Kedudukan Hukum Pemilik Jaminan dan Debitur dalam Pendaftaran Hak Tanggungan Yang Terintergrasi Secara Elektronik
on
Vol. 06 No. 01 Maret 2021
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Kedudukan Hukum Pemilik Jaminan dan Debitur dalam Pendaftaran Hak Tanggungan Yang Terintergrasi Secara Elektronik
I Putu Asa Jania1 , I Made Dedy Priyanto2
1Program Magister (S2) Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 6 November 2020 Diterima : 17 Desember 2020
Terbit : 21 Maret 2021
Keywords :
Cyber Notary; Certification;
Electronic Transactions.
Kata kunci:
Cyber Notary; Sertifikasi;
Transaksi elektronik.
Corresponding Author:
I Putu Asa Jania, E-mail: [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2021.v06.i01.p03
Abstract
The purpose of this study is to determine the registration system used if the owner of the mortgage object does not match the debtor, and the validity of the electronic signature in the electronic mortgage certificate. This research method uses normative research methods. The results of this study indicate that with the enactment of Perkaban Number 5 of 2020 concerning the registration of mortgage rights carried out through the HT el system, answering problems related to the absence of norms in registering different mortgage objects on behalf of the debtor, as confirmed in Article 6 paragraph (2) states that the object of security rights as regulated in statutory regulations. In this article regulating all objects of mortgage rights regulated in UUHT Number 4 of 1996. The theory used in this research is the theory of legal discovery by Paul Scolthen. And according to Article 11 paragraph (1) and paragraph (2), Law Number 11 of 2008 concerning ITE, it explains that it has legal force and legal consequences if these principles are fulfilled, and from the other side of Perkaban No. 9 of 2019 regarding HT Registration which is carried out electronically, contained in the General Elucidation of Article 1 Number 11 which states that an electronic signature is a signature made by an e-system which has the same function as a conventional signature and contains an embedded notification relating to other electronic information. The notification is used as material for authenticity and confirmation as contained in the ITE Law.
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sistem pendaftaran yang digunakan apabila pemilik obyek hak tanggungan tidak sesuai dengan debitur, dan keabsahan dari tanda tangan elektronik dalam sertifikat hak tanggungan elektronik. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dengan diberlakukanya Perkaban Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pendaftaran hak tanggungan yang dilakukan melalui sistem HT el, menjawab permasalahan terkait kekosongan norma pada pendaftaran objek hak tanggungan yang berbeda nama atas nama debiturnya, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 6 ayat (2) menyatakan bahwa objek hak tanggungan sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam pasal tersebut mengatur megenai
segala objek hak tanggungan diatur dalam UUHT Nomor 4 tahun 1996. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penemuan hukum oleh Paul Scolthen. Dan menurut Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, menjelaskan bahwa memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah apabila terpenuhinya dasar-dasar tersebut, dan dari sisi lain Perkaban No. 9 tahun 2019 tentang Pendaftaran HT yang dilakukan secara Elektronik, termuat di dalam Penjelasan Umum Pasal 1 Angka 11 yang menyatakan bahwa tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang dibuat secara sistem el- yang memiliki fungsi sama dengan tanda tangan konvensional dan berisikan pemberitahuan yang melekat, berkaitan atas informasi elektronik lainya. Pemberitahuan tersebut digunakan sebagai bahan keaslian dan konfirmasi sebagaimana termuat di dalam UU ITE.
Dewasa ini Indonesia menggencarkan program pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan yaitu program pemerataan. Guna menciptakan suatu masyarakat yang sejahtera, adil,dan makmur sesuai dengan implementasi dari Dasar-Dasar Aturan Negara Indonesia yakni Pancasila dan UUD 1945. Untuk memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, para pelaku usaha yaitu baik badan pemerintahan, badan hukum, maupun golongan masyarakat sebagai orang perorangan atau badan hukum. Istilah suatu Bank berperan penting dalam membangun guna menunjang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Tetapi ada saja pelaku usaha berkeinginan untuk mengembangkan suatu usaha-usahanya, tetapi terbatas akan pinjaman atau dana belum memadai. Oleh karena itu dibutuhkan kredit dengan lembaga penjamin yang memberikan perlindungan hukum kepada kreditur maupun debitur. Bank merupakan penyalur dalam sistem perkreditan dan juga sebuah lembaga intermediasi keuangan pada umumnya. Dalam tahapan pemberian kredit umumnya pihak bank selaku kreditur meminta jaminan dari nasabah selaku debitur, agar terciptanya kepastian bagi kreditur dalam rangka pelunasan hutang atau kewajiban debitur tersebut. Ada berbagai macam-macam benda yang bisa dijadikan sebagai jaminan salah satunya adalah tanah, yang selain sebagai tempat untuk hidup kita juga dapat digunakan sebagai obyek jaminan untuk mendapatkan dana dalam berkerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.1 Benda tidak bergerak yang selanjutnya bisa disebut tanah merupakan Obyek Hak Tanggungan (untuk selanjutnya disebut HT) yang di atur di dalam UU Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beseta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut UUHT). UUHT adalah amanat dari UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Diantara berbagai lembaga jaminan yang dikenal di Indonesia, Hak Tanggungan dianggap sebagai lembaga jaminan yang paling disukai
oleh pihak kreditur karena paling aman dan efektif, karena tanah disamping memiliki sifat yang mudah dijual, harganya juga relatif meningkat dari waktu ke waktu dan mempunyai hak yang sulit untuk digelapkan terkait hak istimewa kepada kreditur.2
Keberadaan HT ditetapkan melalui prosedur pembebananya dengan dua cara yaitu,3 tahapan pemberian dalam membuatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disebut APHT) dan tahap dalam mendaftarkan HT yaitu di Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat yang menandakan saat lahirnya HT. Pendaftaran ini adalah penting karena membuktikan saat lahirnya HT yang dibebankan.4 Pada prakteknya pemberian suatu kredit akan dibuatkan dalam bentuk perjanjian kredit yang bersifat mengikat baik kepada kreditur maupun debitur, dimana perjanjian tersebut dapat berupa akta notariil maupun akta dibawah tangan, perjanjian kredit tersebut adalah perjanjian awal atau pokok, dimana terjadi kesepakatan antara debitur dan kreditur berupa hubungan hukum.5 Jenis perjanjian pokok dan perjanjian tambahan ini sangat lumrah dalam dunia kredit perbankan. Dalam hal ini perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk memperoleh fasilitas kredit (perjanjian kredit) sedangkan perjanjian tambahan (accesoir) adalah perjanjian jaminan yang dikaitkan dengan perjanjian pokoknya.6 Pemberian HT adalah untuk jaminan pelunanasan hutang dari debitur kepada kreditur berhubungan dengan perjanjian peminjaman atau kredit yang di perjanjikan. Dengan catatan bahwa benda tersebut yang dimiliki pemegang hak maupun orang lain, bila benda atau obyek tersebut dmiliki pihak lain maka yang turut serta diperjanjikan atau pemilik wajib menandatangani APHT tersebut. Setelah APHT ditandatangani maka harus ditindaklanjuti dengan mendaftar dan mecatatkan pada kantor Pertanahan setempat dimana benda atau obyek tersebut didaftarkan. Penting diingat bahwa asas HT yaitu asas Publisitas dimana HT tersebut lahir pada saat di daftarkan.
Mekanisme pendaftaran HT sebelumnya mengacu pada Pasal 13 dan 14 Undang-Undang Hak Tanggungan dimana HT tersebut dilakukan secara manual.7 Namun pada saat ini dalam rangka guna meningkatkan pelayanan HT guna terpenuhinya asas keterbukaan, kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keterjangkauan guna efektifitas dalam berkembangnya teknologi informasi, perkembangan hukum, kebutuhan
masyarakat maka harus memanfaatkannya agar tata cara pelayanan HT dapat berjalan dengan sistem elektronik (yang selanjutnya disebut HT el-) sehingga dalam pemberlakuanya dapat lebih effisien. Pemerintah melalui Kementrian ATR /Kepala BPN mempunyai terobosan baru yaitu meluncurkan pelayanan pendaftaran tanah yang berlaku secara elektronik, salah satunya adalah HT melalui sistem HT el-. Ini merupakan langkah maju seiring diterbitkannya Perkababan terbaru Nomor 9 tahun 2019 tentang Pendaftaran HT yang dilakukan secara elektronik (Sistem HT–el). Guna implementasi dari HT -el ini dalam meningkatkan pelayanan dan efisiensi pada pelaksanaanya masih ada saja terjadi kasus-kasus yang tidak diinginkan semenjak terjadinya perubahan yang bebasis sistem HT el-, dan efisiensinya di masyarakat sendiri masih awam dengan peraturan terbaru yang diluncurkan oleh Badan Pertanahan Negara (BPN) tersebut. terkait Isu Hukum dalam pendaftaran Hak Tanggungan, dimana ada Kekosongan Norma terkait masalah Pendaftaran Hak Tanggunan Sistem HT -el dalam Pemilik Jaminan berupa Sertifikat Hak Milik atau Jaminanya beda dengan Debitur atau selaku peminjam. Dimana Menurut UU Nomor 4 tahun 1996 tentang HT atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, dengan keberlakuanya bisa didaftarkan, namun pada Pasal 9 ayat 5 Perkaban Nomor 9 tahun 2019 tentang Pendaftaran HT yang dilakukan secara Elektronik tidak bisa didaftarkan dalam kaitanya dengan pendaftaran Hak Tanggungan tersebut, agar menciptakan kepastian hukum terkait pendaftaran HT yang mana seharusnya dapat digunakan Hak Tanggungan konvesional atau sistem HT el.
Berdasarkan uraian masalah di atas maka dibuatlah suatu penelitian dengan mengangkat judul “Kedudukan Hukum Pemilik Jaminan dan Debitur dalam Pendaftaran Hak Tanggungan yang Terintergrasi Secara Elektronik”. Dari penjelasan tersebut di atas maka dapat di tarik 2 (dua) permasalahan yaitu (1) Bagaimana sistem pendaftaran yang digunakan apabila pemilik obyek hak tanggungan tidak sesuai dengan debitur? Dan (2) Bagaimana keabsahan dari tanda tangan elektronik dalam sertifikat hak tanggungan elektronik?
Tujuan umum dari penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan yaitu fokus nya ilmu hukum dalam bidang Kenotariatan terkait Pendaftaran Hak Tanggungan yang dilakukan secara Elektronik. Dan tujuan khusus dari jurnal ini adalah untuk mengetahui Sistem Pendaftaran yang digunakan apabila pemilik obyek Hak Tanggungan tidak sesuai dengan debitur dan keabsahan dari Tanda Tangan Elektronik dalam Sertifikat Hak Tanggungan Elektronik.
Penulisan artikel jurnal ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan dibidang Kenotariatan khususnya mengenai Sistem HT el- serta diharapkan bisa menjadi pengetahuan dan pedoman bagi Notaris serta Masyarakat yang ingin mengetahui Pendaftaran Hak Tanggungan yang dilakukan secara Elektronik.
Setelah melakukan berbagai penelusuran ada beberapa judul artikel jurnal yang berhubungan dengan penelitian jurnal ini, yaitu : Jurnal yang berjudul “Kewenangan dan Tanggungjawab Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Hak Tanggungan secara Elektronik” oleh Shirly Zerlinda Anggraeni, dengan rumusan masalah : (1) kewenangan dan tanggungjawab PPAT dalam
pelaksanaan pendaftaran Hak Tanggungan secara Elektronik?8 Dan Jurnal yang berjudul “Kebijakan Penjamin Tanah Melalui Hak Tanggungan di Indonesia (Studi Penjamin Hak Tanggungan Elektronik di Kabupaten badung Provinsi Bali)” oleh IGA Gangga Santi Dewi, dengan rumusan masalah : (1) bagaimana mekanisme penjamin Hak Tanggungan di Kabupaten Badung Provinsi Bali? dan (2) Apakah perbedaan mekanisme penjamin Hak Tanggungan menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1966 dengan penjamin HT menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 2019?.9 Dari uraian di atas maka adapun perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penelitian yang penulis fokuskan yaitu membahas mengenai Sistem Pendaftaran yang digunakan apabila pemilik obyek hak tanggungan beda nama atas nama debitur dan Keabsahan dari tanda tangan elektronik dalam sertifikat hak tanggungan elektronik.
Suatu kajian dalam bentuk tulisan dengan menggunakan suatu kajian ilmiah dan melakukan penelusuran atau temuan-temuan hukum yang bersangkutan dengan cara mengolah atau menganalisis atas apa yang di teliti. Metode penelitian hukum dapat dibagi menjadi dua (2) yaitu: (1) Penelitian Yuridis normatif adalah suatu penelitian hukum yang berasal dari doktriner atau kepustakaan, fokus dari penelitian ini adalah pada norma-norma hukum (2) Penelitian Yuridis emperis adalah berfungsi melihat atau mengamati hukum yang di terapkan atau yang ada di masyarakat, fokus dari penelitian ini adalah pada kejadian-kejadian yang terjadi di lapangan atau dalam suatu masyarakat.10
Penelitian ini menggunakan penelitian Hukum Normatif yang fokus untuk melakukan kajian terhadap norma-norma hukum.11 Adapun penelitian ini menekankan permasalahan yaitu terdapat Norma Kosong sehubungan dengan Pendaftaran Hak Tanggungan. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Undang-Undang dan Konseptual.12 sumber bahan hukum, yakni Hukum Primer dan Hukum Sekunder.13 Bahan Hukum Primer dan Sekunder digunakan dalam penelitian
kepustakaan ini yakni bahan hukum dikumpulkan dengan cara dokumentasi, membaca dan mengumpulkan peraturan-peraturan yang ada kaitanya dengan studi kepustakaan dengan cara menelaah literatur berupa buku-buku, dan Jurnal hukum.14 Dalam mengolah bahan hukum yang telah terkumpul baik yang didapat dari aturan-aturan terkait maupun buku-buku yang telah dibaca dilakukan dengan teknik analisis, yaitu teknik evaluasi dan teknik argumentasi.
-
3. Hasil Dan Pembahasan
-
3.1. Sistem Pendaftaran yang digunakan apabila pemilik Obyek Hak Tanggungan Tidak sesuai dengan Debitur
-
HT adalah satu-satunya lembaga jaminan yang pembebananya pada hak-hak atas tanah sebagai pelunasan hutang-hutang, sebagaimana di jelaskan dalam UU Nomor 5 tahun 1960 tentang UUPA, objek dari sebuah HT tersebut antaa lain adalah tanah yang pembebananya untuk melunasi hutang-hutang kepada kreditur-kreditur lainnya. Objek dari HT adalah Tanah karena merupakan jaminan yang relatif aman, disamping harga jualnya tinggi dan terus meningkat untuk kedepanya, juga jarang mengalami kemerosotan. Hak Tanggungan lahir apabila adanya Perjanjian Kredit yang dibuat di hadapan Notaris, antara pihak Kreditur dengan pihak Debitur, yaitu berbentuk Akta PPAT atau di Bawah Tangan. dalam Membebankan sebuah Hak Tanggungan harus dibuatkan APHT oleh PPAT yang dalam tujuanya agar pemilik Pemegang Hak atas Tanah dalam proses pembebananya supaya dengan jelas dan tegas dinyatakan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Agar memperoleh kepastian hukum APHT haruslah didaftarkan di badan Pertanahan Setempat. Pemberlakuan Pelayanan dalam Pendaftaran Hak Tanggungan dari Perkaban Nomor 9 tahun 2019 yang terintegrasi secara elektronik. Lebih jelasnya terkait pendaftaran HT el- termuat di dalam Pasal 3 ayat (2) menegaskan “Pendaftaran HT pada ayat (1) dapat diterapkan secara Elektronik seperti sistem Hak Tanggungan Elektronik. Jenis-jenis pendaftaran HT yang dapat di proses melalui sistem Hak Tanggungan Elektronik termuat di dalam Pasal (6) meliputi Pendaftaran HT, peralihan HT, perubahan nama Kreditor; dan, penghapusan HT.
Dewasa ini seiring perkembangan zaman guna memudahkan dalam menunjang Sistem Pelayanan yang berbasis HT –el masih kurang efektif dan efisien dilaksanakan. Dikarenakan terobosan HT el terbaru ini masih kurang dipahami oleh setiap elemen dan perlu diadakan sosialisasi-sosialisasi terlebih dahulu terhadap sistem pendaftaran HT el- tersebut dan untuk mengantisipasi terjadi kasus-kasus yang tidak di inginkan dalam menggunakan sistem pendaftaran HT –el ini. Dalam Sistem terdahulu menggunakan sistem pendaftaran secara manual walaupun mekanismenya lebih rumit dan panjang tetetapi terkait sistem pendaftaranya alurnya lebih mudah dibandingkan menggunakan Sistem Pendaftaran HT el- pada saat ini. Dapat diketahui guna menjawab Isu Hukum yang terdapat kekosongan Norma terkait kasus apabila pemilik obyek Hak Tanggungan tidak sesuai dengan Debitur. Menindaklanjuti Perkaban
Nomor 5 tahun 2017 tentang Pelayanan Informasi Pertanahan melalui sistem el- dan Perkaban Nomor 5 tahun 2020 tentang pendaftaran HT yang dilakukan secara sistem el- menyatakan bahwa :
-
1. Pelayanan pengecekan sertifikat atas tanah mulai tanggal 11 Mei 2020 dilaksanakan secara Elektronik menggunakan username secara Elektronik dan Password PPAT yang bersangkutan.
-
2. Pendaftaran HT seluruhnya dilaksanakan secara sistem el-.
Pada Perkaban Nomor 9 tahun 2019 Pasal 9 ayat (5) mengharuskan syarat antara lain sertifikat Hak atas Tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun harus atas nama Debitur, dalam hal ini harus atas nama Debitur. Hal ini merupakan larangan kepada pembuatan APHT dengan obyek HT yang bukan milik dari Debitur. Sehingga dengan demikian apabila pemberian suatu Hak Tanggungan tidak atas nama Debitur, maka debitur itu sendiri tidak bisa menggunakan pelayanan sistem HT el- tersebut dalam artian harus menggunakan atau dilakukan secara manual. dan pada prakteknya pada saat ini kalau Jaminan Hak Tanggungan Beda Nama atas nama Debitur tidak bisa didaftarkan melalui HT- el. Dengan ditetapkanya Perkaban Nomor 5 Tahun 2020 tetang Pendaftaran HT Yang dilakukan melalui sistem el- padal tanggal 6 April 2020 menjawab permasalahan Kekosongan Norma terkait dengan pendaftaran objek HT yang berbeda nama dengan Debiturnya. Sebagaimana ditegaskan pada Pasal 6 ayat (2) dalam Perkaban tersebut yag menyatakan bahwa “Objek Hak Tanggungan yang dapat diproses dengan pelayanan HT-el merupakan objek Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan”. Dalam Pasal tersebut mengatur mengenai segala objek HT diatur di dalam UUHT Nomor 4 Tahun 1996, guna mengantisipasi Jaminan HT yang tidak sesuai dengan debitur. Solusinya harus didaftarkan secara manual ke BPN setempat. Sejalan dengan pemaparan di atas adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini yang keterkaitanya dengan kekosongan norma diatas yaitu teori penemuan hukum, menurut Paul Scholten istilah penemuan hukum atau rechvinding lebih tepat daripada penerapan hukum dan ciptaan hukum, kemudian menyusul kata-katanya yang mencerminkan apa yang dipikirkan yaitu, hukum itu ada, tetapi masih harus ditemukan, dalam penemuan itulah terdapat yang baru.15
-
3.2. Keabsahan dari tanda tangan elektronik dalam Sertifikat Hak Tanggungan Elektronik
Melonjaknya transaksi elektronik memberi faktor kepada pekembangan pemberkasan dokumen dan signature. Dewasa ini timbul sebuah terobosan baru, yaitu tanda tangan Elektronik (selanjutnya disebut signature el-). Selain untuk meredam kejahatan dan penyalahgunaanya, signature el- ini juga mampu memudahkan dalam progres transaksi bisnis. Pada dasarnya tanda tangan merupakan suatu cara untuk memberikan pengesahan dan berguna sebagai tanda identitas terhadap suatu perjanjian. Seiring perkembangan zaman tanda tangan konvensional bertransformasi menjadi tanda tangan secara elektronik yang mempermudah penggunanya membentuk suatu perjanjian walaupun dengan jarak yang cukup jauh. Tanda tangan el- dapat memberikan solusi praktis dan cepat dalam membuat suatu perjanjian. Tanda
tangan pada umumnya mempunyai arti yang lebih luas yaitu sebagai alat legalisasi dokumen yang ditandatangani sedangkan tanda tangan el- mempunyai arti yang lebih sempit yaitu penerapan sekumpulan teknik-teknik komputer terhadap suatu informasi yang berguna untuk menjaga keamanan dokumen.”Adapun fungsi dari tandan tangan el- yaitu sebagai alat untuk memverifikasi dan mengautentifikasi atas identitas-identitas seorang yang bertandatangan sekaligus juga sebagai terjaminya keutuhan dan keotentikan dari sebuah dokumen. signature el- juga dapat menjelaskan sebuah identitas dari orang yang bertanda tangan yang diverifikasi dan memuat data-data pembuatan tanda tangan el-, dimana dari pembuatan data signature el- tersebut dibuatkan dengan ciri khas yang unik dan hanya menunjuk kepada si penandatangan saja. Disinilah letak satu keunggulan dari sebuah signature el- dibandingkan dengan signature konvensional. Dimana bila terjadi suatu perubahan pada data itu baik tulisan ataupun data-data maka signature el- dipastikan tidak lagi valid. Proses ini tentunya untuk ke depanya jika terjadi kesalahan atau sengketa maka dalam proses pembuktianya lebih mudah dibandingkan dengan signature konvensional.
Tanda tangan dengan menggunakan sistem el- pada umumnya dapat menjadi sebuah pedoman atas perjanjian antara ke dua belah pihak, dengan kata lain identitas yang menggunakan dan intergritas dari suatu akta yang dilekatkan terjamin keabsahanya. Sebuah signature el- ini dapat memberikan suatu kepastian atau sebuah jaminan yang sesuai dengan intergritas dari sebuah akta yang di buat dalam bentuk akta el- dan bisa mencari sebuah identitas seseorang yang bertanda tangan dari sebuah akta el-ini. Signature el- yang belum tersertifikasi maka tidak dapat terjamin keabsahanya, namun dalam penggunaanya sebuah tanda tangan el- yang sudah tersertifikasi dan terverifikasi oleh pihak berwenang, maka bisa dijadikan suatu cara-cara yang aman guna terjaminya keaslian dari dokumen el- ini dan pihak BPN setempat telah mengeluarkan sertifikat el- atau penyelenggaraan sertifikat el- yang mencakup identitas para pihak dan berstatus subyek hukum yang jelas dalam penandatanganan sebuah sertifikat.
Terkait implementasi dari sebuah signature el-, dalam transaksi terdapat dasar hukum yang mengatur yaitu dalam Pasal 1338 KUHPer yang menyatakan antara lain, “segala perjanjian yang dibuat secara sah sesuai dengan UU yang berlaku dan sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan Berkontrak menegaskan “bahwa pihak-pihak yang melalukan perikatan dengan segala perbuatan hukum dan media apapun selama tidak bertentangan dengan UU maka sah dalam pemberlakuanya.
Syarat sahnya suatu persetujuan atau perjanjian yang akan di perikatkan diatur dalam Pasal 1320 KUHPer yaitu :
-
1. Sepakat antara dua belah pihak;
-
2. Cakap hukum untuk melaksanakan perbuatan hukum;
-
3. Adanya objek;
-
4. Kausa yang halal.
Kedudukan tanda tangan el-, dari sebuah dokumen elektronik dapat disahkan oleh para pihak, apabila pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut dapat menjamin isinya dan keauthentikan dari sebuah dokumen dalam keterkaitanya dengan sertifikat Hak Tanggungan yang terintegrasi secara elektronik tersebut dapat terjamin juga
apabila dengan telah dilakukanya tanda tangan elektronik terhadap suatu dokumen maka tidak lagi dapat melakukan perubahan terhadap dokumen akan diketahui melalui suatu sistem tersendiri. Hal inilah yang menjamin keaslian/keabsahan dari surat-surat atau dokumen elektronik yang sudah di tandatangani melalui signature elektronik. Mengenai dokumen el- yang menjadi sarana atau media dalam melakukan tanda tangan elektronik diatur didalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 Jo. UU Republik Indonesia No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi el-
Selanjutnya bila meninjau kekuatan hukum atau keabsahan dari signature el-, menurut hukum di indonesia signature el- diatur di Pasal 1 ayat (12) UU No. 19 tahun 2016 memiliki pengertian signature el- adalah sebuah signature yang dibuat secara sistem el-dan berisikan informasi-informasi Elektronik yang melekat, bersatu, dan berkaitan dengan informasi el- lainya berfungsi sebagai alat konfirmasi dan keaslian. Kedudukan Signature el- adalah bukti kongkrit yang sah dari yang dituangkan di dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 yang menyatakan :
-
1. Signature el- memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah apabila terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut :
-
a. Bahan pembentukan signature el- hanya tertuju pada penandatangan.
-
b. Bahan pembentukan signature el- pada saat progres tandatangan el- hanya tertuju pada kuasa si penandatangan,
-
c. Semua pergantian pada signature el- ketika timbul sesudah waktu tandatangan berhasil dilihat dengan jelas,
-
d. Semua transisi dalam keterangan el- berkaitandengan signature el- tersebut sesudah waktu tandatangan berhasil dilihat dengan jelas,
-
e. Terkandung proses lain yang digunakan guna mengamati orang-orang yang bertanda tangan,
-
f. Terkandung proses terbatas guna sebagai petunjuk yang menandatangan sudah memberikankesepakatan bagi keterangan el- yang melekat.
-
2. Aturan lebih jauh terkait signature el- dalam halnya dijelaskan dalam ayat (1) dijelaskan dengan Permen.
Dari sisi lain dari penjelasan Perkaban No. 9 tahun 2019 tentang Pendaftaran HT yang dilakukan melalui sistem el- terkait hal keabsahan tanda tangan terkait dengan Sertifikat Hak Tanggungan Elektronik termuat di dalam Penjelasan Umum Pasal 1 angka 11 menegaskan bahwa signature el- adalah signature yang dibuat secara sistem el- yang memiliki fungsi sama dengan signature konvensional dan berisikan pemberitahuan-pemberitahuan yang melekat, berkaitan atas informasi el-lainya. Pemberitauan tersebut digunakan sebagai bahan keaslian dan konfirmasi sebagaimana termuat di dalam UUITE. Maka berdasarkan uraian dari UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE dan Perkaban Nomor 9 tahun 2019 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan yang dilakukan secara sistem el-mempunyai kekuatan hukum dan akibat hukum yang mutlak terkait keabsahan signature el- dalam sertifikat Hak Tanggungan Elektronik.
Dengan diberlakukanya Perkaban Nomor 5 tahun 2020 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan yang terintegrasi secara elektronik, pada pasal 6 ayat (2) menjawab kekokongan norma terkait dengan pendaftaran objek HT yang beda nama atas nama debitur, solusi nya adalah harus didaftarkan secara manual ke kantor Pertanahan Setempat yang ditegaskan di dalam UU Nomor 4 tahun 1996, Pasal 13 ayat (1) tentang HT. Bila meninjau dari kekuatan hukum mengenai keabsahan signature el- menurut Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, menjelaskan bahwa memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah apabila terpenuhinya dasar-dasar tersebut, dan dari sisi lain menurut penjelasan Perkaban No. 9 tahun 2019 tentang Pendaftaran HT yang dilakukan secara Elektronik, termuat di dalam Penjelasan Umum Pasal 1 Angka 11. Sehubungan dengan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan untuk BPN setempat mengadakan sosialisasi-sosialiasi terlebih dahulu agar dalam pemberlakuanya lebih efisien dan efektif untuk kedepanya dalam pemberlakuan HT el- tersebut dan sebaiknya pemerintah membentuk lembaga Certifiaction Authority (CA) yang dalam peranya lembaga ini dalam pelaksanaannya transaksi el- dengan menggunakan data el- yang dilakukan oleh yg berkepentingan (para pihak) agar mempunyai payung hukum dan dapat terlakasana dengan efektif. Sesuai dengan topik yang saya angkat di atas perbedaan pemilik jaminan dan debitur dalam pendaftaran HT yang dilakukan secara elektronik dan agar nantinya yg berkepentingan (para pihak) bisa mengurus proses HT nya dengan aturan-aturan yang berlaku pada saat ini dan agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku / Literatur :
Arba, H. M. (2015). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Prakoso, A. (2016). Penemuan Hukum Sistem, Metode, Aliran dan Prosedur dalam menemukan Hukum. Yogyakarta: Pressindo.
Diantha, I. M. P. (2017). Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media Group.
Jurnal :
Anggraeni, S. Z., & Marwanto, M. Kewenangan dan Tanggung Jawab Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 5(2), 261-273.
Adhim, N., Silviana, A., & Govianda, C. (2019). Problematika Pembatalan 605 Sertifikat Tanah Dalam Kawasan Otorita Batam (Studi Putusan Ptun Tanjung Pinang No: 15/G/2014/PTUN-TPI). Law, Development & Justice Review, 2(1), 8-22.
Cahyani, I. A. M. D. S., Usfunan, Y., & Sumardika, I. N. Kepastian Hukum Penyerahan Protokol Notaris Kepada Penerima Protokol. Acta Comitas, 2, 137-150.
Diana, P., Vera, P., Mertha, I. K., & Artha, I. G. (2015). Pertanggung Jawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta Berdasarkan Pemalsuan Surat Oleh Para Pihak. Acta Comitas, 2, 161-172.
Diatmika, I. G. A. O., Atmadja, I. D. G., & Utari, N. K. S. (2014). Perlindungan Hukum Terhadap Jabatan Notaris Berkaitan Dengan Adanya Dugaan Malpraktek Dalam Proses Pembuatan Akta Otentik. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 2(1), 150-160.
Doly, D. (2016). Aspek Hukum Hak Tanggungan Dalam Pelaksanaan Roya. Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan, 2(1), 103-128.
Dewi, I. G. S., & Ardani, M. N. (2020). Kebijakan Penjaminan Tanah Melalui Hak Tanggungan di Indonesia (Studi Penjaminan Hak Tanggungan Elektronik di Kabupaten Badung Provinsi Bali). Law, Development & Justice Review, 3(1), 57-69.
Noviaditya, M. (2010). Perlindungan hukum bagi kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan.
Utami, P. D. Y., Diantha, I. M. P., & Sarjana, I. M. (2018). Kedudukan Hukum Grosse Akta Pengakuan Hutang Notariil dalam Pemberian Kredit Perbankan. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(1), 201-214.
Winarta, E. N., Wairocana, I. G. N., & Sarjana, I. M. (2017). Hak Pakai Atas Rumah Hunian Warga Negara Asing Dalam Perkawinan Campuran Tanpa Perjanjian Kawin. Acta Comitas, 2, 43-57.
Tesis atau Disertasi :
Nufus, N. H. (2010). Proses Pembebanan Hak Tanggungan Terhadap Tanah Yang Belum Bersertipikat (Studi di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Unit Bekasi Kota) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS DIPONEGORO).
Online/World Wide Web :
Mekanisme Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik. Tersedia di https://www/hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/1t5d78bc-d61c63c/mekanisme-pendaftaran-hak-tanggungan-secara-elektronik/. Di akses 15 Desember 2020, pukul 09.00 WITA.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952)
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 686)
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 349)
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2017 tentang layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 612)
40
Discussion and feedback