Vol 5 No 2 Agustus 2020

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Kepastian Hukum Modal Dasar Pendirian Perseroan Terbatas Berdasarkan Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas

Ida Bagus Putra Pratama1, I Made Dedy Priyanto2

1 Program Studi Magister (S2). Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali-Indonesia, Email: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 3 Maret 2020

Diterima : 18 April 2020

Terbit : 19 Agustus 2020

Keywords :

Legal certainty, basic capital, and limited liability company


Kata kunci:

Kepastian Hukum, Modal

Dasar, dan Perseroan

Terbatas

Corresponding Author:

Ida Bagus Putra Pratama, E-mail:

[email protected]

DOI :

10.24843/AC.2020.v05.i02.p11


Abstract

Research on legal certainty the amount of basic capital establishment of limited liability company based on the norms of conflict between article 32 paragraph (1) of the limted liability company law concerning "the limited liability company capital of at least Rp 50,000,000.00" with article 1 paragraph (3) of government regulations The limited liability of the company's capital of limited liability concerning "the founding capital of the company is determined by agreement”. 2 problem are formulated:

hukum pada jumlah modal dasar pendirian PT setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah bentuk dari penyetoran atas modal saham dan modal dasar pendirian PT sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas. Metode penelitian hukum yang dipergunakan ialah metode penelitian hukum normatif mempergunakan pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Penyetoran modal atas saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan bentuk lain berupa benda berwujud tidak bergerak yaitu tanah dan benda tidak berwujud berupa hak tagih; dan pengaturan mengenai modal dasar pendirian yang berlaku dalam pendirian PT adalah Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas.

  • I.    Pendahuluan

Perusahaan merupakan bentuk badan usaha yang dibentuk untuk mendapatkan keuntungan. Perusahaan pada umumnya terdiri dari perusahaan swasta dan perusahaan negara. Perusahaan jika dilihat dari bentuknya ada yang berbadan hukum maupun bukan berbadan hukum. Perusahaan berbentuk badan hukum yang lazim dibentuk oleh masyarakat yang bertujuan mencari profit ialah Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut PT). Keberadaan suatu PT memiliki peran besar terutama didalam memberikan kontribusi bergeraknya kehidupan perekonomian negara.1 Pengertian PT yang ditentukan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut dengan UUPT) “badan hukum persekutuan modal yang didirikan didasarkan modal dasar yang keseluruhnya terbagi dalam saham serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. PT merupakan subjek hukum, dimana PT dapat membuat perjanjian dengan subjek hukum lainnya untuk mendapatkan keuntungan.2 PT didirikan berdasarkan akta notaris, ketetapan Pasal 7 ayat (1) UUPT “perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang dan/atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”.

Terdapat beberapa unsur di dalam PT yaitu :

  • a.    Adanya pemisahan harta kekayaan dari harta pribadi tiap-tiap persero (pemegang saham), guna bertujuan untuk menjadikan sejumlah dana menjadi jaminan terhadap seluruh persekutuan perseroan.

  • b.    Adanya pesero yang tanggungjawabnya terhitung pada jumlah nominal saham yang dipunyai. Namun kesemuanya didalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), merupakan kekuasaan tertinggi dalam kepengurusan perseroan, yang

memiliki kewenangan melantik dan menurunkan Direksi dan Komisaris, selain itu berhak memberlakukan ketentuan kebijakan dalam mengarahkan perusahaan, serta keputusan yang belum ada di dalam Anggaran Dasar dan lain-lainnya.

  • c.    Adanya pengurus (Direksi) serta pengawas (Komisaris) adalah satu komponen pengurus serta pengawasan kepada perseroan serta pada tanggungjawabnya khusus terhadap tugas, yang sebagaimana mesti patut terhadap anggaran dasar dan/atau keputusan RUPS.

Perseroan Terbatas terdapat 3 macam modal antara lain yaitu: modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor, diatur dalam penjelasan Pasal 41 UUPT. Modal dasar merupakan modal keseluruhan, dan sebagai salah satu syarat penting dalam pendirian PT. Modal dasar PT terdiri dari semua nilai nominal saham, diatur dalam ketentuan Pasal 31 ayat (1) UUPT. Modal dasar tersebut jika dilihat dari ketentuan Pasal 32 ayat (1) UUPT “modal dasar perseroan paling rendah Rp. 50.000.000,00,- (lima puluh juta rupiah)”. Sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) UUPT ini diketahui bahwa “modal dasar pendirian PT paling rendah adalah Rp. 50.000.000,00,-“ namun Peraturan Pemerintah mengatur hal yang berbeda terkait dengan jumlah modal dasar menurut Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas) dimana menentukan “Besaran modal dasar Perseroan Terbatas yang diatur pada ayat (1) ditentukan dengan kesepakatan para pendiri Perseroan Terbatas”. Maka atas dasar hal ini, terjadi suatu norma konflik antara Pasal 32 ayat (1) UUPT yang menentukan modal dasar pendirian PT minimal Rp. 50.000.000,00,- dengan Pasal 1 ayat (3) PP Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas yang menentukan modal dasar pendirian PT ditentukan atas dasar kesepakatan oleh para pihak, sebagaimana dari pemaparan tersebut dilakukan penelitian agar mendapatkan kepastian hukum mengenai peraturan perundang-undangan yang diberlakukan untuk modal dasar pendirian PT.

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, dilakukan oleh Yohana Feryna pada tahun 2016, kesepakatan para pihak terhadap perubahan modal dasar perseroan terbatas pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2016 adalah para pendiri Perseroan Terbatas dapat mendirikan Perseroan Terbatas dengan modal dasar dibawah lima puluh juta rupiah dengan ketentuan dalam perjanjian pendirian Perseroan Terbatas tersebut telah mencapai kesesuaian atau disetujui oleh para pihak dalam pendirian Perseroan Terbatas, perubahan pengaturan modal dasar tersebut menimbulkan akibat hukum yaitu tidak adanya perlindungan hukum bagi pihak ketiga dan tidak adanya kepastian hukum.3

Berdasarkan uraian tentang modal dasar dalam pendirian PT di atas maka disusunlah jurnal dengan judul “Kepastian Hukum Modal Dasar Pendirian Perseroan Terbatas Berdasarkan Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas”. Berdasarkan latar belakang disebut sebelumnya, dapat dirumuskan pada 2 rumusan masalah: (1) apakah bentuk dari penyetoran atas modal saham pada ketentuan Pasal

33 UUPT ?, (2) bagaimanakah kepastian hukum jumlah pada modal dasar pendirian PT setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas ?

Penulisan jurnal ini termuat tujuan umum serta tujuan khusus. Tujuan umum yang dimaksud, yakni untuk mengetahui terkait dengan kepastian hukum modal dasar pendirian Perseroan Terbatas berdasarkan Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas. Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui bentuk dari penyetoran atas modal saham PT dan modal dasar pendirian PT sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas.

Manfaat Penelitian ini secara khusus ditujukan kepada notaris, akademisi, mahasiswa, serta masyarakat, serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis. Kemudian bagi notaris penelitian ini dapat dijadikan bahan dalam praktek terkait adanya pihak yang ingin mendirikan PT karena menyangkut mengenai bentuk penyetoran modal atas saham PT dan aturan mengenai jumlah nominal modal dasar PT setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas; bagi akademisi dan mahasiswa ini penelitian ini dapat menjadi bahan penunjang dan/atau untuk menambah pengetahuan dalam bentuk penyetoran modal atas saham PT dan jumlah modal dasar pendirian PT sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas; penelitian ini memberi manfaat bagi masyarakat yang ingin mendirikan PT agar dapat mengetahui mengenai bentuk penyetoran modal atas saham PT dan jumlah modal dasar dalam pendirian PT sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas; dan bagi penulis dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai bentuk penyetoran modal atas saham PT dan jumlah modal dasar pendirian PT sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas serta sebagai persyaratan dalam menyelesaikan studi magister kenotariatan Universitas Udayana.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini mempergunakan metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif ialah teknik menelaah atas peraturan perundang-perundangan yang melihat hierarki perundang-undangan secara vertikal, dan horizontal.4 Penggunaaan metode penelitian hukum normatif ini dikarenakan adanya norma konflik antara Pasal 32 ayat (1) UUPT dengan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam membahas permasalahan yang diteliti, yakni menggunakan pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Penulisan ini mempergunakan bahan hukum, yang terdapat bahan hukum primer dan sekunder serta bahan-bahan hukum lainnya. Bahan hukum primer terdiri atas “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas”, selanjutnya bahan hukum sekunder mencangkup buku serta jurnal hukum yang sesuai terhadap permasalahan, dan bahan lainnya yang

dikumpulkan dari internet. Teknik pengumpulan bahan hukum yang membantu menyelesaikan permasalahan ini ialah teknik sistematisasi bahan hukum primer serta teknik bola salju pada bahan hukum, sekunder serta bahan hukum lainnya. Metode analisis bahan hukum penulisan ini ialah tenik deskriptif yang menjelaskan mengenai peristiwa atau kondisi hukum.5

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Bentuk Dari Penyetoran Atas Modal Saham Pada Ketentuan Pasal 33 UUPT

PT sesuai Pasal 1 angka 1 UUPT “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. Pada PT terdapat 3 macam modal, antara lain :

  • a.    Modal dasar (maatschappelijk capital atau authorized capital atau nominallcapital) ialah semua nilai nominal saham pada perseroan.6 Adanya modal perseroan atau modal dasar disebutkan di dalam akta pendirian/anggaran dasar PT dan ini tidak menggambarkan kekuatan finansial dari suatu PT. Mengenai jumlah dan nilainya saham-saham yang dapat dikeluarkan oleh undang-undang tidak dibatasi. Ketetapan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) “saham-saham PT tersebut berjenis saham atas nama (opnaam) dan saham blangko disebut pula saham untuk atau dikatakan pula saham atas pembawa (aan toonder).”

  • b.    Modal ditempatkan (geplaats capital) ialah bagian dari struktur modal PT. modal ditaruh ialah sejumlah saham yang di ambil oleh pendiri apabila saham yang di ambil ada yang telah lunas dan belum lunas. Maka hal di artikan modal ditempatkan ialah jumlah saham-saham yang di ambil para pendiri, dengan makna yang sama yaitu modal yang sanggupi oleh para pendiri pertama.7 Ketentuan Pasal 33 UUPT yakni “ayat (1) paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh, ayat (2) modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah, ayat (3) pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh.”

  • c.    Modal disetor adalah bentuk pelunasan yang dibuat oleh pemegang saham sebagai modal yang dimasukkan yang telah diambilnya sebagai bentuk modal ditempatkan.8 Ketetapan Pasal 34 UUPT yakni ayat (1) “penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya, ayat (2) dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penilaian setor modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan perseroan, ayat (3) penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau

  • 5    I Made PasekkDiantha. (2017). Metodelogi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media Group, p. 153.

  • 6    Khairandy,,R. (2013). KarakterrHukum PerusahaannPerseroan dan Status Hukum,Kekayaan yang Dimiliki. Ius Quia IustummLaw Journal, 20(1), 81-97. p. 91.

  • 7    M. Yahya Harahap. (2019). Hukum PerseroannTerbatas. Jakarta: SinarrGrafika. p. 237.

  • 8    Ibid.

lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.”

Ketiga struktur modal PT ini memiliki keterkaitan satu dengan lainnya, dimana modal dasar sebagai modal keseluruhan nilai nominal dalam PT haruslah ditempatkan dan disetorkan sebagian. Adapun terkait bagian yang ditempatkan dan disetorkan mengenai modal dasar diatur Pasal 33 ayat (1) UUPT “paling sedikit 25 % (dua puluh lima persen) dari modal dasar yang dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh”. Adapun bentuk setoran atas modal saham tersebut diatur Pasal 34 ayat (1) UUPT “penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dengan uang maupun bentuk lainnya”. Bentuk lainnya ditentukan atas Pasal 34 ayat (1) UUPT terdapat dalam Pasal 34 ayat (1) UUPT yang menentukan “penyetoran saham dalam bentuk lain berupa benda berwujud dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang dan secara nyata diterima oleh PT”. “Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus dengan rincian guna memberikan keterangan mengenai nilai/harga, jenis/macam, status, tempat kedudukan, dan lainnya yang dianggap perlu demi kejelasan terhadap penyetoran tersebut”. Terdapat pada Pasal 34 ayat (1) menimbulkan norma kabur dikarenakan bentuk lain selain uang yang disetorkan hanya disebutkan dengan berbentuk bendaaberwujud dan tidak berwujudyyang bisa diperhitungkan dengan uang dan telah diterima oleh PT. Maka atas dasar hal ini dilakukan interprestasi. Interpretasi adalah suatu teknik yang memberikan penjelasan mengenai teks yang digunakan dalam peraturan hukum sehingga diketahui ruang lingkupnya dan dapat diterapkan secara pasti. Salah satu metode penafsiran adalah interpretasi gramatikal yaitu teknik mencari arti ketentuan hukum dengan berpedoman pada bahasa sehari-hari.9 Dipergunakanya interprestasi gramatikal ini maka yang perlu diinterprestasi adalah kata benda berwujud serta benda tidak berwujud. Benda berwujud ialah benda berwujud yang dapat di rasakan dengan panca indera.10 Benda berwujud dapat dibagi menjadi benda bergerak serta tak bergerak. Benda bergerak yakni benda yang dimana sifatnya bisa berpindah sendiri ataupun dipindah tangankan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 509 KUHPerdata. Adapun contoh dari benda bergerak seperti meja, kursi, mobil, radio, dan sebagainya.11 Benda tak bergerak berdasarkan Pasal 506 KUHPerdata adalah tanah serta yang ada diatasnya, rumah, alat pabrik, kaca dan segala macam barang yang merupakan bagian dinding pada sebuah rumah, pupuk yang dipergunakan di tanah dan segala sesuatu yang tertancap pada pekarangan.12 Benda tak berwujud ialah hak cipta, hak paten, hak merek dan sebagainya.13 Berdasarkan pada pengertian benda berwujud yang dapat menjadi penyetoran saham dalam PT adalah benda berwujud tak bergerak, yaitu tanah. Hal ini dikarenakan tanah dapat dinilai dengan uang. Tanah juga merupakan capital asset sebagai benda bernilai ekonomi yang penting untuk

perniagaan.14 Terkait tanah sebagai benda berwujud tak bergerak sebagai bentuk penyetoran saham dalam PT ini telah diatur dalam UUPT hanya saja tidak disebut dengan tanah melainkan dengan benda tidak bergerak sebagaimana terdapat pada Pasal 34 ayat (3) yang menentukan “penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut”. Sedangkan terkait penyetoran PT berbentuk benda tidak berwujud, sesuai dengan bentuk benda tak berwujud disebut diatas dapat dikatakan berbentuk hak, dimana dalam UUPT telah mengatur mengenai bentuk penyetoran hak tersebut berupa hak tagih walaupun terdapat syarat-syarat tertentu untuk menjadikan hak tagih sebagai bentuk penyetoran ke dalam PT. Adapun pasal yang menentukan bahwa hak tagih perlu syarat-syarat tertentu untuk menjadi bentuk penyetoran pada PT adalah Pasal 35 ayat (1) dengan ketentuan “pemegang saham dan kreditor lainnya yang memiliki tagihan terhadap perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihnya sebagai bentuk kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang sudah diambilnya, kecuali disetujui oleh RUPS”. Adapun syarat-syarat yang memperbolehkan hak tagih sebagai bentuk penyetoran dalam PT adalah Pasal 35 ayat (2) UUPT dengan ketentuan “hak tagih terhadap Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dikompensasi dengan setoran saham adalah hak tagih atas tagihan terhadap Perseroan yang timbul karena :

  • a.    Perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang;

  • b.    Pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang Perseroan telah membayar lunas utang Perseroan sebesar yang ditanggung atau dijamin; atau

  • c.    Perseroan menjadi penanggung atau penjamin utang dari pihak ketiga dan Perseroan telah menerima manfaat berupa uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang langsung atau tidak langsung secara nyata telah diterima Perseroan.”

  • 3.2 Kepastian Hukum Jumlah Modal Dasar Pendirian PT Setelah Berlakunya Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas sebagaimanahalnya ditentukan terdapat di Pasal 1 angka 1 UUPT yaitu “badan hukum persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta Peraturan pelaksanannya”. Pendirian PT diperlukan modal dasar PT sebagai salah satu syarat dalam pendirian PT sesuai ketetapan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas ditentukan “PT wajib memiliki modal dasar perseroan”. Modal dasar PT sesuai ketentusan Pasal 31 ayat (1) UUPT “modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham”. Modal dasar PT, terdapat nominal minimal jika dilihat dari Pasal 32 ayat (1) UUPT “modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)”. Ketentuan lain setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas terdapat pengaturan berbeda di bagian modal dasar PT. Dalam PP Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas yaitu

pada Pasal 1 ayat (3) “besaran modal Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud ayat (1) ditentukan berdasarkan kesepakatan para pendiri PT”. Maka dari kedua ketentuan Pasal ini, yaitu Pasal 32 ayat (1) UUPT yang mencantumkan “nilai nominal modal dasar PT Rp. 50.000.000,00,- (lima puluh juta rupiah)” dengan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas yang menentukan modal dasar PT didasarkan dengan adanya kesepakatan pendiri PT menimbulkan suatu norma konflik yang menyebabkan kebingungan akan peraturan perundang-undangan mana yang diterapkan dalam modal dasar pendirian PT.

Maka untuk mendapatkan kepastian hukum terkait peraturan perundang-undangan yang diterapkan dalam modal dasar pendirian PT perlu dilakukan sinkronisasi hukum untuk menciptakan keselarasan antara kedua aturan tersebut. Untuk menciptakan keselarasan terhadap kedua aturan tersebut perlu dilakukan penelitian secara vertikal dan horizontal. Penelitian secara vertikal dilakukan dengan menganalisa aturan yang memiliki derajat berbeda tetapi mengatur pada bidang yang sama sedangkan penelitian secara horizontal dilakukan dengan menganilisa aturan yang sama derajatnya dan mengatur pula bidang yang sama.15 Dalam penataan peraturan perundang-undangan ada, 3 macam asas (adagium) dikenal dengan asas preferensi. Adapun asas preferensi tersebut terdiri dari:

  • a.    Asasslex specialis derogateelegi generali “aturan hukum khusus mencabut hukum yang umum”.16

  • b.    Asas lexxsuperior derogate legiiinferiori “hukum yang memiliki hierarki yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang hierarki lebih rendah”.17

  • c.    Asas lex posteriori derogate legi priori “peraturan perundang-undangan yang ada kemudian mengalahkan peraturan perundang-undangan yang ada terdahulu”.18

Berdasarkan norma konflik antara Pasal 32 ayat (1) UUPT dengan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas dapat diselaraskan dengan asas preferensi, agar tidak terjadi pertentangan antara kedua ketentuan Pasal tersebut. Adapun asas prefensi yang digunakan untuk menyelaraskan kedua ketentuan Pasal ini adalah asasslex specialis derogateelegi generali. Peraturan perundang-undangan derajatnya lebih tinggi yang kemudian mengalahkan peraturan pemerintah yang derajatnya lebih rendah. Peraturan perubahan ini menjalankan ketentuan dari peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk menjamin iklim penanaman modal yang kondusif dan menjaga kondisi prekonomiann di Indonesia. Hal ini juga berdasarkan pada teori tentang “Stufenbau das Recht” yang dikemukakan oleh Hans Kelsen bahwa norma hukum merupakan suatu susunan berjenjang dan setiap norma

hukum lebih rendah bersumber dari norma yang lebih tinggi.19 Sehingga penggunaan asasslex specialis derogateelegi generali dan teori stufenbau das recht, untuk penanaman modal dasar PT, sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat (1) UUHT yaitu “besaran modal dasar PT ditentukan Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah)”. Namun dalam pelaksanaannya terdapat substansi yang cukup sulit untuk dilaksanakan dan menyulitkan dunia usaha, khususnya bagi pengusaha pemula. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyesuaian atas peraturan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Penyesuaian tersebut dimaksudkan untuk memberikan kemudahan berusaha, dan lebih menjamin ketertiban dunia usaha dalam investasi, dengan mengubah besaran modal dasar yang dirasa masih memberatkan dan menjadi diserahkan sepenuhnya pada kesepakatan para pendiri Perseroan Terbatas.

  • 4. Kesimpulan

Modal yang terdapat pada PT berdasarkan pada modal dasar, modal ditempatkan, serta modal disetor. Terkait penyetoran modal atas saham bisa digunakan dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya sebagaimana ditentukan pada Pasal 34 ayat (1) UUPT. Adapun bentuk lainnya tersebut yakni berbentuk benda berwujud serta benda yang tidak berwujud dapat diperhitungkan dengan uang serta didapat oleh PT. Setoran modal atas saham dalam bentuk benda berwujud dapat berupa benda berwujud tidak bergerak yaitu tanah, dan modal disetor dalam bentuk benda tidak berwujud dapat berupa hak tagih yang mana hak tagih ini menjadi modal disetor dengan ketentuan syarat-syarat tertentu.

Pengaturan mengenai modal dasar pendirian PT termuat pada ketetapan Pasal 32 ayat (1) UUPT dan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas mengalami suatu norma konflik. Norma konflik tersebut terjadi karena dalam Pasal 32 ayat (1) UUPT nilai nominal modal dasar PT Rp. 50.000.000,00,-(limapuluh juta rupiah) sedangkan pada Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas menentukan modal dasar PT berdasarkan kesepakatan pendiri PT. Maka guna menyelaraskan kedua peraturan perundang-undangan ini digunakan lah asasslex specialis derogateelegi generali dan teori stufenbau das recht sehingga peraturan yang diberlakukan mengenai modal dasar pendirian PT adalah Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas. Dengan pemberlakuan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas, maka jumlah modal dasar pendirian PT sesuai dengan kesepakatan oleh para pendiri PT.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku :

Abdul Rasyid Thalib (2006). Wewenang Mahkamah Konstitusi & Implikasinya Dalam Sistem Ketatanegaraan RI. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti.

Diantha, I Made Pasek. (2017). Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media Group.

Efendi, A’an, Freddy Poernomo, & IG. NG Indra S. Ranuh (2017). Teori Hukum. Jakarta Timur: Sinar Grafika.

Harahap, M. Yahya. (2019). Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika.

Kansil, C.S.T. & Christine S.T. Kansil. (2000). Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Jurnal :

Dwiatmika, A. A. N. A. (2019). Larangan Menggandakan Dokumen Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Bagi Calon PPAT yang Menjalani Magang. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 4(1), 45-66.

Feryna, Y. (2016). MAKNA KESEPAKATAN PARA PIHAK TERHADAP PERUBAHAN MODAL DASAR PERSEROAN TERBATAS. Jurnal Cakrawala Hukum, 7(2), 257-267.

Irwandi, I. (2018). PENGUASAAN TANAH NEGARA OLEH MASYARAKAT SEKITAR BANTARAN SUNGAI ACEH. deliberatif, 2(II), 232-247.

Nugrahaningtyas, A. (2017). Kepemilikan atas Virtual Property dalam Hukum Benda di Indonesia.

Khairandy, R. (2013). Karakter Hukum Perusahaan Perseroan dan Status Hukum Kekayaan yang Dimilikinya. Ius Quia Iustum Law Journal, 20(1), 81-97.

Laurensius Arliman, S. (2018). Peranan Metodologi Penelitian Hukum di Dalam Perkembangan Ilmu Hukum di Indonesia. Jurnal Soumatera Law Review, 1(1).

Laytno, V. Y. & Setiabudhi, I. K. R. (2019). Sinkronisasi Pengaturan Honorarium Jasa Notaris antara UUJN dengan Kode Etik Notaris. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 4(1),22-23.

Pradini, A. K. (2015). Status Badan Hukum Perseroan Terbatas Yang Dicabut Izin Usahanya Oleh Menteri Keuangan. Artikel Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya.

Suhariyanto, B. (2013). QUO VADIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN MELALUI RESTITUSI (Perspektif Filsafat, Teori, Norma dan Praktek Penerapannya). Jurnal Hukum dan Peradilan, 2(1), 109-130.

Sjawie, H. F. (2017). Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Atas Tindakan Ultra Vires. Jurnal Hukum Prioris, 6(1).

Peraturan Perundang- Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Diterjemahkan dari Burgerlijk Wetboek (BW) Oleh Soedharyo Soimin, 2012, Sinar Grafika, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2016 Tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5901).

350