Acta Comitas (2017) 2 : 172 – 1 82

ISSN : 2502-8960 I e-ISSN : 2502-7573

PENYIMPANAN PROTOKOL NOTARIS SECARA ELEKTRONIK DALAM KAITAN CYBER NOTARY

Oleh :

Desy Rositawati*, I Made Arya Utama**, Desak Putu Dewi kasih*** Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana e-mail : [email protected]

ABSTRACT

ELECTRONIC STORAGE OF NOTARIAL PROTOCOL IN RELATION TO CYBER NOTARY

The notary protocol is the state archives that must be stored and maintained by a notary. Storage of electronic notary protocol is possible as a solution to problems of security, maintenance costs, and the size of land required. In the meantime, the Article 16 of paragraph (1) letter b of Amended Law on Notary (Amended UUJN) and the explanation only establishes the obligation of notaries in running their position of making deeds in the form of minutes of the deed and to save them as part of the protocol of notaries in its original form to keep the authenticity of the certificates , This raises the vacuum of norms related to the storage arrangements of electronic notary protocol. Therefore, the problems raised in this thesis are what the urgency of the electronic storage of notary protocol in terms of cyber Notary, what is the notary protocol electronic storage mechanism and what is the power of evidence of the electronic storage of notary protocol.

The type of research in this thesis is a normative legal research as a result of the vacuum of norms. The legal materials collection technique used was the technique of literature study card system.

The results showed that electronically stored notarial protocol is important to do given the task of a notary as public officials who have the task of serving the public in the field of civil cases, so the state should make strict rules about electronic storage of notarial protocols in relation to cyber Notary. The mechanism is by using the transfer of media into digital form or scanning. The strength of evidence of electronically stored notarial protocol in the field of civil law only serves as a back up, not as a copy of which has binding force because it is not yet eligible for the authenticity of the document as provisioned in the Article 1 paragraph 7 of Amended UUJN/ Law on Notary and Article 1868 of Civil Law Codes and in the field of criminal procedure law i.e. that it can be evidence of indication when dealing with the contents of other evidence.

Keywords: Electronic Storage, Notarial Protocol, Cyber Notary

* Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan T.A. 2014/2015

**Pembimbing I

***Pembimbing II

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Ketentuan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 (selanjutnya disebut UUJN Perubahan) mengatur dan menentukan mengenai tanggung jawab notaris. Pasal tersebut menetapkan bahwa notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol notaris. Tanggung jawab notaris saat menjabat terkait pula dengan penyimpanan seluruh protokol yang dimilikinya.

Pasal 1 angka 13 UUJN Perubahan mengartikan protokol notaris sebagai kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Aturan protokol notaris dalam Pasal 63 ayat (5) UUJN Perubahan mengenai penyerahan protokol notaris kepada notaris pengganti yang waktu penyerahannya berumur 25 tahun atau lebih kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD) tidak dapat diterapkan karena MPD tidak mampu menyimpan banyaknya protokol notaris yang telah berusia 25 tahun lebih di kantor Majelis Pengawas Daerah. Hal ini menyebabkan protokol notaris tersebut

tetap disimpan di kantor notaris yang bersangkutan.

Demikian pentingnya kedudukan akta otentik yang dibuat oleh notaris, sehingga penyimpanan minuta akta sebagai bagian dari protokol notaris merupakan hal yang penting pula. Notaris pengganti juga berkewajiban menyimpan protokol yang diwariskan kepadanya oleh notaris yang telah meninggal dunia. Dapat dibayangkan berapa luas tempat yang diperlukan untuk menyimpan protokol notaris tersebut, selain juga resiko apabila terjadi kebakaran, digigit tikus atau serangga lain, dan bencana banjir. Oleh karenanya untuk mengantisipasi terhadap dampak proses penyimpanan dan pemeliharaan yang terkendala pada tempat dan biaya perawatan tersebut, maka solusi bagi penyimpanan protokol notaris tersebut adalah melalui penerapan teknologi informasi atau secara elektronik.

Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE), teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. Perkembangan teknologi informasi yang pesat telah mempengaruhi praktek kenotariatan di Indonesia. Pengaruh tersebut dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) UUJN Perubahan dengan adanya istilah cyber notary. Namun demikian UUJN belum mengatur pengembangan penyimpanan protokol notaris berbasis teknologi informasi. Ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN Perubahan beserta penjelasannya hanya menetapkan mengenai kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya yaitu membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris dalam bentuk aslinya untuk menjaga keotentikan suatu akta sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan, atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya.

Berdasarkan kekosongan norma tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam bentuk Tesis dengan judul :“PENYIMPANAN PROTOKOL NOTARIS SECARA

ELEKTRONIK DALAM KAITAN CYBER NOTARY”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat ditarik 3 (tiga) permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :

  • 1.    Apakah urgensi penyimpanan protokol notaris secara elektronik dalam kaitan cyber notary ?

  • 2.    Bagaimanakah mekanisme penyimpanan protokol notaris secara elektronik oleh notaris ?

  • 3.    Bagaimanakah kekuatan pembuktian protokol notaris yang disimpan secara elektronik ?

  • 1.3.    Tujuan Penelitian

    1.3.1.    Tujuan umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah    untuk    mengembangkan

pemikiran hukum tentang peluang peningkatan pelayanan oleh notaris melalui    pemanfaatan    teknologi

informasi, hal ini berkaitan dengan penyimpanan protokol notaris secara elektronik sebagai antisipasi terhadap kendala penyimpanan konvensional yang selama ini sudah dilakukan dalam kaitan cyber notary.

  • 1.3.2.    Tujuan Khusus

Berdasarkan    tujuan    umum

tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan yang bersifat khusus yaitu :

  • 1.    Untuk mengetahui dan menganalisis urgensi protokol notaris disimpan secara elektronik dalam rangka peningkatan pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam kaitan cyber notary.

  • 2.    Untuk     mengetahui     mekanisme

penyimpanan protokol  notaris secara

elektronik dalam meningkatkan pelayanan notaris kepada masyarakat.

  • 3.    Untuk memahami dan melakukan analisa lebih lanjut mengenai      kekuatan

pembuktian protokol     notaris yang

disimpan secara elektronik.

  • 1.5.    Landasan Teoritis

    1.5.1.    Teori Negara Hukum

Indonesia adalah negara hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Joeniarto, negara hukum adalah kekuasaan negara yang dibatasi oleh hukum (rechtstaat) dan bukan didasarkan      pada      kekuasaan

(machtstaat). Negara hukum juga memiliki tujuan lain yaitu adanya pembatasan kekuasaan negara oleh hukum, serta perlu diketahui juga oleh elemen-elemen atau unsur-unsur yang tertuang di dalam Undang-Undang

Dasar beserta peraturan pelaksananya dan yang terpenting dalam prakteknya peraturan tersebut sudah dilaksanakan atau belum. 1

Plato mencetuskan bahwa negara yang baik adalah negara yang berdasarkan pada adanya pengaturan (hukum) yang baik, yang disebut dengan istilah “nomoi2. Berdasarkan hal tersebut maka terkait dengan permasalahan yang penulis ambil maka, dalam hal penyimpanan protokol notaris secara elektronik sangat diperlukan peraturan perundang-undangan yang tegas dan jelas yang mengatur, sehingga memberikan suatu kepastian hukum.

  • 1.5.2.    Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Kepastian hukum berarti bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

Menurut Gustav Radbruch hukum memiliki tujuan yang berorientasi pada 3 (tiga) hal yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Teori Kepastian Hukum menyatakan bahwa hukum yang berlaku pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, hal ini dikenal juga dengan istilah fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan). Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.3

Teori Kepastian Hukum ini dimaksudkan untuk membahas dan menganalisa guna melengkapi dan menjawab mengenai kepastian hukum protokol notaris yang disimpan secara elektronik terkait dengan kedudukan protokol notaris sebagai dokumen negara yang merupakan alat bukti yang sah dan otentik mengenai adanya perbuatan dan atau tindakan hukum. .

  • 1.5.3.    Teori Tanggung Jawab

Teori hukum yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori tentang tanggung jawab hukum oleh Hans Kelsen. Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subjek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.4 Tanggung jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab seorang notaris terhadap akta yang telah dibuat dalam jabatannya sebagai pejabat negara. Menurut Kranenburg dan Vegtig mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat yaitu :

  • 1.    Teori fautes de service,yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Dalam penerapannya, kerugian    yang    timbul    itu

disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung   jawab   yang   harus

ditanggung.

  • 2.    Teori fautes personelles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang dikarenakan tindakan itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditunjukkan pada manusia selaku pribadi.5

Teori tanggung jawab hukum dalam penelitian ini diperlukan untuk menjelaskan tanggung jawab notaris berkaitan    dengan    penyimpanan

protokol notaris sebagai arsip yang vital dan harus tetap tersimpan serta dipelihara dengan baik sebagai tindakan antisipasi adanya konflik oleh para pihak dikemudian hari.

  • 4Hans Kelsen, 2007, General Theory of Law & State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, Alih Bahasa oleh Somardi, hal. 81.

  • 5Ridwan H.R., 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 365.

  • 1.5.4.    Teori Pembuktian

Menurut Sudikno Mertokusumo, pembuktian dalam arti logis atau ilmiah membuktikan berarti memberikan kepastian mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Membuktikan dalam hukum acara mempunyai arti yuridis. Didalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala kemungkinan adanya bukti lawan.6 Teori pembuktian ini digunakan untuk menganalisa dan menjawab mengenai permasalahan terkait dengan kekuatan pembuktian dari protokol notaris yang disimpan secara elektronik yang dipakai sebagai alat bukti.

  • 1.5.5.    Teori Kewenangan

Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa, wewenang (bevoegdheid) dinyatakan dalam konsep hukum publik berkaitan dengan kekuasaan hukum atau diartikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht).7 Menurut Prajudi Atmosudirdjo, kewenangan adalah suatu yang disebut dengan kekuasaan formal, yaitu kekuasaan yang bersumber dari undang-undang atau kekuasaan legislatif juga bersumber dari kekuasaan eksekutif atau administratif.

Notaris dalam melakukan tugasnya mendapatkan wewenang secara atributif berdasarkan kewenangan yang dimuat dalam Pasal 15 UUJN Perubahan. Teori kewenangan dipergunakan dalam penelitian tesis ini untuk dapat membahas tentang kewenangan yang diberikan oleh negara berkaitan dengan pembuatan akta otentik sesuai apa yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Dalam hal ini wewenang diartikan sebagai suatu kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan dan hubungan hukum yang diberikan oleh undang-undang. 8

  • 1.5.6.    Konsep Protokol Notaris

Protokol notaris merupakan dokumen negara yang salah satu

fungsinya adalah dapat digunakan sebagai alat bukti mengenai adanya perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh para pihak terkait dengan perjanjian dalam ranah hukum perdata. Tan Thong Kie berpendapat bahwa

Protokol adalah milik masyarakat, bukan milik notaris yang membuat akta akta, dan juga tidak milik notaris yang ditugaskan/ditunjuk oleh menteri Kehakiman untuk menyimpannya. Seseorang yang menyimpan dokumen dalam protokol seorang notaris pada umumnya mengetahui bahwa sebuah dokumen itu aman di tangan seorang notaris.9

Protokol notaris menurut Pasal 1 angka 13 UUJN Perubahan adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • 1.5.7.    Konsep Cyber Notary

Lawrence Leff mengemukakan bahwa cyber notary adalah seseorang yang mempunyai kemampuan spesialisasi dalam bidang hukum dan komputer. 10 Cyber notary merupakan konsep yang memanfaatkan kemajuan teknologi dalam menjalankan tugas dan kewenangan notaris. 11 Konsep ini mengandung makna bahwa dalam menjalankan tugas dan jabatannya, notaris bekerja dengan berbasis teknologi yaitu cyber notary adalah notary public yang melakukan pelayanan jasa notaris dokumen secara elektronik. 12

  • II.    Metode Penelitian

    • 2.1.    Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan adalah penelitian hukum normatif yang beranjak dari adanya kekosongan norma dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN Perubahan terkait penyimpanan protokol notaris yang saat ini belum mengatur pengembangan penyimpanan protokol notaris berbasis teknologi informasi.

  • 9Tan Thong Kie, 2013, Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal. 545.

  • 10Edmon Makarim, 2013, Notaris & Transaksi Elektronik Kajian Hukum tentang Cybernotary atau Electronic Notary, Raja Grafindo Persada, Jakarta., hal. 11.

  • 11Emma Nurita, 2012, Cyber Notary Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran, PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 47.

  • 12Ibid, hal.20.

  • 2.2.    Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach).

  • 2.3.    Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) jenis sumber hukum yaitu:

  • 1.    Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer diperoleh dari Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji.

  • 2.    Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku-buku hukum perdata dan pidana, jurnal hukum, karya tulis hukum, kamus hukum dan sumber    dari    internet    terkait

permasalahan yang dibahas.

  • 2.4.    Teknik Pengumpulan Bahan

    Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini diperoleh melalui pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dengan teknik studi pustaka dengan sistem kartu yakni semua bahan yang diperlukan kemudian dicatat mengenai hal-hal yang dianggap penting bagi penelitian yang digunakan.

  • 1.6.5.    Teknik Pengolahan dan

    Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum yang diterapkan dalam penelitian ini diawali dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum secara sistematis yang kemudian dianalisis.

  • III.    Hasil Dan Pembahasan 3.1.Pengaturan        Penyimpanan

Protokol    Notaris    Secara

Elektronik

  • 3.1.1.    Dasar Hukum Penyimpanan Protokol     Notaris     Secara

Elektronik Oleh Notaris

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) huruf b, Pasal 58, Pasal 59 dan Pasal 63 UUJN bahwa notaris bertanggung jawab menyimpan akta dan protokol notarisnya selama menjabat dan akan dilanjutkan oleh notaris berikutnya yang menggantikannya. Pekerjaan notaris masih sangat digantungkan pada kertas sebagai medianya, sehingga dibutuhkan ruangan yang luas dan pemeliharaan yang cukup mahal untuk mengamankan berkas-berkas tersebut. Berkaitan dengan permasalahan itu maka penerapan produk teknologi informasi dapat menjadi pilihan solusi bagi pemecahan masalah penyimpanan tersebut. Pasal 68 ayat (1) UU Arsip telah mengatur bahwa “Pencipta arsip dan/atau lembaga kearsipan dapat membuat arsip dalam berbagai bentuk dan/atau melakukan alih media meliputi media elektronik

dan/atau media lain”, namun notaris belum melakukan penerapannya.

Dalam UUJN Perubahan tidak diatur mengenai penyimpanan protokol notaris secara elektronik. Hanya penjelasan Pasal 15 ayat (3) yang menyebutkan kemungkinan notaris untuk mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary). Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mulai melakukan pelayanan jasa hukum secara online dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4, 5, 6 Tahun 2014.

Belum adanya aturan yang mengatur mengenai penyimpanan protokol notaris secara elektronik dalam UUJN menimbulkan kekosongan norma. Berdasarkan pandangan Plato bahwa negara yang baik adalah negara yang berdasarkan pada adanya pengaturan (hukum) yang baik, maka menurut penulis terkait protokol notaris merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh notaris yang dalam hal ini melaksanakan sebagian tugas negara, maka seharusnya negara membuat aturan yang tegas dan jelas yang mengatur mengenai penyimpanan protokol notaris secara elektronik terkait cyber notary. Aturan perundang-undangan yang baik adalah peraturan yang memberikan kepastian hukum sehingga menciptakan suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat.

Terkait teori yang dikemukakan Van Apeldoorn mengenai kepastian hukum yang mengandung arti bahwa :

  • 1.    Kepastian hukum merupkan hal yang dapat ditentukan dari hukum, terkait dengan hal-hal konkrit.

  • 2.    Kepastian   hukum merupakan

keamanan hukum.

Kepastian hukum terwujud salah satunya apabila terdapat aturan yang jelas dan konsisten. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah peraturan pelaksanaan dari UUJN yang berkaitan dengan penyimpanan protokol notaris secara elektronik.

  • 3.1.2.    Fungsi Penyimpanan Protokol Notaris Secara Elektronik

Kewajiban notaris untuk membuat akta dalam bentuk asli akta (minuta akta) berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN Perubahan bahwa dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris. Teknologi menawarkan cara penyimpanan protokol notaris yang lebih praktis, efisien, murah dan aman yaitu melalui penyimpanan dalam bentuk elektronik. Berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (selanjutnya disebut UU Dokumen Perusahaan), menjadi titik awal dimulainya pengalihan data yang berbentuk surat atau tulisan di atas kertas

(based paper) ke dalam media elektronik. Sebagaimana tercantum dalam pertimbangan pembentukan undang-undang ini, pada bagian menimbang pada huruf f bahwa kemajuan teknologi telah memungkinkan catatan dan dokumen yang dibuat di atas kertas dialihkan ke dalam media elektronik. Berdasarkan konsideran huruf e UU Dokumen Perusahaan, alih media merupakan pilihan agar suatu perusahaan dalam menyimpan dokumen tidak menimbulkan    beban ekonomis dan

administratif.

Fungsi dan tujuan penyimpanan protokol notaris secara elektronik, dapat dinilai dari dua aspek yaitu aspek ekonomis dan aspek hukum. Secara ekonomis, penyimpanan protokol notaris bertujuan agar lebih praktis, efisien, murah dan aman. Sedangkan ditinjau dari aspek hukumnya, penyimpanan protokol notaris secara elektronik dapat membantu dan memudahkan dalam proses hukum terutama hukum pembuktian yang berkaitan dengan alat bukti elektronik.

  • 3.1.3.    Mekanisme Penyimpanan Protokol Notaris    Secara

Elektronik

Tata cara penyimpanan minuta atau asli akta beserta warkahnya juga menjadi tanggung jawab notaris dalam rangka memelihara dan menjaga arsip negara dengan baik dan sungguh-sungguh. Kaitannya dalam dunia kenotariatan adalah dapat meminimalisir penggunaan kertas (paperless) dan kemungkinan hilangnya arsip pelaporan, bahkan lebih jauh lagi bahwa minuta dan salinan akta dapat pula dialihkan dalam media scanning files sebagai bahan pengawasan kepada notaris dalam melaksanakan aktivitasnya.

Pengaturan mengenai minuta akta dan protokol notaris yang terdapat pada UUJN hanya sebatas pada pembuatan, penyimpanan dan penyerahan protokol notaris, sebagaimana termuat dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 65. Meskipun dalam UUJN tidak mengatur dan tidak mewajibkan notaris menyimpan dokumennya dalam bentuk elektronik, hal tersebut dapat dilakukan untuk mengurangi segala resiko dan kemungkinan hal terburuk atas dokumen yang disimpannya. Media yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai penyimpan data atau informasi sesuai dengan perkembangan teknologi yaitu :13

  • 1.    Pita magnetik merupakan media penyimpanan yang terbuat dari bahan magnetik yang dilapiskan pada plastik tipis, seperti pita pada pita kaset.

  • 2.    Piringan magnetik merupakan media penyimpan berbentuk disk.

  • 3.    Piringan optik merupakan piringan yang dapat menampung data hingga ratusan atau bahkan ribuan kali dibandingkan disket.

  • 4.    UFD (USB Flash Disk) adalah piranti penyimpanan data yang berbentuk seperti pena, cara pemakaiannya            dengan

menghubungkan ke port USB.

  • 5.    Kartu memori (memory card) yaitu jenis penyimpanan seperti plastik tipis yang biasa digunakan pada PDA, kamera digital, ponsel, dan handycame.

Penyimpanan protokol notaris secara elektronik dilakukan sebagai langkah antisipasi proses penyimpanan dan pemeliharaan protokol notaris dari resiko rusak bahkan hilangnya protokol notaris. Peraturan perundang-undangan termasuk UUJN, tidak ada yang mengatur tentang mekanisme penyimpanan protokol notaris secara elektronik sebagai antisipasi rusak, hilang atau musnahnya protokol notaris yang mana didalamnya terdapat minuta akta yang merupakan bukti surat yang otentik.

Mekanisme penyimpanan protokol notaris secara elektronik dapat digunakan dengan proses alih media dari dokumen cetak, audio, video menjadi bentuk digital atau yang disebut dengan scanning. Cara penyimpanan minuta akta seperti itu dapat dilakukan oleh notaris sebagai bentuk pengamanan.Sistem pengerjaan digitalisasi warkah dimulai dari pengambilan arsip untuk dilakukan pengecekan, selanjutnya di scanning. Hasil scanning tersebut disimpan di dalam database server dan secara otomatis output data scan digitalisasi dokumen tersedia. Hasil yang tersimpan di database server disimpan dalam bentuk Flasdisk atau disimpan dalam memory card dengan daya tampung yang disesuaikan dengan banyaknya data. Kemudian agar terjaga keamanannya, database server dan flasdisk disimpan di deposit box atau brankas anti kebakaran untuk kemudian disimpan oleh notaris atau dapat juga penyimpanannya diserahkan kepada MPD. Dengan adanya dokumen elektronik yang dihasilkan melalui proses tersebut dapat dibuka saat diperlukan dan dibuatkan   salinannya untuk selanjutnya

digunakan mewakili protokol notaris yang rusak atau hilang.

  • 3.2. Kekuatan Pembuktian Protokol Notaris Yang Disimpan Secara

Elektronik

  • 3.2.1. Kekuatan   Hukum   Protokol

Notaris Yang Disimpan Secara

Elektronik   Dalam   Alat-Alat

Bukti Dibidang Hukum Acara Perdata

Di Indonesia, sistem pembuktian secara elektronik dalam UU ITE masih dikecualikan karena surat beserta dokumen harus dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta, dengan memperhatikan pula ketentuan pada Pasal 1868 KUH Perdata. Dalam Pasal 1866 KUH Perdata, alat bukti terdiri atas : 1) bukti tertulis, 2) bukti saksi, 3) persangkaan, 4) pengakuan, dan 5) sumpah. Protokol notaris yang disimpan secara elektronik seperti Print Out, scanning microfilm, hard disk atau flashdisk dan media penyimpan lainnya yaitu alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan ke dalamnya, juga mengenai dokumen elektronik telah diatur sebagai alat bukti yang diakui di persidangan dalam bentuk hukum materiil melalui UU Dokumen Perusahaan dan UU ITE. Terlepas dari pengalihan dokumen dalam bentuk elektronik, naskah asli tetap mempunyai kekuatan pembuktian otentik sepanjang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan terhadap naskah asli tersebut, wajib tetap disimpan.

Dan mengacu pada Pasal 1888 KUH Perdata bahwa kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya. Dalam proses pembuktian di pengadilan apabila hanya dokumen elektronik yang dapat diajukan oleh notaris sebagai alat bukti, dan tidak disertakan dengan minuta (asli akta) sebagaimana diperintahkan dalam Pasal 66 dan 66 A UUJN dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor M.03. HT.03.10. Tahun 2007, maka notaris berkewajiban memberikan keterangan-keterangan, alasan-alasan dan bukti-bukti yang dapat dipercaya kepada penyidik atau hakim berkaitan dengan hilang atau tidak adanya minuta (asli akta) akta tersebut, sehingga notaris dapat memberikan bukti lain seperti halnya salinan akta notaris kepada penyidik atau hakim, apabila terhadap minuta (asli akta) tersebut sudah dikeluarkan salinan akta oleh notaris.

Salinan akta notaris dan dokumen elektronik, keduanya dapat dijadikan alat bukti yang saling memperkuat. Pada prinsipnya salinan akta notaris yang dijadikan foto copy, scan atau print out dalam setiap persidangan tetap harus dihadirkan aslinya karena pada pasal 1889 ayat (2) KUH Perdata, telah ditentukan bahwa : “Apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya, sekedar salinan-salinan serta

ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan aslinya, yang mana senatiasa dapat diperintahkan mempertunjukannya”.

Sampai sekarang belum ada peraturan perundang-undangan yang membicarakan sejauh mana kesamaan maupun keidentikan dokumen elektronik berupa scan, hasil cetak atau print out dengan orisinalnya. Secara umum pengakuan keabsahan identik scan, hasil cetak atau print out dokumen elektronik dengan aslinya yaitu apabila para pihak mampu dan dapat menunjukkan aslinya di persidangan. Selama tidak dapat ditunjukkan aslinya, maka bukti-bukti tersebut tidak dapat dipergunakan dan harus disertai dengan bukti-bukti lain yang dapat memperkuat pembuktian.

Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk terwujudnya penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik, dengan tidak adanya peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengatur penyimpanan protokol notaris secara elektronik dalam UUJN, hanya pada Penjelasan Pasal 15 ayat (3) yang menyebutkan kemungkinan notaris untuk mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary) serta pembatasan yang diberikan oleh UU ITE dalam Pasal 5 ayat (4) bahwa dokumen elektronik itu tidak memenuhi syarat otentisitas dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 UUJN Perubahan dan Pasal 1868 KUH Perdata, membuat pengalihan penyimpanan protokol notaris secara elektronik hanya dapat berfungsi sebagai back up bukan sebagai salinan yang memiliki kekuatan yang mengikat. Oleh karena itu diperlukan revisi terhadap perundang-undangan yang terkait agar penyimpanan akta secara elektronik yang dilakukan dengan sistem elektronik yang operasionalisasinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan aslinya.

  • 3.2.2.    Kekuatan Hukum Protokol

Notaris Yang Disimpan Secara Elektronik Dalam Alat-Alat Bukti Dibidang Hukum Acara Pidana

Minuta akta notaris adalah bagian dari akta otentik, yang kedudukannya sangat penting dalam hal pembuktian, karena tujuan dibuat dan disimpannya akta tersebut dalam bagian protokol notaris adalah merupakan arsip negara yang dipergunakan sebagai alat bukti. Jenis alat bukti dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) yang telah ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP terdiri dari : Keterangan saksi, Pendapat ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa. Tanpa harus menyimpang dari ketentuan hukum pembuktian yang ada, pintu masuk bagi hakim untuk menerima berbagai macam sistem tanpa warkat, tetapi hanya dengan memakai pembuktian elektronik dapat dilakukan melalui

pemakaian alat bukti “serbaguna”.14 Alat bukti serbaguna dalam hukum acara pidana yaitu alat bukti petunjuk sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 KUHAP. Bukti elektronik tersebut dapat menjadi bukti petunjuk bagi hakim dalam mengambil putusannya dalam kasus pidana. Bukti petunjuk dapat diperoleh melalui keterangan saksi, surat atau keterangan terdakwa.

Ditinjau dari kelima bentuk alat bukti tersebut diatas, protokol notaris yang disimpan secara elektronik masuk dalam kategori alat bukti surat sebagaimana diatur dalam Pasal 187 KUHAP, sehingga protokol notaris yang di dalamnya termasuk minuta akta hanya berlaku sebagai alat bukti jika berhubungan dengan isi dari alat bukti lain. Selain itu, hakim dapat mengkaji lebih jauh terhadap alat bukti tersebut sehingga apabila dinilai cukup layak dapat dipergunakan sebagai bukti petunjuk. Hal ini sesuai dengan sistem KUHAP yang menginginkan adanya kearifan hakim dan kecermatan hakim berdasarkan hati nuraninya dalam menilai bukti petunjuk ini, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 188 ayat (3) KUHAP. Disamping itu alat bukti berupa saksi ahli dalam menafsirkan makna dari pembuktian dan memperjelas duduk perkara tersebut diperlukan oleh hakim, sehingga diharapkan hakim dapat memutus perkara pidana yang diadilinya secara lebih adil dan lebih benar.

  • 3.2.3.    Tanggung Jawab Hukum Notaris Terhadap Kerusakan Protokol    Notaris    Yang

Disimpan Secara Elektronik

Notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kewenangan oleh negara untuk menjalankan sebagian tugas negara, bukan semata-mata untuk kepentingan diri sendiri melainkan juga bertanggung jawab untuk dapat memberikan pelayanan dan jasa untuk kepentingan para pihak terkait dengan perbuatan hukum perdata. Kehadiran teknologi dalam kegiatan     perkantoran     memungkinkan

dilakukannya pengelolaan arsip melalui media elektronik. Melalui media elektronik ini diharapkan pengelolaan arsip, termasuk di dalamnya penyimpanan protokol notaris dapat dilakukan dengan lebih baik. Bahaya pada media informasi baru (ruang maya dan fasilitas seperti perpustakaan, tempat penyimpanan arsip, basis data, berkas pengadilan) diantaranya adalah infeksi virus (yang sangat mengganggu), mati listrik, penerobosan, dan perusakan atau penghancuran oleh pengguna yang kurang

hati-hati atau karena pemeliharaan yang tidak baik.15

Hilang dan rusaknya protokol notaris yang disimpan secara elektronik oleh notaris karena kesengajaan merupakan pelanggaran. Potensi pelanggaran hukum protokol notaris yang disimpan secara elektronik yang dilakukan oleh notaris dapat menimbulkan kerugian bagi para pihak. Dalam hal adanya peluang manipulasi file (tindakan penambahan, pengurangan, pencoretan, pengubahan tanpa sepengetahuan para pihak) dapat menimbulkan kerugian bagi para pihak. Selain menimbulkan kerugian, manipulasi file tersebut juga menyebabkan tidak adanya kepastian hukum.

Menurut Wirjono Projodikoro bahwa pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang baru ada arti apabila orang itu melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan dan sebagian besar perbuatan seperti itu merupakan suatu perbuatan yang di dalam KUH Perdata dinamakan perbuatan melawan hukum.16 Pasal 1365 KUH Perdata mengatur tentang perbuatan melawan hukum, bahwa “Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu, mengganti kerugian”.

Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata tersebut, unsur-unsur yang dirumuskan oleh J.H. Nieuwenhuis mengenai perbuatan melawan hukum yaitu :

  • a.    Perbuatan yang menimbulkan kerugian itu bersifat melanggar hukum karena bertentangan sengan hak orang lain, kesusilaan dan kewajiban hukum si pelaku.

  • b.    Kerugian yang timbul sebagai akibat perbuatan tersebut.

  • c.    Pelaku tersebut bersalah.

  • d.    Norma yang dilanggar mempunyai “strekking” (bersifat umum) untuk mengetik kerugian. 17

15Assafa Endeshaw, 2007, Hukum ECommerce dan Internet dengan Fokus di Asia Pasifik, terjemahan Siwi Purwandari dan Mursyid Wahyu Hananto, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 10.

16Abdul Ghofur Anshori, 2010, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspekti Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hal. 38-39.

17J.H. Nieuwenhuis, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, terjemahan Djasadin Saragih, Diktat, tanpa penerbit, Surabaya, hal 118. Seperti dikutip oleh Yohanes Usfunan, 2002, Perbuatan Pemerintah Yang Dapat Digugat, Djambatan, Jakarta, hal. 123.

Pertanggungjawaban harus dilakukan oleh seorang notaris apabila terjadi hal yang tidak baik seperti melakukan penipuan atau tipu muslihatnya yang bersumber dari notaris itu sendiri.18

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membagi masalah pertanggungjawaban terhadap perbuatan melawan hukum menjadi 2 golongan yaitu tanggung jawab langsung dan tanggung jawab tidak langsung. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.19 Terkait pertanggungjawaban notaris terhadap protokol-protokolnya sebagaimana tercantum pada Pasal 65 UUJN Perubahan bahwa notaris berkewajiban serta bertanggung jawab secara penuh terhadap seluruh protokol yang dimilikinya tersebut.. Dari segi administratif, pertanggungjawaban notaris dalam kaitannya dengan penyimpanan dan memegang bentuk fisik setiap akta yang dibuatnya yang merupakan protokol notaris sudah berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan notaris yang bersangkutan.20

Tanggung jawab hukum notaris terhadap pelanggaran protokol notaris yang disimpan secara elektronik berdasarkan Teori Pertanggungjawaban Hukum yang dikemukakan oleh Kranenburg dan Vegtig dalam Teori fautes personelles bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat selaku pribadi yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Berdasarkan teori ini, beban tanggung jawab ditujukan kepada notaris selaku pribadi dalam menjalankan jabatannya apabila terjadi pelanggaran terkait penyimpanan protokol notaris yang disimpan secara elektronik.

Merujuk pada Teori Tanggung Jawab hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen bahwa notaris bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu, artinya notaris bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Penyimpanan protokol notaris secara elektronik tidak diatur dalam UUJN, maka tanggung jawab hukum yang ditimbulkannya berlaku ketentuan hukum umum baik secara perdata, pidana maupun administrasi kepada notaris yang bersangkutan.

  • IV. KESIMPULAN DAN SARAN

  • 4.1.    Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

  • 4.1.1.    Urgensi penyimpanan protokol notaris secara elektronik dalam kaitan cyber notary dapat dinilai dari aspek ekonomis dan aspek hukum. Secara ekonomis, penyimpanan protokol notaris secara elektronik bertujuan lebih praktis, efisien, murah dan aman. Sedangkan dari aspek hukum, dapat membantu dan memudahkan dalam proses hukum terkait hukum pembuktian yaitu alat bukti elektronik.

  • 4.1.2.    Mekanisme penyimpanan protokol notaris secara elektronik oleh notaris dapat digunakan proses alih media dari dokumen cetak, audio, video menjadi      bentuk

digital       atau     scanning. Adanya

dokumen elektronik yang dihasilkan melalui proses tersebut        dapat dibuka saat

diperlukan dan dibuatkan salinannya untuk selanjutnya digunakan mewakili protokol notaris yang rusak atau hilang.

  • 4.1.3.    Kekuatan hukum pembuktian protokol notaris yang disimpan secara elektronik dalam       alat-alat bukti dibidang hukum

acara perdata hanya dapat berfungsi sebagai back up      dan bukan sebagai salinan

yang mempunyai     kekuatan      yang

mengikat, disebabkan adanya pembatasan yang diberikan oleh UU ITE dalam Pasal 5 ayat (4) bahwa       dokumen elektronik

itu tidak memenuhi syarat otentisitas dokumen sebagaimana        diatur dalam

Pasal 1 angka 1 UUJN Perubahan dan Pasal 1868 KUH Perdata. Kekuatan hukum protokol notaris yang disimpan secara elektronik dalam alat-alat      bukti     di

bidang hukum acara pidana berlaku sebagai alat bukti jika berhubungan    dengan   isi

dari alat bukti lain. Oleh karena itu diperlukan revisi terhadap  perundang-

undangan terkait agar penyimpanan protokol notaris yang dilakukan dengan sistem elektronik memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan aslinya.

  • 4.2.    Saran-Saran

Saran terkait dengan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya adalah sebagai berikut :

  • 4.2.1.    Diharapkan kesiapan notaris, dalam    penerapan    penyimpanan

protokol    notaris secara elektronik

dalam kaitan cyber notary untuk membantu    mempermudah    dan

mempercepat pelayanan   notaris

kepada masyarakat yang memerlukan jasanya.

  • 4.2.2.    Diharapkan         pemerintah

membuat aturan hukum yang secara

tegas mengatur hal- hal    terkait

penggunaan teknologi khususnya mengenai   penyimpanan protokol

notaris      secara         elektronik

sehingga mampu mengakomodasi kekuatan hukum pembuktian di pengadilan terhadap protokol notaris yang disimpan secara elektronik sehingga    memiliki     kekuatan

pembuktian yang sama dengan aslinya.

  • 4.2.3.    Diharapkan    notaris    tetap

menyimpan   protokolnya    secara

elektronik sebagai cadangan    data

bagi notaris untuk antisipasi resiko hilang atau bahkan rusaknya protokol yang       disimpannya       secara

konvensional.

DAFTAR PUSTAKA I. Buku

Ali, Achmad, 2012, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Theori Peradilan (Judicial Prudence), Kencana Prenanda Media Group, Jakarta.

Anshori, Abdul Ghofur, 2010, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta.

Endeshaw, Assafa, 2007, Hukum E-Commerce dan Internet dengan Fokus di Asia      Pasifik,

terjemahan Siwi Purwandari dan Mursyid Wahyu Hananto, Pustaka Pelajar,       Yogyakarta.

Fuady, Munir,, 2006, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), PT. Citra        Aditya Bakti,

Bandung.

H.R.,Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

H.S, Salim, 2008, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta.

Joeniarto, 1968, Negara Hukum, Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta.

Kelsen, Hans, 2007, General Theory of Law & State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, Alih Bahasa oleh Somardi.

Kie, Tan Thong, 2013, Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.

Makarim, Edmon, 2013, Notaris & Transaksi Elektronik Kajian Hukum tentang Cybernotary atau Electronic Notary, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Marbun, SF, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

Mertokusumo, Sudikno, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

Notodisoerjo, R. Soegondo, 1993, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Rajawali      Pers,

Jakarta.

Nurita, Emma, 2012, Cyber Notary Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran, PT. Refika Aditama, Bandung.

Sasangka, Hari, 2005, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata Untuk Mahasiswa dan Praktisi, CV.

Mandar Maju, Bandung.

Sugiarto, Agus, Teguh Wahyono, 2014, Manajemen Kearsipan Elektronik, Gava       Media,

Yogyakarta.

Thamrin, Husni, 201 1 , Pembuatan Akta Pertanahan Oleh Notaris, Laksbang Press, Yogyakarta.

Tutik, Titik Triwulan, 201 1, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Usfunan, Yohanes, 2002, Perbuatan Pemerintah Yang Dapat Digugat, Djambatan. Jakarta.

  • II.    Jurnal Ilmiah/Artikel/Makalah/Internet

Abdullah, Lolly Amalia, Pemerintah dan INI Bahas Konsep Cyber Notary,     http://www.

Hukumonline.com/berita/baca/lt4cf78b15c9e15/pemerintan-     dan-ini-bahas-konsep- cyber

notary.

Hadjon, Philipus M, 1997, Tentang Wewenang, Makalah Bulanan Yuridika No. 5-6 Tahun XII September - Desember, Universitas Airlangga, Surabaya.

  • III.    Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847-23), terjemahan R. Soesilo dan Pramudji R, Rhedbook Publisher, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (Lembaran       Negara

Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik    Indonesia

Nomor 3674);

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 1 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432).

Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843).

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5071).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491).

*****

Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2017-2018

182