Acta Comitas (2018) 1 : 157 – 170

ISSN : 2502-8960 I e-ISSN : 2502-7573

PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN HIBAH WASIAT OLEH PELAKSANA WASIAT

Oleh

I Gusti Ayu Putu Oka Cahyaning Mustika Sari I Gusti Ngurah Wairocana

I Nyoman Suyatna

Magister Kenotariatan Universitas Udayana E-mail : ichacahyaning@yahoo. com

ABSTRAK

Hak atas tanah dapat beralih dengan cara pewarisan melalui hibah wasiat. Dalam peralihan hak atas tanah harus dilakukan pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum. Terdapat ketidaksesuaian penerapan aturan pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat di Kabupaten Tabanan. Berdasarkan Pasal 1 12 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, dalam hal pewarisan berdasarkan hibah wasiat harus melampirkan akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat, namun dalam prakteknya penulis menemukan pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat tanpa akta PPAT. Adapun permasalahan yang diangkat di dalam tesis ini adalah mengenai bagaimana pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat tanpa adanya pelaksana wasiat di Kabupaten Tabanan dan kapan kepastian hukum penerima hibah wasiat dalam peralihan hak atas tanah tanpa adanya pelaksana wasiat di Kabupaten Tabanan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris karena terjadinya kesenjangan antara aturan yang mengatur dengan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari ruang lingkup pembahasannya yaitu mengenai apa yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan (das sollen) dilakukan penyimpangan-penyimpangan dalam praktek peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara dan membaca literatur -literatur yang berkaitan dengan permasalahan. Untuk teknik analisis data, digunakan teknik deskriptif analitis, dikaitkan dengan teori-teori relevan kemudian disimpulkan untuk menjawab permasalahan.

Hasil penelitian terhadap permasalahan yang dikaji yaitu pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat tanpa adanya pelaksana wasiat di Kabupaten Tabanan adalah tidak memerlukan akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat karena tidak adanya penunjukan pelaksana wasiat. Jadi dasar peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat adalah akta hibah wasiat itu sendiri. Kepastian hukum penerima hibah wasiat dalam peralihan hak atas tanah tanpa adanya pelaksana wasiat di Kabupaten Tabanan adalah didapatkan sejak dibukanya akta wasiat yang diberikan oleh pewaris kepada penerima hibah yang merupakan kehendak terakhir dari pewaris dan dengan dilakukan pendaftaran hak atas tanah sehingga diperoleh sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

Kata kunci : Peralihan Hak Atas Tanah, Hibah Wasiat, Pelaksana Wasiat

ABSTRAC

Transfer of rights over the land can switch by way of inheritance through grant probate. In transitional land rights, land registration should be done to ensure a legal certainty. There is a mismatch application of the rules implementing the transitional registration of land rights based on grant probate in Tabanan. Pursuant to Article 112 of the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of National Land Agency No. 3 of 1997, in terms of inheritance-based grants, it must attach a testament of PPAT deed of grant made by the Executive Testament, but in practice, the authors found a deed of grant probate without a will executor, while inheritance based grant probate, executors require a role in the transfer of land rights.

This type of research in this thesis is empirical legal research because of the gap between legislation and practice. Type of data used in this study came from two types of data, namely primary data and secondary data. Data collection techniques used in this research was conducted through interviews and reading literatures related to the problems.

The results of a study of the problems is the implementation of transitional assessed land rights based on grant probate in Tabanan does not require PPAT deed of grant made by the Executive in the absence of the designation of Probate Executors. So the basis of the transfer of rights to land based grant will is testament grant deed itself. Legal certainty of grantees testament has been obtained since the opening of the deed given by the heir to the donee which is the last intention of the testator and the registration of land rights in order to obtain a certificate as proof of his rights.

Keywords : transfer of land rights, grant probate, will executor

  • I.    PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peralihan hak atas tanah dapat beralih dengan cara pewarisan dan dengan pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pewarisan berupa hak atas tanah harus memperhatikan beberapa peraturan yang berlaku. Untuk menjamin kepastian hukum maka peralihan hak atas tanah harus dilakukan pendaftaran tanah sesuai dengan Pasal 19 UUPA. Jika diperhatikan ketentuan tentang pendaftaran tanah yang berkaitan dengan waris yang diatur dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo Pasal 1 12 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyatakan bahwa apabila hak yang dihibahkan sudah tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan atas permohonan penerima hibah, dan apabila hak yang dihibahkan belum tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada ahli waris dan penerima hibah sebagai harta bersama.

Penulis ingin lebih lanjut meneliti mengenai peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat oleh pelaksana wasiat di

Kabupaten Tabanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara peraturan yang ada dengan penerapannya yang ada di masyarakat. Penulis mendapati adanya ketidaksesuaian penerapan aturan pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat di Kabupaten Tabanan. Berdasarkan Pasal 1 12 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat harus melampirkan akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada Pelaksana Wasiat. Hal tersebut menjadi salah satu syarat yang harus dilampirkan dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat, namun dalam prakteknya penulis menemukan akta wasiat tanpa adanya pelaksana wasiat sedangkan pewarisan berdasarkan hibah wasiat memerlukan peranan pelaksana wasiat dalam peralihan hak atas tanahnya.

Berdasarkan hal tersebut diatas, Penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai masalah tersebut dengan merumuskan judul “PERALIHAN   HAK   ATAS

TANAH BERDASARKAN HIBAH WASIAT OLEH PELAKSANA WASIAT   DI   KABUPATEN

TABANAN”.

  • 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan    uraian    latar

belakang di atas, maka dapatlah dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

  • 1.    Bagaimanakah     pelaksanaan

peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat di Kabupaten Tabanan?

  • 2.    Bagaimanakah kepastian hukum penerima hibah wasiat dalam peralihan hak atas tanah tanpa adanya pelaksana wasiat di Kabupaten Tabanan?

  • 1.3 Landasan Teoritis

Beberapa teori dan konsep yang digunakan sebagai landasan dalam membahas permasalahan penelitian ini.

  • 1.3.1    Teori Kewenangan

Pelaksanaan peralihan hak atas tanah memerlukan peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah, di mana Pejabat Pembuat Akta Tanah ini merupakan pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta     otentik     mengenai

perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Selain itu diperlukan juga notaris dalam pembuatan surat wasiat yang dibuat sebelum pewaris meninggal dunia. Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disebut PPAT memiliki tugas untuk melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah, yang akan dijadikan dasar untuk pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Dalam hal ini maka PPAT juga berperan dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat.

Philipus      M.      Hadjon

mengemukakan ada 2 (dua) sumber untuk memperoleh wewenang yaitu atribusi dan delegasi, namun dikatakan pula bahwa kadangkala mandat digunakan sebagai cara tersendiri dalam memperoleh wewenang. 1 Pendapat ini sejalan dengan      pendapat      yang

dikemukakan oleh F.A.M. Stroink dan    J.G.    Steenbeek    yang

berpendapat bahwa cara perolehan wewenang pada hakikatnya melalui cara    atribusi dan    delegasi,

sebagaimana dapat disimak dari 2 pendapat beliau2 :

Hanya ada dua cara organ memperoleh   wewenang, yaitu

atribusi dan delegasi. Atribusi berkenaan dengan penyerahan suatu wewenang    baru,    sedangkan

delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif) kepada organ lain ; jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi. Mandat tidak mengakibatkan perubahan apapun, sebab yang ada hanyalah hubungan internal, seperti menteri dengan pegawai untuk mengambil keputusan tertentu atas nama menteri, sementara secara yuridis wewenang dan tanggung jawab tetap berada pada organ kementerian. Pegawai memutuskan secara teknis, sedangkan menteri secara yuridis.

Jabatan notaris dan PPAT adalah jabatan umum atau publik karena notaris/PPAT diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Pejabat umum adalah pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh kekuasaaan umum dan turut melaksanakan tugas pemerintah

  • 1Philipus M . Hadjon, dkk, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia (Introduction to the Indonesia Administrative Law), Cet. I, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hal.128

  • 2H.R. Ridwan, 2002, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, hal. 46

serta memiliki wewenang dan kewajiban sebagai pelayan publik dalam hal-hal tertentu.

Teori kewenangan dalam penelitian ini digunakan untuk membahas rumusan masalah mengenai pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat. PPAT dan notaris memiliki peranan dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat. Peralihan hak atas tanah ini menjadi wewenang dari PPAT, di mana PPAT merupakan pejabat publik yang memiliki kewenangan atribusi. Serta adanya peranan dari notaris dalam pembuatan surat wasiat sebelum adanya pengalihan hak atas tanah yang terjadi karena adanya pewarisan. Surat wasiat ini berisi kehendak terakhir dari pembuat wasiat.

  • 1.3.2    Teori Kepastian Hukum

Menurut Gustav Radbruch, kepastian hukum atau Rechtssicherkeit security, rechts-zekerheid,3 adalah sesuatu yang baru, yaitu sejak hukum itu dituliskan, dipositifkan, dan menjadi publik. Kepastian hukum menyangkut masalah law Sicherkeit durch das Recht, seperti memastikan bahwa pencurian, pembunuhan menurut hukum merupakan kejahatan. Kepastian hukum adalah Scherkeit des Rechts selbst atau kepastian hukum itu sendiri. Teori kepastian hukum ini dijadikan titik tolak untuk menganalisis kepastian hukum dan peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat tanpa adanya peran serta dari pelaksana wasiat. Perlu diciptakan kepastian hukum bagi setiap pemegang hak atas tanah maupun bagi masyarakat umum melalui proses pendaftaran tanah, maka peralihan hak atas

tanah berdasarkan hibah wasiat harus didaftarkan.

  • 1.3.3    Konsep Hak Atas Tanah

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada orang yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari hak yang dihakinya. Hak atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan, baik warga negara Indonesia, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia atau badan    hukum    asing    yang

mempunyai     perwakilan     di

Indonesia.

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk4 :

  • 1.    hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP).

  • 2.    hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian.

  • 1.4    Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam kegiatan penelitian, untuk mendapatkan data kemudian menyusun, mengolah, dan    menganalisnya.    Dalam

penelitian ini digunakan metode penelitian sebagai berikut : 1.4.1 Jenis Penelitian

4Supriadi,  2007, Hukum Agraria,

Sinar Grafika, Jakarta, hal. 64

Dalam kaitan ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Ciri-ciri utama penelitian hukum empiris ini adalah suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antar das solen dengan das sein yaitu kesenjangan antara teori dan dunia realita.

  • 1.4.2    Sifat Penelitian

Penelitian      ini      bersifat

deskriptif, yaitu menggambarkan kenyataan    yang terjadi di

masyarakat. Dalam penelitian ini teori-teori, ketentuan peraturan, norma-norma hukum, sehingga dalam penelitian ini hipotesis tidak mutlak harus diperlukan, atau dengan kata lain hipotesis boleh ada boleh tidak.

  • 1.4.3    Lokasi Penelitian

Lokasi    penelitian    dalam

penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Tabanan. Kabupaten Tabanan  merupakan  kabupaten

yang cukup berkembang, di mana masyarakatnya sering membuat perjanjian-perjanjian      tertentu,

salah satunya adalah hibah wasiat. Pewarisan secara hibah wasiat pernah terjadi di kabupaten ini maka    peneliti    menggunakan

Kabupaten Tabanan sebagai lokasi penelitian.

  • 1.4.4    Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari dua jenis data, yaitu :

  • 1.    Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian yaitu observasi, wawancara dari informan dan responden,     sampel     dan

sebagainya.5 Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara            dengan

Notaris/PPAT yang menangani hibah wasiat di Kabupaten

Tabanan dan Kantor Pertanahan Kabupaten Tabanan.

  • 2.    Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan    dengan    cara

menelusuri buku-buku maupun hasil-hasil   penelitian   yang

berwujud laporan, buku harian dan seterusnya. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari

  • a)    Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer terdiri dari kaidah hukum berupa peraturan dasar maupun peraturan         perundang-

undangan. Bahan primer yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :

  • 1.    Undang-Undang       Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  • 2.    Undang-Undang    Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

  • 3.    Undang-Undang    Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2014    tentang     Jabatan

Notaris;

  • 4.    Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

  • 5.    Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah;

  • 6.    Peraturan           Menteri

Agraria/Kepala       Badan

Pertanahan Nasional Nomor

3 Tahun 1997 tentang Peraturan         Pelaksana

Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

  • b)    Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adlaah buku-buku yang terkait dengan hukum agraria dan karya ilmiah lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

  • c)    Bahan hukum tertier yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum.

  • 1.4.5 . Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu teknik pengumpulan data primer dan teknik pengumpulan data sekunder.

  • 1.    Pengumpulan Data Primer

Dilakukan melalui wawancara yaitu cara untuk memperoleh informasi    dengan    bertanya

langsung       pada       yang

diwawancarai, yang terlibat langsung dalam pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas berdasarkan    hibah    wasiat,

dengan datang langsung bertanya pada     Kantor     Pertanahan

Kabupaten    Tabanan    dan

Notaris/PPAT di Kabupaten Tabanan.

  • 2.    Pengumpulan Data Sekunder Dilakukan              dengan

mengumpulkan data dan juga mengidentifikasi, mengklasifikasi dan membaca kemudian mengumpulkan serta mempelajari data yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, buku-buku, kemudian dicatat dalam catatan kecil atau disebut dengan sistem kartu (card     system),     sehingga

memperoleh data awal untuk dipergunakan dalam penelitian.

  • 1.4.6   Populasi dan Teknik

    Penentuan Sampel

Populasi yang diambil dalam penelitian hukum ini adalah Kantor Notaris/PPAT    di    Kabupaten

Tabanan, sedangkan sampel yang diteliti adalah sebanyak 4 (empat) Kantor Notaris/PPAT di Kabupaten Tabanan dengan menggunakan teknik non probability sampling. Dipilihnya 4 (empat) sampel ini, karena keempat sampel ini pernah menangani kasus terkait dengan peralihan    hak    atas    tanah

berdasarkan hibah wasiat. Dari beberapa    jenis    teknik non

probability     sampling     yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah purposive sampling. Teknik ini dilakukan dengan pertimbangan tertentu, sesuai dengan tujuan penelitian bahwa sampel memenuhi kriteria yang merupakan ciri utama dari populasinya.

  • 1.4.7    Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

  • II.    TINJAUAN UMUM

TENTANG HAK ATAS TANAH DAN WARIS

  • 2.1    Tinjauan Umum Tentang Hak

Atas Tanah

  • 2.1.1    Pengertian Hak Atas Tanah

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada orang yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari hak yang dihakinya. Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk6 :

  • 1.    hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP).

6Supriadi, Op. cit, hal. 64

  • 2.    hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian.

  • 2.1.2    Proses Peralihan Hak Atas Tanah

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar    Pokok-Pokok    Agraria

dinyatakan bahwa hak atas tanah dapat beralih dan dialihkan. Dua (2) bentuk peralihan hak atas tanah dapat dijelaskan sebagai berikut7 :

  • a.    Beralih

Berpindahnya hak atas tanah dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya meninggal dunia atau melalui pewarisan. Peralihan hak atas tanah ini terjadi karena hukum,     artinya     dengan

meninggalnya pemegang hak (subjek), maka ahli warisnya memperoleh hak atas tanah tersebut. Dalam hal ini, pihak yang memperoleh hak harus memenuhi    syarat    sebagai

pemegang (subjek) hak atas tanah.

  • b.    Dialihkan/pemindahan hak Berpindahnya hak atas tanah dari pemegang (subjek) haknya kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Perbuatan hukum tersebut dapat berupa jual beli, tukar-menukar,          hibah,

penyertaan    dalam    modal

perusahaan, pemberian dengan wasiat, lelang. Dalam peralihan hak di sini, pihak yang mengalihkan/memindahkan hak harus berhak dan berwenang memindahkan hak, sedangkan bagi pihak yang memperoleh

hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.

Dengan diberikannya hak atas tanah tersebut, maka antara orang dengan   tanah telah

terjalin    hubungan hukum

sehingga dapat dilakukan perbuatan hukum oleh yang mempunyai hak itu terhadap tanah kepada pihak lain, seperti jual beli, tukar menukar, dan lain-lain.8

  • 2.1.3    Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Peralihan Hak Atas Tanah

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta     otentik     mengenai

perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Tugas PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti tanah telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

  • 2.1.4    Pendaftaran Tanah

Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa pendaftaran tanah adalah serangkaian     kegiatan     yang

dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,   pembukuan,   dan

penyajian serta pemeliharaan data fisik yuridis, dalam bentuk peta

dan daftar,   mengenai bidang-

bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian

8Wantijk Saleh, 1985, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 15

surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Tujuan pendaftaran tanah berdasarkan PP No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah untuk   memberikan   kepastian

hukum dan perlidungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, untuk menyediakan informasi kepada     pihak-pihak     yang

berkepentingan          termasuk

pemerintah,      dam      untuk

terselenggaranya             tertib

administrasi pertanahan

  • 2.2    Tinjauan Umum Tentang

Waris

  • 2.2.1    Penggolongan Penduduk di Indonesia

Pasal 131 jo. Pasal 163 Indische Staatsregeling mengatur mengenai   golongan   penduduk

Indonesia.   Penduduk Indonesia

terbagi dalam 3 (tiga) golongan penduduk, yaitu :

  • 1.    Warga negara Indonesia Asli (Bumiputera)

  • 2.    Warga negara Indonesia Timur Asing, yang terdiri dari :

  • a.    Timur    asing    keturunan

Tionghoa

  • b.    Timur asing bukan keturunan Tionghoa (Arab, India, dan lain-lain yang menundukkan diri)

  • 3.    Warga    negara    Indonesia

keturunan Eropah

Hukum waris yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau yang selanjutnya disingkat dengan BW tidak berlaku untuk semua golongan penduduk.

Hukum waris BW tersebut hanya berlaku untuk10:

  • a.    golongan orang-orang Eropa dan mereka dipersamakan dengan golongan orang-orang tersebut;

  • b.    golongan orang-orang Timur Asing Tionghoa;

  • c.    golongan orang-orang Timur Asing lainnya dan orang-orang Pribumi yang menundukkan diri.

  • 2.2.2    Syarat Pewarisan Menurut KUHPerdata

Pada     dasarnya     proses

beralihnya     harta     kekayaan

seseorang kepada ahli warisnya, yang dinamakan pewarisan, terjadi hanya karena kematian. Pewarisan baru akan terjadi jika terpenuhi tiga persyaratan, yaitu11:

  • a.    ada seseorang yang meninggal dunia;

  • b.    ada seseorang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia;

  • c.    ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris.

  • 2.2.3    Pewarisan Berdasarkan Undang-Undang (Ab Intestato) Pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan di mana hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris. Ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah terdapat empat golongan, yaitu12 :

  • 1    . Golongan pertama, keluarga dari garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan/atau yang hidup paling lama. Suami atau

10Anisitus Amanat, 2003, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW, Jakarta, Rajagrafindo Persada, hal. 3

11H. Eman Suparman, 2011, Hukum Waris Indonesia – Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, Bandung, Refika Aditama, hal. 25

12Ibid, hal. 30

isteri yang ditinggalkan/atau yang hidup paling lama.

  • 2.    Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka.

  • 3.    Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris.

  • 4.    Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping san sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

  • 2. 2.4 Pewarisan Berdasarkan

Wasiat (ad testamento)

Pewarisan menurut wasiat (ad testamento) ini disertai dengan adanya surat wasiat. Surat wasiat atau testamen berdasarkan Pasal 875 KUHPerdata adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya. Apabila melihat peraturan dalam KUHPerdata, maka menurut isinya wasiat (testamen) digolongkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

  • a. Wasiat   (testamen)    yang

berisi    “erfstelling”    atau

wasiat pengangkatan waris

  • b. Wasiat   (testamen)    yang

berisi hibah wasiat atau legaat

  • III.    PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN HIBAH WASIAT DI

KABUPATEN TABANAN

3.1Peranan Notaris/PPAT Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Hibah Wasiat

Peranan     notaris     dalam

pembuatan akta wasiat adalah menjelaskan kepada pembuat surat wasiat tentang cara pembuatan wasiat, cara penyimpanannya, akibat dibuatnya surat wasiat, dan berlakunya surat wasiat. Notaris memiliki tugas mencatat kehendak terakhir dari si pembuat wasiat (testamen).     Peranan     notaris

memberikan arahan-arahan hukum agar wasiatnya di kemudian hari tidak menimbulkan permasalahan hukum. Pemberi wasiat yang memiliki kehendak terakhir.

Philipus M. Hadjon mengemukakan ada 2 (dua) sumber untuk memperoleh wewenang yaitu atribusi dan delegasi, namun dikatakan pula bahwa kadangkala mandat digunakan sebagai cara tersendiri dalam memperoleh wewenang. 13 Atribusi berkenaan dengan penyerahan suatu wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif) kepada organ lain. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa notaris memiliki kewenangan atribusi. Kewenangan atribusi adalah pemberian wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.

Peranan notaris dalam pembuatan surat wasiat tergantung pada bentuk wasiat yang dbuat. Ada 3 (tiga) bentuk surat wasiat, antara lain :

  • 1.    Wasiat Olografis

Wasiat olografis adalah surat wasiat yang seluruhnya ditulis dengan tangan dan ditandatangani pewaris sendiri. Peranan notaris dalam wasiat ini hanya dalam hal penyimpanan surat wasiatnya.

  • 2.    Wasiat Umum

Wasiat umum adalah wasiat yang dibuat oleh seorang notaris, dengan cara orang yang akan meninggalkan warisan itu menghadap notaris serta menyatakan kehendaknya dan memohon kepada notaris agar dibuatkan akta notaris

13Philipus M. Hadjon, dkk, Op. cit, hal.128

dengan dihadiri oleh dua orang saksi. Dalam jenis wasiat ini, notaris berperan dalam pembuatan akta wasiatnya.

  • 3.    Wasiat rahasia (Geheim)

Wasiat rahasia adalah surat wasiat yang ditulis sendiri atau ditulis orang lain yang disuruhnya untuk menulis kehendak terakhirnya. Surat wasiat macam ini harus disampul dan disegel, kemudian diserahkan kepada notaris dengan dihadiri empat orang saksi. Penutupan dan penyegelan dapat juga dilakukan di hadapan notaris dan empat orang saksi. Jadi peran notaris dalam bentuk surat wasiat ini adalah dalam penutupan dan penyegelannya yang harus dilakukan di hadapan notaris.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti halnya notaris memiliki peran penting dalam peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat, terkait dengan pendaftaran tanahnya. Peranan PPAT dalam peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat adalah terkait dengan pembuatan akta hibah yang dilakukan oleh pelaksana wasiat untuk penerima hibah sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dibuat oleh pemberi hibah. Akta hibah nantinya akan dilampirkan dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat.

Jabatan notaris dan PPAT adalah jabatan umum atau publik karena notaris/PPAT diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Pejabat umum adalah pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh kekuasaaan umum dan turut melaksanakan tugas pemerintah serta memiliki wewenang dan kewajiban sebagai pelayan publik dalam hal-hal tertentu. PPAT memiliki wewenang secara atribusi sama halnya dengan notaris, yaitu

kewenangan yang didapatkan berdasarkan perundang-undangan, dengan kata lain wewenang PPAT tidak diperoleh dari Kepala Kantor Pertanahan, melainkan diperoleh oleh aturan hukum yang berlaku.

  • 3.2    Pelaksanaan Peralihan Hak

Atas Tanah Berdasarkan Hibah Wasiat Oleh Pelaksana Wasiat

Dalam hal perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah berupa hibah wasiat, hak atas tanah yang bersangkutan beralih kepada penerima wasiat pada saat pemberi wasiat meninggal dunia. Penerima hibah wasiat dengan dibantu oleh pelaksana wasiat dapat membuat akta hibah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan melampirkan dokumen akta wasiat yang telah dibuat oleh pewaris di hadapan notaris.

Pelaksanaan hibah wasiat berlaku dengan meninggalnya pemberi hibah wasiat, maka pelaksana wasiat akan membuat akta hibah dengan membawa surat-surat lainnya yang diperlukan menghadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), bersama dengan penerima hibah wasiat yang juga membawa surat-surat yang diperlukan untuk membuat akta hibah. Dalam pembuatan akta hibah, pihak pertama adalah pelaksana wasiat sebagai pemberi hibah sesuai dengan wasiat yang diberikan pewaris untuknya, sedangkan pihak kedua adalah penerima hibah wasiat. Pelaksana wasiat bertindak sebagai pemberi hibah dalam peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat.

  • 3.3    Pelaksanaan Peralihan Hak

Atas Tanah Berdasarkan Hibah Wasiat Tanpa Adanya Pelaksana Wasiat di Kabupaten Tabanan

Apabila terjadi peralihan hak atas tanah berdasarkan akta hibah wasiat maka yang dipastikan bahwa wasiat telah berlaku dengan

meninggalnya pembuat wasiat, dibuktikan dengan surat keterangan meninggal dari   instansi yang

berwenang, kemudian pelaksana wasiat membuat akta hibah di hadapan pejabat pembuat akta tanah, sebagai pihak pertama, pemberi hibah bersama dengan penerima hibah wasiat, sebagai pihak kedua. Jika akta hibah wasiat tidak menunjuk pelaksana wasiat, maka peralihan hak atas tanah masih dapat didaftarkan atas nama penerima   hibah wasiat   tanpa

melampirkan akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh pelaksana wasiat.

  • IV.    KEPASTIAN HUKUM PENERIMA HIBAH WASIAT DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TANPA ADANYA PELAKSANA WASIAT

  • 4.1 Tugas    dan    Wewenang

Pelaksana Wasiat Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Hibah Wasiat Tugas dan wewenang pelaksana wasiat adalah melaksanakan apa yang menjadi tugasnya yaitu menyerahkan apa yang dihibah wasiatkan pewaris kepada penerima hibah dan sebagai perantara dalam penyerahan hak-hak yang diberikan oleh pewaris. Dalam hal terjadinya peralihan    hak    atas    tanah

berdasarkan hibah wasiat, maka wewenang dari pelaksana wasiat adalah mewakili pemberi hibah dalam penyerahan atas benda-benda kepada penerima hibah. Seandainya pelaksana wasiat tidak ada maka yang akan melaksanakan hibah tersebut adalah para ahli waris.

  • 4.2 Pendaftaran Peralihan Hak

Atas Tanah Disertai Dengan Hibah Wasiat Tanpa Adanya Pelaksana Wasiat

Berkaitan    dengan    proses

peralihan    hak    atas    tanah

berdasarkan hibah wasiat maka harus melalui proses yang telah ditentukan         undang-undang

mengenai hal tersebut. Menurut Gustav Radburch, kepastian hukum (Rechtszekerheid) adalah sesuatu yang baru, yaitu sejak hukum itu dituliskan,     dipositifkan,     dan

menjadi     publik.     Kepastian

menyangkut masalah law Sicherkeit durch    das    Recht,    seperti

memastikan bahwa pencurian, pembunuhan menurut   hukum

merupakan kejahatan. Kepastian hukum adalah Scherkeit des Rechts selbst atau kepastian hukum itu sendiri.

Dalam hal terjadinya peralihan hak atas tanah maka harus disertai dengan pendaftaran tanah sesuai dengan Pasal 19 UUPA, bahwa perlu dilakukan pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah. Kepastian hukum penerima wasiat jika tidak ada pelaksana wasiat tetap dijamin karena wasiat merupakan kehendak terakhir dari pewaris dan dapat didaftarkan haknya walaupun tanpa ada pelaksana wasiat, jadi wasiat memberikan kepastian hukum kepada penerima hibah wasiat walaupun     tidak     menunjuk

pelaksana wasiat. Wasiat yang menjamin     kepastian     untuk

dilaksanakan adalah testamen yang dikeluarkan paling akhir sejak meninggalnya pewaris.

Dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat yang ada pelaksana wasiatnya, Jika hak atas tanah yang dhibahkan sudah tertentu,     maka     pendaftaran

peralihan haknya dilakukan atas permohonan    penerima    hibah

dengan melampirkan : a. Sertifikat hak atas tanah atas nama pewaris, atau apabila hak atas tanah yang dihibahkan belum      terdaftar,      maka

dilampirkan bukti pemilikan tanah atas nama pemberi hibah;

  • b.    Surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurah

tempat tinggal pemberi hibah wasiat tersebut waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau instansi yang berwenang;

  • c.    Akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada    Pelaksana    Wasiat

tersebut;

  • d.    Surat kuasa tertulis dari penerima hibah apabila yang mengajukan        permohonan

pendaftaran peralihan hak bukan penerima hibah;

  • e.    Bukti identitas penerima hibah;

  • f.    Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dalam hal bea tersebut terutang;

Dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat tanpa adanya pelaksana wasiat maka yang harus dilampirkan, antara lain :

  • a.    Sertifikat hak atas tanah atas nama pewaris, atau apabila hak atas tanah yang dihibahkan belum      terdaftar,      maka

dilampirkan bukti pemilikan tanah atas nama pemberi hibah

  • b.    Surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurah tempat  tinggal  pemberi hibah

wasiat tersebut waktu meninggal dunia,  rumah  sakit, petugas

kesehatan, atau instansi yang berwenang

  • c.    Surat kuasa tertulis dari penerima hibah apabila yang mengajukan        permohonan

pendaftaran peralihan hak bukan penerima hibah

  • d.    Bukti identitas penerima hibah

  • e.    Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bngunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, dalam hal bea tersebut terutang

Ada tidaknya pelaksana wasiat tidak terhadap pendaftaran tanah masih dapat didaftarkan yag terpenting adalah surat wasiat tersebut. Menurut beliau, dalam pendaftaran pewarisan berdasarkan hibah wasiat harus memenuhi

persyaratan terlebih dahulu, setelah persyaratan itu semua dipenuhi, pelaksana wasiat maupun penerima wasiat mendaftarkan hibah wasiat ini ke kantor pertanahan dengan melampirkan persyaratan-persyaratan tadi, serta membayar biaya-biaya administrasi. Walaupun tanpa dilampirkannya akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh pelaksana wasiat, penerima hibah tetap memperoleh kepastian hukum. Kepastian hukum diperoleh setelah melalui proses pendaftaran tanah. Jaminan kepastian hukum ada setelah penerima hibah memperoleh sertifikat sebagai bukti telah dilakukannya pendaftaran tanah. Adanya kepastian hukum akan memberikan perlindungan hukum, tidak hanya mengenai subjek tetapi juga mengenai objek hukum. Pendaftaran tanah mengenai hibah wasiat tanpa adanya akta hibah masih dapat berjalan, karena yang terpenting adalah surat wasiatnya.

Ada pelaksana wasiat maupun tidak ada pelaksana wasiat samasama memiliki kepastian hukum, karena pada dasarnya yang mempunyai kekuatan hukum ada pada akta wasiat tersebut terkait dengan perbuatan hukum yang menjadi tanggung jawab noatris dan PPAT. Peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat dasar peralihannya adalah akta hibah wasiat itu sendiri. Kepastian hukum tercapai jika tidak ada benturan kepentingan antara pihak satu dengan pihak lainnya.

Kepastian hukum peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah

waisat tanpa adanya pelaksana wasiat tetap terjamin sejauh pembuatan dan isi wasiat sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Akta hibah wasiat memiliki kekuatan hukum karena pada dasarnya akta terbut dibuat secara otentik oleh notaris. Dapat dilihat dalam Pasal 1867 KUHPerdata bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. Apabila terjadi sengketa di kemudian hari maka akta hibah

wasiat yang berisikan kehendak terakhir dari pembuat wasiat dapat

dijadikan alat bukti di pengadilan.

Berdasarkan pendapat penulis

maka kepastian hukum penerima hibah wasiat dalam peralihan hak atas tanah tanpa adanya pelaksana wasiat ada sejak dibukanya surat

wasiat yang diberikan oleh pewaris

kepada penerima hibah yang merupakan kehendak terakhir dari pewaris dan dengan didaftarkannya

peralihan hak atas tanah tersebut. Jadi wasiat memberikan kepastian

hukum kepada penerima hibah wasiat walaupun tidak menunjuk pelaksana wasiat. Kepastian hukum juga diperoleh setelah dilakukan proses pendaftaran tanah. Jaminan kepastian hukum ada setelah penerima hibah memperoleh sertifikat sebagai bukti telah dilakukannya pendaftaran tanah.

  • V. KESIMPULAN

  • 5.1    Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas,    maka    dapat    ditarik

kesimpulan antara lain :

  • 1.    Pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat di Kabupaten Tabanan tidak memerlukan    akta    PPAT

mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama

pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan      pelaksanaannya

kepada Pelaksana Wasiat. Hal tersebut karena tidak adanya penunjukan pelaksana wasiat dalam pembuatan akta hibah wasiat     sebelum     pewaris

meninggal dunia. Jadi dasar peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat adalah akta hibah wasiat itu sendiri.

  • 2.    Kepastian hukum penerima hibah wasiat dalam peralihan hak atas tanah tanpa adanya pelaksana wasiat di Kabupaten Tabanan didapatkan sejak dibukanya akta wasiat yang diberikan oleh pewaris kepada penerima hibah yang   merupakan kehendak

terakhir dari pewaris dan untuk pembuktian telah beralihnya hak atas tanah dari pewaris ke penerima hibah adalah dengan dilakukan pendaftaran hak atas tanah    untuk    memperoleh

sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

  • 5.2    Saran

Saran yang dapat diberikan oleh penulis, antara lain :

  • 1.    Agar dalam pembuatan akta hibah wasiat dicantumkan nama pelaksana wasiat    sehingga

setelah     pembuat     wasiat

meninggal dunia, ada seseorang yang akan menjalankan wasiat tersebut.

  • 2.    Untuk memperkuat kepastian hukum perlu dibuat penetapan pengadilan mengenai pewarisan disertai dengan hibah wasiat tersebut    agar    memberikan

perlindungan    hukum    bagi

penerima hibah apabila sewaktu-waktu ahli waris lainnya tidak menyetujui adanya pewarisan dengan hibah wasiat ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Buku

Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung

, 2009, Saksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Rafika Aditama, Bandung

Afandi, Ali, 1999, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Rineka Cipta, Jakarta

Ali, Achmad, 2009, Menguak Teori (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legisprudence), Predana Media Group

Hadjon, Philipus M. dkk, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia (Introduction to the Indonesia Administrative Law), Cet. I, Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Ridwan, H. R., 2002, Hukum Administrasi Negara, UII

Press, Yogyakarta

Saleh, Wantijk, 1985, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta

Santoso, Urip, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Predana Media, Jakarta

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo, Jakarta

Suparman, H. Eman, 201 1, Hukum Waris Indonesia – Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, Bandung, Refika Aditama

Supriadi, 2007, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta

Tanuwidjaja, Henny, 2012, Hukum Waris Menurut BW, Refika Aditama, Bandung

Van Wijk/HDWillem Konijnenbelt. 1988, Hoofdstukken van Administratief Recht, Culemborg, Uitgeverij Lemma BV

Wery, P. L, 2003, Hoofdzaken Maatschap, Vennootschap Onder Firma En Commanditaire Vennootschap, Kluwer, Deventer

  • 2.    Peraturan Perundang – undangan

Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara RI Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5491)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (Lembaran Negara RI Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2043)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3696)

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3746)

Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2017-2018

170