Vol. 06 No. 01 Maret 2021

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Penerapan Prinsip Kehati-hatian Notaris Dalam Membuat Akta Otentik yang Penghadapnya Menggunakan Identitas Palsu

Kadek Diyah Permatasari1 , I Nyoman Suyatna2

1 Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 08 Desember 2020 Diterima : 09 Desember 2020

Terbit : 21 Maret 2021

Keywords :

Deed, Notary, Principle of Caution.


Kata kunci:

Akta, Notaris, Prinsip Kehati-hatian.

Corresponding Author:

Kadek Diyah Permatasari, E-mail: [email protected]

DOI :

10.24843/AC.2021.v06.i01.p05


Abstract

  • I.    Pendahuluan

Notaris merupakan profesi yang keberadaannya sendiri di Indonesia telah ada bahkan jauh sebelum Indonesia dinyatakan merdeka atau dengan kata lain telah ada pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Notaris mulai diperkenalkan di Indonesia oleh Belanda diperkirakan pada abad 17 seiring dengan masuknya VOC ke Indonesia. Keberadaan Notaris pada zaman kolonial Belanda di Indonesia dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan bangsa-bangsa Eropa yang pada saat itu menjajah Indonesia untuk membuat akta otentik berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh bangsa Eropa di Indonesia terkhususnya dibidang perdagangan. Kewenangan Notaris pertama kali pada masa kolonial tersebut diantaranya pembuatan surat jual-beli, surat-surat yang berkaitan dengan wasiat, perjanjian perkawinan, dan akta lainnya.1

Setelah bangsa Indonesia merdeka, keberadaan Notaris tersebut tetap dipertahankan eksistensinya dan bahkan mempunyai peran yang penting dan dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Notaris memiliki peran yang sangat penting dikalangan masyarakat terutama dalam hal perbuatan hukum dalam bidang keperdataan, hal tersebut semakin diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara. Berdasarkan aturan tersebut, keberadaan Notaris pasca kemerdekaan menjadi lebih eksis serta aturan tersebut yang pertama kali memberikan batasan terhadap tugas wewenang Notaris.

Notaris adalah pejabat umum yang diberikan wewenang guna pembuatan akta otentik terkait dengan perbuatan-perbuatan hukum dalam masyarakat, perjanjian, yang diwajibkan oleh mereka yang mempunyai kepentingan untuk dibuatkan atau dimasukkan dalam bentuk suatu akta otentik. Notaris juga mempunyai tugas dan kewenangan lain yaitu menjamin tentang kebenaran mengenai waktu/tanggal, menyimpan akta, menyerahkan grosse, Salinan/kutipan, keseluruhan hal tersebut dapat dilaksanakan sepanjang oleh suatu Peraturan Perundang-undangan tidak diberikan kepada pejabat dan atau orang lain.

Notaris dalam kedudukannya yaitu pejabat umum, menjadikan akta-akta yang dibuat oleh Notaris mempunyai kekuatan dalam hal pembuktiannya sangat kuat (sempurna). Notaris adalah suatu jabatan yang diperoleh sebagai bentuk daripada kepercayaan yang diberikan baik oleh hukum maupun oleh masyarakat menjadikan Notaris sebagai profesi yang dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian serta tanggungjawab. Notaris berpedoman pada etika dan juga marwah serta keluhuran dari jabatan Notaris. Oleh karena itu, apabila kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang serta masyarakat tersebut dilanggar dalam pembuatan akta, dalam hal ini baik sengaja maupun tidak sengaja, maka Notaris harus mempertanggungjawabkan itu semua.2

Akta-akta yang pembuatannya dilakukan dihadapan Notaris adalah merupakan jenis-jenis akta yang dapat dikelompokan dalam akta otentik. Berkaitan dengan pembuktian,

akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sangat kuat dikarenakan akta otentik merupakan alat bukti yang oleh hukum dinyatakan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Sehingga beberapa peraturan dalam hal ini mencakup peraturan perundang-undangan mengharuskan adanya akta otentik sebagai syarat atas perbuatan-perbuatan atau tindakan hukum tertentu, dinyatakan dalam bentuk akta otentik, diantaranya:

  • 1)    Akta pendirian Perseroan Terbatas (PT)

  • 2)    Akta pendirian koperasi

  • 3)    Akta jaminan fidusia3

Akta yang dibuat Notaris, harus dapat memberikan kepastian hukum tentang apa yang dinyatakan di dalamnya telah benar-benar terjadi atau merupakan hal-hal yang benar diterangkan oleh para pihak yang datang menghadap. Akta yang proses pembuatannya telah sesuai prosedur yang diatur oleh undang-undang berkaitan dengan pembuatan akta otentik oleh Notaris, akan menjamin sifat otentik akta tersebut serta kepastian hukum bagi para pihak atau subjek dalam akta tersebut.4

Berkaitan dengan pelaksanaan kewenangannya mengenai pembuatan akta, Notaris haruslah senantiasa bertindak hati-hati, dan juga Notaris harus meneliti fakta-fakta yang relevan berkaitan dengan pertimbangannya yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku mengikat padanya. Notaris wajib meneliti hal-hal yang berkaitan dengan kelengkapan, keabsahan hal-hal yang dijadikan bukti serta dokumen yang dibawa atau diajukan kepada Notaris, dan mendengar keterangan atau pernyataan para pihak yang datang menghadap. Hal demikian merupakan kewajiban sebagai suatu dasar pertimbangan untuk nantinya dituangkan dalam akta yang akan dibuatnya. Apabila dalam hal Notaris tidak teliti dalam memeriksa fakta-fakta penting yang berkaitan dengan hal tersebut, maka Notaris dapat dikatakan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dengan tidak hati-hati.5

Pelaksanaan kewenangan Notaris berkaitan dengan pembuatan akta, mempunyai beberapa prosedur yang harus dilakukan diantaranya, pada tahap pertama sebelum pembuatan akta yaitu berkaitan dengan dokumen-dokumen yang wajib diserahkan oleh para pihak yang datang menghadap guna dituangkan atau dinyatakan di dalam akta, dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud tersebut diantaranya Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang digunakan sebagai tanda pengenal untuk mengetahui dengan pasti siapa yang menjadi subjek atau para pihak yang datang menghadap tersebut. Dokumen berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) tersebut dapat membantu Notaris untuk mengetahui kecakapan subjek dalam perjanjian atau pihak yang datang menghadap.

Pelaksanaan kewenangan Notaris tidak jarang terdapat hal-hal yang memicu menurunnya kinerja dan profesionalisme Notaris. Salah satu faktor yang berpotensi dapat memicu atau menyebabkan menurunnya kinerja Notaris dalam melaksanakan

kewenangannya, diantaranya berkaitan dengan jumlah Notaris pada suatu daerah yang jumlah tersebut telah melebihi jumlah Notaris yang ditargetkan atau dengan kata lain telah melebihi kuota maksimal yang telah ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yaitu sebanyak 17.338.6 Jumlah Notaris telah melebihi kuota maksimal yang telah ditetapkan oleh Kemenkumham dapat mempengaruhi persaingan diantara para Notaris, salah satunya di Kabupaten Gianyar, Bali. Jumlah Notaris yang berkedudukan di Kabupaten Gianyar sudah melebihi kuota masyarakat yang dilayani. 7

Hal demikian membuat Notaris dalam menjalankan profesinya menjadi kurang memperhatikan serta menganalisis atau terkadang cenderung memudahkan para penghadap dalam hal penunjukan identitas dalam hal ini Kartu Tanda Penduduk. Para pihak banyak yang dalam menunjukan identitasnya tanpa menyertakan aslinya dan beberapa diantaranya menggunakan identitas palsu, dalam hal ini Kartu Tanda Penduduk Palsu. Hal ini terjadi pada kasus penipuan menggunakan KTP fiktif/palsu, dimana KTP yang dipakai untuk membuat akta pendirian perusahaan memakai dokumen pribadi berupa KTP palsu kepada Notaris, guna menerangkan identitas direktur dan komisaris PT SMG untuk membuat akta pendirian PT SMG tersebut.8

Penggunaan identitas palsu oleh pihak-pihak penghadap dalam pembuatan akta otentik, memang bukan hal yang baru. Hal tersebut jelas mempunyai akibat yang serius, bahkan dapat berdampak pada batalnya akta tersebut. Hal ini bisa merugikan pihak-pihak dalam perjanjian, bahkan Notaris sebagai pihak yang membuat akta tersebut. Profesionalisme dalam mengemban tugas dan wewenang Notaris perlu ditingkatkan untuk menjamin kebenaran dari akta tersebut. Prinsip kehati-hatian dalam praktik kenotariatan sangat penting terutama dalam berbagai hal yang mempunyai hubungan dengan proses dari pembuatan akta otentik oleh Notaris. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya permsalahan-permasalahan hukum yang berkaitan dengan akta otentik.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu dikaji lebih lanjut tentang bagaimanakah penerapan prinsip kehati-hatian Notaris terhadap penghadap yang menggunakan identitas palsu? dan bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris terhadap penggunaan identitias palsu oleh penghadap? Tujuan penelitian jurnal ini yaitu untuk mengetahui penerapan prinsip kehati-hatian Notaris terhadap penghadap yang menggunakan identitas palsu dan untuk mengetahui tanggungjawab Notaris terhadap penggunaan identitias palsu oleh penghadap.

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fikri Ariesta Rahman pada tahun 2018 dengan judul “Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Notaris Dalam Mengenal Para Penghadap”.9 Pada penelitian tersebut lebih menekankan pada akibat hukum atas akta autentik yang oleh Notaris

tidak diterapkan prinsip kehati-hatian dalam mengenal para penghadap. Kemudian terdapat pula penelitian dari Ida Bagus Paramaningrat Manuaba pada tahun 2018 dengan judul “Prinsip Kehati-Hatian Notaris Dalam Membuat Akta Autentik”.10 Pada penelitian tersebut menekankan pada akibat hukum terhadap akta Notaris yang dibuat berdasarkan surat palsu dan keterangan palsu. Membandingkan secara seksama kedua penelitian, dari Fikri Ariesta Rahman dan Ida Bagus Paramaningrat Manuaba memiliki topik pembahasan yang berbeda dengan tulisan ini. Dimana Tulisan ini lebih menekankan pada penerapan prinsip kehati-hatian Notaris terhadap penghadap yang menggunakan identitas palsu dan tanggungjawab Notaris terhadap penghadap yang menggunakan identitias palsu tersebut.

Berdasarkan uraian fakta-fakta tersebut di atas, dengan ini penulis menjadi tertarik meneliti lebih lanjut permasalahan mengenai Penerapan Prinsip Kehati-hatian Notaris Dalam Membuat Akta Otentik yang Penghadapnya Menggunakan Identitas Palsu.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan pada penulisan penelitian ini yaitu metode penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang menjadikan norma sebagai objek. Selain itu juga penulis dalam pembahasannya menggunakan dua jenis pendekatan yaitu pendekatan terhadap produk hukum dalam hal ini perundang-undangan dan juga analisis konsep hukum. Adapun bahan-bahan hukum penelitian ini bersumber pada Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik analisis yang digunakan mengolah bahan hukum dalam penulisan ini adalah teknik analisis konstruksi yang merupakan teknik yang berupa pembentukan pola-pola yuridis dengan melakukan pemahaman dan pembalikan proposisi.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Penerapan Prinsip Kehati-hatian Notaris Terhadap Penghadap yang Menggunakan Identitas Palsu

Jabatan Notaris adalah amanah yang diperoleh sebagai suatu pemberian oleh negara kepada seseorang dalam kapasitas dan kemampuannya sebagai pejabat publik, melaksanakan serta menjalankan sebagian dari tugas dan kewajiban negara. Dalam menjalankan pelayanan kepada masyarakat, memerlukan alat bukti dalam bentuk tertulis/otentik guna memberikan jaminan terhadap kepastian serta memberikan perlindungan hukum untuk setiap perbuatan/tindakan hukum yang dilakukan oleh masyarakat dalam lapangan hukum keperdataan. Amanah serta tugas yang diberikan kepada Notaris juga diikuti dengan adanya pelimpahan kewenangan serta tanggungjawab sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Oleh undang-undang tersebut menjadikan Notaris memiliki kewenangan secara yuridis menjalankan tugas dan tanggungjawab dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat.11 Tugas dan tanggungjawab Notaris merupakan perwujudan pemenuhan

kebutuhan masyarakat terkait dengan akta otentik sebagai salah satu dasar atau bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna terhadap apa yang dinyatakan atau dicantumkan dalam akta tersebut, sehingga jika dilihat dari hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan Notaris di tengah masyarakat merupakan hal yang sangat membantu bagi masyarakat guna memperoleh kepastian/perlindungan hukum.

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Pasal 1 menyatakan, “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Arti Notaris sebagai pejabat umum sebagaimana dimaksud dalam UUJN tersebut adalah akta-akta yang dibuat oleh Notaris sebagai pelaksanaan dari tugas dan kewenangannya menjadikan akta tersebut bersifat otentik sehingga memperoleh kekuatan pembuktian yang sempurna. Sifat otentik dari akta yang dibuat oleh Notaris semata-mata bukan dikarenakan karena oleh Undang-Undang telah ditetapkan demikian, akan tetapi lebih dari itu. Akta tersebut dibuat oleh dan atau di hadapan pejabat yang memiliki wewenang, dalam hal ini pejabat yang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata.

Berdasarkan pada bunyi dari Pasal 1 UUJN tersebut di atas juga dapat dipahami bahwa kewengan pokok Notaris adalah membuat akta otentik. Dalam menjalankan kewenangannya sebagai pembuat akta otentik, Notaris juga harus tunduk dan taat pada Undang-Undang Jabatan Notaris yang telah memberikan kewenangannya untuk membuat akta otentik. Notaris juga harus tunduk pada kode etik profesinya sebagai Notaris serta undang-undang lainnya yang mengikat Notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, sehingga Notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dapat bertindak sebaik-sebaiknya.

Notaris memiliki wewenang yang meliputi yaitu:

  • 1)    Notaris mempunyai wewenang selama hal tersebut terkait mengenai akta yang dibuat. Hal tersebut bermakna bahwa dalam melaksanakan kewenangannya, ada akta-akta jenis tertentu yang dalam dalam pembuatannya tidak termasuk dalam kewenangan Notaris. Sehingga Notaris tidak berwenang untuk melakukan pembuatan akta-akta tersebut. Notaris hanya berwenang dalam pembuatan akta-akta yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai kewenangan Notaris.

  • 2)    Notaris mempunyai wewenang selama hal tersebut terkait mengenai pihak-pihak dan juga mengenai kepentingan dari dibuatnya akta tersebut, hal tersebut memberikan makna bahwa dalam pembuatan akta oleh Notaris, ada pihak yang berdasarkan hukum dikecualikan untuk dimasukan sebagai pihak-pihak dalam akta tersebut misalnya berdasarkan Pasal 52 UUJN menyatakan bahwa pihak-pihak yang tidak dapat diperkenalkan tersebut diantaranya dirinya sendiri, istri/suami, mereka yang merupakan keluarga dari Notaris yang hubungan keluarga tersebut dapat saja berasal dari suatu perkawinan atau adanya hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau keturunan lurus ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai derajat ke-3. Pengecualian dan atau pembatasan kewenangan Notaris berkaitan dengan pihak-pihak yang oleh undang-undang dilarang untuk dijadikan sebagai pihak dalam

perjanjian yang dibuat oleh Notaris tersebut dimaksudkan agar Notaris dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tetap dapat bersifat objektif. Pembatasan tersebut, apabila dilanggar oleh Notaris maka dapat dikatakan Notaris tersebut telah melakukan pelanggaran sehingga akan mempunyai akibat hukum terhadap akta yang dibuat tersebut, berkaitan dengan kedudukan akta tersebut hanya berkedudukan sebagai akta dibawah tangan.

  • 3)    Notaris mempuyai wewenang selama mengenai tempat atau wilayah dimana akta tersebut dibuat. Hal tersebut dikarenakan tugasnya setelah terlebih dahulu ditentukan wilayah jabatan didasarkan pada tempat kedudukannya. Sehingga dengan demikian, Notaris mempunyai wewenang membuat akta sepanjang yang berada dalam wilayah jabatannya. Pelanggaran terhadap hal tersebut juga mempunyai akibat hukum terhadap akta yang dibuat tersebut menjadi akta dibawah tangan dan bukan merupakan satu akta otentik.

  • 4)    Notaris dapat mempunyai wewenang sepanjang hal tersebut berkaitan dengan waktu kapan akta tersebut dibuat. Hal tersebut memberi makna bahwa seorang Notaris tidak diperbolehkan melaksanakan kewenangannya berkaitan dengan pembuatan akta dalam tenggang waktu Notaris tersebut sedang cuti dan atau pada saat Notaris yang bersangkutan telah dipecat. Selain itu dalam keadaan Notaris belum memperoleh surat pengangkatan serta belum melaksanaan sumpah jabatan, Notaris juga tidak berwenang melaksanakan tugasnya berupa pembuatan akta.

Syarat yang berkaitan dengan kewenangan Notaris sebagaimana dimaksud di atas apabila tidak terpenuhi maka terhadap akta yang dibuat oleh Notaris tersebut hanyalah memiliki kekuatan pembuktian yang tidak sempurna atau dengan kata lain seperti akta dibawah tangan atau tidak berstatus sebagai akta otentik. Notaris dalam menjalankan tugasnya harus tunduk pada kewajibannya yang diberikan oleh undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris dan kode etik Notaris. Selain itu, Notaris diwajibkan untuk tidak melakukan larangan-larangan yang diberikan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris serta kode etik Notaris dalam menjalankan jabatannya.

Kebutuhan akan pelayanan jasa dari Notaris sangatlah berkaitan sangat dekat dengan persoalan kepercayaan diantara pihak-pihak yang menghadap, yang oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kepercayaan yang diberikan tersebut kepada Notaris menjadikan Notaris sebagai pihak yang memikul tanggungjawab atas kepercayaan tersebut. Tanggungjawab tersebut dapat berupa tanggungjawab secara moril dan juga tanggungjawab secara hukum, sehingga menjadikan Notaris terikat terhadap tanggungjawab tersebut baik secara moril maupun secara hukum.12

Tugas serta jabatan yang dilaksanakan oleh Notaris bukan sekedar pekerjaan yang diamanatkan oleh undang-undang, akan tetapi lebih dari itu. Hal tersebut merupakan pelaksanaan suatu fungsi sosial yang mempunyai kedudukan yang penting yaitu berkaitan dengan kepercayaan masyarakat.13 Keberadaan Notaris dalam masyakarakat

memberikan jawaban atas persoalan dari masyarakat terkait dengan alat bukti dalam bentuk tertulis yang memiliki kekuatan pembuktian yang oleh undang-undang dikatakan sempurna, dikarenakan bentuknnya yang otentik. Bukti otentik merupakan bukti yang dapat berdiri sendiri tanpa didukung oleh bukti-bukti lainnya.14

Dalam menjalankan kewenangannya, Notaris dituntut untuk bertindak hati-hati serta meneliti fakta-fakta yang relevan berkaitan dengan pertimbangannya yang didasarkan pada aturan hukum yang berlaku saat itu dan mengikat padanya. Berkaitan dengan hal tersebut, Notaris haruslah berpegang pada asas kehati-hatian dalam pembuatan akta. Asas kehati-hatian merupakan asas yang mengharuskan Notaris dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya wajib berhati-hati dan teliti dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat yang dipercayakan kepadanya sebagai pejabat umum. Adapun pemberlakuan asas kehati-hatian dimaksudkan dengan tujuan agar Notaris dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya selalu dalam koridor yang benar sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang, sebagai dasar kewenangan Notaris. Dengan demikian, maka diharapkan agar masyarakat sebagai pengguna jasa Notaris juga memperoleh kepercayaaan yang tinggi terhadap Notaris dan tanpa ragu-ragu meggunakan jasa Notaris sesuai dengan tugas dan wewenangnya.

Prinsip kehati-hatian dalam praktik kenotariatan sangat penting terutama dalam berbagai hal yang mempunyai hubungan dengan proses pembuatan akta otentik oleh Notaris. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan-permasalahan hukum yang berkaitan dengan akta otentik yang dibuat oleh Notaris, yang dikarenakan adanya pihak-pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam hal ini memberikan surat palsu, keterangan palsu dan identitas palsu, untuk dinyatakan di dalam akta otentik yang dibuat oleh Notaris. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu kiranya diatur kembali dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris hal-hal yang mempunyai kaitan dengan pedoman dan juga tuntutan terhadap Notaris untuk bertindak lebih teliti serta cermat dalam menjalankan profesinya berkaitan dengan pembuatan akta otentik.

Prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaannya dapat berupa beberapa hal diantaranya:

  • 1)    Berupaya mencari tahu guna memperoleh pengenalan identitas dari penghadap, hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan serta kepastian tentang pihak yang menghadap atau yang nantinya menjadi subjek perjanjian yang nantinya dibuat oleh atau di hadapan Notaris.

  • 2)    Melakukan tindakan verifikasi yang cermat terhadap data subjek dan objek dari identitas penghadap, hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh kepastian tentang kebenaran pada dokumen yang menjadi dasar bagi Notaris untuk menentukan subjek dalam perjanjian tersebut atau pihak yang menghadap tersebut.

  • 3)    Memberikan jangka waktu yang wajar guna pelaksanaan proses pembuatan akta, hal tersebut dimaksudkan agar dengan adanya jangka waktu tersebut membuat Notaris bisa lebih berhati-hati serta cermat dan teliti dalam pelaksanan pembuatan akta bagi para pihak yang datang menghadap kepada Notaris tersebut.

  • 4)    Selalu bertindak dengan hati-hati, cermat, dan teliti selama proses pembuatan akta, hal tersebut dimaksudkan agar akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris tersebut benar apa adanya dan juga dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak dalam perjanjian tersebut.

  • 5)    Semaksimalkan mungkin berusaha untuk mengutamakan teknik-teknik dan juga syarat-syarat yang berkaitan dengan prosedur pembuatan akta. Hal tersebut dimaksudkan agar dalam proses pembuatan akta oleh atau dihadapan Notaris tersebut terhindar dari cacat-cacat formil, yang nantinya dapat berakibat pada batalnya perjanjian tersebut serta menjadikan akta tersebut tidak bersifat otentik yang dapat merugikan para pihak dalam perjanjian tersebut.

Bentuk-bentuk prinsip kehati-hatian ini merupakan standar yang harus dipenuhi oleh Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, sehingga dengan harapan dalam pembuatan akta oleh Notaris tidak mengakibatkan timbulnya permasalahan hukum dikemudian hari. Oleh karena itu setiap Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya wajib untuk mentaati prinsip tersebut untuk menghindari hal-hal yang bertentangan dengan hukum dan juga merugikan para pihak yang menghadap maupun Notaris itu sendiri.15

  • 3.2    Tanggungjawab Notaris Terhadap Penggunaan Identitias Palsu oleh Penghadap

Prinsip kehati-hatian yang berkaitan dengan permasalahan berupa penghadap yang menggunakan identitas palsu akan sangat relevan untuk dikaji berkaitan dengan bentuk prinsip kehati-hatian yaitu memverifikasi secara cermat data subjek dan objek terhadap identitas penghadap. Hal lebih lanjut yang perlu untuk dikaji berkaitan dengan hal tersebut adalah mengenai makna memverifikasi secara cermat tersebut, serta batasan terhadap hal tersebut. Budi Untung (Majelis Pengawas Notaris Pusat) periode tahun 2015-2018, menyatakan bahwa dalam hal mengenal para penghadap, Notaris dapat menerapkan prinsip kehati-hatian yang dapat diawali dengan meminta warkah asli sebagai syarat dalam pembuatan akta, selanjutnya hal tersebut akan dilihat lebih lanjut yang nantinya akan disesuaikan dengan hal-hal diantaranya perbuatan dan atau tindakan hukum yang akan dilakukan, serta akibat hukum perbuatan tersebut dan yang terakhir ialah solusi dari hal tersebut. Tindakan selanjutnya adalah Notaris melakukan pengecekan dan pencocokan dokumen yang ditunjukan atau perlihatkan oleh pihak yang datang menghadap, selanjutnya barulah membuat akta sebagai pelaksanaan jabatan Notaris.16

Selain itu, menurut Notaris Heri, di dalam hal pembuatan akta otentik oleh Notaris, Notaris harus berpegang pada prinsip kehati-hatian, diantaranya tidak melewati batas

kewenangan yang diberikan oleh undang-undang, prinsip pengenalan terhadap para penghadap, prinsip identifikasi dokumen-dokumen yang disertakan, dokumen tersebut dalam bentuk tertulis, identifikasi tersebut dilakukan terhadap isi serta legalitas dokumen tersebut. Hal sebagaimana tersebut memang secara normatif bukan merupakan tugas Notaris, akan tetapi juga Notaris dituntut untuk tidak semena-mena mengabaikan hal tersebut. Ia mencontohkan soal antisipasi Kartu Tanda Penduduk (KTP) salah satu contoh konkrit adalah dengan mencocokan NIK secara online.17

Bentuk-bentuk prinsip kehati-hatian khususnya mengenai memverifikasi secara cermat data subjek dan objek terhadap identitas penghadap dalam hal ini Kartu Tanda Penduduk (KTP) memang tidak secara spesifik diatur ataupun ditegaskan dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, sebagai hal yang diwajibkan bagi Notaris dalam menjalankan tugas serta wewenangnya. Dengan kata lain hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris belum mampu memberikan batasan yang jelas dan pasti sejauh mana prinsip kehati-hatian itu perlu diterapkan oleh seorang Notaris berkaitan dengan pembuatan akta otentik mengenai bentuk nyata Memverifikasi secara cermat data subjek dan objek terhadap identitas penghadap. Dengan demikian, Notaris dapat terikat secara hukum terhadap hal tesebut dan tidak hanya terikat secara etika dan moril. Oleh karena itu, Notaris tidak diwajibkan secara hukum untuk melakukan hal tersebut, melainkan jika Notaris beritikad baik untuk melakukan hal tersebut maka secara tidak langsung Notaris telah tunduk pada ketentuan yang mengikatnya walaupun hanya sebatas moril.

Dalam UUJN, Pasal yang mengatur terkait dengan prinsip kehati-hatian hanya terlihat dari bunyi ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (a) yang pada pokoknya menegaskan bahwa, “dalam menjalankan tugasnya, Notaris diwajibkan untuk bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak serta menjaga kepentingan dari pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”. Bagian penjelasan Pasal tertulis “cukup jelas” sedangkan hal tersebut masih sangat abstrak atau dengan kata lain mempunyai makna yang multi tafsir untuk dapat diartikan ataupun diterapkan. Keberadaan norma dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (a) UUJN dianggap abstrak dan multitafsir dikarenakan tidak adanya tolak ukur serta limitatif sehingga ketentuan tesebut tidak dapat memberikan kepastian hukum terhadap suatu tindakan yang tindakan tersebut sebenarnya telah melawan hukum.

Akan tetapi untuk mencari beban kesalahan atau pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban terkait hal tersebut masih sangat rumit jika hanya berpatokan pada ketentuan tersebut. Untuk menilai apakah kasus penghadap yang menggunakan identitas palsu dapat digolongkan sebagai suatu tindakan dari Notaris yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian ataukah merupakan sebuah tindakan yang sama sekali tidak termasuk dari kewajiban Notaris. Sehingga atas adanya tindakan penggunaan identitias palsu dalam pembuatan akta tersebut terhadap Notaris yang bersangkutan dapat dimintakan pertangungjawaban ataukah tidak, untuk menelusuri hal tersebut, dengan demikian haruslah berangkat dari pendapat-pendapat di atas

yang telah mengkaji lebih dalam tentang bentuk-bentuk konkrit daripada penerapan prinsip kehati-hatian untuk memperoleh suatu kepastian hukum yang dapat dijadikan sebagai patokan.

Notaris tidak diwajibkan untuk bertanggungjawab terhadap isi akta yang dibuatnya apabila ternyata ada penghadap yang menggunakan identitas palsu. Hal tersebut dilatarbelakangi bahwa Notaris hanyalah menuangkan keterangan dan keinginan penghadap dalam akta yang dibuatnya, lebih lanjut mengenai hal tersebut untuk menilai keaslian suatu dokumen juga bukan merupakan kewenangan Notaris. Meskipun demikian Notaris juga harus berhati-hati dalam melaksanakan tugas kewenangannya guna mencegah adanya perbuatan melawan hukum yang merugikan pihak yang beritikad baik serta Notaris itu sendiri.18 Berkaitan dengan hal tersebut jika terjadi demikian apakah tepat untuk dikatakan bahwa Notaris dalam prakteknya dikatakan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, maka perlu kiranya untuk mengkaji lebih lanjut tentang bentuk-bentuk dari prinsip kehati-hatian Notaris, undang-undang jabatan Notaris, baik yang berkaitan dengan kewajiban Notaris, berkaitan dengan pembuatan akta serta prosedur dalam pembuatan akta.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka hal yang tepat yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam kasus penghadap yang menggunakan identitas palsu, merupakan bentuk ketidak diberlakukannya prinsip kehati-hatian oleh Notaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya adalah dilihat selain dari tolak ukur normatif namun juga tolak ukur secara kasuistis. Secara normatif yaitu berupa tindakan mengidentifikasi dokumen berupa penulisan, isi, legalitas. Disamping itu secara kasuistis terlepas dari hal tersebut. Jika dalam kasus penghadap yang mempergunakan identitas palsu tersebut, walaupun si penghadap telah sedemikian rupa menutupi perbuatannya tersebut akan tetapi apabila secara umum ada fakta-fakta yang mendukung Notaris pada umumnya harusnya dapat mengira-ngira bahwa identitias yang diberikan tersebut adalah palsu, akan tetapi oleh Notaris tetap dipergunakan maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan tanpa menerapkan prinsip kehati-hatian. Namun jika dalam faktanya penghadap yang menggunakan identitas palsu dengan tipu muslihat yang secara awam tidak dapat dipahami bahwa identitas yang digunakan adalah palsu sehingga mampu mengelabuhi Notaris, maka tindakan tersebut bukan merupakan akibat daripada tidak diterapkannya prinsip kehati-hatian oleh Notaris.

Berkaitan dengan hal tersebut, dikarenakan belum adanya batasan yang pasti oleh undang-undang, maka dalam hal terjadi kasus penghadap yang menggunakan identitas palsu yang dapat dikategorikan sebagai akibat tidak diberlakukannya prinsip kehati-hatian oleh Notaris, terhadap Notaris yang bersangkutan tidaklah tepat apabila Notaris yang bersangkutan dijatuhi atau dikenakan sanksi. Hal demikian dikarenakan terhadap batasan dalam hal penerapan prinsip-prinsip kehati-hatian oleh Notaris terhadap kasus penghadap yang menggunakan identitas palsu, Notaris hanyalah terikat secara moril dan tidak terikat secara hukum.

Hukum yang jelas dan lengkap dapat membuat Notaris menjalankan atau melaksanaan tugas serta wewenangnya sebagaimana dimakusd dalam Undang-

Undang tentang Jabatan Notaris. Hal tersebut menjadikan Notaris memperoleh suatu kepastian hukum sekaligus perlindungan hukum serta menjadikan patokan yang jelas bagi Notaris dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tersebut, melayani kebutuhan masyarakat akan bukti tertulis yang otentik. Dengan demikian semua tindakan yang diambil atau dilakukan oleh Notaris dapat dinilai secara normatif.

  • 4.    Kesimpulan

Penerapan prinsip kehati-hatian oleh Notaris dalam menghadapi penghadap yang menggunakan identitas palsu dapat berupa tindakan memverifikasi secara cermat data subjek dan objek terhadap identitas penghadap dalam hal ini Kartu Tanda Penduduk (KTP), akan tetapi dikarenakan hal tersebut tidak diatur secara tegas dalam UUJN maka terhadap Notaris yang tidak melakukan verifikasi secara cermat data subjek dan objek terhadap identitas penghadap dalam hal ini Kartu Tanda Penduduk (KTP) tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atau dengan kata lain tidak dapat dikenakan sanksi. Penulis merasa penting kiranya agar dibuatkan suatu aturan yang dapat dengan tegas memberikan penjelasan serta penjabaran lebih lanjut tentang prinsip kehati-hatian oleh Notaris, serta bentuk pelaksanaannya secara konkrit. Pengaturan yang konkrit dan jelas dapat memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi Notaris.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku:

Abdul G. A. (2009). Lembaga Kenotariatan Indonesia Prespektif Hukum dan Etika. Yogyakarta: FH UII Press.

Habib Adji. (2010). Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris, Surabaya: Refika Aditama.

Hartanti S. & Nisya R. (2013). Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris. Yogyakarta: Dunia Cerdas.

Jurnal

Darusman, Y. M. (2016). Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta Otentik dan Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah. ADIL: Jurnal Hukum, 7(1), 36-56.

Fikri A. R, (2018), Penerapan Prinsip Kehati-hatian Notaris Dalam Mengenal Para Penghadap, Jurnal Hukum, 2 (3), 423-440.

Hendra, R. (2012). Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Penghadapnya Mempergunakan Identitas Palsu di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Hukum, 3(1), 1-22.

Kartikosari, H., & Sesung, R. (2017). Pembatasan Jumlah Pembuatan Akta Notaris Oleh Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia. Jurnal Al’Adl, 9(2), 245-262.

Manuaba, P., Bagus, I., Parsa, I. W., Ariawan, K., & Gusti, I. (2018). Prinsip kehati-hatian Notaris dalam membuat akta autentik. Acta Comitas, 3, 59-74.

Rahman, Y. (2017). Limitasi Pertanggungajawaban Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuatnya. Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum, 1-20.

Sumangkut, M. P. P., & Anand, G. (2018). Perbuatan Melawan Hukum Dalam

Peralihan Aset Yayasan Keagamaan Yang Diperoleh Melalui Hibah Bersyarat Tanpa Akta Otentik (Kajian Putusan Nomor 2016 K/Pdt/2013). Al-Adl: Jurnal Hukum, 9(3), 357-377.

Tesis / Disertasi

Topan A. P., (2016). Tanggung Jawab Dan Tanggung Gugat Notaris Atas Minuta Akta Yang Hilang Atau Rusak. Surabaya:Tesis Magister Kenotariatan Universitas Narotama.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris.

Website / Internet

“Waspadai Tuntutan Pidana yang Mungkin Dihadapi Notaris dalam Bertugas” https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a7ae033bc871/waspadai-tuntutan-pidana-yang-mungkindihadapi-Notaris-dalam-bertugas, diakses pada tanggal 28 Oktober 2020.

https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/amp/pr-01304173/sempat-terhenti-kasus-penipuan-ktp-palsu-ditindaklanjuti-434080 diakses pada tanggal 16 Desember 2020.

https://search.hukumonline.com/berita/baca/hol18322/gianyar-sudah-tertutup-untuk-pengangkatan-Notaris-baru?page=2 diakses pada 17 Desember 2020.

65