Pencoretan Hak Tanggungan Dengan Akta Konsen Roya
on
Vol. 06 No. 01 Maret 2021
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Ni Putu Erna Valentini1, Pande Yogantara2
1 Program Studi Magister (S2) Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Keywords :
Deletion; Mortgage right;
Concent Roya
Kata kunci:
Pencoretan; Hak Tanggungan;
Konsen Roya
Corresponding Author:
Ni Putu Erna Valentini, Email: [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2021.v06.i01.p02
Abstract
This article aims to review the legal basis of the concent roya deed and the legal force of the concession deed as the basis for withdrawal of the Mortgage Rights at the Land Agency Office. The writing of this article uses a normative legal research method with a statues approach, which examines the laws and regulations that are related to the legal issues taken and a conceptual approach, namely an approach that comes from views and doctrines in legal science such as books with a discussion of mortgage rights, notary law, and legal journals. The results showed the legal basis for making the Concent of Roya Deed is to refer to the provisions of Regulation of the Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia Number 1 of 2010 on the requirements for the elimination of mortgage rights and Article 15 paragraph 1 Law of the Republic of Indonesia Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning Notary Position. The consent of roya deed only as a formil function of the existence of a legal act and as a condition of orderly administration write-off of the removal of the mortgage rights so that the legal force of it, cannot be equated with the executorial power attached to the certificate of mortgage.
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji dasar hukum dibuatnya akta konsen roya dan kekuatan hukum dari akta konsen roya sebagai dasar pencoretan atas hapusnya Hak Tanggungan di Kantor Badan Pertanahan. Penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan yaitu menelaah peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan isu hukum yang diambil dan pendekatan konseptual yaitu pendekatan yang berasal dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin dalam ilmu hukum seperti buku dengan pembahasan tentang hak tanggungan, hukum kenotariatan, dan jurnal hukum. Hasil penelitian menunjukan bahwa dasar hukum dibuatnya akta konsen roya adalah merujuk ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 pada persyaratan penghapusan hak tanggungan dan Pasal 15 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Akta konsen roya hanya sebagai fungsi formil dan syarat tertib administrasi pencoretan hapusnya hak tanggungan sehingga kekuatan hukumnya tidak dapat disamakan dengan kekuatan eksekutorial pada sertifikat hak tanggungan.
-
1. Pendahuluan
Pesatnya kebutuhan atas penggunaan uang di masyarakat tentu dibutuhkan sebuah lembaga keuangan sebagai perantaranya. Salah satu lembaga perantara keuangan tersebut adalah perbankan. Perbankan memiliki peran yang penting untuk menunjang aktifitas perekonomian. Adapun peran itu antara lain menghimpun dana masyarakat dimana untuk sementara dana-dana itu disimpan melalui giro, tabungan maupun deposito. Dana tersebut kemudian dikelola untuk dapat disalurkan kembali kepada masyarakat umum yang memerlukan bantuan dana. Kegiatan pokok yang dilakukan Bank yaitu pembiayaan dana dengan bentuk kredit. Kredit disini ditentukan pada “Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan” yaitu1:
“penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Pembiayaan dalam bentuk kredit pada perbankan merupakan salah satu usaha bank konvensional, yang mana dananya dipergunakan untuk keperluan anggota masyarakatnya. Dalam pelaksanaan pembiayaan kredit tersebut, bank wajib untuk menjalankanya dengan prinsip kehati-hatian terutama pada saat proses penilaian terhadap calon nasabahnya yakni dalam penilaian terhadap agunan yang digunakan sebagai jaminan kredit. Selain untuk meminimalisir resiko yang mungkin saja terjadi, hal ini juga dilakukan karena pada saat membuat perjanjian kredit, bank biasanya tidak begitu saja mencairkan dananya dengan mudah tanpa memperhatikan jaminan agunan yang digunakan sebagai jaminan kredit oleh debitor. Oleh karena itu, jika bank memberikan kredit kepada debitor, tentunya bank tersebut akan mensyaratkan adanya agunan sebagai jaminan untuk mengamankan kreditnya.
Benda yang paling sering diterima oleh bank sebagai jaminan adalah tanah karena secara ekonomis harga tanah akan semakin tinggi. Pada proses pemberian kredit, persyaratan yang telah ditetapkan oleh bank adalah identitas debitor dan sertipikat asli tanah yang digunakan sebagai jaminan kredit untuk dibebankan hak tanggungan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kedudukan kepada bank sebagai kreditor preferent yang mana pada prinsipnya akan diistimewakan atau didahulukan haknya dibandingkan dengan kreditor lain yang tidak memegang hak tanggungan dalam hal terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitor2. Dibebankannya hak tanggungan pada sertipikat objek tanah sebagai jaminan selain pegikatan perjanjian pokok juga secara bersama dibuatkan pengikatan agunan. Perjanjian pokok yang dimaksud disini adalah perjanjian kredit sedangkan perjanjian atas jaminan disebut dengan perjanjian ikutan (assesoir). Sebagai perjanjian ikutan (assesoir), ada dan hapusnya perjanjian
pokok atau perjanjian pendahuluan tersebutlah yang menentukan keberadaan atau eksistensi dari perjanjian jaminan3.
Tanah dengan jaminan hak tanggungan dianggap paling efektif dan mudah untuk proses eksekusiya. Jaminan Hak tanggungan atas tanah ini telah ditentukan pada “pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan” yaitu pada intinya menyatakan suatu jaminan penguasaan terhadap objek tanah dimana penguasaan tersebut ada pihak-pihak yang menguasainya yaitu pihak yang memberi pinjaman (kreditor) menguasai tanahnya secara yuridis dan pihak yang meminjam (debitor) yang menguasai tanahnya secara fisik. Berdasarkan atas sifat dari hak tanggungan yang assesoir yaitu hak tanggungan berkaitan erat atas adanya suatu hutang sebagai jaminan pelunasan dari hak tersebut.
Sertipikat Hak Tanggungan (untuk selanjutnya disebut SHT) atas objek agunan kredit terbit setelah dilakukan pendaftaran di kantor BPN. Hak tanggungan itu bersifat assesoir yaitu hak tanggungan itu ada apabila adanya hutang dengan jaminan sebagai pelunasannya. Piutang yang dimaksud disini adalah perjanjian tambahan sehingga hapusnya hak tanggungan apabila perjanjian pokoknya telah berakhir artinya bahwa hutang debitor telah lunas. Oleh sebab itu apabila utang tersebut telah berakhir karena pelunasan ataupun dikarenakan sebab yang lain, seketika hak tanggungan yang ada pada agunan yang dijaminkan akan menjadi hapus dengan sendirinya. Hak Tanggungan yang sudah selesai atau akan mengalami proses akhir sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (untuk selanjutnya disingkat UUHT) yang menyebutkan bahwa:
Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut :
-
a. Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
-
b. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
-
c. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
-
d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Terhapusnya hak tanggungan berakibat terhadap proses administratif, yaitu dihapuskannya pembebanan hak tanggungan pada sertipikat objek tanah yang dijaminkan berikut juga dibuku tanah oleh Kantor Badan Pertanahan (selanjutnya disebut Kantor BPN) yang berwenang atas dasar surat keterangan tertulis tentang dilepaskannya Hak Tanggungan oleh kreditor kepada debitor terkait dengan pembayaran lunas atas utangnya oleh debitor selaku pemberi hak tanggungan. Hapusnya hak tanggungan bukan karena telah diroya akan tetapi karena hak tanggungan telah hapuslah maka secara administrasi dilanjutkan dengan pelaksanaan roya di Kantor BPN. Secara umum roya berarti pencoretan atas hapusnya hak tanggungan yang membebani agunan yang dijaminkan telah tercatat dan telah tersimpan pada buku tanah. Ini sama dengan halnya Roya Hipotek yaitu bahwa suatu hipotek telah hapus dan proses pencatatannya wajib dilakukan dalam daftar umum
hipotek.4 Hak tanggungan itu ada setelah dilakukan pendaftaran dan terbitnya sertipikat hak tanggungan. Pada saat akan dilakukan roya atau pencoretan, harus menyertakan beberapa dokumen penting seperti sertipikat hak atas tanahnya, SHT dan surat roya yang dikeluarkan oleh kreditor yang menyatakan bahwa debitor telah melunasi utangnya dengan pengembalian agunan yang terikat berupa sertipikat tanah beserta sertipikat hak tanggungan.5
Kebiasaan yang sering terjadi dalam masyarakat yaitu pada saat debitor membayar lunas utangnya kepada kreditor, dengan mendapat surat keterangan roya. Debitor tidak segera melakukan pendaftaran roya di Kantor BPN untuk dilaksanakan pencoretan hapusnya hak tanggungan, yang menyebabkan surat roya dan Sertipikat hak tanggungan yang diberikan oleh pihak Bank hilang. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman debitor akan pentingnya surat roya dan sertipikat hak tanggungan serta kelalaian debitor dalam menyimpannya. Akibatnya sudah pasti memberikan kerugian sendiri kepada debitor karena seakan-akan debitor masih mempunyai utang dibank tempat dia meminjam uang dengan jaminan yang didaftarkan hak tanggungan, padahal nyatanya utang tersebut telah lunas dibayar hanya saja secara administrasi pencoretannya belum dilakukan. Hilangnya sertipikat hak tanggungan tersebut mengakibatkan peroyaan tidak dapat dilakukan. Sertipikat tanah yang masih dibebankan hak tanggunganpun tidak dapat dilakukan proses jual beli kembali ataupun perbuatan hukum lainnya apabila belum di roya. Maka dari itu untuk menggantikan SHT yang hilang tersebut, kantor BPN mensyaratkan untuk melampirkan Akta Konsen Roya dalam bentuk akta autentik notaris. Walaupun didalam prakteknya akta konsen roya ini diakui keberadaanya tetapi apabila dilihat dari perspektif aturan norma hukumnya akta konsen roya ini tidak ada peraturan maupun undang-undang yang secara khusus mengaturnya. Maka dari itu pemasalahan hukum ini sangatlah layak untuk dikaji, 1) Apa yang menjadi dasar hukum dibuatnya akta konsen roya dan 2) Bagaimanakah kekuatan hukum akta konsen roya yang dibuat oleh notaris. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dasar hukum dibuatnya akta konsen roya dan kekuatan hukum dari akta konsen roya sebagai dasar pencoretan atas hapusnya Hak Tanggungan di BPN.
Sebelumnya terdapat penelitian oleh Sulasningsih yang berjudul “Pencoretan Hak Tanggungan Pada Sertipikat Hak Milik Dalam Hal Sertipikat Hak Tanggungan Hilang di Kabupaten Kampar”, yang membahas mengenai proses pembuatan dan pencoretan akta konsen roya serta akibat hukum hilangnya sertipikat hak tanggungan6, kemudian terdapat penelitian oleh Ony Hamzah berjudul “Analisis Kedudukan akta Konsen Roya Sebagai Pengganti Sertipikat Hak Tanggungan Yang Hilang” membahas mengenai kedudukan akta konsen roya sebagai pengganti sertipikat hak tanggungan
yang hilang7, dan terdapat penelitian oleh David Setiawan yang berjudul “Kedudukan Hukum Akta Pernyataan dan Kuasa Untuk Roya (Konsen Roya) Dalam Proses Lelang” yang membahas tentang penggunaan akta pernyataan dan kuasa digunakan untuk meroya dalam proses lelang8. Ketiga penelitian tersebut memiliki fokus bahasan yang cukup berbeda dengan penelitian ini dikarenakan secara spesifik lebih mengkaji mengenai dasar hukum dan kekuatan hukum dari akta konsen roya sehingga memiliki kebaharuan jika dibandingkan tulisan sebelumnya.
-
2. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini dilakukan atas dasar adanya kekosongan norma didalam peraturan perundang-undangan mengenai pencoretan atas hapusnya hak tanggungan dengan akta konsen roya. Pendekatan perundang-undangan (statues approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach) adalah jenis pendekatan yang dipakai pada penelitian ini. Melalui penelitian kepustakaan yaitu berasal dari bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang-undangan khususnya UUHT dan UUJN-P, bahan hukum sekunder yaitu buku dengan pembahasan tentang hak tanggungan, hukum kenotariatan, jurnal hukum dan artikel hukum sebagai bahan hukum tersier misalnya yang berasal dari website dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Terhadap teknik menganalisis bahan-bahan hukum penelitian ini yaitu mendeskripsikan yang menjadi pokok permasalahanya, kemudian menerangkan masalahnya(eksplanasi), dilanjutkan dengan mengevaluasi permasalahan dari bahan-bahan hukum yang ada hubunganya dengan masalah yang sedang dikaji serta memberikan pemaparan(argumen/pendapat) dari hasil evaluasi tersebut sampai diperoleh kesimpulan akhir mengenai permasalahan yang dikaji.
-
3. Hasil Dan Pembahasan
Pada hak tanggungan tentunya mengenal istilah roya yang berarti pencoretan catatan hapusnya hak tanggungan. Proses pencoretan ini dilakukan setelah permohonan roya diajukan untuk jangka waktu 7(tujuh) hari kerja. Dalam hal sertifikat tersebut hilang akibat kelalaian pemegang hak dimana terhadap hutang debitor telah dilakukan pelunasan akan tetapi belum dilakukan proses roya maka akan dibuatkan akta konsen roya secara autentik. Akta konsen roya adalah satu dari sekian banyaknya akta autentik, dibuatkan notaris berdasarkan permohonan pemegang hak tanggungan yang isinya SHT yang ada pada kuasanya tidak diketahui keberadaanya atau telah hilang. Lain halnya dengan sertipikat hak tanggungan yang merupakan jaminan pelunasan atas suatu utang dan tidak semua masyarakat mengerti tentang ini. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal sertipikat hak atas tanah yang apabila sertipikat tersebut hilang ataupun lenyap dapat diterbitkan sertipikat baru untuk menggantikannya. Oleh
karena itu, adanya konsen roya notaris ini berfungsi untuk pemenuhan persyaratan yang diminta sebagai dasar pencoretan catatan HT. Proses roya dengan akta konsen roya dilaksanakan dengan merujuk kepada “Pasal 122 Ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional” :
-
(1) Pendaftaran hapusnya hak tanggungan yang disebabkan oleh hapusnya utang yang dijaminkan dilakukan berdasarkan :
-
a. pernyataan dari kreditor bahwa utang yang dijamin dengan hak tanggungan itu sudah hapus atau sudah dibayar lunas, yang dituangkan dalam akta autentik atau dalam surat pernyataan dibawah tangan, atau
-
b. tanda bukti pembayaranpelunasan utang yang dikeluarkan oleh orang yang berwenang menerima pembayaran tersebut, atau
-
c. kutipan risalah lelang objek hak tanggungan disertai dengan pernyataan dari kreditor bahwa pihaknya melepaskan hak tanggungan untuk jumlah yang melebihi hasil lelang yang dituangkan dalam surat pernyataan di bawah tangan.
Dengan demikian, pada huruf a diatas secara tersirat dapat dijelaskan bahwa akta konsen royalah yang dimaksud dalam syarat untuk melakukan roya oleh kantor BPN, bahwa surat tersebut berisi keterangan dari kreditor jika utang dari debitor sudah lunas atau sudah hapus yang dimuat dalam akta autentik ataupun surat pernyataan yang dibuat secara dibawah tangan. Selain itu dimintanya akta konsen roya juga menjadi salah satu syarat untuk melakukan roya oleh kantor BPN seperti yang disebutkan pada “Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan” tanggal 25 Januari 2010 pada lampiran II bagian penghapusan hak tanggungan atau roya dengan persyaratan sebagai berikut: 9
-
1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya diatas materai cukup
-
2. Surat Kuasa apabila dikuasakan
-
3. Fotocopy identitas pemohon (KTP,KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
-
4. Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, bagi badan hukum
-
5. Sertipikat tanah dan sertipikat hak tanggungan dan atau konsen roya jika sertipikat hak tanggungan hilang
-
6. Surat roya/keterangan lunas/pelunasan hutang dari kreditur
-
7. Fotocopy pemberi HT (debitor), penerima HT (kreditur) dan atau kuasanya yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket.
Pada syarat nomor 5 diatas ini, bahwa diketahui istilah akta konsen roya ini ada karena praktik kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Prosedur yang harus dilakukan
untuk menyatakan bahwa SHT tidak ada atau hilang, maka kreditor atau debitor harus membuat laporan Ke Kantor Kepolisian bahwa SHT hilang dengan membawa fotocopy Sertipikat Hak atas tanah. Laporan kehilangan tersebut menjadi dasar dalam membuat akta konsen roya oleh notaris. Dalam praktiknya, Surat tersebut memang dibuat serta penandatanganannya dilakukan dihadapan notaris. Mengingat bahwa notaris adalah pejabat yang diangkat oleh Negara yang diberi wewenang oleh aturan hukum untuk dilaksanakannya sebagian dari tugas negara dalam hukum perdata, tugas tersebut adalah pembuatan akta autentik sebagai sempurnanya sebuah alat bukti10. Adapun wewenang notaris yang dimaksud disini yaitu dibuatnya akta secara autentik, ini tersirat pada “Pasal 15 Ayat (1) UUJN-P yang bunyinya Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.
Mengacu terhadap ketentuan tersebut, apabila dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan maka Notaris secara hukum berwenang membuat Akta Konsen Roya untuk menggantikan SHT yang hilang. Kewenangan notaris dalam pembuatan akta autentik memberikan peran sendiri untuk setiap akta yang dibuatnya seperti halnya akta konsen roya. Meskipun apabila diamati akta konsen roya ini lebih mengarah ke persoalan yang berkaitan dengan tanah sehingga secara logika kantor BPN atau PPAT yang lebih tepat menerbitkannya namun hal ini bukanlah menjadi alasan notaris tidak dapat membuat aktanya karena notaris berdasarkan peraturan yang berlaku berwenang membuat akta terkait dengan tanah sepanjang kewenangan tersebut tidak ditugaskan ke pejabat lain dalam hal ini PPAT. Selain itu, oleh karena peraturan yang mengatur secara spesifik mengenai hilangnya sertipikat hak tanggungan belum ada maka notaris membuat akta konsen roya berdasarkan kewenangan yang dimilikinya serta atas kesepakatan semua pihak yang terkait yaitu Badan Pertanahan, Notaris dan pemegang hak tanggungan sebagai persyaratan terlaksananya proses roya di Kantor BPN.
Pencoretan atas hapusnya Hak Tanggungan berdasarkan akta konsen roya yang dibuat notaris dan yang dilaksanakan oleh kantor BPN pada intinya adalah sama, yaitu menjelaskan bahwa kredit debitur telah dibayar lunas sehingga secara seketika hak tanggungan yang melekat hapus, oleh sebab itu perlu dilakukan pencoretan atas hapusnya hak tanggungan tersebut. Dibuatnya akta konsen roya secara autentik merupakan formulasi kebijakan yang dapat memberikan kemudahan dan kemanfaatan kepada pemegang hak. Adapun kemanfaatan tersebut adalah berguna sebagai solusi pengganti SHT yang hilang sebagai syarat roya di kantor BPN. Akibat hukum yang muncul dari pencoretan atas hapusnya hak tanggungan terhadap sertipikat yang dijaminkan adalah bahwa dengan telah dilakukanya pencoretan atau roya maka hal tersebut secara tidak langsung diketahui oleh publik sekaligus secara otomatis masyarakatpun akan mengetahui tanah yang telah terbebani hak tanggungan
sebelumnya kini telah kembali dalam keadaan bersih tanpa adanya hak tanggungan. Selain itu roya ini fungsinya hanyalah demi kelancaran ketertiban administrasi pada kantor BPN.11
Akta merupakan suatu surat yang memuat keterangan mengenai fakta hukum peristiwa atau tindakan disertai dengan tanda tangan yang berfungsi sebagai alat bukti, untuk digunakan pihak yang mengkehendaki terbuatnya surat tersebut. Akta memiliki dua fungsi yaitu sebagai fungsi formal dan akta fungsinya sebagai alat bukti. Fungsi formal akta yaitu suatu akta akan menjadi lengkap apabila didalamnya terkandung fakta atas perbuatan hukum dan fungsi akta sebagai alat bukti bertujuan untuk alat pembuktian dikemudian hari bagi para pihak yang terikat. Pada “Pasal 1867 KUHPerdata menentukan : Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan autentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan”
Jika dilihat dari ketentuan diatas dapat penulis simpulkan terdapat 2(dua) macam akta diantaranya, akta autentik yaitu dibuatnya akta oleh pejabat umum berdasarkan undang-undang yang berlaku serta mencatat apa yang diminta untuk dituangkan kedalam sebuah akta sedangkan akta bawah tangan adalah pembuatan dan penandatanganan akta dimana para pihak sendiri yang melakukannya tanpa adanya bantuan dari notaris. Tulisan dalam bentuk autentik maupun tulisan dalam bentuk dibawah tangan adalah merupakan penentu didalam suatu pembuktian. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa :
“Akta autentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan seorang pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”
Ketentuan diatas mengandung 2(dua) jenis akta autentik antara lain :12
-
a. Akte Relaas yaitu dibuatnya akta oleh pejabat yang berwenang, berfungsi untuk pembuktian atas adanya suatu fakta dan perbuatan para pihak yang menghadap kehadapan notaris ketika dibuatnya akta tersebut sedangkan isi akte yang dibuat merupakan kesaksian tertulis dari seorang notaris yang mencatat kenyataan dan perbuatan hukum yang dilihatnya pada proses pembuatan akta.
-
b. Akta Para Pihak(Partij) yaitu pembuatan akta dilakukan dihadapan notaris atas dasar keterangan pihak-pihak yang datang kehadapan notaris dimana isinya tentang kehendak mereka selaku para pihak untuk mengadakan suatu perjanjian.
Dari pengertian dua akta diatas maka akta konsen roya masuk kedalam jenis akta partij karena dibuat berdasarkan permohonan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan akan hal itu. Kekuatan pembuktian Akta autentik telah ditentukan pula pada “Pasal 1870 KUHPerdata menentukan ; Suatu akta autentik memberikan di antara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya”. Kekuatan hukum pada akta autentik adalah mengikat dan sempurna maksudnya adalah jika bukti suatu akta autentik yang diajukan telah memenuhi syarat materiil dan syarat formiil maka secara otomatis akan melekat kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna, oleh karenanya kebenaran atas isi dan keterangan yang termuat pada akta itu akan menjadi sebuah aturan yang wajib dilakukan atas apa yang disebutkan dalam akta kepada pihak-pihak yang terikat.
Ada 3(tiga) kekuatan pembuktian yang melekat pada akta autentik, kekuatan pembuktian tersebut yaitu13 :
-
1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah (uitwendige bewijskracht)
Pembuktian akta autentik Notaris dari segi lahiriah, adalah bahwa akta tersebut haruslah benar-benar berdasarkan keterangan atau kehendak dari para pihak atau apa adanya tidak dari ada apanya. Apabila ada yang menentang bahwa akta autentik yang dibuat notaris tidak sesuai kebenarannya sebagai syarat sebuah akta, maka orang tersebut diwajibkan untuk memberikan bukti bahwa apa yang disangka terkait dengan akta tersebut bukan merupakan akta autentik secara lahiriah.
-
2. Kekuatan Pembuktian Formil (formele bewijskracht)
Nilai pembuktian akta autentik dari segi formil yaitu akta notaris haruslah menjamin kepastian akan suatu peristiwa dan kebenaran fakta, dan pada akta tersebut harus dengan benar dibuat oleh notaris atau didalam akta yang dibuat harus memuat keterangan yang benar dan dikehendaki dari pihak-pihak yang datang dihadapan notaris berdasarkan atas peraturan perundang-undangn yang berlaku. Secara formal yang dimaksud adalah untuk membuktikan kepastian dan kebenaran tentang para pihak yang menghadap, tanggal, hari, bulan, tahun, waktu (pukul) meghadap, tandatangan dan paraf para pihak yang terikat, saksi-saksi serta notaris, dan memberikan bukti mengenai hal-hal yang disaksikan, didengardan dilihat notaris sekaligus menuliskan atau mencatat keterangan yang diterangkan para pihak yang hadir sebagai penghadap.
-
3. Kekuatan Pembuktian Materiil (materiele bewijskracht)
Nilai pembuktian Akta Autentik dari segi Materiil adalah kepastian tentang isi pokok suatu akta, karena semua hal-hal yangtertuang didalam akta adalah suatu pembuktian yang sah berlaku kepada pihak terkait yang berhak secara umum atau para pihak yang membuat akta terkecuali dapat dibuktikan
sebaliknya. Keterangan mengenai kehendak para pihak dengan menyampaikan apa yang menjadi kehendaknya kehadapan notaris kemudian dituangkan dan dimuat kedalam akta atau keterangan yang termuat dalam akta pejabat atau akta berita acara wajib dinilai bahwa atas keterangan yang disampaikan oleh para pihak yang berkehendak adalah benar. Apabila nantinya semua keterangan yang disampaikan oleh para penghadap dinyatakan terbukti tidak benar, maka akan menjadi resiko yang harus dipertanggungjawabkan oleh para pihak sendiri. Terlepas dengan hal tersebut maka dapat dikatakan isi akta Notaris mempunyai atau menjamin kepastian bagi para pihak bahwa tidak hanya sekedar memberikan keterangan dan datang ke hadapan notaris akan tetapi juga membuktian bahwa mereka juga telah melakukan seperti apa yang tercantum dalam materi akta.
Akta Notaris dapat dikatakan telah memenuhi unsur-unsur sebagai akta autentik jika bentuknya telah sesuai dengan ketentuan Pasal 38 UUJN-P yaitu terdiri dari awalan akta, badan akta dan penutup akta. Ketentuan peraturan perundang-undanganlah yang menentukan keberadaan akta autentik sebagai alat bukti untuk perbuatan hukum tertentu seperti halnya akta konsen roya. Dibuatnya akta konsen roya dalam bentuk akta autentik untuk membuktikan suatu perbuatan hukum yang dijadikan sebagai dasar dilakukanya pencoretan hak tanggungan sebagai penganti SHT yang hilang. Pencoretan hak tanggungan pada prinsipnya adalah untuk kepentingan administrasi. Berbeda halnya dengan SHT, keberadaanya adalah sebagai bukti adanya hak tanggungan.
Terbitnya SHT adalah menjadi akhir dari kegiatan pendaftaran hak tanggungan fungsinya untuk memberikan rasa aman dalam bentuk perlindungan dan kepastian hukum kepada kreditor sebagai pemegang hak tanggungan. Penerbitan dan tercatatnya nama kreditor pada sertifikat hak tanggungan bertujuan untuk memberikan bukti bahwa kreditorlah sebagai pemegang hak tanggungan terhadap tanah yang dijaminkan debitor. SHT terdiri dari beberapa dokumen yang menjadi satu bagian yaitu salinan APHT dan buku atas tanah yang digabung untuk dijadikan satu dokumen. Dengan dicantumkannya irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Gunanya untuk menegaskan bahwa SHT tersebut melekat kekuatan eksekutorial yang artinya kekuatan hukumnya dipersamakan dengan putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum yang telah incracht14. SHT juga berlaku sebagai pengganti grosse acta. Sedangkan akta konsen roya dibuat tidak hanya untuk sahnya suatu perbuatan hukum tetapi juga untuk sempurnanya perbuatan hukum sebagai fungsi formil dari sebuah akta didalam pelaksanaan proses roya di Kantor BPN. Kedudukan akta konsen roya tidak dapat di samakan dengan SHT. Akta konsen roya hanya sebagai pengganti dari SHT yang hilang sedangkan SHT memiliki kekuatan eksekutorial. Dibuatnya akta konsen roya adalah sebagai syarat melaksanakan tertib administrasi di kantor BPN. Hal ini berarti bahwa kekuatan mengikat dari sebuah akta konsen roya adalah kebiasaan yang diterapkan dalam praktek notaris. Kebiasaan tersebut termasuk sumber hukum formil, dalam konteks ilmu hukum erat kaitannya dengan teori kepastian hukum. Prakteknya dimasyarakat, agar perbuatan hukum mendapat suatu kepastian dibutuhkan
persyaratan yang wajib dilaksanakan. Seperti halnya pembuatan akta konsen roya diperlukan dalam pemenuhan persyaratan yang diwajibkan pada saat proses roya jika SHT hilang pada kantor BPN. Tujuannya adalah sebagai alat pembuktian yang kongkrit bahwasannya utang sudah dibayar lunas dan telah hapus. Selain itu tidak ada peraturan yang mengatur lebih jelas tentang akta konsen roya. hal inilah yang menyebabkan akta konsen roya diterima secara hukum dan digunakan sampai saat ini sebagai konsekuensi dari adanya kewenangan pada notaris.
Dasar hukum dibuatnya akta konsen roya sebagai syarat pencoretan atas hapusnya hak tanggungan dikarenakan SHT telah hilang yaitu dimana akta konsen roya menjadi salah satu syarat untuk melakukan roya oleh kantor BPN sebagaimana ketentuan dalam “Perkaban Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan” tanggal 25 Januari 2010 pada lampiran II bagian penghapusan hak tanggugan/Roya selain peraturan tersebut diatas, pembuatan akta konsen roya dengan akta autentik juga tersirat pada “Pasal 122 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional” yang menentukan bahwa pendaftaran hapusnya hak tanggungan dilakukan atas dasar pernyataan/keterangan dari debitor bahwa utangnya sudah dilunasi pembayarannya dengan pembuatan akta autentik oleh notaris dilakukan berdasarkan kewenanganya yang ditentukan dalam Pasal 15 Ayat (1) UUJN-P, semua pihak baik itu pemegang hak tanggungan, kantor BPN dan notaris telah menyepakati akta konsen roya sebagai syarat pengganti dari SHT yang hilang untuk terlaksananya pencoretan hak tanggungan tersebut. Kekuatan mengikat dari akta konsen roya adalah sebagai syarat formil ada dan sahnya suatu perbuatan hukum yakni sebagai persyaratan melaksanakan roya dan alat bukti bahwa hutang telah dilunasi dan telah hapus. Dibuatnya akta konsen roya adalah sebagai syarat melaksanakan tertib administrasi di kantor BPN dalam hal SHT hilang.
Daftar Pustaka
BUKU
Rachmadi, U., (2016). Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika.
Rudi, I., & Ika, I., (2016). Kedudukan Akta Izin Roya Hak Tanggungan sebagai pengganti sertifikat Hak Tanggungan yang Hilang. Jakarta: Visimedia.
Abdul, W., Mariyadi., & Sunardi., (2017). Penegakan Kode Etik Profesi Notaris. Jakarta: Nirmala Media.
JURNAL.
Kusumaningrat, I. D. G. A. (2019). Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Terhadap Hapusnya Hak Atas Tanah yang Dibebani Hak Tanggungan. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan. 4(2).251-260. DOI:
https://doi.org/10.24843/AC.2019.v04.02.p.08
Syuryani, S. (2018).Pelaksanaan Roya Hak Tanggungan Sebagai Upaya Menjamin Kepastian Hukum di Kantor Pertanahan (BPN) Kota Bukittinggi. Pagaruyuang Law Journal, 2(1), 116-129.
Hamzah, O. (2020).Analisis Kedudukan Akta Konsen Roya Sebagai Pengganti Sertipikat Hak Tanggungan Yang Hilang. Jurnal Hukum dan Kenotariatan, 4(1), 86-103.
Setiawan, D., Gozali, D. S., & Mispansyah, M. (2018). Kedudukan Hukum Akta
Pernyataan dan Kuasa untuk Roya (Konsen Roya) dalam Proses Lelang.Lambung Mangkurat Law Journal, 3(2), 262-278. DOI:
https://doi.org/10.32801/lamlaj.v3i2.89
Purnama, Y. B. (2018).Kewenangan Notaris dalam Membuat Akta Roya Hak Tanggungan. Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam, 21(1), 86-102. DOI: https://doi.org/10.15642/alqanun.2018.21.1.85-100
Sasauw, C. (2015).Tinjauan Yuridis Tentang Kekuatan Mengikat Suatu Akta Notaris. Lex Privatum, 3(1).98-109
TESIS
Ayu, A. (2019).Analisis Yuridis Kedudukan Akta Izin Roya Hak Tanggungan Sebagai Pengganti Sertifikat Hak Tanggungan yang Hilang. Universitas Sumatera Utara.
DISERTASI.
Hanavia, E., & Novianto, W. T. (2017).Eksekusi Hak Tanggungan Berdasarkan Title
Eksekutorial Dalam Sertifikat Hak Tanggungan (Doctoral dissertation, Sebelas Maret University).
SULASNINGSIH, S. (2019).Pencoretan Hak Tanggungan Pada Sertifikat Hak Milik Dalam Hal Sertifikat Hak Tanggungan Hilang Di Kabupaten Kampar.(Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ANDALAS).
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,2009,Burgelijk Wetboek, diterjemahkan Oleh Prof.R.Subekti,SH dan R.Tjitrosudibio, Cetakan ke empatpuluh,Pradnya Paramitha, Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696)
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan
Website resmi:
Lampiran II Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010, Tersedia di https://www.ndaru.net/wp-
content/uploads/PERKBPN_01_2010_SPOPP_lamp2.pdf, akses tanggal 6 Desember 2020 Pukul 13.00 WITA
28
Discussion and feedback