DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU

Achmad Anwari, 1980, Praktik Perbankan di Indonesia (Kredit Investasi), Balai Aksara, Jakarta.

Ahmad Ali, 2006, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence), Prenada Media Grup, Jakarta.

Allan Farnsworth and Alfred McCormack, 1982, Contracts, Brown and Compony, Little Boston and Toronto.

Arif Hafis, 1998, Modal Ventura Sebagai Alternatif Pembiayaan, Dalam Majalah Manajemen dan Usahawan Indonesia, Jakarta.

Budiono Kusumohamidjojo, 2001, Panduan untuk Merancang Korarak. Grasindo, Jakarta.

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2008, Metodologi Penelitian, Cet.9, Bumi Aksara, Jakarta.

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Etty Susilowati, 2007, Kontrak Alih Teknologi pada Industri Manufaktur. Yogyakarta, Genta Press.

Fetter Heffey, 2002, Principles of Contract Law, Thomson Legal and Regulatory Limited, Sidney.

Gustav Radbruch, 1950, Legal Philosophy, Dalam The Legal Philosophies of Lask, diterjemahkan oleh Kurt Wilk, Harvard University Press, Cambridge Massachusetts.

Hans Kelsen, 1995,Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Empirik-Deskriptif Alih Bahasa Drs Somardi, Rimdi Press, cetakan I.

Hilaire Mc Coubery & Nigel D White, 1996, Textbook on Jurisprudence, second edition, Blackstone press Limited Britain,.

H.E. Saefullah, 1998, Beberapa Masalah tentang Tanggung jawab Pengangkutan Udara, Pusat Penerbitan Universitas. LPPM Universitas Islam Bandung, ( UNISBA).

Acta Comitas (2017) 1 : 127 – 137

ISSN : 2502-8960 I e-ISSN : 2502-7573

PEMBERIAN KREDIT BANK DENGAN JAMINAN HAK GUNA BANGUNAN YANG JANGKA WAKTUNYA TELAH BERAKHIR SEDANGKAN PERJANJIAN KREDITNYA BELUM BERAKHIR

Oleh :

I Gede Etha Prianjaya* NIM 1292461001

Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana e-mail : ethaprianjaya@gmail.com

Pembimbing I : Prof. Dr. Ibrahim R. SH.,MH.** Pembimbing II : Dr. I Ketut Westra, SH.,M.H.***

Abstract

Bank is a financial institution that has an important role in the economy of a State based on the function of banks as a collector and distributor of public funds, as well as the types of products produced and supplied by the bank have become something significant and convenient enjoyed by people such as the provision of credit. Granting bank credit is stipulated in Law No. 7 of 1992 and its amendment, Law No. 10 of 1998 Article 6 letter b. Loans granted by banks contains a risk, so in practice the bank must pay attention to the principles of what healthy credit is. In order to reduce the risk, collateral for credit is an important factor considered by a bank. Title to a land that can be used as collateral, such as Building Rights stipulated in Article 35 of Law Number 5 of 1960 on Basic Regulation of Agrarian, as one of the land rights by law to have a controlling effect but with time its period must be expired. Expiration of Building Rights being used as a credit security encumbered encumbrance of course would have the legal effect of the existence of security rights itself. Based on that, it will cause problems as follows What is the position of security building rights whose period has ended and the loan is not over and what is the efforts made by the bank to the credit agreement has not ended with the assurance that the right mortgage is over.

This type of research used in this thesis is empirical legal research because there is a gap between the governing rules and the problems that occur in the

community. Data collection techniques employed are interviews and document study techniques. For data analysis, descriptive analytical techniques are used, associated with the relevant theories and then summed to address the problems.

The results of the study based on the problems addressed are: The position of the guarantee of building rights whose term has ended but the credit has not expired leads to the abolishment of building rights as land rights which still serve as credit guarantees. Efforts made by the bank to the credit agreement which has not ended are efforts to implement the binding power of attorney imposing liability rights during the extension process of building rights done in the office of the National Land Body.

Keywords: Grant of a Credit, Collateral, Building Rights.

*Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan T.A 2012/2013 **Pembimbing I

*** Pembimbing II

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat menjadi meningkat. Pertumbuhan ekonomi dan perkembanganya tidak terlepas dari peran serta sektor perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peran penting didalam perekonomian disuatu Negara sesuai fungsi dari bank sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat, serta jenis produk-produk yang dihasilkan dan yang diberikan oleh bank menjadi suatu kepentingan atapun suatu kenyamanan yang dinikmati masyarakat.

Berkembangnya produk-produk yang ditawarkan jasa perbankan yang paling banyak diasumsikan sebagai produk yang membantu suatu usaha didalam memberikan modal yaitu pemberian kredit bank, dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi.1 Pemberian kredit bank yang tercantum dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 dan perubahanya Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 6 huruf b mengenai pemberian kredit. Kredit yang diberikan oleh bank mengandung suatu resiko, sehingga dalam pelaksanaanya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk megurangi resiko tersebut jaminan kredit merupakan faktor penting yang diperhatikan oleh bank.

Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya harus dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga jaminan hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan seperti misalnya Hak Guna Bangunan yang diatur dalam Pasal 35 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sebagai salah satu hak atas tanah yang oleh undang-undang memiliki jangka waktu penguasaan suatu saat pasti akan berakhir jangka waktunya. Berakhirnya Hak Guna Bangunan yang sedang dijadikan jaminan kredit dengan dibebani hak tanggungan tentu saja akan mempunyai akibat hukum terhadap eksistensi dari hak tanggungan itu sendiri.

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain. jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dari para kreditor-kreditor lainnya ( Pasal 1 angka 1 UUHT ).2

Terdapat suatu kasus pada PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk., kantor cabang Denpasar Gajah Mada yang terjadi adalah jaminan yang berupa Hak Guna Bangunan berakhir jangka waktunya namun hutangnya belum lunas. Selain itu dalam praktek timbul suatu persoalan mengenai kedudukan jaminan yang jangka waktunya sudah berakhir sedangkan kreditnya belum lunas, yang menyebabkan kredit tersebut tidak mempunyai jaminan untuk fasilitas kredit yang telah diberikan oleh kreditur.

Berdasarkan uraian tersebut, dengan permasalahan yang terdapat dilapangan dengan asas-asas perkreditan yang sehat mengenai penerimaan Hak Guna Bangunan sebagai jaminan kredit, sehingga dalam penelitian ini dapat ditarik suatu judul mengenai “Pemberian Kredit Bank Dengan Jaminan Hak Guna Bangunan Yang Jangka Waktunya Telah Berakhir Sedangkan Perjanjian Kreditnya Belum Berakhir”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

2Kancil, C.S.T dan Christine S.T Kansil, 1997, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal. 51.

  • 1.2.1.    Bagaimana kedudukan jaminan hak guna bangunan yang jangka waktunya telah berakhir kreditnya belum berakhir ?

  • 1.2.2.    Upaya apakah yang dilakukan oleh pihak bank terhadap perjanjian kredit yang belum berakhir dengan jaminan hak tanggungan yang sudah berakhir ?

  • 1.3.    Landasan Teoritis

    1.3.1.    Teori Perjanjian

Perjanjian umumnya dibuat dengan tujuan yang beraneka ragam sehingga perjanjian memberikan kepastian bagi penyelesaian sengketa, dan perjanjian ditujukan untuk memperjelas hubungan hukum.3 Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum tentang harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana salah satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal sedangkan pihak yang lain berhak menuntut dari pelaksanaan janji tersebut.4 Menurut O.W Holmes bahwa “The duty on keep contract in common law means a production that you must pay damages if you do not keep it, if you commit a tort, you are liable to pay compensatory5 (kewajiban untuk menjaga suatu perjanjian dalam hukum masyarakat diartikan sebagai prediksi bahwa kamu harus membayar kerusakan-kerusakan akan tetapi kalau kamu tidak menjaganya, apabila kamu komit dengan gugatan tersebut maka kamu bertanggung jawab untuk membayar kompensasi tersebut).

Teori ini dikemukakan dengan suatu tujuan untuk membahas dan menganalisa masalah terhadap perjanjian kredit yang mempunyai kekuatan mengikat dari suatu perjanjian. Untuk membahas masalah ini teori yang digunakan adalah Teori Kehendak (Wilstheorie) dimana perjanjian itu terjadi apabila ada penyesuaian kehendak antara pihak yang membuat suatu perjanjian kredit yang dikehendaki oleh para pihak sudah terpenuhi didalamnya.

  • 1.3.2.    Teori Tanggung Jawab Hukum

Tanggung jawab menurut pengertian hukum adalah kewajiban memikul pertanggungan jawab dan kerugian yang diderita bila dituntut baik dalam hukum maupun dalam administrasi. Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum menyatakan bahwa: ”seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.” Lebih lanjut Hans

Kelsen menyatakan bahwa: ”Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan (negligence); dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan."6

Tujuan dari teori tanggung jawab hukum ini digunakan untuk menganalisa tanggung jawab debitur sebagai pihak peminjam bertanggung jawab terhadap suatu perjanjian kredit yang dibuat. Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, tidak dipenuhinya suatu perikatan oleh salah satu pihak yang dapat menyebabkan wanprestasi dan penyelesaianya didasarkan pada hukum perjanjian (the law of contract).

  • 1.3.3.    Teori Kepastian Hukum

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.7

Teori kepastian hukum ini digunakan untuk membahas permasalahan mengenai upaya yang dilakukan oleh bank, terhadap kepastian hukum yang di dapat oleh pihak bank dari upaya yang dilakukan. Menurut teori kepastian hukum ini dikemukakan dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap bank selaku pemberi kredit ketika terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh debitur.

  • 1.4.    Tujuan Penelitian

    1.4.1.    Tujuan Umum

Secara gambaran umum penelitian atas suatu permasalahan di atas dalam kerangka pengembangan ilmu hukum sehubungan dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai suatu proses). dimana dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah mandek (final) dalam penggaliannya atas kebenaran di bidang obyeknya masing-masing. Oleh karena itu secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan

  • 6Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Tentang Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, hal. 61.

  • 7Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, jakarta, hal. 158.

aspek ilmu hukum umunya dan khususnya tentang hukum jaminan beserta hukum perbankan;

  • 1.4.2.    Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus tersebut yang ingin dicapai sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu :

  • 1.4.2.1.  Untuk mengetahui,  memahami dan

menganalisa bagaimana kedudukan jaminan hak guna bangunan yang

jangka   waktunya   telah berakhir

kreditnya belum berakhir;

  • 1.4.2.2.  Untuk mengetahui,  memahami dan

menganalisa upaya apakah yang dilakukan pihak bank terhadap perjanjian kredit yang belum berakhir dengan jaminan hak tanggungan yang sudah berakhir ;

  • II.    METODE PENELITIAN

  • 2.1.    Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris karena mendekati masalah dari peraturan yang berlaku dan kenyataan yang terjadi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk., kantor cabang Denpasar Gajah Mada, ditemukan suatu masalah-masalah yang terjadi di masyarakat (das sein) dengan aturan yang mengaturnya (das solen) yang dikaji untuk kepuasan didalam akademik. Peraturan yang mengatur tentang jaminan kredit berupa sertifikat hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan dan dibebani hak tanggungan demikian yang tercantum didalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan apabila jangka waktu hak guna bangunan sudah berakhir begitu juga hapusnya hak tanggungan yang melekat pada hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut.

Prakteknya dilapangan terdapat suatu kasus di PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk., kantor cabang Denpasar Gajah Mada, yang memberikan fasilitas kredit kepada debitur selaku peminjam dan lembaga pembiayaan tersebut menerima hak guna bangunan yang menjadi jaminan atas kredit yang diberikanya, akan tetapi jangka waktu dari obyek jaminan tersebut sudah berakhir setelah proses dibebani hak tanggungan, dilihat dari aturanya apabila obyek jaminan sudah berakhir apa yang melekat pada hak atas tanah tersebut akan musnah. Kedudukan bank di sini selaku lembaga pembiayaan tidak mempunyai kekuatan hukum atas jaminan dari kredit yang disalurkanya tersebut.

  • 2.2.    Jenis Pendekatan

Pendekatan diartikan sebagai usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang/sesuatu yang diteliti atau metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (The Case Approach). Pendekatan kasus ini memusatkan perhatian pada suatu kasus secara

intensif dan menditail, subyek yang diteliti yang terdiri dari satu unit yang dapat dipandang sebagai kasus.8

  • 2.3.    Sifat Data

Penelitian tesis ini bersifat deskriptif karena ingin memberikan gambaran kenyataan yang terjadi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., kantor cabang Gajah Mada Denpasar. Kenyataan tersebut mengenai pemberian kredit bank dengan jaminan hak guna bangunan yang jangka waktunya telah berakhir sedangkan perjanjian kreditnya belum berakhir. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, gejala, keadaan, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejala lainya dalam masyarakat.

  • 2.4.    Sumber Data

  • a.    Data primer (field research) merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama atau sumber asal dari lapangan, data lapangan itu diperoleh dilokasi penelitian dari para responden yaitu orang atau kelompok masyarakat maupun lembaga perbankan yang terkait terhadap kasus yang diteliti. Responden merupakan orang atau masyarakat yang terkait secara langsung dengan masalah yang diteliti dan informan yang diperoleh dengan melalui wawancara langsung.

  • b.    Data kepustakaan (library research) merupakan data yang tingkatanya kedua bukan yang utama.9 Mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud sebagai laporan, di dalam pengumpulan data sekunder ini terdiri dari bahan-bahan hukum yaitu :

  • a)    Bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan, maupun peraturan-peraturan lainya yang ada kaitanya dengan permasalahan tersebut, antara lain :

  • -    Undang-Undang nomor 04 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah,   Lembaran

Negara Tahun 1996, nomor 42.

  • -    Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1992 beserta perubahanya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan       dan       peraturan

pelaksanaannya, Lembaran Negara Tahun 1992, nomor 31.

8Winarno Surakhman, 2000, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung, hal.143.

9H.Salim, HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT. Rajagrafindo Persada, jakarta, hal. 25.

  • -    Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 nomor 104, Tambahan Lembar Negara Nomor 2043).

  • -    Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 52).

  • -    Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala         Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996  Tentang Bentuk

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan,  Akta Pemberian

Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan Dan Sertifikat Hak Tanggungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996).

  • b)    Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan suatu penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku teks hukum (legal text book), Jurnal hukum, karya tulis hukum yang memuat pandangan ahli hukum baik dalam bentuk buku maupun yang termuat dalam media masa, yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

  • c)    Bahan hukum tertier adalah data yang memberikan petunjuk serta penjelasan yang menunjang data primer dan data sekunder. seperti kamus hukum, ensiklopedia hukum.

Dalam penelitian ini dibahas juga bahan-bahan hukum yang diperoleh dari media internet yang berkembang dengan pesat dewasa ini seperti definisi-definisi hukum.

  • 2.5.    Teknik Pengumpulan Data

  • 1.    Teknik Wawancara

Dalam memperoleh data primer dengan cara mengadakan wawancara langsung kepada informan dan pihak-pihak terkait dengan penulisan tesis ini misalnya Notaris/PPAT yang mengetahui dalam kasus ini dan Pejabat Bank yang terkait kasus dalam penelitian ini yang berada di Kota Denpasar.

  • 2.    Teknik Studi Dokumen

Untuk mengumpulkan data kepustakaan digunakan teknik membaca, mencatat dari buku literaturyang ada kaitanya dengan masalah. Teknik pengumpulan data sekunder dengan teknik studi dokumen adalah dari bahan hukum primer yaitu dari peraturan perundang-undangan, dan bahan hukum sekunder kepustakaan yang berkaitan dengan hak guna bangunan yang menjadi jaminan kredit pada bank serta bahan hukum terseir

yaitu dari semua buku dan bahan dari internet. Semua bahan yang relevan digunakan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai pemberian kredit bank dengan jaminan hak guna bangunan yang jangka waktunya telah berakhir sedangkan perjanjian kreditnya belum berakhir.

  • 2.6.    Lokasi Penelitian.

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive, yaitu pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk,. kantor cabang Gajah Mada Denpasar. Adapun yang menjadi pertimbangan adalah terdapat bank yang memberikan fasilitas kredit dengan jaminan Hak Guna Bangunan yang jangka waktunya telah berakhir sedangkan perjanjian kreditnya belum berakhir. Selain hal tersebut lokasi penelitian di Kota Denpasar yang mempunyai jumlah bank yang banyak menjadi pertimbangan pemilihan untuk penelitian.

  • 2.7.    Teknik Analisa Data.

Teknik analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara merapikan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap Notaris dan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) beserta Bank yang terkait dalam kasus penelitian ini. Setelah semua data yang berkaitan dengan penelitian ini dikumpulkan, kemudian dilakukan abstraksi dan rekonstruksi terhadap data tersebut, selanjutnya disusun secara sistematis,10 sehingga akan diperoleh gambaran yang komprehensif mengenai cara penyelesaian permasalahan yang dibahas. Dalam menganalisis data penelitian ini, dipergunakan metode analisis kualitatif, yang artinya menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan pemahaman dan interpretasi data. Data dianalisis menggunakan teori yang sangat berkaitan dengan permasalahan yang diteliti sehingga disajikan dalam bentuk kalimat yang rapi dan teratur beserta logis dalam pembahasanya.

Setelah semua data terkumpul baik data lapangan maupun kepustakaan kemudian di klasifikasikan secara kalitatif sesuai dengan masalah data tersebut dianalisa dengan teori-teori relevan kemudian di simpulkan untuk menjawab permasalahan, akhirnya data tersebut disajikan secara deskriftif analitis.

  • III.    TINJAUAN UMUM TENTANG

BANK, PPAT, PERJANJIAN KREDIT DAN HAK TANGGUNGAN

  • 3.1    Tinjauan Umum Tentang Bank

Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Ketentuan yang memberikan pengertian dalam Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

10Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, rajagrafindo, Jakarta, hal. 13.

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, menyatakan bahwa :

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank bukanlah suatu hal yang asing bagi masyarakat di negara maju”.

Pengertian bank menurut G.M. Verryn Stuart dalam bukunya Bank Poitic, Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.11 Melihat pertumbuhan bank yang semakin berkembang, terdapatlah berbagai jenis-jenis bank yang ada untuk melakanakan suatu kegiatan perbankan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jenis-jenis bank tersebut dapat dibedakan sesuai dengan fungsi, kepemilikan, status, penetapan harga, dan tingkatanya sendiri. Bank yang ditinjau dari segi fungsinya sehingga dapat dibedakan menjadi bank sentral, bank umum dan bank perkreditan rakyat.

  • 3.2.    Tinjauan Umum Tentang PPAT

Peraturan perundang-undangan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Peraturan mengenai Notaris adalah merupakan “pejabat umum” yang diberikan kewenangan membuat suatu “akta otentik” tertentu. Disisi lain yang membedakan keduanya tersebut adalah suatu landasan hukum berpijak yang mengatur keduanya. PPAT yang diatur dalam undang-undang No. 5 tahun 1960, Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997, Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1998 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 tahun 2006, sedangkan Notaris itu sendiri diatur dalam undang-undang nomor 30 tahun 2004 serta perubahanya undang-undang nomor 2 tahun 2014, Perbedaan tersebut terlihat jelas lembaga hukum yang bertanggung jawab untuk mengangkat dan memberhentikan, tugas dan kewenangannya dalam rangka pembuatan akta-akta otentik tertentu serta system pembinaan dan pengawasan terhadap tugas-tugas serta profesi yang diembanya.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menurut undang-undang No. 5 tahun 1960, Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997, Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1998 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 tahun 2006 terdapat beberapa jenis yaitu PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang

ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, dan PPAT Khusus adalah Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.

  • 3.3.    Tinjauan Umum Tentang

    Perjanjian Kredit

Pengertian kredit perbankan di Indonesia telah dirumuskan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 beserta perubahanya Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa kriteria adalah penyediaan uang/tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan/kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melaksanakan dengan jumlah bunga sebagai imbalan.12 Pengertian Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji, pembayaran akan dilaksanakan pada jangka waktu yang telah disepakati.13 Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 beserta perubahanya Undang-Undang 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.

Perikataan kredit telah lazim digunakan pada praktik perbankan dalam pemberian fasilitas yang berkaitan dengan pinjaman.14 Kredit dengan demikian dapat diartikan sebagai setiap perjanjian suatu jasa (prestasi) dan adanya suatu balas jasa (kontra prestasi) di masa yang akan datang bagi para pihak. Suatu Kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan sebab apapun yang halal.15 Setiap pemberian kredit dan kredit yang telah disepakati oleh pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur) maka dari itu para pihak tersebut yang wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian sebagaimana diketahui termasuk dalam perjanjian kredit. Perjanjian itu sendiri yang sudah diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata sehingga perjanjian kredit itu sendiri yang berakar pada suatu perjanjian pinjam

  • 12    Hasanuddin Rahman, op.cit, hal. 105.

  • 13 Wijanarto, 1993, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Grafiti, Jakarta, hal. 76.

  • 14 Johannes Ibrahim, 2010, Kartu Kredit-Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 7.

  • 15 Suharnoko,2004, Hukum Perjanjian ; Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, hal. 1.

meminjam sebagaimana yang sudah diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata.

Bahwa di dalam pembuatan perjanjian kredit tersebut para pihak harus sudah memenuhi syarat-syarat dari sahnya suatu perjanjian yang dapat dilihat dan dipahami tentang syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

  • a.    Para pihak telah sepakat untuk membuat perjanjian

  • b.    Para pihaknya cakap untuk membuat perjanjian

  • c.    Ada hal tertentu yang diperjanjikan

  • d.    Dan perjanjian tersebut didasarkan pada sebab yang halal.

  • 3.4.    Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan

Hak Tanggungan dalam Kamus Bahasa Indonesia mengenai tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. Jaminan tersebut artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989 : 899). Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 disebutkan dalam pengertian hak tanggungan. Hak tanggungan adalah :”Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya “.

Terhadap lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan memberikan suatu harapan kepastian hukum mengenai pengikatan jaminan dengan tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai jaminan yang pengaturannya selama ini menggunakan ketentuan-ketentuan Hypotheek dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Hak Tanggungan yang sudah diatur dalam UUHT dasarnya memberikan suatu pengertian mengenai hak tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Kenyataanya seringkali terdapat suatu benda-benda yang berupa bangunan, tanaman serta hasil karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan turut pula dijaminkan oleh penjamin.

Objek hak tanggungan yang dapat dibebani hak tanggungan untuk di jadikan jaminan memiliki beberapa jenis yaitu Hak Milik tercantum di dalam Pasal 20 sampai 27 UUPA, Hak Guna Usaha terdapat pada Pasal 28 sampai Pasal 34 UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 2 sampai Pasal 18, Hak Guna Bangunan terdapat dalam Pasal 35 sampai Pasal 40 UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Pasal 19 sampai Pasal 38, Hak Pakai terdapat dalam Pasal 41 sampai Pasal 43 UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996

Pasal 39 sampai Pasal 59 dan Hak Atas Satuan Rumah Susun sebagaimana yang terdapat di dalam Undang – Undang Nomor 16 Tahun 1985 Pasal 12 ayat 1.

  • IV.    KEDUDUKAN JAMINAN HAK

GUNA  BANGUNAN DALAM

PERJANJIAN KREDIT

  • 4.1.    Proses  Terjadinya  Hak Guna

    Bangunan.

Ketentuan mengenai Hak Guna Bangunan (HGB) yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf c dalam UUPA. Secara khusus diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 40 UUPA. Menurut Pasal 50 ayat 2 UUPA, ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Guna Bangunan yang diatur dengan peraturan perundangan. Peraturan perundangan yang dimaksudkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, secara khusus diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 38.

Pengertian Hak Guna Bangunan yang tercantum dalam ketentuan Pasal 35 UUPA yang menyebutkan bahwa “Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun”. Diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. Ketentuan Pasal 37 UUPA yang menegaskan bahwa :

Hak Guna Bangunan terjadi :

  • a.    Mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara:    karena penetapan

Pemerintah ;

  • b.    Mengenai tanah hak milik : karena perjanjian yang berbentuk autentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.

Terjadinya Hak Guna Bangunan yang berdasarkan asal mula terbitnya Hak Guna Bangunan tersebut berasal dari beberapa jenis atau peruntukan mengenai tanah-tanah yang dapat dibebani Hak Guna Bangunan sehingga dapat dijelaskan sebagai berikut : Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara, Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik.

  • 4.2.    Kedudukan Jaminan Hak Guna

Bangunan Dalam Perjanjian Kredit Yang Jangka Waktunya Telah Berakhir.

Pentingnya mengetahui hak-hak atas tanah tersebut yang akan dijadikan jaminan kredit agar dapat dinilai dengan benar serta dapat mengantisipasi resiko-resiko yang mungkin timbul dikemudian hari apabila terjadi masalah terhadap kredit maupun jaminan terhadap kredit yang telah diberikan. Adapun jenis-jenis hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan kredit antara lain adalah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan dan Hak lainya yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang

akan ditetapkan dalam undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.

Mengenai hak guna bangunan yang dijadikan objek jaminan kredit pada bank akan mempunyai resiko yang besar terhadap kredit tersebut oleh karena hak guna bangunan yang mempunyai jangka waktu terhadap penguasaan hak atas tanah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Bank Rakyat Indonesia,Tbk., kantor cabang Denpasar Gajah Mada, yang menyalurkan kreditnya kepada debitur dan penjamin memberikan suatu tanah hak guna bangunan terhadap jaminan kredit yang diterimanya.

Menurut Bapak I Ketut Suryadnya, dalam jabatanya selaku Supervisor Administrasi Kredit PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., Denpasar Gajah Mada, yang menyatakan setiap pemberian kredit dalam prakteknya agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan kredit yang sehat maka calon debitur harus memenuhi beberapa ketentuan dari bank yang salah satunya adalah jaminan. Jaminan yang berupa tanah sangat disukai pada lembaga perbankan oleh karena menurutnya bahwa tanah merupakan barang jaminan yang paling menjanjikan ketika debitur cidera janji, oleh karena itu pemasangan Hak Tanggungan sebagai wadah untuk dasar hukum dalam melakukan lelang terhadap jaminan debitur. Sehingga peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menjadi rekanan pihak bank untuk proses pembebanan Hak Tanggungan pada kantor Badan Pertanahan Nasional di wilayah tempat jaminan tersebut sangat diperlukan. (wawancara tanggal 29 Agustus 2014).

Hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa jaminan kredit yang diterima oleh PT. Bank Rakyat Indonesia,Tbk., Seperti yang diketahui dan dijelaskan hak guna bangunan yang dapat dijadikan objek jaminan kredit tersebut untuk kepentingan dan kepastian hukum yang diperoleh pihak bank adalah dengan membebani hak tanggungan pada jaminan hak guna bangunan tersebut, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 bahwa “Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan”.

Hak guna bangunan dengan jangka waktu sudah berakhir yang dijadikan jaminan kredit dari hasil penelitian pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk., Kantor Cabang Denpasar Gajah Mada akan mempunyai suatu dampak pada perjanjian kredit yang dibuat, oleh karena hak guna bangunan yang mempunyai batas penguasaan dan harus disesuaikan pada perjanjian kredit ataupun jangka waktu kredit. Apabila hak guna bangunan tersebut sudah berakhir oleh karena jangka waktunya sudah habis maka ketika hak guna bangunan yang dijadikan jaminan dan sudah dibebani hak tanggungan akan ikut berakhir, seperti ternyata dalam Pasal 33 ayat (2) Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hapus dengan hapusnya hak guna bangunan. Hapusnya

Hak Tanggungan membuat piutang kreditor tidak lagi mempunyai jaminan secara khusus berdasarkan kedudukan istimewa kreditor, melainkan hanya dijamin berdasarkan jaminan umum yang terkandung dalam Pasal 1131 KUHPerdata.

  • 4.3.    Kedudukan PPAT Dalam Proses Pembebanan Hak Tanggungan pada Jaminan Kredit.

Dalam pelaksanaan administrasi pertanahan, data pendaftaran tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan harus sesuai dengan keadaaan bidang tanah yang bersangkutan baik yang menyangkut data fisik maupun data yuridis tanah. Dalam pencatatan data yuridis ini khususnya pencatatan perubahan data yang sudah tercatat sebelumnya maka peranan Pejabat Pembauat Akta Tanah (PPAT) sangatlah penting.

Akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan pendaftaran tanah di Indonesia. PPAT sudah dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang merupakan peraturan tanah sebagai pelaksana UUPA. Mengingat pentingnya fungsi PPAT perlu kiranya diadakan peraturan tersendiri yang mengatur tentang PPAT sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 7 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, demikian juga setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 dikatakan PPAT adalah “pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak atas satuan rumah susun”. Mengenai akta otentik untuk pembebanan hak tanggungan yaitu Akta Pemberian Hak Tanggungan yang di buat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan suatu tujuan untuk pembebanan hak tanggungan pada jaminan.

Sesuai dengan sifat Accecoir dari Hak Tanggungan, Maka pembebanan Hak Tanggungan didahului dengan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya. Hal ini adalah sebagaimana tersebut dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT yang menyatakan bahwa

“Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan     sebagaimana    jaminan

pelunasan hutang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan”.

Menurut ketentuan Pasal 10 ayat (2) UUHT yang menyatakan bahwa “Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT yang dibuat oleh PPAT sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku”. Pemberian Hak Tanggungan yang wajib dihadiri oleh

pemberi Hak Tanggungan, pemegang Hak Tanggungan dan dua orang saksi. APHT yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan akta otentik (Penjelasan Umum angka 7 UUHT). Terhadap objek Hak Tanggungan yang terdiri lebih dari satu bidang tanah dan diantaranya ada yang letaknya diluar daerah kerjanya, untuk pembuatan pemberian APHT yang bersangkutan PPAT memerlukan ijin dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi. Dengan ketentuan bahwa bidang-bidang tanah tersebut harus terletak dalam satu daerah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota (Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 dan Pasal 3 Keputusan Direktur Jenderal Agraria No. SK. 67/DDA/1968).16

  • V.    UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH BANK TERHADAP PERJANJIAN KREDIT YANG BELUM BERAKHIR DENGAN JAMINAN KREDIT YANG SUDAH BERAKHIR

  • 5.1.    Jaminan Hak Atas Tanah Sebagai Objek Hak Tanggungan

Menurut ketentuan yang terkandung di dalam UUPA mengenai yang dapat dijadikan suatu jaminan utang pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan lainya dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, HGU dan HGB, demikian yang terkandung menurut Pasal 25, 33, dan 39 UUPA. Demikian pula Hak Milik yang sudah diwakafkan, dan tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadahan dan keperluan suci lainnya, walaupun didaftar, karena menurut sifat hak atas tanah tersebut dan tujuannya yang tidak dapat dipindahtangankan, maka tidak dapat dibebani Hak Tanggungan (Penjelasan Umum UUHT). Maka obyek-obyek Hak Tanggungan adalah :

  • a)  Hak Milik;

  • b)  Hak Guna Usaha;

  • c)  Hak Guna Bangunan;

  • d)  Hak Pakai atas tanah Negara yang

menurut         sifatnya         dapat

dipindahtangankan;

  • e)    Hak Pakai atas Hak Milik.

  • 5.2.    Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Sebagai Dasar Pemberian Hak Tanggungan.

Pada asasnya pembebanan hak tanggungan wajib dilakukan dan dihindari sendiri oleh pemberi hak tanggungan pada saat pembuatan APHT dihadapan PPAT. Hanya apabila benar-benar diperlukan yaitu karena suatu sebab tidak dapat sendiri dihadapan PPAT,   maka

diperkenakan menggunakan surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT). Apabila keadaan seperti itu pemberi hak tanggungan dapat menunjuk pemegang hak

tanggungan atau pihak lainya sebagai kuasanya untuk mewakilinya dalam pemberian hak tanggungan. Pemberian kuasa pembebankan hak tangguan tersebut dituangkan dalam SKMHT. SKMHT ini merupakan surat kuasa khusus yang ditujukan kepada pemegang hak tanggunganatau pihak lain untuk mewakili dari pemberi hak tanggungan untuk hadir dihadapan PPAT untuk melakukan pembebankan hak tanggungan, berhubung pemberi hak tanggungan tidak dapat datang menghadap sendiri untuk melakukan tindakan pembebankan hak tanggungan di hadapan PPAT.

Mengenai    bentuk    Surat    Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dapat dilihat dalam rumusan pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa “SKMHT harus dibuat dalam bentuk notaris atau akat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)”. Dengan demikian berarti SKMHT yang tidak dibuat dengan Akta Notaris atau Akta PPAT tidaklah berlaku sebagai SKMHT. Selanjutnya mengenai ketentuan materiil yang harus dimaut dalam SKMHT juga dapat ditemukan dalamKetentuan dalam Pasal 15 ayat (1) UUHT antara lain bahwa :

“Surat Kuasa membebankan hak tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

  • a)    Tidak membuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membenakan Hak Tanggungan.

  • b)    Tidak membuat kuasa substitusi.

  • c)    Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan”.

  • 5.3.    Upaya Bank Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jangka Waktu Jaminan Yang Sudah Berakhir

Perjanjian kredit merupakan perjanjian secara khusus baik oleh bank selaku kreditor maupun nasabah selaku debitor, maksudnya perjanjian kredit merupakan perjanjian obligatoir. Ketentuan Pasal 1233 BW menyebutkan bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian baik karena undang-undang”. Ketentuan tersebut dipertegas oleh rumusan ketentuan Pasal 1313 BW, yang menyatakan bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. dengan demikian jelaslah perjanjian melahirkan perikatan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk., Kantor Cabang Denpasar Gajah Mada, yang menerima jaminan kredit berupa Hak Guna Bangunan yang jangka waktunya telah berakhir sedangkan perjanjian

kredit yang menjadi perjanjian pokoknya belum berakhir. Terhadap jaminan hak guna bangunan jangka waktu sudah berakhir yang sedang dalam proses perpanjangan jangka waktu hak atas tanah yang berupa Hak Guna Bangunan tersebut demikian tercantum dalam Pasal 35 ayat (2) UUPA yang berbunyi “Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunanya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun”.

Perpanjangan jangka waktu yang dilakukan terhadap Hak Guna Bangunan tersebut yang sudah dibebani hak tanggungan akan mempengaruhi terhadap eksistensi hak tanggungan sebagai hak eksekutorial, oleh karena dalam proses perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan hak tanggungan yang melekat pada objek jaminan akan hapus. Hapusnya Hak Tanggungan dalam jaminan Hak Guna Banggunan yang masih dalam proses perpanjangan jangka waktu akan mengikibatkan pihak bank selaku kreditor tidak mempunyai suatu jaminan kebendaan terhadap kredit yang telah disalurkan tersebut. Kedudukan bank selaku kreditor yang tidak mempunyai jaminan adalah selaku kreditor konkuren yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata bahwa “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada, maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan” dan Pasal 1132 KUHPerdata yakni “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbanganya itu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Berdasarkan hal tersebut yang menjadi upaya pihak bank ketika berlangsungnya perpanjangan jangka waktu jaminan yang menjadi jaminan kredit pada bank perseroan terbatas PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk., kantor cabang Gajah Mada Denpasar adalah melakukan perikatan kuasa membebankan hak tanggungan oleh karena proses Hak Guna Bangunan masih dalam proses perpanjangan jangka waktu yang dikenal dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tangguan (SKMHT). Setelah selesainya perpanjangan jangka waktu terhadap jaminan tersebut maka akan dilakukan suatu proses pemasangan hak tanggungan kembali oleh pihak bank yang didasari oleh Surat Kuasa Membebankan Hak Taggungan (SKMHT) tersebut.

Setidaknya SKMHT dapat memberikan suatu jembatan perlindungan selama proses perpanjangan waktu Hak Guna Bangunan terhadap bank sebagai kreditur dengan kondisi jaminan berupa Hak Guna Bangunan yang sudah berakhir, akan tetapi menurut peraturan yang

berlaku SKMHT dapat pula berlaku sampai batas waktu dari perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit tertentu yang ditentukan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

  • VI. PENUTUP

  • 6. 1 Simpulan

  • 1.    Pihak bank sebagai kreditor pemegang hak tanggungan didalam pemberian kredit bank dengan jaminan Hak Guna Bangunan mempunyai batas penguasaan dan harus sesuai dengan perjanjian kredit ataupun jangka waktu kredit. Hak guna bangunan yang sudah berakhir oleh karena jangka waktunya penguasaan sudah habis maka ketika hak guna bangunan yang dijadikan jaminan dan sudah dibebani hak tanggungan akan ikut berakhir ketika jangka hak guna bangunan sudah berakhir. Sehingga dengan hapusnya hak tanggungan dengan hapusnya hak guna bangunan tersebut.

  • 2.    Upaya pihak bank ketika berlangsungnya perpanjangan jangka waktu jaminan yang menjadi jaminan kredit adalah melakukan perikatan kuasa membebankan hak tanggungan oleh karena proses Hak Guna Bangunan masih dalam proses perpanjangan jangka waktu yang dikenal dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tangguan (SKMHT). Setelah selesainya perpanjangan jangka waktu terhadap jaminan tersebut maka akan dilakukan suatu proses pemasangan hak tanggungan kembali oleh pihak bank yang didasari oleh Surat Kuasa Membebankan Hak Taggungan (SKMHT) tersebut.

  • 6.2 Saran

  • 1.    Bank pemberi kredit agar berhati-hati dalam memberikan kredit dan menerima jaminan dengan Hak Guna bangunan yang jangka waktu haknya berakhir sebelum kreditnya jatuh tempo, sebab bila hak atas tanahnya hapus maka Hak Tanggungannya akan ikut hapus. Agar bank selaku kreditur memperhatikan jaminan-jaminan yang dipakai jaminan oleh calon debitur dalam hal jaminan tersebut berupa hak guna bangunan.

  • 2.    Dalam rangka terjadinya suatu proses perpanjangan jangka waktu hak guna bangunan sebagai jaminan kredit, upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak bank terhadap jaminan hak guna bangunan tersebut agar tidak merugikan dari kepentingan dari pihak debitur. Sehingga hak-hak antara kreditur dan debitur tidak ada yang dirugikan. Sehingga prosedur terhadap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur sesuai dengan analisa permohonan kredit sebagai syarat utama bank dalam memberikan kredit kepada pihak debitur.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Buku-Buku :

Bambang Setijoprodjo, 1996, Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, rajagrafindo, Jakarta.

  • H. Salim, HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

I Ketut Artadi, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar.

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Tentang Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta.

Johannes Ibrahim, 2010, Kartu Kredit-Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, PT.

Refika Aditama, Bandung Suyatno Tomas, 1991, Dasar-dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kancil, C.S.T dan Christine S.T Kansil, 1997, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

M.P Golding, The Nature Of Law Readings In Legal Philosophy, Colombia University,

Random Huose, New York.

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta.

Suharnoko,2004, Hukum Perjanjian ; Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta.

Wijanarto, 1993, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Grafiti, Jakarta.

Winarno Surakhman, 2000, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung.

Wirjono Prodjodikoro, 1985, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Cetakan VIII, Sumur, Bandung.

  • 2.    Artikel Internet :

Kuncoro, 2002, “Pengertian Bank dan jenis-jenis bank ”, http://pandusamamaya.wordpress.com. Diakses pada tanggal 30 Juni 2014.

  • 3.    Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, (Lembaran Negara Tahun 1996, nomor 42).

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, (Lembaran Negara Tahun 1992, nomor 3 1).

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembar Negara Nomor 2043).

Acta Comitas (2017) 1 : 137 – 150

ISSN : 2502-8960 I e-ISSN : 2502-7573

KEPASTIAN HUKUM PENYERAHAN PROTOKOL NOTARIS KEPADA PENERIMA PROTOKOL

Oleh :

Ida Ayu Md Dwi Sukma Cahyani*

NIM 129246109

Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana e-mail : gek_uma@yahoo.com

Pembimbing I : Prof. Dr. Yohanes Usfunan. Drs., SH., M.Hum.** Pembimbing II : I Nyoman Sumardika, SH.,M.Kn***

ABSTRACT

THE LEGAL CERTAINTY OF THE SUBMISSION OF PROTOCOLS OF NOTARY TO THE RECIPIENT OF PROTOCOLS

Notary Authority is very important for the parties who make an agreement under the civil law. In performing their duties, notaries are required to maintain their accuracy and prudence, in order to provide justice, without any discrimination, thus providing legal certainty and the protection of human rights of the parties concerned. Under the provisions of Article 63 of the Law on Notary, there has been obscurity and vacuum of norms. The said obscurity of norm is about the certainty of

Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2016-2017

137