Tinjauan Yuridis Terkait Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik
on

Vol 05 No 01 April 2020
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
TINJAUAN YURIDIS TERKAIT PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN SECARA ELEKTRONIK
I Wayan Jody Bagus Wiguna
1 Program Studi Magister (S2). Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali-Indonesia, Email: jodywiguna@yahoo.com
Info Artikel
Masuk : 23 Agustus 2019 Diterima :28 Agustus 2019
Terbit : 30 April 2020
Keywords :
Registration, bail rights, and electronic
Kata kunci:
Pendaftaran, hak tanggungan, dan elektronik
Corresponding Author:
I Wayan Jody Bagus Wiguna, E-mail:
DOI :
10.24843/AC.2020.v05.i01.p07
Abstract
This research is about conflict between law of the Republic of Indonesia No. 4 of 1996 govern registration of bail rights is done manually and Regulation of the Minister of Agrarian and Spatial/Head of national Land Agency of the Republic of Indonesia number 9 year 2019 govern registration of bail rights carried electronically, then the issue are how the registration bail rights process electronically?, and how the enforcement of the registration bail rights electronically is reviewed from the Law of the Republic of Indonesia No. 4 of 1996?. Purpose this research to know process of registration electronic bail rights, and enforcement of electronic bail rights registration is reviewed from the Law of the Republic of Indonesia number 4 year 1996. The Research used normative legal research methods. The results showed, registration of electronic bail right is done through HT-El system by the land deed official by entering the necessary rights in the form of electronic documents until it is obtained a certificate of rights and records of the rights to the land book and the rights to land or property ownership of the units of the House in the form of electronic documents; and registration of electronic bail rights shall not be enforced due to the law of the Republic of Indonesia No. 4 of 1996 is still valid and do not provide authority of the delegation to the regulation of the Minister of Agrarian and Spatial/Head of national Land Agency of the Republic of Indonesia number 9 year 2019.
Abstrak
Penelitian ini dilakukan karena pertentangan antara Undang-Undang Hak Tanggungan yang mengatur pendaftaran hak tanggungan dilakukan secara manual dengan Perkaban Nomor 9/2019 yang mengatur pendaftaran hak tanggungan dilakukan secara elektronik sehingga menimbulkan masalah bagaimanakah proses pendaftaran hak tanggungan secara elektronik?, dan bagaimanakah pemberlakuan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik ditinjau dari Undang-Undang Hak Tanggungan?. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses pendaftaran hak tanggungan secara elektronik dan pemberlakuan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik ditinjau dari Undang-Undang Hak Tanggungan. Metode penelitian digunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
pendaftaran hak tanggungan elektronik dilakukan melalui sistem HT-el oleh PPAT dengan memasukkan warkah-warkah yang diperlukan berupa dokumen elektronik sampai mendapat Sertipikat Hak Tanggungan dan catatan hak tanggungan pada buku tanah dan Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dalam bentuk dokumen elektronik; dan Pendaftaran hak tanggungan secara elektronik belum bisa diberlakukan karena Undang-Undang Hak Tanggungan masih berlaku dan tidak memberikan kewenangan delegasi pada Perkaban Nomor 9/2019 untuk memberlakukan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik.
-
I. Pendahuluan
Seiring perkembangan ekonomi dalam masyarakat tentu menyebabkan naiknya kebutuhan bagi masyarakat akan menjadi meningkat pesat sehingga masyarakat membutuhkan dana berupa uang. Masyarakat tidak seluruhnya memiliki dana berlebih, karena pada dasarnya terdapat beberapa kelompok masyarakat yang belum memiliki ekonomi yang baik. Atas dasar kebutuhan yang tinggi dan ekonomi yang belum bisa memenuhi kebutuhan tersebutlah maka masyarakat banyak melakukan peminjaman atas uang kepada pihak bank. Bank merupakan lembaga yang perantara bagi pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan atau memerlukan dana yang memiliki fungsi menerima dan menyalurkan dana pada masyarakat.1 Peminjaman uang oleh masyarakat sebagai pemilik utang (selanjutnya disebut debitur) dan pihak bank selaku pemberi pinjaman atau pemilik piutang (selanjutnya disebut kreditur) dilakukan melalui perjanjian kredit. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok, dimana terjadi pemufakatan antara debitur dan kreditur berupa hubungan hukum.2 Perjanjian kredit ini memiliki jangka waktu tertentu, dalam batas waktu terakhir tentu saja debitur selaku peminjam uang harus mengembalikan pinjaman uang tersebut kepada kreditur berikut dengan bunganya. Dalam proses pengembalian tersebut tentu terdapat kekhawatiran dari pihak kreditur akan kemungkinan tidak mampunya debitur mengembalikan dana yang dipinjam sesuai dengan perjanjian kredit yang ada. Untuk mengurangi kekhawatiran dan mendapatkan kepercayaan, sebelum terjadi perjanjian kredit tersebut tentu pihak kreditur harus melakukan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian penting bagi bank sebelum diberikan pinjaman uang pada debitur, karena prinsip ini untuk mengetahui:
-
a. Watak dari debitur apakah memiliki watak baik dalam berbisnis dan memiliki tanggung jawab dalam pengembalian pinjaman atau tidak;
-
b. Kemampuan membayar debitur secara finansial untuk mengembalikan pinjaman;
-
c. Modal debitur untuk mengetahui kemampuan debitur memikul beban pembiayaan;
-
d. Jaminan harus bernilai lebih dari pinjaman debitur, yang mana jika ada masalah jaminan ini dapat digunakan untuk melunasi utang debitur;
-
e. Kondisi ekonomi untuk tahu apakah usaha debitur memiliki prospek kedepan yang bagus atau tidak.3
Dari prinsip kehati-hatian yang dipaparkan ini dapat diketahui, jaminan merupakan unsur penting dalam perjanjian kredit guna memberikan kepercayaan kepada kreditur dimana setelah dipenuhi 4 unsur lainnya maka perlu adanya jaminan dari debitur bahwa ia dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Jaminan ini sendiri berfungsi agar kreditur dapat segera mendapatkan pelunasan utangnya apabila debitur wanprestasi dengan melalui pelelangan atas jaminan tersebut.4 Pemberian jaminan ini harus dengan perjanjian pembebanan jaminan, selaku perjanjian tambahan karena adanya perjanjian pokok.5 Penjanjian pembebanan jaminan ini berupa jaminan hak tanggungan.
Pengertian hak tanggungan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Hak Tanggungan) menentukan “hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”. Perjanjian pembebanan hak tanggungan dituangkan dalam bentuk Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disebut APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) selaku pejabat berwenang dalam membentuk APHT yang ditentukan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Hak Tanggungan. Dalam APHT agar memiliki kekuatan hukum perlu dilakukan suatu pendaftaran pada Kantor Pertanahan. Pendaftaran hak tanggungan, awalnya dilaksanakan manual, dimana pihak pemohon yaitu, PPAT mengirim APHT dan warkah lainnya kepada Kantor Pertanahan paling lambat 7 hari setelah penandatanganan akta, sebagaimana diatur pada Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan. Seiring perkembangan teknologi pendaftaran hak tanggungan pun berubah dimana pendaftaran tersebut dilakukan melalui elektronik setelah berlakunya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi secara elektronik (selanjutnya disebut Perkaban Nomor 9/2019). Akan tetapi pemberlakuan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik yang didasarkan pada Perkaban Nomor 9/2019 ini tidak diikuti dengan perubahan Undang-Undang Hak Tanggungan. Dapat dikatakan bahwa pemberlakuan Perkaban Nomor 9/2019 ini tumpang tindih dengan Undang-Undang Hak Tanggungan sehingga menyebabkan
terjadinya konflik antara kedua peraturan ini. Sebagaimana dari pemaparan permasalahan diatas maka dilakukan penelitian agar mengetahui kepastian hukum terkait pendaftaran hak tanggungan secara elektronik.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas maka dibuatlah penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Terkait Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik” dengan 2 rumusan masalah: (1) Bagaimanakah proses pendaftaran hak tanggungan secara elektronik?, (2) Bagaimanakah pemberlakuan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik ditinjau dari Undang-Undang Hak Tanggungan?
Tujuan umum jurnal ini guna perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang PPAT terkait dengan pendaftaran Hak Tanggungan secara elektronik. Tujuan khusus jurnal ini demi mengetahui proses pendaftaran hak tanggungan secara elektronik dan pemberlakuan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik ditinjau dari Undang-Undang Hak Tanggungan. Kajian teoritis dalam penelitian agar pembaca mendapat pengetahuan mengenai pemberlakuan, dan proses pendaftaran hak tanggungan secara elektronik.
Penulisan jurnal ini diharapkan memberikan manfaat bagi PPAT, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat. Bagi PPAT diharapkan jurnal ini memberikan pengetahuan terkait praktek mengenai pendaftaran hak tanggungan secara elektronik; bagi akademisi dan mahasiswa dapat memberikan pengetahuan baru terkait dengan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik; bagi masyarakat menjadi pengetahuan sehingga masyarakat memiliki pengetahuan terkait pendaftaran hak tanggungan secara elektronik.
Setelah dilakukan penelusuran ada beberapa judul jurnal yang memiliki hubungan dengan penelitian jurnal ini, antara lain:
-
1. Jurnal dengan judul “Kajian Hukum Hak Tanggungan Terhadap Hak Atas Tanah Sebagai Syarat Memperoleh Kredit”, oleh Nina Paputungan, dengan rumusan masalah: (1) bagaimanakah aturan hukum pelaksanaan hak tanggungan terhadap hak atas tanah di dalam memperoleh kredit pada bank umum ?; (2) bagaimanakah prosedur pelaksanaan hak tanggungan terhadap hak atas tanah dalam memperoleh kredit pada bank umum ?.
-
2. Jurnal dengan judul ”Tinjauan Hukum Tentang Sertifikat Hak Tanggungan Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1946”, oleh Wahyu Pratama, dengan rumusan masalah: (1) apakah tinjauan umum tentang Serifikat Hak Tanggungan Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1946 ?; (2) bagaimanakah prosedur pembebanan hak tanggungan dan perlindungan hukum debitur setelah dilakukan eksekusi ?.
-
2. Metode Penelitian
Metode penelitian ialah sarana yang membantu perkembangan ilmu pengetahuan dan seni. Penelitian berguna dalam mendapatkan kebenaran sistematis, metodelogis, dan konsisten. Dalam meneliti permasalahan ini dipergunakanlah penelitian hukum. Penelitian hukum berasal dari dua kata yang terdiri dari penelitian dan hukum, yang mana asal penelitian yaitu teliti yang memiliki arti sesuatu yang dilakukan dengan kehati-hatian, serta kecermatan, sementara hukum diartikan beragam tergantung
dengan pandangan masing-masing aliran filsafat hukum.6 Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, merupakan teknik dalam meneliti atas peraturan perundang-perundangan yang melihat hierarki perundang-undangan secara vertikal, dan horizontal.7 Penelitian jurnal ini didasari dari adanya konflik antara Perkaban Nomor 9/2019 yang memberlakukan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik sedangkan Undang-Undang Hak Tanggungan masih berlaku dan memberlakukan pendaftaran hak tanggungan secara manual.
Metode pendekatan yang dipakai, ialah pendekatan perundang-undangan, serta pendekatan konseptual. Penelitian ini menggunakan “bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan-bahan hukum lainnya”. Bahan hukum primer “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintigrasi secara elektronik”; bahan hukum sekunder “ buku-buku dan jurnal- jurnal hukum”; dan bahan hukum lainnya dikumpulkan dari internet. Teknik pengumpulan bahan hukum yamg membantu menyelesaikan permasalahan ini ialah teknik sistematisasi bahan hukum primer serta teknik bola salju pada bahan hukum sekunder, dan bahan hukum lainnya. Metode analisis bahan hukum yang dipakai ialah tenik deskriptif yang menjelaskan mengenai peristiwa atau kondisi hukum.8
Hak tanggungan ialah hak jaminan pada tanah. Hak tanggungan dengan perjanjian pembebanan jaminan yang muncul karena perjanjian kredit antara pihak debitur dengan kreditur baik dibuat dibawah tangan maupun dengan akta notaris. Perjanjian kredit dibawah tangan berarti perjanjian tersebut dibuat para pihak yaitu kreditur dan debitur tanpa ada pejabat berwenang, sedangkan perjanjian kredit dengan akta notaris berarti perjanjian dibuat para pihak dihadapan notaris. Objek dari hak tanggungan ialah tanah. Pendapat Budi Harsono ada 4 syarat hak atas tanah agar bisa menjadi jaminan:
-
1. Dapat dinilai dengan uang;
-
2. Hak terdaftar pada daftar umum karena harus memenuhi syarat publisitas;
-
3. Sifat dapat dipindah tangankan, jika debitur wanprestasi benda jaminan akan dijual dimuka umum;
-
4. Perlu penunjukan dengan Undang-Undang.
Jika dilihat dari Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan diketahui yang dibebani hak tanggungan ialah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Untuk membebankan hak tanggungan, maka perlu dibuatkan APHT oleh PPAT yang berisi pemberian hak tanggungan pada kreditur tertentu. Guna mendapatkan kekuatan hukum, hak tanggungan dituangkan dalam
APHT tersebut haruslah didaftarkan. Pemberlakuan dari Perkaban Nomor 9/2019 menyebabkan pendaftaran hak tanggungan dilakukan melalui sistem elektronik. untuk lebih jelasnya pendaftaran hak tanggungan elektronik ini ada pada Pasal 3 ayat (2) “pelayanan hak tanggungan dilaksanakan secara elektronik melalui sistem HT-el”. Sistem HT-el dikelola oleh Kantor Pertanahan sesuai Pasal 4 ayat (1) dan adapun jenis pelayanan dalam sistem HT-el pada Pasal 6 menentukan “jenis layanan hak tanggungan yang dapat diajukan melalui sistem HT-el, meliputi: a. pendaftaran hak tanggungan; b. peralihan hak tanggungan; c. perubahan nama kreditur; d. penghapusan hak tanggungan”.
Proses pendaftaran hak tanggungan secara elektronik dilaksanakan pengguna terdaftar dengan mengajukan permohonan layanan hak tanggungan melalui sistem HT-el sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 Perkaban Nomor 9/2019. Serta dilakukan pembuatan surat pernyataan mengenai pertanggungjawaban keabsahan dan kebenaran dokumen elektronik yang diajukan. Baik permohonan dan surat pernyataan tersebut diajukan dalam bentuk dokumen elektronik sesuai Pasal 9 ayat (4). Selain persyaratan tersebut ada juga syarat berupa Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Satuan Rumah Susun yang harus atas nama debitur diatur Pasal 9 ayat (5). Sebagaimana disebut diatas permohonan diajukan oleh pengguna terdaftar sebagai pihak yang berhak menggunakan sistem HT-el yang mana dalam hal permohonan hak tanggungan ini dilakukan oleh PPAT sebagaimana Pasal 10 ayat (1) “dalam hal permohonan pendaftaran hak tanggungan, persyaratan permohonan berupa APHT diajukan oleh PPAT dalam bentuk elektronik”. Setelah penyampaian permohonan diterima oleh sistem HT-el maka akan diberikan tanda bukti permohonan yang diberikan oleh sistem yang memuat:
-
a. Nomor berkas pendaftaran permohonan;
-
b. Tanggal pendaftaran permohonan;
-
c. Nama pemohon; dan
-
d. Kode pembayaran biaya layanan .
Mengenai tanda bukti permohonan dan hal-hal yang ada dalam tanda bukti permohonan tersebut diatas telah diatur Pasal 11 ayat (1) dan (2). Tanda bukti permohonan ada salah satu berisikan kode pembayaran biaya layanan, dimana setelah mendapat tanda bukti permohonan tersebut harus dilakukan pembayaran di bank persepsi waktu terakhir 3 hari setelah tanggal pendaftaran sesuai pada Pasal 12 ayat (2). Proses layanan hak tanggungan baru diproses oleh Kepala Badan Pertanahan setelah dikonfirmasi permohonan oleh sistem HT-el dan proses tersebut dilakukan selama 7 hari, sesuai Pasal 14 ayat (5). Setelah 7 hari pengajuan permohonan terkonfirmasi barulah diterbitkan hasil dari pelayanan hak tanggungan melalui sistem HT-el tersebut berupa “Sertipikat Hak Tanggungan dan catatan hak tanggungan pada buku tanah dan Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan rumah susun dalam bentuk dokumen elektronik” sebagaimana diatur Pasal 14 ayat (1) dan (2). Hasil pelayanan hak tanggungan berupa Sertipikat Hak Tanggungan yang diterbitkan berupa dokumen elektronik ini agar terjaga keautentikannya diberikanlah tanda tangan elektronik oleh Kepala Badan Pertanahan sebagaimana diatur Pasal 14 ayat (3). Dari pemaparan proses pendaftaran ini dimana diteliti menggunakan Mazhab Utilitarianisme yang memiliki tujuan hukum berupa kemanfaatan. Kemanfaatan disini tidak melihat hukum adil atau tidak melainkkan berpacu pada kemanfaatan hukum
kepada manusia atau tidak.9 Dapat diketahui bahwa penggunaan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik ini memberikan manfaat bagi masyarakat dimana pelayanan hak tanggungan dapat menjadi lebih efektif serta efisien serta susuai kebutuhan masyarakat.
-
3.2 Pemberlakuan Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik Ditinjau dari Undang-Undang Hak Tanggungan
Hak tanggungan ini terjadi berdasarkan perjanjian pembebanan jaminan yang dituangkan dalam APHT. Hak tanggungan yang dituangkan kedalam bentuk APHT agar memiliki kekuatan hukum haruslah didaftarkan ke Kepala Badan Pertanahan. Pendaftaran hak tanggungan ini dilaksanakan melalui media elektronik setelah berlakunya Perkaban Nomor 9/2019 yang dilihat pada Pasal 3 ayat (1) “pelayanan hak tanggungan yang salah satunya pendaftaran hak tanggungan dilaksanakan secara elektronik melalui sistem HT-el”. Pendaftaran hak tanggungan melalui media elektronik berdasarkan Perkaban Nomor 9/2019 ini mengalami suatu norma konflik dengan Undang-Undang Hak Tanggungan yang mana masih tetap berlaku walaupun Perkaban Nomor 9/2019 telah diberlakukan. Norma konflik ini dikarenakan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan pendaftaran tidak dilakukan melalui media elektronik, Pasal 13 ayat (2) “PPAT wajib mengirimkan APHT dan dokumen lainnya kepada Kantor Pertanahan”.
Pendaftaran pada Perkaban Nomor 9/2019, jika ditinjau dari Undang-Undang Hak Tanggungan terjadi suatu pertentangan. Sesuai hierarki peraturan perundang-undangan Undang-Undang Hak Tanggungan memiliki hierarki lebih tinggi dari Perkaban Nomor 9/2019, dimana Undang-Undang Hak Tanggungan selaku Undang-Undang termasuk dari hierarki pada Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya disebut UU Nomor 12/2011) sedangkan Perkaban Nomor 9/2019 hanya lah sebatas peraturan menteri yang tidak termasuk hierarki tersebut tetapi diakui keberadaannya serta berkekuatan hukum sepanjang dibentuk peraturan lebih tinggi atau berdasar kewenangan diatur pada Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU Nomor 12/2011. Dalam peninjauan ini digunakan teori kewenangan yang mana kewenangan bersumber dari kewenangan atribusi yang lazim melalui pembagian kekuasaan negara berdasar Undang-Undang, kewenangan delegasi yang merupakan kewenangan dari pelimpahan kewenangan atribusi, dan mandat.10 Undang-Undang Hak Tanggungan merupakan aturan yang dibentuk berdasarkan kewenangan atributif yang diberikan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbeda dengan Perkaban Nomor 9/2019 yang dibentuk oleh menteri agraria yang pada dasarnya dalam pembentukan peraturan menteri haruslah didasarkan dengan kewenangan delegasi atau pelimpahan kewenangan. Perkaban Nomor 9/2019 ini dibentuk dengan kewenangan atributif yang seharusnya tidak dimiliki oleh menteri karena walaupun pada dasarnya aturan ini dibentuk untuk mempermudah pelayanan hak tanggungan bagi masyarakat tetap saja dalam kewenangan menteri dalam
menetapkan aturan harus berdasarkan kewenangan delegasi, ini sesuai Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 12/2011 yang menentukan “diakuinya keberadaan peraturan menteri dan memiliki kekuatan hukum sepanjang diperintahkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangan”.
Pelimpahan kewenangan untuk dibuatnya Perkaban Nomor 9/2019 tidak terdapat dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, sehingga dalam hal ini tentu menyebabkan Perkaban Nomor 9/2019 belum dapat diberlakukan sampai adanya pelimpahan kewenangan yang memberikan kepastian hukum bagi Perkaban Nomor 9/2019 untuk memberlakukan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik. Terkait pendaftaran hak tanggungan harusnya masih diberlakukan Undang-Undang Hak Tanggungan selaku peraturan perundang-undangan dengan hierarki lebih tinggi daripada Perkaban Nomor 9/2019. Pemberlakuan Undang-Undang Hak Tanggungan sebagai aturan pendaftaran hak tanggungan juga didukung dengan Pasal 51 UUPA “hak tanggungan yang dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan diatur dengan Undang-Undang”. Dengan diketahui pendaftaran hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan ini memenuhi teori hukum selain teori kewenangan yang digunakan untuk membahas permasalahan ini yaitu teori kepastian hukum. Dengan teori kepastian hukum untuk memenuhi unsur filosofi, keadilan, dan kepastian bagi masyarakat.11 Pemberlakuan Undang-Undang Hak Tanggungan dalam pendaftaran hak tanggungan ini jelas untuk kepastian hukum bagi masyarakat terkait aturan mana yang layaknya diberlakukan untuk pendaftaran hak tanggungan.
-
4. Kesimpulan
Proses pendaftaran hak tanggungan secara elektronik berdasarkan Perkaban Nomor 9/2019, ini dilakukan dengan diajukan permohonan oleh PPAT melalui sistem HT-el yang dikelola Kantor Pertanahan. Pengajuan oleh PPAT tersebut berupa permohonan, surat pernyataan, Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Satuan Rumah Susun yang harus atas nama debitur, dan APHT diajukan dalam bentuk dokumen elektronik, lalu didapatkan lah tanda bukti permohonan. Dengan tanda bukti permohonan tersebut dilakukan pembayaran melalui bank dan setelah permohonan dikonfirmasi oleh sistem barulah dikeluarkan Sertipikat Hak Tanggungan dalam bentuk elektronik. Pendaftaran hak tanggungan secara elektronik berdasarkan Perkaban Nomor 9/2019 belum dapat diberlakukan karena aturan Undang-Undang Hak Tanggungan masih berlaku dan aturan tersebut merupakan peraturan menteri yang memerlukan pelimpahan kewenangan dari peraturan yang lebih tinggi kedudukan dalam pemberlakuannya. Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan sendiri tidak ada pengaturan pemberian kewenangan terkait pendaftaran pada peraturan menteri maka dapat dikatakan bahwa pendaftaran hak tanggungan secara elektronik belum dapat dilakukan karena pendaftaran hak tanggungan masih berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan, hal ini juga didukung dengan Pasal 51 UUPA ““hak tanggungan yang dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan diatur dengan Undang-Undang”. Pemberlakuan Undang-Undang Hak Tanggungan ini berarti pendaftaran hak tanggungan masih diberlakukan secara langsung tanpa melalui media elektronik.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku:
Diantha, I Made Pasek. (2017). Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media Group.
Erwin, Muhamad. (2012). Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Lubis, Irwansyah, Syahnel Anhar, dan Lubis, Muhammad Zuhdi. (2018).Profesi Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Panduan Praktis dan Mudah Taat Hukum). Jakarta: Mitra Wacana Media.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Lembaran Negara 1960-104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043.
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 3632.
Indonesia, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi secara elektronik, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 686.
Jurnal:
M., Noviaditya. (2010). Perlindungan hukum bagi kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan (Doctoral dissertation, Universitas Sebelas Maret Surakarta).
M.,Faqih,. (2010). Nilai-Nilai Filosofi Putusan Mahkamah Konstitusi Yang Final dan Mengikat. Jurnal Konstitusi, 7(3), 97-118.
N., Hidayat,. (2014). Tanggung Jawab Penanggung Dalam Perjanjian Kredit. Legal Opinion, 2(4).
Jaya, I. G. P., Utama, I. M. A., & Westra, I. K. (2015). Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Hal Musnahnya Obyek Hak Tanggungan Karena Bencana Alam. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 277-285.
Sari, I. G. A. D., Wairocana, I. G. N., & Resen, M. G. S. K. (2018). Kewenangan Notaris Dan PPAT Dalam Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(1), 41-58.
S., Laurensius Arliman. (2018). Peranan Metodologi Penelitian Hukum di Dalam Perkembangan Ilmu Hukum di Indonesia. Jurnal Soumatera Law Review, 1(1).
88
Discussion and feedback