana berkaitan dengan jabatannya. Bentuk perlindungan hukum sebagaimana dimaksud tersebut telah diatur dalam ketentuan pasal 66 ayat (1) huruf (b) UUJN yang pada pokoknya menyatakan bahwa perlu adanya persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah berkaitan dengan pemanggilan terhadap notaris oleh Pengadilan dalam hal ini hakim, Kejaksaan dalam hal ini Penuntut umum maupun sebagai penyidik, maupun kepolisian dalam ha ini penyidik
Pemberian persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah terkait dengan adanya permohonan dari Pengadilan dalam hal ini hakim, Kejaksaan dalam hal ini Penuntut umum maupun sebagai penyidik, maupun kepolisian dalam ha ini penyidik merupakan suatu wujud dari adanya perlindungan hukum bagi notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana akan tetapi Persetujuan Majelis Pengawas Daerah tersebut hanya berlaku bagi notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana yang berkaitan dengan jabatannya. Selain di atur dalam UUJN, perlindungan hukum bagi notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana juga diatur dalam PERMENKUMHAM No. 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris
(MKN). Berdasarkan pasal 18 PERMENKUMHAM No. 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris (MKN), tugas dari MKN diantaranya:
-
- Terhadap setiap permohonan yang diajukan oleh Pengadilann dalam hal ini hakim, Kejaksaan dalam hal ini Penuntut umum maupun sebagai penyidik, maupun kepolisian dalam ha ini penyidik merupakan tugas dari MKN untuk dilakukannya pemeriksaan terhadap permohonan tersebut.
-
- Terhadap setiap permohonan yang diajukan baik yang diajukan oleh Pengadilan dalam hal ini Hakim, Oleh Jaksa dalam hal ini Penuntut Umum, maupun kepolisian dalam hal ini Penyidik, merupakan tugas dari MKN untuk dilakukannya pemeriksaan terhadap permohonan tersebut, oleh MKN akan memberikan persetujuan/ penolakan.
Perlindungan hukum yang diberikan bagi notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana yang berkaitan dengan jabatan notaris tersebut tidak dimaksudkan sebagai bentuk dari adanya intervensi terhadap proses penegakan hukum yang sedang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum baik itu oleh Penyidik dalam tingkat penyidikan, jaksa penuntut umum dalam tingkat penuntutan, maupun oleh hakim dalam proses pemeriksaan di pengadilan, ataupun sebagai bentuk pengikaran terhadap asas persamaan dimuka hukum, akan tetapi hal tersebut dimaksudkan guna menjamin kinerja dari pada notaris itu sendiri.
-
3.2 Prosedur Pemeriksaan Notaris Yang Diduga Melakukan Delik Berkaitan Dengan Jabatannya Oleh Majelis Kehormatan Notaris
Berdasarkan pasal 21 PERMENKUMHAM No. 7 Tahun 2016 Tentang MKN, dalam hal pemeriksaan notaris yang diduga melakukan delik pidana yang berkaitan dengan jabatan notaris, Ketua MKN Wilayah dalam jangka waktu 5 (lima) hari sejak adanya laporan, akan membentuk majelis guan melakukan pemeriksaan, unsur notaris, unsur ahli/ akademisi, dan unsur notaris merupakan unsur-unsur yang akan diambil masing-masing satu orang guna membentuk majelis guna melakukan pemeriksaan. Pemelihan unsur-unsur dari luar unsur notaris dalam pembentukan majelis pemeriksa yang ditugaskan dalam pemeriksaan terhadap notaris yang diduga telah melakukan delik pidana yang mempunyai kaitan dengan tugas dan jabatannya tersebut dimaksudkan agar dalam pemeriksaan tersebut para majelis pemeriksa tersebut dapat bertindak objektif. Pemeriksaan akan sangat tidak objektif apa bila pembentukan majelis pemeriksa hanyalah diambil dari unsur notaris tanpa adanya unsur dari luar notaris, selain itu juga unsur dari luar notaris dalam majelis pemeriksa juga sekalian dapat menjadi pengontrol guna mencegahadanya pengambilan yang bersifat sangat subjektif oleh majelis pemeriksa dari unsur notaris. Lembaga MKN hadir sebagai upaya untuk menggantikan serta menjalankan tugas dari pada MPD berkaitan dengan pemberian persetujuan guna pemanggilan terhadap notaris baik itu oleh Pengadilann dalam hal ini hakim, Kejaksaan dalam hal ini Penuntut umum maupun sebagai penyidik, maupun kepolisian dalam ha ini penyidik maupun oleh hakim. Indepndensi merupakan sifat dari badan MKN terutama dalam mengambil kebijakan guna menjunjung serta memperkuat institusi kenotariatan.
Ketua Majelis yang memeriksa notaris yang diduga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana yang berkaitan dengan jabatannya diberikan kewenangan guna
melakukan pemanggilan kepada notaris yang diduga telah melakukan delik pidana yang berkaitan dengan jabatan kenotariatan. 5 (lima) hari merupakan jangka waktu yang diberikan guna melakukan pemanggilan sebelum adanya pemeriksaan pemanggilan tersebut dapat dilakukan baik secara tertulis maupun dilakukan dengan menggunakan faksmili dan/ atau surat elektronik. Pemanggilan secara tertulis melalui surat yang ditandatangani oleh Ketua Majelis Kehormatan Notaris wilayah, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa pemanggilan dapat dilakukan dengan menggunakan faksmili dan/ atau surat elektronik yang nantinya akan disusul dengan adanya pemanggilan tertulis, hal tersebut dimungkinkan apa bila dalam keadaan mendesak.
Kehadiran notaris yang dipanggil karena diduga melakukan delik pidana guna menghadap kepada Majelis yang memeriksa merupakan suatu kewajiban hukum yang harus ditaati. Terhadap notaris yang tidak hadir setelah dipanggil sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut oleh Majelis sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, maka Majelis yang memeriksa dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan jabatan notaris, berwenang memberikan putusan terhadap permohonan yang disampaikan oleh Pengadilann dalam hal ini hakim, Kejaksaan dalam hal ini Penuntut umum maupun sebagai penyidik, maupun kepolisian dalam ha ini penyidik tanpa adanya kehadiran dari notaris yang dipanggil/ diduga melakukan delik pidana yang berkaitan dengan jabatan kenotariatan. Apabila notaris yang bersangkutan hadir maka Majelis Pemeriksa setelah melakukan pemeriksaan dapat memberikan putusan baik itu persetujuan maupun penolakan terhadap yang menjadi permohonan Pengadilann dalam hal ini hakim, Kejaksaan dalam hal ini Penuntut umum maupun sebagai penyidik, maupun kepolisian dalam ha ini penyidik yang telah diajukan.
Berdasarkan pasal 27 PERMENKUMHAM No. 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris (MKN) Terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi Majelis Pemeriksa untuk memberikan persetujuan kepada Pengadilan dalam hal ini Hakim, Kejaksaan dalam hal ini Penuntut Umum, maupun Kepolisian dalam hal ini Penyidik guna kepentingan guna proses penegakan hukum melakukan pemanggilan terhadap notaris diantaranya:
-
- minuta akta dan/ atau surat-surat notaris dalam penyimpanan notaris merupakan hal yang menjadi kaitan dengan delik pidana yang diduga telah dilakukan oleh Notaris.
-
- Masih dalam tenggang waktu penuntutan berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku khususnya dalam lapangan hukum pidana.
-
- Terhadap keabsahan tandatangan ternyata terdapat penyangkalan dari salah satu pihak atau lebih.
-
- Terhadap minuta akta diduga telah dilakukan penambahan dan/ pengurangan.
-
- Adanya dugaan telah dilakukannya penggunaan tanggal yang tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya atau yang dikenal dengan pengunduran tanggal. Setelah adanya persetujuan tersebut, maka penyidik, jaksa, maupun hakim dapat melakukan pemanggilan kepada Notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana mana mempunyai kaitan dengan kenotariatan atau jabatan notaris tersebut, dan terhadap notaris yang bersangkutan dapat diproses secara hukum sesuai hukum acara yang berlaku.
-
3.3 Kedudukan Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Dalam Proses Penegakan Hukum Terhadap Notaris/PPAT Theresia K. Dimu.
Berdasarkan pada pasal 66 ayat (1) huruf (b) UUJN pada pokoknya menyatakan bahwa perlu adanya persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah berkaitan dengan pemanggilan terhadap notaris oleh Pengadilan dalam hal ini Hakim, Jaksa dalam hal ini Penuntut Umum serta Kepolisian dalam hal ini Penyidik, merupakan suatu kaidah normatif yang dalam pelaksanaannya perlu untuk ditaati. Jika dikaitkan dengan kasus yang menimpa Notaris Theresia K. Dimu selain dari pada itu terhadap kasus yang menimpa Notaris Theresia K. Dimu tersebut oleh Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) telah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu dan terhadap pemeriksaan tersebut Majelis Kehormatan Notaris Wilayan Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak mendapati adanya kesalahan dari Notaris Theresia K. Dimu sehingga berdasarkan hal tersebut, Majelis Pemeriksa memberikan penolakan terhadap pemanggilan dari Kejaksaan Nusa Tenggara Timur terhadap Notaris Theresia K. Dimu untuk menghadap, akan tetapi terhadap putusan dari Majelis Pemeriksa tersebut, oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur tidak ditaati bahkan Terhadap Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu diduga telah diduga turut serta dalam melakukan delik pidana tindak pidana korupsi berkaitan dengan penjualan asset negara, Notaris Theresia K. Dimu diduga menjalankan jabatannya guna menunjang terjadinya peralihan asset negara tersebut menjadi asset perseorangan sehingga merugikan negara, dengan demikian tindakan dari Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu oleh penyidik dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dikategorikan sebagai tindakan turut serta dan atas dugaan tersebutlah MKN melakukan pemeriksaan terhadap Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu dan memperoleh putusan bahwa Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai seorang notaris ternyata telah sesuai dengan prosedur serta ketentuan yang berlaku dan tidaklah melenceng dari apa yang menjadi kewenangannya dengan demikian MKN tidak memberikan rekomendasi/ penolakan terhadap tindkan pemeriksaan terhadap Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu.
Tindakan dari penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur yang tanpa seizin dari Majelis Kehormatan Dewan Wilayah Nusa Tenggara Timur Tersebut jika dikaitkan dengan ketentuan dalam pasal 66 ayat (1) huruf (b) UUJN maka jelas merupakan sebuah kesewenangan yang tidak beralasan hukum, di sisi lain jika diakaitkan dengan ketentuan dalam pasal 20 huruf (c) PERMENKUMHAM No. 7 Tahun 2016 Tentang MKN maka tindakan dari pada Penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur yang secara sengaja tidak mematuhi keputusan dari Majelis Kehormatan Notaris yang dengan tegas tidak memberikan izin kepada penyidik untuk memanggil serta memeriksa Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu, selai itu juga tindakan Penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur tersebut juga merupkan bentuk pengingkaran dari pada Penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur terhadap kewenangan dari Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Nusa Tenggara Timur padalah telah diketahui dari putusan MKN tersebut bahwa Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai seorang notaris ternyata tidaklah melenceng dari apa yang menjadi kewenangannya serta dasar hukum dari pada kewenangannya.
Kewenangan dari Majelis Kehormatan Wilayah Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah kewenangan atribusi yang perolehannya berasal dari Undang-Undang yang sah yaitu UUJN serta dipertegas dalam PERMENKUMHAM Nomor 7 Tahun 2016 Tentang MKN, sehingga dengan demikian kewenangan tersebut setara dengan kewenangan yang dimiliki oleh Penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, di sisi lain jika dipandang dari segi proses penegakan hukum (hukum acara pidana) maka jelas bahwa UUJN serta PERMENKUMHAM Nomor 7 Tahun 2016 Tentang MKN dapat dijadikan sebagai ketentuan yang khusus (lex specialis) dari KUHAP dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan lex generalis, dengan adanya kedudukan sebagai lex spesialis/hukum yang bersifat khusus sehingga dengan demikian maka penyidik dalam pelaksanaan penegakan hukum apabila ingin memanggil masyarakat dalam kedudukan sebagai masyarakat umum maka dapat berpatokan pada KUHAP sebagai hukum yang generalis sedangkan apabila dalam melakukan pemanggilan terhadap masyarkat yang dalam kedudukannya sebagai Notaris/PPAT maka itu dapat berpatokan pada hukum spesialis11 yatu PERMENKUMHAM No. 7 Tahun 2016 Tentang MKN tersebut atau dengan kata lain harus diutamakan dalam pelaksanaanya dalam penegakan hukum pidana yang berkaitan dengan jabatan kenotariatan, Dengan demikian maka Penyidik dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya perlu untuk memperhatikan kewenangan dari lembaga lain yang juga mempunyai kewenangan yang sama-sama berasal dari Undang-Undang (atribusi) sehingga tindakan yang diambil oleh pihak penyidik dalam hal ini Kejaksaan Tinggi NTT dapat berlandaskan pada hukum dan pada kewenangan yang sah sesuai undang-undang.
Untuk mengkaji mengenai kedudukan dari pada Keputusan Majelis Kehormatan Notaris Dalam Proses Penegakan Hukum Terhadap Notaris, maka terlebih dahulu perlu untuk memahami apa itu kewenangan. Kewenangan mempunyai cakupan tidak hanya sebagai hak untuk melaksanakan praktik-praktik kekuasaan, melainkan mencakup juga hak untuk menerapkan dan menegakan hukum, perintah, pengawasan, memutuskan ketaatan yang pasti, kekuasaan dan/atau yuridiksi.12 Dari pengertian kewenangan yang dijelaskan tersebut maka, Majelis Kehormatan Notaris yang merupakan badan yang oleh peraturan perundang diberikan kewenangan guna memberikan persetujuan berkaitan dengan pemanggilan terhadap notaris oleh Penyidik, Penununtut Umum, maupun hakim terhadap notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana yang berkaitan dengan jabatan notaris.
Pemberian kewenangan kepada MKN guna memberikan persetujuan berkaitan dengan pemanggilan terhadap notaris oleh Penyidik, Penuntut Umum, maupun hakim terhadap notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana yang berkaitan dengan jabatan notaris atau dengan kata lain terhadap notaris
yang diduga melakkan perbuatan pidana/ delik pidana merupakan suatu langkah guna mencegah adanya kesewenangan dari pada aparat penegak hukum. Selain dari pada itu juga secara esensi maka pemberian kewenangan tersebut juga dimaksudkan agar Majelis Kehormatan Notaris dapat membantu aparat penegak hukum dalam menggali serta menentukan ada tidaknya pelanggaran hukum terkait dengan dugaan delik pidana yang dilakukan oleh Notaris berkaitan dengan jabatannya dikarenakan jelas bahwa Majelis Kehormatan Notaris merupakan badan yang lebih kompeten dalam menganalisis hal tersebut tanpa mengurangi kewenangan dari pada penyidik, sehingga dengan demikian sudah selayaknya penyidik perlu agar adanya sinergritas yang perlu dibangun oleh Penyidik dalam hal ini penyidik dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dengan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Nusa Tenggara Timur dalam hal menentukan ada tidaknya delik pidana yang dilakukan oleh Notaris Theresia K. Dimu berkaitan dengan jabatannya dengan mengabaikan ego sectoral dari pihak Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dengan tetap menghormati putusan dari Majelis Kehormatan Notaris Nusa Tenggara Timur guna mewujudkan kepastian hukum berkaitan dengan proses penegakan hukum bagi notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana berkaitan dengan jabatannya.
Upaya guna mewujudkan keadilan merupkan bagian dari hal yang ingin diwujudkan dari adanya kepastian hukum dalam kedudukannya sebagai salah satu tujuan hukum. Salah satu bentuk dari penerapan penegakan hukum yang mengandung adanya kepastian hukum adalah dengan adanya penegakan hukum yang tidak tebang pilih atau dengan kata lain yang menjadi objek dari penegakan tersebut adalah terhadap perilaku atau perbuatan tersangka dan bukan pada subjek yang melakukan tindak pidana tersebut sehingga penegakan tersebut harus dilakukan tanpa memandang siapa yang melakukan tindak pidana tersebut. Diharapkan kedepannya masyarakat dapat memperkirakan apa yang akan dialami jika melakukan tindaka hukum tertentu Dengan adanya pelaksanaan dari kepastian hukum bagi setiap orang sehingga.13
Tindakan penyidik dari Kejaksaan Nusa Tenggara Timur yang dengan sengaja mengabaikan putusan dari Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Nusa Tenggara Timur tentang penolakan terhadap pemanggilan Notaris Theresia K. Dimu yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana yang berkaitan dengan jabatan notaris tersebut jelas merupakan tindakan yang tidak mencerminkan atau bahkan melecehkan nilai kepastian hukum yang merupakan niai dasar dari cita-cita hukum serta akan menjadi contoh yang buruk dalam penegakan hukum kedepannya selain itu juga tindakan dari penyidik dari kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur tersebut juga merupakan tindakan yang telah meniadakan perlindungan hukum bagi Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya padahal disisi lain Penyidik dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur merupakan apparat penegak hukum harusnya memperhatikan perlindungan hukum bagi Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu sebagai salah satu bentuk dari pada penegakan hukum.
Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dalam kedudukannya sebagai penyidik dalam dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Notaris/ PPAT Theresia K.
Dimu menrut analisis penulis, mungkin secara materil mempunyai dugaan yang kuat serta didukung oleh alat bukti yang memadai sebelum menetapkan Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu sebagai salah satu tersangka, jika dilihat dari kacamata hukum pidana dengan mengabaikan UUJN, tindakan dari pada Notaris/ PPAT Theresia K yang membuat akta peralihan hak atas asat negara tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan turut serta/ pembantuan, dikarenakan berdasarkan atas akta yang dibuat oleh Notaris/ PPAT Theresia K. berulah asset-aset negara tersebut data dialihkan sehingga mengakibatkan adanya kerugian negara, memang jika dilihat secara sepintas maka runtutuan peristiwa tersebut secara tidak langsung dapat mengantarkan Notaris/ PPAT Theresia K. menjadi tersangka dalam kasus tersebut, namun di sisi lain Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dalam kedudukannya sebagai penyidik dalam dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu juga perlu untuk memahami kedudukan, tugas serta tanggungjawab dari pada Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu bahwa berdasarkan pada UUJN ditugaskan untuk membuat akta yang dibutuhkan oleh pihak yang meminta kepada Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu untuk dibuatkan. selain itu juga dalam penegakan hukum tidak semata hanya memandang pada sisi materil kasus tersebut, akan tetapi dalam penegaknnya juga harus memandang sisi formil atau dengan kata lain prosedur dalam penegakan hukum terkait kasus tersebut sehingga dari sisi ini maka Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dalam kedudukannya sebagai penyidik perlu melihat lebih lanjut ketentuan-ketentuan hukum yang menjadi bagian dalam ketentuan formil penegakan hukum terhadap notaris/ PPAT sebagai tambahan ketentuan yang bersifat khusus (lex specialis) hal tersebut guna mewujudkan kepastian hukum.
Perbuatan Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu yang membuat akta guna proses peralihan asset negara sebagai permintaan dari pejabat daerah setempat jika dilihat dari ketentuan dalam UUJN memang sudah sesuai dengan ketentuan dalam UUJN tersebut, disisi lain UUJN juga tidak memberikan kewajiban bagi notaris/ PPAT dalam hal ini Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu guna meneliti keabsahan dari pada berkas serta surat-surat yang menjadi syarat dilakukannya peralihan asset negara tersebut, notaris berdasarakan UUJN hanya diberikan kewajiban guna meneliti kelengkapan berkas dan bukan keabsahan berkas yang menjadi sayarat-syarat peralihan asset tersebut, sehingga dikarenakan syarat-syarat guna peralihan asset tersebut telah terpenuhi maka Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu yang ditunjuk guna membuatkan akta harus melaksanakan tugas dan kewenangannya tersebut sehingga tindakan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dalam kedudukannya sebagai penyidik dalam dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu yang menetapkan Notaris/ PPAT Theresia K. Dimu sebagai tersangka merupakan tindakan yang tidak mencerminkan kepastian hukum.
Kepastian hukum merupakan jaminan agar setiap individu dalam masyarakat dapat melakukan tindakan dan atau perilaku yang tidak melawan hukum/ berdasarkan pada hukum, sebaliknya ketiadaan dari hukum yang tidan mencerminkan kepastian itu sendiri akan berakibat pada individu dalam masyarakat tidak dapat mempunyai ketentuan baku bagu yang pasti dalam menjalankan prilaku. Sehingga dengan demikin adalah benar apabila Gustav R menyatakan bahwa kepastian hukum adalah elemen penting dalam tujuan hukum. Kepastian hukum itu sendiri merupakan kesesuaian yang bersifat normative dilihat dari ketentuan perundang-undangan
maupun keputusan hakim, kepastian hukum ditujukan pada pelaksanaan tata kehidupan dalam masyarakat serta pelaksanaanya harus jelas, konsisten, teratur, serta konsekuen.14
Kedudukan dari pada keputusan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Nusa Tenggara Timur yang pada pokoknya tidak menemukan kesalahan dari Notaris Theresia K. Dimu merupakan keputusan yang telah mencerminkan kepastian hukum hal tersebut dikarenakan dalam proses pemberian keputusan oleh Majelis Kehormatan Notaris telah didasarkan pada kewenanangan yang sah dan berdasarkan hukum yang berlaku yaitu berdasarkan pada pasal 66 ayat (1) huruf (b) UUJN Jo PERMENKUMHAM No. 7 Tahun 2016 Tentang MKN sehingga dari hal tersebut dikaitkan dengan pendapat di atas maka jelas telah adanya kesesuaian antara kaidah hukum dengan pelaksanaannya, disamping itu tindakan dari Penyidik pada Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur yang telah mengabaikan keputusan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Nusa Tenggara Timur tersebut dengan menetapkan Notaris Theresia K Dimu sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi merupakan tindakan yang telah melanggar norma yang telah ditentukan oleh undang-undang dalam hal ini UUJN Jo PERMENKUMHAM No. 7 Tahun 2016 Tentang MKN sehingga tindakan tersebut tidaklah sesuai dengan nilai kepastian hukum.
-
4. Kesimpulan
Prosedur penegakan hukum bagi notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana berkaitan dengan jabatannya, pada umumnya sama dengan proses penegakan hukum biasanya, akan tetapi terdapat suatu perbedaan yaitu perlu adanya persetujuan dari MKN sebelum dimulainya pemeriksaan terhadap notaris yang di duga telah melakukan perbuatan pidana/ delik pidana berkaitan dengan jabatannya oleh Penyidik Kedudukan dari keputusan MKN dalam penegakan hukum terhadap Notaris Theresia K Dimu, berdasarkan pada UUJN serta PERMENKUMHAM No 7 Tahun 2016 Tentang MKN merupakan keputusan yang sah dan harus ditaati oleh pihak manapun dikarenakan kewenangan untuk memutuskan tersebut berasal dari undang-undang yang sah. Penulis juga memberikan saran agar dalam proses penegakan hukum baik dikalangan masyarakat biasa maupun dalam kalangan pejabat notaris, penyidik sebagai pelaksana penegakan hukum harus mempelajari semua segi normative yang berkaitan dengan pelaksanaanya sehingga dari pelaksanaan penegakan hukum dapat mencerminkan suatu kepastian hukum, serta perlu adanya sinergritas antara penyidik dalam hal ini dari pihak Kejaksaan dengan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) guna menciptakan suatu harmonisasi berkepastian hukum.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku:
Muhammad Erwin. (2012). Filsafat Hukum, Jakarta: Raja Grafindo. h.123.
Salim H.S & Erlies Septiana Nurbani. (2013). Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi. Jakarta: Rajawali Pers. h. 185.
Teguh Prasetyo. (2015). Keadilan Bermartabat, Badung: Nusa Media, h. 17.
Jurnal:
Adolf, J. J., & Handoko, W. Eksistensi Wewenang Notaris Dalam Pembuatan Akta Bidang Pertanahan. Notarius, 13(1), 181-192.
DOI:https://doi.org/10.14710/nts.v13i1.29313
Edwar, E., Rani, F. A., & Ali, D. (2019). Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Ditinjau Dari Konsep Equality Before The Law. Jurnal Hukum & Pembangunan, 49(1), 180-201. 180-201.
DOI:http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol49.no1.1916
H. Enju Juanda. (2015). Eksistensi Dan Problematika Profesi Notaris. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi Vol. 3(2). DOI:http://dx.doi.org/10.25157/jigj.v3i2.417
Libryawati dan Pujiyono. Peran Majelis Kehormatan Notaris Terkait Pemanggilan Notaris Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana. Jurnal Notarius Vol. 12 (3). H. 1004-1014. DOI:https://doi.org/10.14710/nts.v12i2.29144
Made P. Widiada, Desak P. D. Kasih, dan Ni P. Purwanti. Eksistensi Majelis Kehormatan Notaris Dalam Perlindungan Hukum Terhadap Notaris. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 4 (3). H. 1-17.
DOI:https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/43779
Sri Utami. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana Menurut UU No. 2 Tahun 2014. Jurnal Repertorium.
DOI:https://doi.org/10.20961/yustisia.v5i2.8748
Susanto, N. A. (2014). Dimensi Aksiologis Dari Putusan Kasus “St”. Jurnal Yudisial, 7(3), 213-235. DOI:http://dx.doi.org/10.29123/jy.v7i3.73
Yo, R. J. (2013). Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana Berkaitan Dengan Akta Yang Dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Calyptra, 2(2), 1-16.
DOI:https://doi.org/10.24123/jimus.v2i2
Disertasi:
Geme, M. T. (2012). Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Hukum Adat Dalam Pengelolaan Cagar Alam Watu Ata Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Disertasi. Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang. 99.
Sholikhah, E. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap Jabatan Notaris Yang Diduga Melakukan Malpraktek Dalam Proses Pembuatan Akta Otentik (Doctoral dissertation, Fakultas Hukum UNISSULA). 47-50.
Tierene Gene Waani. (2013). Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kejahatan Perdagangan Orang di Sulawesi Utara. Disertasi Universitas Hasanudin Makasar. 114.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris
425
Discussion and feedback