Pertanggungjawaban Direksi Setelah Pemberian Acquit and Discharge
on

Vol. 5 No. 3 Desember 2020
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Pertanggungjawaban Direksi Setelah Pemberian Acquit and Discharge
Suwinto Johan1, Ariawan Ariawan2
1Faculty of Business President University, E-mail: [email protected] 2 Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara E-mail: [email protected]
Info Artikel”
Masuk :”12 Mei 2020
Diterima :”13 Mei 2020
Terbit :” 27 Desember 2020
Keywords :”
Acquit and discharge;
Shareholders Meeting; Director and Board of Commisioner
Kata kunci:”
Acquit and discharge; RUPS;
Direksi dan Dewan Komisaris
Corresponding Author:”
Suwinto Johan, E-mail:
DOI :”
10.24843/AC.2020.v05.i03.p13
Abstract”
This research paper objectives to discuss the acquit and discharge of the managing role by directors and supervising role by board of commissioners of the corporation. The research used a sample of the annual general meeting of shareholders of 32 public listed companies and 1 district court decision against the directors of a finance company on charges of falsifying company documents. This research uses judicial normative research method combined empirical data. The results show that the absence of acquit and discharge of directors and board of commissioners regulated in the limited company law, acquit and discharge are not entirely an agenda at the general meeting of shareholders and directors or board of commissioners can still be held for accountable, even though acquit and discharge have been given at the annual general meeting of shareholders.
“Abstrak”
Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai pelunasan dan pembebasan pertanggungjawaban (acquit and discharge) atas pertanggungjawaban atas pengurusan oleh direksi dan pengawasan yang dilakukan oleh komisaris terhadap perusahaan. Penelitian ini mempergunakan sampel hasil rapat umum pemegang saham (RUPS) pada perusahaan-perusahaan yang telah tercatat sahamnya di bursa efek Indonesia sebanyak 32 perusahaan dan 1 keputusan pengadilan negeri terhadap direksi sebuah perusahaan pembiayaan dengan dakwaan pemalsuan dokumen perusahaan. Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif dikombinasikan dengan data empiris. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya pelunasan dan pertanggungjawaban direksi dan dewan komisaris pada Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pelunasan dan pembebasan tidak sepenuhnya merupakan sebuah agenda pada RUSP dan direksi atau dewan komisaris tetap bisa dituntut pertanggungjawabannya, sekalipun telah diberikan pelunasan dan pembebasan pertanggungjawaban pada RUPS.
Sebuah perseroan terbatas terdapat 3 unsur penting yaitu rapat umum pemegang saham (RUPS), direksi dan dewan komisaris. Perseroan adalah badan hukum wajib mengikuti Undang-Undang No.40/2007, anggaran dasar perusahaan, dan peraturan perundang-undangan lainnya dimana saat ini ada dalam sistem hukum Indonesia. Peraturan diantaranya adalah pengaturan oleh otoritas terkait, seperti lembaga keuangan diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Direksi merupakan unsur penting perseroan yang menjalankan serta bertanggung jawab dalam mengelola kegiatan harian perseroan dan demi pencapaian tujuan perseroan. Hal ini harus sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan yang ada pada ketentuan anggaran dasar serta berhak dan berkewajiban mewakili perseroan dalam bertindak atau berhubungan dengan pihak ketiga dalam membuat perjanjian dan lainnya.1 Dewan komisaris adalah unsur pada perseroan yang memiliki kewajiban dalam mengawasi pengelolaan perseroan secara umum dan juga secara khusus sesuai dengan tujuan perseroan yang tercamtun pada anggaran dasar atau anggaran rumah tangga perusahaan serta memberi nasihat atas kebijakan kebijakan yang akan dan telah oleh direksi dalam menjalankan kegiatan perseroan harian dalam rangka mencapai maksud dan tujuan pendirian perseroan terutama rencana kerja tahunan yang telah disahkan oleh RUPS. (Undang Undang No. 40 / 2007).2 RUPS atau RUPS Luar Biasa merupakan otoritas tertinggi pada struktur sebuah perseroan. RUPS Luar Biasa memiliki wewenang dalam pengangkatan dan penghentian masa jabatan direksi dan anggota daripada dewan komisaris.
Direksi ditunjuk oleh pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk jangka waktu ditentukan sesuai dengan anggaran dasar dengan tugas yang ditentukan melalui RUPS dan anggaran dasar. Sedangkan direktur adalah penamaan terhadap orang (orang-orang) sebagai anggota Direksi suatu Perseroan Terbatas yang diberikan kewenangan atas nama perseroan yang diwakili baik untuk ke dalam maupun ke luar Pengadilan oleh ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas.3
Salah satu tugas direksi dalam menjalankan perusahaan adalah fiduciary duty. Menurut Black Law, Fiduciary Duty adalah a duty to act with the highest degree of honesty and loyalty toward another person and in the best interests of the other person (such as duty that one partner owes to another). 4 Direksi mempunyai peran yang sangat vital bagi perseroan. Direksi
ibarat nyawa bagi perseroan, tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya direksi. 5 Prinsip fiduciary duty terdiri dari duty of care dan duty of loyalty. 6
Pengurusan perseroan oleh direksi tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban selama dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang dan/atau anggaran dasar perseroan, dan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Pertanggungjawaban direksi tidak dapat dimintakan hanya berdasarkan kesalahan dalam memutuskan (mere error of judgement) tetapi harus dibuktikan bahwa direksi tersebut memang benar-benar sudah berbuat kelalain, tidak beritikad baik dan/atau tidak menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab sehingga menimbulkan kerugian bagi Perseroan. 7 Kerugian perusahaan juga harus dapat dibuktikan, bahwa perusahaan mengalami kerugian.
Salah satu bentuk itikad tidak baik adalah faktor adanya benturan kepentingan direksi dalam mengambil sebuah keputusan. Benturan kepentingan adalah faktor internal yaitu merupakan transaksi benturan kepentingan direksi dilakukan di dalam peseroan untuk kepentingan pribadi direksi, sedangkan faktor eksternal merupakan transaksi benturan kepentingan dilakukan oleh direktur demi keuntungan pribadinya sendiri atau kepentingan pihak yang terkait dengannya dan bukan untuk keuntungan atau kepentingan perseroan, melainkan dilakukannya secara diam-diam dan kolusi.8
Selain benturan kepentingan, kepailitan perseroan terbatas juga dapat mengakibatkan pertanggunjawaban daripada direksi. Kepailitan badan hukum perseroan terbatas adalah kepailitan dirinya sendiri bukan kepailitan para pengurusnya, walaupun kepailitan itu terjadi karena adanya kelalaian dari para pengurusnya. Sehingga seharusnya pengurus tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya secara tanggung renteng atas adanya kerugian karena kelalaiannya dan hanya dapat dimintai pertangungjawaban apabila kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan (Pasal 90 ayat (2) UUPT).9 Direksi dapat pula diminta pertanggungjawabannya secara pribadi dalam hal terjadi kepailitan PT apabila kepailitan PT tersebut disebabkan karena kesalahan/kelalaian yang dilakukan Direksi dalam melakukan tugas pengurusan PT sehingga demi hukum akan dijatuhkan beban tanggung jawab pribadi terhadap Direktur yang bersalah/lalai tersebut.10
Direksi dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap korporasi, apabila direksi terbukti melakukan tindakan pidana korupsi pada perusahaan.11
Direksi berwenang dan bertanggungjawab dalam mengelola operasional harian dengan menetapkan kebijakan dan keputusan yang dianggap tepat, dalam batasan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40/2007 dan/atau anggaran dasar perseroan. Pelaksanaan tugas harian perseroan oleh direksi wajib dilaksanakan masing-masing direksi dengan itikad baik dan bertanggungjawab secara penuh.12 Masing-masing direksi memiliki tugas dan tanggungjawab yang telah dialokaskan pada RUPS atau ditentukan terpisah sesuai dengan keputusan RUPS. Pertanggungjawaban unsur-unsur penting dalam perseroan terbatas digambarkan sebagai berikut:
-
1. Pemegang saham
Pemegang saham perseroan bertanggungjawab sebesar jumlah saham yang tercatat atas namanya. Pencatatan nama pemegang saham tercamtun pada daftar pemegang saham di biro efek untuk perusahaan terbuka. Pemegang saham tidak bertanggungjawab melebihi jumlah saham yang dicatat atas namanya. Perseroan bertanggung jawab penuh atas pengikatan dengan pihak lain, yang dibuat atas nama perseroan. Pemegang saham tidak akan bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi jumlah saham yang dicatat atas namanya. (Hal ini diatur pada pasal 3 Undang Undang 40/2007).
-
2. Direksi
Anggota direksi terdiri atas minimum berjumlah dua orang atau bisa lebih, dengan bertanggungjawab terhadap hal-hal yang ditentukan pada RUPS dan Anggaran Dasar, dan berlaku tanggungjawab secara bersama-sama, jika keputuan yang dibuat merupakan kebijakan yang melibatkannya. Masing-masing direksi wajib bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang diderita perseroan apabila yang direksi tersebut bersalah atau terbukti telah lalai dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh AD dan RUPS. (ayat 3 pasal 97 UU 40/2007). Seorang direksi tidak berkewajiban dan diminta pertanggungjawaban atas kerugian yang ditanggung oleh perseroan, apabila direksi tersebut bisa membuktikan bahwa:
-
• kerugian yang terjadi, bisa dibuktikan bukan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan yang bersangkutan dalam menjalankan tugas yang telah ditetapkan.
-
• yang bersangkutan telah menjalankan kepengurusan dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian demi mencapai kepentingan perseroan; dan
-
• keputusan atau kebijakan yang diambil oleh direksi yang bersangkutan telah memenuhi untuk pencapain target yang ditentukan;
-
• tidak menunjukkan terjadinya benturan kepentingan dengan direksi yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung atas kejadian yang mengakibatkan implikasi kerugian pada perseroan;
-
• yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa tindakan pengurusan yang dibuat yang mengakibatkan kerugian; dimana yang bersangkutan telah mengambil kebijakan yang maksimal untuk mencegah kerugian terjadi.
-
3. Komisaris
Dewan Komisaris, baik secara sendiri atau secara bersama-sama, berkewajiban melakukan pengawasan atas keputusan atau kebijakan kepengurusan direksi, dan pelaksanaan kepengurusan harian, baik mengenai perseroan maupun hubungan dengan pihak ketiga, dan memberi saran, nasihat dan peringatan kepada direksi. Setiap anggota daripada dewan komisaris akan ikut bertanggung jawab atas kerugian yang ditanggung oleh perseroan secara pribadi, apabila yang anggota dewan komisaris tersebut dapat dibuktikan lalai dalam menjalankan tugas pengawasannya. (ayat 3 pasal 114 Undang Undang No. 40/2007).
Anggota dewan komisaris dapat diminta pertanggungjawaban atas kerugian yang ditanggung oleh perseroan, kecuali, apabila komisaris yang bersangkutan bisa membuktikan: (ayat 5 pasal 114).
-
• komisaris yang bersangkutan telah melakukan pengawasan dan memberikan peringatan dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian demi kepentingan perseroan dan pengawasan yang ditetapkan pada RUPS perseroan;
-
• tidak memiliki kejadian konflik kepentingan dengan diri direksi baik langsung maupun tidak langsung atas transaksi atau tindakan direksi dalam pengurusan dan kebijakan-kebijakan yang diambil, yang menjadi penyebab timbulnya kerugian; dan
-
• telah memberikan saran-saran dan peringatan kepada direksi terkait untuk pencegahan atas timbul atau berlanjutnya kerugian perseroan. Nasihat ini dapat dibuktikan secara tertulis. Nasihat ini bisa dilakukan sebelum atau sesudah kejadian kerugian.
Direksi akan menjalankan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, sebagaimana ditetapkan pada anggaran dasar (AD) dan rencana kerja tahunan yang telah ditetapkan pada RUPS atau RUPS luar biasa. Jumlah manajemen atau direksi pada sebuah perseroan tergantung pada besaran perseroan terutama dari segi aset dan omzet perusahaan. Jumlah direktur juga tergantung pada pengaturan otoritas pada industri tertentu seperti jumlah direktur minimal 3 orang dan wajib memiliki 1 (satu) komisaris independent untuk perusahaan pembiayaan dengan jumlah aset Rp. 200.000.000.000,-(Dua Ratus Milliar Rupiah) diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam POJK No. 3/POJK.05/2014.
Dalam kejadian pailit pada perseroan diakibatkan oleh kelalaian atau kesalahan yang dilakukan dewan komisaris dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian saran atau nasihat terhadap kegiatan operasional harian yang dijalankan oleh direksi, maka dalam hal jumlah harta perseroan tidak mencukupi untuk menutupi kewajiban pada pihak lain, akibat kepailitan ini, maka masing-masing anggota dewan komisaris yang terbukti lalai dalam menjalankan tugasnya, secara tanggung renteng atau secara bersama-sama ikut bertanggung jawab bersama dengan anggota direksi atas melunasi kewajiban yang belum bisa dilunasi tersebut kepada pihak ketiga. (Ayat 1 Pasal 115 UU 40/2007) Hal-hal tersebut dikecualikan sesuai dengan penjelasan sebelumnya.
Direksi pada perseroan terbatas wajib memberikan laporan tahunan pada RUPS berisikan laporan pertanggungjawaban laporan pertanggungjawaban selama satu tahun yang telah diaudit oleh pihak auditor independen. Pada RUPS, pemegang saham menyatakan menerima laporan pertanggungjawaban dari direksi dan komisaris dalam bentuk pernyataan Acquit and Discharge (pembebasan dan pelunasan) terhadap laporan keuangan tahun sebelumnya. Kalimat pernyataannya pada RUPS pada umumnya berbunyi sebagai berikut:
Mengesahkan Laporan Tahunan termasuk Laporan Keuangan Tahun Buku 2017 yang berakhir pada tanggal 31 Desember 20xx yang diaudit oleh seorang akuntan publik, sebagaimana dimuat dalam laporannya Dengan pendapat “Wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan pada tanggal 31 Desember 20xx, serta aktivitas dan arus kasnya untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik di Indonesia”, serta memberikan pelunasan dan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya (volledig acquit et de charge) kepada para direksi dan dewan komisaris atas tindakan pengurusan dan pengawasan yang telah dilakukan selama Tahun Buku 20xx, sepanjang bukan berupa tindak pidana dan/atau melanggar ketentuan dan prosedur hukum di Republik Indonesia yang berlaku serta tercatat pada Laporan Tahunan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Dengan adanya pembebasan ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa direksi dan dewan komisaris telah terbebas dari segala tuntuntan oleh perseroan maupun oleh pemegang saham selama bukan tindak pidana atau melanggar hukum berlaku.
Syarat kuorum pada sebuah RUPS Tahunan dianggap sah, jika dihadiri oleh minimal lebih dari setengah jumlah atas seluruh saham yang diterbitkan dengan hak suara yang hadir atau terwakili. Keputusan RUPS disetujui oleh lebih dari setengah bagian dan jumlah suara yang dikeluarkan. Undang undang dan/atau anggaran dasar perseroan dapat menetapkan hal-hal yang berbeda.
Apakah pelunasan dan pembebasan tetap diberikan dan dihadiri oleh minimum hak suara yang ditentukan, akan tetapi ada pihak yang tidak menerima hasil keputusan RUPS. Sejauh mana dan sampai kapan direksi atau anggota komisaris harus bertanggungjawab terhadap pengurusan dan pengawasan perusahaan walaupun sudah tidak menjabat lagi?
Pertanggungjawaban hukum oleh direksi PT. Bank Jawa Barat & Banten atas pembelian gedung kantor. Pertanggungjawaban direksi PT dalam pengadaan barang/jasa adalah terhitung selama 1 (satu) tahun buku yang dipertanggungjawabkan di dalam forum RUPS sebagai forum tertinggi di dalam perseroan. Jika laporan pertanggungjawaban tersebut diterima oleh Pemegang Saham, maka direksi tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya lagi, sebaliknya jika pertanggungjawaban ditolak, maka direksi dapat dimintai pertanggung-jawabannya.13 Pertanggungjawaban tersebut
berupa tanggung jawab administratif dan keperdataan berdasarkan Pasal 97 ayat (6) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun, tidak menutup kemungkinan dimintai pertanggungjawaban secara hukum pidana, jika direksi tersebut terbukti telah melakukan tindak pidana (dhi. Membuat keuntungan pribadi dengan melakukan transaksi kepada keluarga-keluarganya atau penggelapan dalam jabatan).
Dua akibat hukum pada direksi yang ditimbulkan oleh pemberian acquit et de charge yaitu : Pertama, apabila memenuhi ketentuan UUPT Tahun 2007 yaitu : Pasal 97, Pasal 100 dan Pasal 101 UUPT Tahun 2007 dan laporan tahunan yang memenuhi Pasal 66 sampai dengan Pasal 69 UUPT Tahun 2007 serta tidak melanggar ketentuan Anggaran Dasar dan RUPS, maka direksi dibebaskan dari gugatan atas perbuatannya atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan dalam menjalankan perseroan pada masa tersebut. Kedua, apabila tanggung jawab Direksi tidak memenuhi ketentuan UUPT Tahun 2007 tersebut dan tidak secara sah memperoleh acquit et de charge, maka Direksi dapat dituntut atas perbuatannya dan di berhentikan oleh RUPS karena telah merugikan Perseroan.14
Direktur lain pada perseroan dan/atau anggota dewan komisaris lain memiliki hak untuk mengajukan gugatan atas nama perseroan, jika terbukti ada anggota direksi yang telah lalai melakukan keputusan dalam kepengurusan perseroan.
Adapun rumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu: apakah direksi bebas dari segala kewajiban setelah diterimanya acquit and discharge? Bagaimana jika di kemudian di hari ditemukan terdapat pelanggaran oleh direksi ketika menjabat baik pelanggaran perdata, pidana maupun pelanggaran lainnya?
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti apakah seorang direksi atau dewan komisaris yang telah diberikan acquit and discharge dapat dimintakan pertanggungjawab, jika ditemukan adanya pelanggaran perdata maupun pidana di kemudian hari.
Banyak penelitian telah dilakukan mengenai pertanggungjawaban direksi sebagai fiduciary duty. Penelitian yang telah ada diantaranya seorang direksi tidak dapat diminta pertanggungjawabannya atas kerugian yang diderita oleh perusahaan, apabila dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.15 Direksi telah melakukan fiduciary dutinya dengan itikad baik.
Dalam hal pemberian acquit et de charge, direksi yang memperoleh acquit et de charge maka akan terbebas sepenuhnya dari seluruh pertanggungjawaban, namun yang perlu dijelaskan bahwa acquit et de charge hanya diberikan terhadap perbuatan yang telah tercermin dalam laporan tahunan dan telah disahkan dalam RUPS. 16 Akan tetapi,
pemberian pembebasan dan pelunasan (release and discharge) tanggungjawab secara formal memiliki kekuatan hukum formal, namun tidak memiliki kekuatan hukum secara material.17
Fokus penelitian selama ini masih pada konflik kepentingan dan kelalaian direksi dalam menjalankan fiduciary duty perseroan terbatas sebagaimana dijelaskan di atas. Penelitian mengenai status pemberian acquit et discharge masih sangat sedikit. Penelitian ini memberikan kejelasan mengenai status acquit et discharge yang diberikan kepada direksi dan komisaris pada setiap Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPS Tahunan) Perseroan Terbatas. Penelitian ini juga membahas mengenai status pemberian acquit et discharge berdaasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Hasil penelitian ini akan memberikan kejelasan kepada organ-organ perseroan dalam menjalankan fiduciary duty.
-
2. metode penelitian
Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif dengan mempelajarai beberapa kejadian empiris. Penelitian ini mempergunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan. 18 Data lapangan merupakan data dari hasil rapat umum pemegang saham. Data sekunder merupakan data atau informasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.19 Data primer yang diperoleh dianalisis secara kualitatif berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Untuk pelaksanaan proses penelitian ini, dimulai mengumpulkan materi yang berkaitan hukum dilakukan dengan prosedur identifikasi materi terkait dan inventarisasi materi pustaka yang berhubungan dengan topik penelitian ini. Inventarisasi materi hukum yang terdiri dari materi hukum primer, materi hukum sekunder dan materi hukum tersier. Materi hukum primer merupakan materi hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan sedang berlaku. Sehubungan dengan itu maka materi hukum primer yang digunakan yakni Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Materi hukum sekunder yakni materi yang memberi penjelasan mengenai materi hukum primer, seperti buku-buku, anggaran dasar perseroan, hasil keputusan rapat umum pemegang saham yang telah ada dan seterusnya. Materi hukum tersier merupakan materi hukum yang memberikan petunjuk sekunder contohnya adalah informasi di internet sebagai tambahan informasi dan data bagi berhubungan dengan topik penulisan.
Penelitian ini mengumpulkan hasil keputusan RUPS pada 32 perusahaan terbuka terutma di industry keuangan untuk pembukuan tahun 2018 yang dilaksanakan selama tahun 2019. Dan satu contoh keputusan pengadilan di pengadilan negeri Jakarta Pusat. Dari 32 perusahaan, dimana 22 perusahaan keuangan yang merupakan bank yang
berstatus terbuka berjumlah 22 bank, 4 perusahaan keuangan non-bank yang berstatus terbuka dan sebanyak 6 perusahaan dari industri non keuangan yakni PT. Astra International, Tbk, PT. Summarecon Agung, Tbk, PT. Citra Development, Tbk; PT. Blue Bird, Tbk; PT. Gudang Garam, Tbk; dan PT. Pakuwon Jati, Tbk.
Tabel 1. Sampel Perusahaan Tbk
Industri |
Perusahaan Terbuka | |
Keuangan |
Bank |
22 |
Non Bank |
4 | |
Non Keuangan |
6 | |
Total |
32 |
Sumber : www.indopremier.com20
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Kewajiban direksi atau dewan komisaris setelah diberikannya acquit and discharge dalam RUPS
-
3.1.1. Jumlah RUPS yang memenuhi persyaratan Kourum
-
-
Dalam pelaksanaan RUPS perseroan sebagaimana diatur dalam anggaran dasar. Pada umumnya, jumlah kehadiran pemegang saham adalah minimum yakni setengah tambah 1 suara. Sehingga sebuah RUPS dikatakan sah, apabila dihadiri oleh setengah pemegang saham secara prosentase tambah 1 suara. Kuorum RUPS ditetapkan berdasarkan pasal 86 UU No. 40 Tahun 2007.
Sehingga sebuah RUPS dapat secara sah diselenggarakan jika dihadiri lebih daripada 50% hak suara pemegang saham. Pada proses ini, semua perhitungan suara, akan dilakukan oleh Biro Efek dan diteliti oleh notaris.
-
3.1.2. Jumlah Pengambilan Keputusan dalam RUPS
Dalam pengambilan keputusan, suara terbanyak adalah suara setengah ditambah 1 suara dari total suara yang hadir. Proses pengambilan keputusan ini diatur pada pasal 87 UU NO. 40 Tahun 2007.
Untuk pengambilan keputusan pada RUPS, akan kembali kepada jenis keputusan yang akan diambil. Untuk pelunasan dan pembebasan pertanggungjawaban, maka keputusan RUPS cukup lebih daripada 50% hak suara yang hadir.
Jika kedua hal di atas terpenuhi maka sebuah perseroan terbatas dapat menyelenggarkan RUPS. Khusus mengenai pertanggungjawaban laporan keuangan di atur pada pasal 60 UU No. 40 Tahun 2007.
-
3.1.3. Hak Pemegang Saham
Sesuai dengan Pasal 61 UU No. 40 Tahun 2007 bahwa setiap pemegang saham masing-masing memiliki hak untuk mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri apabila pemegang saham tersebut dirugikan karena tindakan perseroan yang diambil oleh keputusan RUPS atau dilakukan Direksi dan Komisaris yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar dalam menjalankan perseroan.
Sehingga pemegang saham dapat mengajukan gugatan, jika tidak menerima hasil keputusan RUPS yang ditetapkan pada RUPS. Hal ini tidak mengatur akan kehadiran atau ketidakhadiran pada RUPS yang diselenggarakan. Pemegang saham minoritas tetap bisa melakukan tindakan hukum terhadap direksi sebuah perseroan, jika pemegang saham minoritas menolak menerima laporan yang disajikan oleh direksi pada RUPS, sekalipun hasil RUPS disetujui oleh pemegang saham minoritas.
Selain itu, pada pasal 97 dan pasal 114 diatur bahwa pemegang saham minoritas yang paling sedikit diwakili oleh 1/10 dari jumlah pemegang saham atas nama perseroan dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap direksi dan dewan komisaris. Gugatan terhadap direksi dan dewan komisaris karena kesalahan atau kelalaian menimbulkan kerugian perusahaan.
-
3.1.4. Hasil Keputusan RUPS
Berdasarkan hasil pengumpulan keputusan RUPS pada tahun 2019 untuk pertanggungjawaban pembukuan tahun 2018. Penelitian ini menemukan belum terdapat kalimat persetujuan RUPS yang sama antar perusahaan terbuka maupun pada industri yang sama yakni industri keuangan terutama perbankan.
Ada 1 bank yang di dalam RUPS tidak memberikan pelunasan dan pembebasan pada pertanggungjawaban direksi dan dewan komisaris pada RUPS 2019. Ada 15 perusahaan terbuka yang dihadiri oleh jumlah pemegang saham dengan jumlah kepemilikan saham dibawah 90% dan 18 perusahaan terbuka dihadiri oleh pemegang saham dengan memiliki saham di atas 90%. Berdasarkan pembahasan diatas, maka perusahaan yang tidak dihadiri oleh pemegang saham di atas atau sama dengan 90%, memiliki potensi gugatan oleh pemegang saham sesuai pasal 97 dan pasal 114 UU No. 40 Tahun 2007.
Tabel 2. Ringkasan Keputusan RUPS Perusahaan Terbuka 2019
Kehadiran Pemegang Saham |
Persetujuan Pemegang Saham Untuk Pelunasan dan Pertanggungjawaba n |
Kalimat persetujuan dalam rapat umum pemegang saham tahunan | |||||||||
Memberikan Pelunasan dan Pertanggungj awaban |
Sepenuhnya |
Kepada Direksi dan Dewan Komisaris |
Atas tindakan pengawasan |
Sepanjang bukan merupakan tindakan pidana |
Tidak melanggar ketentuan-ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku |
Tercatat pada laporan keuangan |
Tidak bertentangan dengan Undang Undang | ||||
<90% |
15 |
< 75% |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
>= 75% |
15 |
15 |
4 |
14 |
13 |
3 |
1 |
15 |
2 | ||
>=90% |
18 |
< 75% |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
>= 75% |
16 |
16 |
4 |
16 |
13 |
4 |
0 |
13 |
0 | ||
Tidak Ada |
1 | ||||||||||
Total |
33 |
32 |
31 |
8 |
30 |
26 |
7 |
1 |
28 |
2 |
Semua perusahaan terbuka yang melaksanakan RUPS memiliki keputusan RUPS yang sah jika disetujui oleh pemegang saham di atas 75% (2/3 atau 3 /4) atas hak suara. Hal ini tetap dapat digugat oleh pemegang saham, jika ada ada pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS yang diatur pada pasal 61 UU No. 40/ 2007.
Dari hasil penelitian, tidak semua keputusan pelunasan dan pembebasan pertanggungjawaban mencamtunkan pembebasan sepenuhnya, sepanjang bukan tindakan pidana, tidak melanggar ketentuan-ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku dan tidak bertentang dengan undang-undang. Sehinga keputusan RUPS juga memiliki potensi gugatan terhadap direksi maupun dewan komisaris, jika di kemudian ditemukan pelanggaran yang tidak dibebaskan pada keputusan RUPS. Jika adanya pembebasan perdata dan bukan tindakan pidana, maka direksi dan dewan komisaris dapat dibebaskan dari gugatan, akan tetapi jika tidak disebutkan maka gugatan dapat dilakukan oleh pemegang saham.
-
3.2. Pelanggaran oleh direksi selama menjabat
Dalam pengurusan dan pengawasan perusahaan, seorang direksi atau dewan komisaris dapat melakukan pelanggaran perdata ataupun pidana. Pelanggaran diantaranya:
-
1. Direksi belum mengembalikan fasilitas perusahaan
-
2. Direksi mengambil keputusan seperti
-
a. pengambilalihan perusahaan dan berakibatkan melanggar peraturan KPPU
-
b. investasi yang mengakibatkan pada kerugian perusahaan
-
c. keputusan pengambilan pinjaman yang mengakibatkan kondisi keuangan perusahaan tidak baik.
-
3. Direksi melakukan tindakan pengelapan terhadap harta perseroan
-
4. Direksi melakukan tindakan penipuan mengakibatkan kerugian pada reputasi perseroan
-
5. Direksi melakukan manipulasi data keuangan ataupun transaksi keuangan
Jika hal-hal tersebut dilakukan oleh seorang direksi, maka pemegang saham akan memiliki hak untuk melakukan gugatan pada perusahaan. Gugatan kepada direksi juga dapat dilakukan terhadap dewan komisaris yang dianggap lalai dalam melakukan pengawasan. Jika gugatan tersebut dilakukan, maka pelunasan dan pembebasan pertanggungjawaban pada RUPS akan gugur sebagaimana dibahas diatas.
-
3.3. Contoh Kasus: Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
363/Pid.B./2019/PN Jkt.Pst21
-
3.3.1. Latar Belakang
SNP Finance sebuah perusahaan pembiayaan, dan merupakan bagian daripada Grup Columbia, jaringan ritel yang menawarkan pembelian barang rumah tangga secara
kredit dengan pembiyaan multiguna. Dalam kegiatannya, SNP merupakan perusahaan yang menyokong pembelian barang yang dijual oleh toko-toko Columbia. SNP Finance memiliki sumber pendanaan yang berasal dari perbankan atau surat utang dari non perbankan. Di industri pembiayaan, SNP Finance memiliki total dana pembiayaan yang disalurkannya berjumlah lebih dari Rp5 triliun. SNP Finance menerima pinjaman berupa kredit modal kerja dari 14 bank. Kreditur terbesar adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. SNP Finance menjalin hubungan dengan PT. Bank Mandiri telah lebih 20 tahun. Pada tahun 2016, SNP telah melaksanakan restrukturisasi utang di Bank Mandiri. Pada tahun 2006, Bank Mandiri telah memasukkan SNP Finance dalam kelompok kolektibilitas perhatian khusus berdasarkan ketentuan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan. 22
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan SNP Finance telah menunjukkan itikad tidak baik. Dalam beberapa bulan terakhir, direksi SNP telah mengajukan pailit dan tidak mampu melakukan pembayaran utang kepada Bank Mandiri yang berjumlah Rp. 2 Trilliun.
Sekretaris Perusahaan SNP Finance Ongko Purba Dasuha menyatakan bahwa nilai pinjaman telah diambil dengan total tidak lebih dari Rp4 triliun. PKPU itu terbit pada 4 Mei 2018, setelah ditetapkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam PKPU disebutkan total tagihan SNP Finance mencapai Rp4,07 triliun dari 14 bank sebagai kreditur dengan jaminan Rp2,2 triliun, serta 336 pemegang MTN senilai Rp1,85 triliun. Pada Desember 2017, menurut Sistem Informasi Debitur (SID) Bank Indonesia kategori SNP Finance masih ada di kol 1 dengan status lancar. Akan tetapi, Januari 2018, terjadi peralihan dan di bawah kontrol OJK, yakni Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang kemudian statusnya berubah menjadi kol 2.
Bank Panin telah melakukan laporan kepada Bareskrim terhadap kejadian SNP. Pada awal Agustus 2018, SNP Finance mengajukan pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan rekening koran kepada Bank Panin periode Mei 2016 sampai 2017 dengan plafon kepada debitur sebesar Rp425 miliar. Untuk menyelesaikan kredit macetnya SNP Finance menerbitkan surat utang berbentuk Medium Term Notes (MTN), yang diperingkat oleh Pefindo, lembaga pemeringkat, berdasarkan laporan keuangan yang diaudit oleh KAP DeLoitte. Dua bulan setelahnya, yakni Mei 2018, OJK mengeluarkan sanksi Pembekuan Kegiatan Usaha (PKU) terhadap SNP Finance melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Nomor S-247/NB.2/2018. Dengan diberlakukannya PKPU, maka SNP Finance dilarang melakukan kegiatan usaha pembiayaan. Jika mangkir dari hal itu, maka OJK dapat langsung mengenakan sanksi pencabutan izin usaha.
Selama masa sanksi PKU, SNP Finance juga wajib menyampaikan dan melakukan tindakan korektif. Dengan kondisi itu, OJK akan terus memonitor perkembangan kasus SNP Finance, serta memantau tim audit internal bank yang melakukan investigasi internal dan akan memberikan sanksi jika ada pegawai bank yang terlibat. OJK akan terus berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti Kepolisian dan Kementerian Keuangan untuk penindakan yang diperlukan. OJK juga melarang penerbitan MTN tanpa seizin OJK dan menyiapkan langkah koordinasi dengan
Kemenkeu berkaitan dengan kerja Kantor Akuntan Publik. Kemenkeu menyebut dua akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan dan laporan tahunan PT. Sunprima Nusantara Finance, yakni Akuntan Publik Marlinna dan Merliyana Syamsul telah melanggar standar audit professional yang ada.
Lima orang direksi dan manajer PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) telah diamankan pihak berwajib terkait kasus atas dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen, penggelapan, penipuan, dan pencucian uang dalam aktivitas usahanya sebagai perusahaan pembiayaan (multifinance).
-
3.3.2. Dakwaan
Donni Satria, SE.MM merupakan direktur utama dan Andi Pawelloi merupakan direktur operasional PT. Sunprima Finance, mereka didakwa melakukan tindak pidana “Penipuan dan pencucian uang“ melanggar Kedua : Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPDan Kedua Pertama : Pasal 3 jo Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
-
3.3.3. Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
-
1. Menyatakan Terdakwa Donni Satria, SE, MM dan Terdakwa Andi Pawelloi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana bersama — saa memalsukan surat secara berlanjut;
-
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Donni Satria, SE., MM dan Terdakwa Andi Pawelloi dengan pidana penjara masing-masing selama 3 (tiga) tahun;
-
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalankan para Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari paiada yang dijatuhkan;
-
4. Menetapkan para Terdakwa tetap ditahan.
-
4. Kesimpulan
Pemberian pelunasan dan pertanggungjawaban (acquit et discharge) seorang direksi atau semua anggota direksi dan dewan komisaris tidak yang diatur pada undang undang tentang perseroan terbatas. Pemberian pelunasan dan pembebasan tidak sepenuhnya merupakan sebuah agenda wajib pada RUPS. Pemberian pelunasan dan pembebasan pertanggungjawaban tidak membebaskan sepenuhnya
pertanggungjawaban atas tugas pengurusan dan pengawasan oleh direksi dan komisaris dalam satu periode. Direksi atau dewan komisaris tetap bisa diminta pertanggungjawabannya, sekalipun telah diberikan pelunasan dan pembebasan pertanggungjawaban pada RUPS, jika adanya pemegang saham yang tidak setuju terhadap kinerja perusahaan, memiliki minimal 10% hak suara maupun jika ditemukannya tindakan-tindakan yang melanggar peraturan yang berlaku baik perdata maupun pidana, jika tidak dibebaskan secara secara pada keputusan RUPS.
Daftar Pustaka
Bahan Kuliah
Ariawan, A. (2020). Bahan Kuliah Hukum Perusahaan, Magister Ilmu Hukum, Universitas Tarumanagara
Gunatri, D. N. A, & Sukihana, I. A. (2019). Akibat Hukum Pengaturan ACQUIT ET DE CHARGE terhadap direksi perseroan. Program kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana
Jurnal
Affandhi, F., Nasution, B., Siregar, M., & Mulyadi, M. (2016). Business Judgement Rule Dikaitkan Dengan Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Direksi Badan Usaha Milik Negara Terhadap Keputusan Bisnis Yang Diambil. USU Law Journal, 4(1), h.33.
Akbar, M. G. G. (2016). Business Judgement Rule Sebagai Perlindungan Hukum Bagi Direksi Perseroan Dalam Melakukan Transaksi Bisnis. Jurnal Justisi Ilmu Hukum, 1(1), h.1.
Andani, d. (2018). Release and Discharge Sebagai Tanggungjawab Pribadi Pemegang
Saham Utang BLBI. Lex Renaissance, 1 (3), h. 1
Asmara, R., & Adriawan, D. (2020). Pertanggungjawaban Korporasi Oleh Direksi Terhadap Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Nomor 003/Pidana.Khusus-Tindak Pidana Korupsi/2018. PT. DKI). Jurnal Hukum Adigama, 3 (1), h.407.
Diasamo, I. N. (2019). Tindak Pidana Korporasi Dan Pertanggungjawaban Pidana Direksi.
Lex Crimen, XIII(10), h.78.
Gea, A. F., Hirsanuddin, & Djumardin, (2020). Tanggung Jawab Direksi Atas Terjadinya Pailit Perseroan Terbatas. Journal of Education on Social Science, 4(1), h.83. DOI:https://doi.org/10.24036/jess/vol4-iss1
Isfardiyana, S. H. (2017). Business Judgement Rule Oleh Direksi Perseroan. Jurnal Panorama Hukum, 2(1), h.1.
Johan, S. (2020) Pertanggungjawaban Fiduciary Duty Direksi Perseroan Terbatas. Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Tarumanagara, 20 Oktober 2020, h.92
Johan, S. (2020) Material Adverse Change: An Alternative Solution to Suspension of the Debt Payment. Humaniora, 11 (3), h.211
Lie, G., Saly, J. N., Gunadi, A., & Belakang, L. (2019). Problematik UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan PKPU Terhadap Bank Sebagai Kreditor Separatis. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia, 2(2), h.159.
Marsela. (2016). Benturan Kepentingan Tidak Langsung Oleh Direktur Dalam Mengelola Perseroan Terbatas. Penegakan Hukum, 3(1), h.23.
Raffles. (2020). Tanggungjawab dan Perlindungan Hukum Direksi dalam Pengurusan Perseroan Terbatas. Undang: Jurnal Hukum, 3 (1), h.107. http://doi:10.22437/ujh.3.1.107-137
Setianto, V. Y. (2017). Pertanggungjawaban Pribadi Direksi Pada Perseroan Terbatas Yang Pailit. Mimbar Yustitia, 1 (2), h.202
Setyarini, M. D., Mahendrawati, N.L.M., & Arini, D. G. W. (2019). Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Jurnal Analogi Hukum, 2 (1), h.12
Sihombing, R., Syahrin, A., Hamdan, M., & Siregar, M. (2019) Pertanggungjawaban Hukum Direksi PT. Bank Jawa Barat & Banten Atas Pembelian Gedung Kantor Pada Putusan Mahkamah Agung RI No. 2301K/PID.SUS/2016 Jo. Putusan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Bandung No. 147/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Bdg, USU Law Journal, 7 (5), h.132.
Internet
Keputusan-Keputusan RUPS 2019 Perusahaan Terbuka www. indopremier.com diakses pada 20 Nopember 2020
Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 363/Pid.B./2019/PN Jkt.Pst. Sistem Informasi Penesuluran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat http://sipp.pn-jakartapusat.go.id/list_perkara/search diakses pada tanggal 20 Nopember 2020
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180926143029-78-333372/kronologi-snp-finance-dari-tukang-kredit-ke-tukang-bobol diakses pada tanggal 20 Nopember 2020
Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4756)
600
Discussion and feedback