Acta Comitas (2016) 1 : 108 – 118

ISSN : 2502-8960 I e-ISSN : 2502-7573

TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN MINUTA YANG DIBUAT

BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

Oleh

Putu Mas Maya Ramanti

NIM : 1092461027

Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana

Email : mayaramanati@gmail.com

Pembimbing I : Prof. Dr. I Ketut Mertha, SH, M.Hum

Pembimbing II : I Wayan Bela Siki Layang, SH, MH

Abstract

RESPONSIBILITIES OF NOTARIES IN PRODUCING DEEDS MADE BASED ON FALSE INFORMATION

In Article 1 paragraph (1) of laws No.2 of 2014 concerning the amendment to the Laws No. 30 of 2014 concerning the office of a notary states that a notary is a Public Official authorized to make an Aunthentic deed and has other authorities as set up in the legislation or under other laws. Deed made before a notary can be classified in two (2) kinds of certificates, namely partij deed/deed of the parties and the deed of relaas/officials. The problem discussed in this thesis is what is the legal regulation of the production of notarial deed in the legislation in Indonesia, what is the legal effect of a deed made based on false information by the parties involved.

The type of research is the study of normative law because there is a conclict norm between the two regulation, the statute approach, the analytical and conceptual approach and the coparative approach. Sources of primary legal materials of legislation, secondary legal materials used in the studies may be in the form of books and articles in electronic format. The data collection was done through library research covering primary legal materials. Data processing and analysis of legal materials were done through descriptions of situationsor events. This technique did not search for or explain relations, did not test hypothesesor make predictions.

The conclusion of the study demonstrates that notaries in running his or her office must pay attention to and must be subject to the Laws No. 30 of 2004 concerning the post of a notary which has been amended by the enactment of Laws No 2 of 2014 concerning the amendment to the Laws No 30 of 2004 concerning the office of a notary and ethical codes for a notary which constitutes applicable regulations for moral guidance for a notary profession. A deed that contains false information which is provided by the parties can be cancelled. Deed cancellation can be done by a notary if demanded by the parties who suffer losses.

Keywords : responsibility, notaries, deeds, false information.

  • I.    Pendahuluan

Dalam Pasal 1 ayat (1) UU perubahan atas UUJN menyebutkan bahwa Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Fungsi dan juga peran dari seorang notaris dalam pembangunan nasional di Indonesia yang semakin beragam pada saat ini juga semakin

luas dan juga semakin berkembang sesuai dengan perkembangan jaman.

Ada 2 (dua) jenis akta otentik yang dibuat oleh seorang notaris yaitu akta partij/para pihak dan akta relaas/akta pejabat. Akta partij atau akta para pihak merupakan suatu akta yang mana notaris hanya memasukkan keterangan, keinginan atau kehendak dari para pengahadap di dalam akta yang dibuatnya. Sedangkan untuk akta relaas/akta pejabat merupakan suatu akta

yang dibuat oleh seorang notaris yang biasanya memuat tentang suatu keadaan atau peristiwa yang menyangkut tentang suatu kejadian yang dilihat dan didengar oleh seorang notaris tersebut.

Namun dalam prakteknya terkadang para pihak yang akan membuat suatu akta memberikan keterangan atau data palsu kepada notaris tersebut sehingga akta dari notaris tersebut terdapat unsur pemalsuan yang akan membuat minuta akta notaris tersebut bermasalah. Karena di dalam minuta akta notaris tersebut terdapat unsur pemalsuan sehingga keotentikan akta notaris tersebut menjadi suatu masalah dan juga minuta akta tersebut dijadikan barang bukti oleh penyidik, sehingga penyidik memerlukan minuta akta notaris tersebut. Namun untuk dijadikan suatu alat bukti dimana fotocopi minuta saja yang diperbolehkan keluar dari kantor notaris sedangkan minuta aslinya tetap berada di kantor notaris sesuai dengan Pasal 66 ayat (1) huruf a UU perubahan atas UUJN sedangkan dalam Permenkumham Nomor M.03.HT.03.10 tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Dan Pemanggilan Notaris (selanjutnya disebut Permenkumham No. 03 tahun 2007) Pasal 8 ayat (1) dimana asli minuta boleh keluar dari kantor notaris sedangkan ini bertentangan dengan dalam UUJN. Dimana seorang notaris yang telah membuat sebuah minuta akta yang terdapat keterangan palsu tersebut dapat diminta pertanggung jawabnya terhadap akta yang dibuatnya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimanakah pengaturan hukum tentang pembuatan minuta akta notaris dalam perundang-undangan di Indonesia dan Bagaimanakah akibat hukum dari suatu minuta akta yang dibuat berdasarkan keterangan palsu oleh para pihak?

Berdasarkan permasalahan itu ada tujuan yang ingin di capai pada penelitian disini, maka dikemukakan tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian ini. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa suatu minuta akta notaris yang dibuat berdasarkan keterangan palsu para pihak. Tujuan khusus dari penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan hukum tentang pembuatan minuta akta notaris dalam perundang-undangan di Indonesia dan untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana akibat hukum dari suatu minuta akta yang dibuat berdasarkan keterangan palsu oleh para pihak.

  • II.    Metode Penelitian

    2.1    Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif, yaitu dimana penelitian ini dilakukan untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hokum dari sisi normatif. 1

  • 2.2    Jenis Pendekatan

Dalam penulisan tesis ini jenis pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach), pendekatan analisa konsep hukum (analytical and Conceptual Approach) dan Pendekatan perbandingan (comparative approach).

  • 2.3    Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini adalah :

  • a.    bahan hukum primer, diperoleh dari sumber yang mengikat dalam bentuk peraturan perundang-undangan, antara lain :

1 Johnny Ibrahim, 2011, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Edisi Revisi, Bayumedia Publishing, Malang, hal. 57.

  • 1.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

  • 2.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • 3.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

  • 4.    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

  • 5.    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang    Pembentukan    Peraturan

Perundang-undangan.

  • 6.    Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor  M.03.HT.03.10 tahun  2007

tentang Pengambilan  Minuta Dan

Pemanggilan Notaris

  • 7.    Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

  • b.    Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ada yang berupa buku-buku teks, artikel dalam berbagai majalah ilmiah atau jurnal hokum dan makalah-makalah.2 Dan juga menggunakan bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan petunujuk maupun keterangan pada suatu bahan hukum primer dan sekunder.

  • 2.4    Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui studi pustaka yang meliputi bahan hukum primer yaitu   perundang-undangan    yang

relevan dengan permasalahan. Sumber sekunder yaitu buku-buku literatur ilmu hukum serta tulisan-tulisan hukum lainnya yang relevan dengan permasalahan

  • 2.5    Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dapat digunakan Teknik deskripsi adalah memaparkan situasi atau peristiwa, dalam teknik ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. 3 Teknik  evaluasi adalah  penilaian

berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu      pandangan,      proposisi,

pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahas hukum sekunder. Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.

  • III.  Tinjauan Umum

  • 3.1  Tinjauan Umum tentang

Notaris

Dalam Pasal 1 ayat (1) UU perubahan atas UUJN menyatakan bahwa Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Pengertian yang diberikan oleh UU perubahan atas UUJN disini melihat kepada tugas dan wewenang yang dilakukan oleh seorang notaris yang artinya bahwa seorang notaris tersebut mempunyai tugas sebagai seorang pejabat umum juga memiliki wewenang mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik dan juga memberikan konsultasi masalah hokum kepada klien notaries tersebut serta kewenangan lainnya yang diatur oleh UU perubahan atas UUJN.

  • 3 M. Hariwijaya, 2007, Metodologi Dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis Dan Disertasi, Azzgrafika, Yogyakarta, hal. 48.

Definisi    notaris    merupakan

pejabat umum yaitu dimana pejabat yang satu-satunya yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik. Penggunaan kata satu-satunya dimaksudkan bahwa penegasan notaris adalah satu-satunya pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat suatu akta otentik tersebut, tidak diikuti oleh pejabat lainnya. Pejabat yang lainnya disni memiliki kewewenangan tertentu yang artinya kewenangan dari pejabat lainnya telah diatur secara tegas dan jelas kepada mereka    dalam    undang-undang.

Pemerintah          mendelagasikan

kewenangan pada Notaris untuk melakukan pencacatan dan penetapan serta penyadaran hokum kepada masyarakat, terutama menyangkut legalitas dokumen perjanjian. 4

Peraturan Jabatan Notaris tersebut telah berlaku cukup lama yaitu sejak tanggal 1 Juli 1860, maka pemerintah berdasarkan pertimbangan bahwa Reglement Op Het Notaris Ambt in indie (Stb. 1860.No.3) atau Peraturan Jabatan Notaris tersebut, yang mengatur mengenai jabatan notaris sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hokum dan kebutuhan masyarakat di indonesia. Oleh karena itu diundangkanlah Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris pada tanggal 6 Oktober tahun 2004 yang termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2004 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432. Tapi pada tanggal 15 Januari 2014 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan UIndang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris saat ini merupakan unifikasi peraturan perundang-undangan di bidang kenotariatan, sehingga notaries dalam menjalankan tugasnya harus tunduk pada undang-undang tersebut.

Notaris mempunyai kewenangan tertentu dimana setiap kewenangan yang diberikan terhadap jabatan notaries tersebut wajib memiliki peraturan hokum yang mengaturnya dimana agar jabatan notaris tersebutr memiliki batasan dan juga berjalan sesuai aturan sehingga tidak bertabrakan terhadap kewenangan dari jabatan yang lain. Sehingga apabila seorang Notaris berbuat suatu perbuatan atau tindakan diluar kewenangannya yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka dapat dikatakan sebagai perbuatan yang melanggar kewenangan. Dalam hal ini dimana Wewenang Notaris dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3) UUJN.

  • 3.2 . Tinjauan Umum Tentang Minuta

    Akta dan Keterangan Palsu

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang. Akta yang dibuat notaris menguraikan secara otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang disaksikan oleh para penghadap dan saksi-saksi.5 Akta otentik dibuat oleh notaris berdasarkan keharusan yang dimintakan oleh peraturan perundang-undangan hal ini guna terciptnya suatu kepastian, adanya

  • 5 Wawan Tunggal Alam, 2001, Hukum Bicara Kasus-kasus dalam Kehidupan Sehari-hari, Milenia Populer, Jakarta, hal .85

ketertiban dan juga perlindungan hukum. Akat otentik harus dibuat secara tertulis di hadapan atau oleh seorang notaris atas keinginan dari para pihak demi terciptanya suatu kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak yang membuat akta tersebut dan juga bagi masyarakat.

Akta yang dibuat oleh notaris harus terdapat ketentuan yang diperlukan      agar      terciptanya

keotentikan dari akta itu misalnya dalam pembacaan akta menerangkan bahwa harus mencantumkan identitas para pihak, membuat isi perjanjian yang berdasarkan keinginan dari para pihak, dan juga penandatanganan akta yang dilakukan oleh para pihak bilamana ketentuan itu belum dipenuhi maka akta itu dapat dibatalkan atau batal demi hukum.

Akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris/PPAT yang berkedudukan sebagai akta otentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang Jabatan Notaris, hal ini sejalan dengan pendapat Philipus M. Hadjon, bahwa syarat akta otentik, yaitu;6

  • a.    Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang (bentuknya baku)

  • b.    Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum.

Dalam teks Bahasa Belanada dari KUHP dapat ditemukan istilah Strafbaarfeit. Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam menerjemahkan KUHP dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia, menerjemahkan

istilah strafbaarfeit ini sebagai tindak pidana.7 Dalam KUHP tidak diberikan definisi terhadap istilah tindak pidana atau strafbaarfeit ini. Menurut Moeljatno perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.8

Akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan bentuknya sudah diatur pada ketentuan Pasal 38 ayat (2), (3) dan (4) UU perubahan atas UUJN, yang terdiri atas ; awal akta atau kepala akta, Badan akta dan Akhir atau penutup akta. Kekuatan pembuktian dari akta notaries yang merupakan alat bukti yang sempurna karena dibuat seuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Sehingga akta otentik memiliki 3 (tiga) kekuatan pembuktian, yaitu : Kekuatan pembuktian lahir Dengan kekuatan pembuktian lahiriah ini dijelaskan bahwa akta tersebut memiliki kemampuan sendiri untuk dapat membuktikan bahwa dirinya adalah akta otentik. Akta otentik memiliki kemampuan untuk membuktikan sendiri hal ini tidak bisa diberikan terhadap akta yang dibuat secara di bawah tangan (Pasal 1875 KUHPerdata).

Kekuatan pembuktian formal Mengenai kekuatan pembuktian formil disini terhadap akta otentik dimna pembuktian formil ini pada

  • 7    Frans Maramis, 2012, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Rajawali Pres, Jakarta, hal. 55.

  • 8    Ibid, hal.55.

akta notaries disni notaries memastikan kejadian dan fata-fakta yang terdapat dalam akta notaries betul-betul dilihat dan diketahui oleh notaries tersebut atau keterangan yang telah diberikan oleh para pihak kepada notaries. Kekuatan pembuktian materil Bahwa dengan kekuatan pembuktian materiil yang menyangkut kekuataan pembuktian terhadap akta notaries terhadap keterangan dari notaries yang dituangkan dalam akta tersebut dan keterangan dari para pihak yang dituangkan dalam akta tersebut. Dalam hal ini pembuktian tersebut bukan hanya dilihat pada keterangan dan tanda tangan dari notaries tersebut tetapi juga pembuktian terhadap isi dari akta yang dibuat tersebut.

  • IV. Pengaturan Dan

Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Minuta Akta Yang Dibuat Berdasarkan Keterangan Palsu

  • 4.1.    Pengaturan Notaris Dalam Pembuatan Minuta Akta

Lembaga notariat merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang diperlukan masyarakat untuk ikut serta menjaga tetap tegaknya hukum, sehingga notaris diharapkan dapat membantu dalam menciptakan ketertiban, keamanan dan menciptakan kepastian hukum dalam masyarakat.

Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memperhatikan dan tunduk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris yang merupakan peraturan yang berlaku bagi pedoman moral profesi notaris.

Menurut pasal 15 ayat (1) UU perubahan atas UUJN di atas mengenai tata cara pembuatan akta otentik mengenai tentang perbuatan, perjanjian juga aturan yang diwajibkan oleh aturan hokum yang berlaku selama dinginkan oleh para pihak yang memiliki kepentingan dibuat kedalam bentuk akta otentik

yang mana dalam akta otentik itu adanya kepastian tanggal pembuatan akta, tempat pembuatan akta, identitas para pihak, melakukan penyimpanan akta, memberikan salinan akta dan semua tugas untuk membuat suatu akta otentik tersebut diatas itu tidak

dibebbankan terhadap pejabat umum lainnya yang telah diatur pada peraturan hokum yang berlaku.

  • 4.2.    Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Minuta Akta yang Dibuat berdasarkan Keterangan Palsu

Menurut Hans  Kelsen,  konsep

yang berhubungan dengan konsep kewajiban  hukum  adalah  konsep

tanggung jawab hukum. Apabila seseorang memiliki tanggung jawab secara hokum suatu tindakan tertentu atau bila dia menenggung tanggung jawab hukum.9 Pertanggungjawaban hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan     hubungan     antara

tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan     kewenangan     notaris

berdasarkan UUJN yang berada dalam bidang hukum perdata.

  • 9 Hans Kelsen (Alih Bahasa oleh Somardi), 2007, General Theory Of Law and State,Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif- Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, hal. 81.

Kewenangan notaris yang diberikan oleh UUJN, berkaitan dengan kebenaran materiil dan formil atas akta otentiknya, jika dilakukan tanpa kehati-hatian sehingga membahayakan masyarakat dan atau menimbulkan kerugian baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak dan perbuatan tersebut diancam dan atau memenuhi unsur-unsur tindak pidana, maka notaris harus mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut secara pidana.

Sebagai pejabat umum notaris memiliki tugas yaitu memberikan pelayanan jasa hukum kepada masyarakat yang menginginkan suatu perbuatan yang dibuat secara otentik guna adanya kepastian hukum sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah dalam bidang hukum perdata. Peran Notaris dimana untuk memberikan kepastian terhadap hak-hak mereka dan melindungi masyarakat dari penipuan terhadap orang-orang tertentu, sehingga dalam kepentingan itu dilakukan perbuatan yang preventif, seperti halnya mempertahankan kedudukan akta otentik terutamana akta notaris. Notaris dalam hal menyebabkan kerugian kepada para pihak dapat dituntut pertangung jawababn secara pidana dan perdata.

Memberikan keterangan palsu dalam pembuatan akta otentik termasuk dalam katagori pemalsuan dalam surat yang diatur dalam Bab XII Buku II KUHP. Pemalsuan dalam surat-surat dianggap lebih bersifat mengenai kepentingan masyarakat dalam keseluruhannya, yaitu kepercayaan masyarakat kepada isi surat-surat mengenai kepentingan

dari individu-individu yang mungkin secara langsung dirugikan dalam pemalsuan surat ini.

Dalam hal mengenai kebenaran materiil atas suatu akta yang dibuat oleh notaris dalam melaksanakan tugasnya yang sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta, bahwa notaris dalam membuat akta merupakan fasilitator dari para pihak dalam pembuatan akta partij. Jika pada akta partij terdapat pemalsuan keterangan dimana yang sebagai pelaku pemalsuan disini adalah para pihak yang membuat akta tersebut dan disini notaris tidak terlibat dalam pemalsuan akta hal ini terdapat dalam Pasal 266 KUHP.

Tentang pertanggungjawaban perdata diterapkan ketentuan pertanggungjawaban yang diatur dalam hukum perdata, yaitu ketentuan pasal 1365 KUHPerdata, 1366 KUHPerdata, dan 1367 KUHPerdata. Dalam Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Dalam Pasal 1366 KUHPerdata mengatur, bahwa “setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya”. Kemudian dalam Pasal 1367 KUHPerdata, menyatakan bahwa “seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya

sendiri, tetapi juga untuk yang disebabkan karena perbuatan orangorang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang     berada      di     bawah

pengawasannya”.

  • IV. Akibat Hukum Minuta Akta Yang

Dibuat Berdasarkan Keterangan Palsu

  • 5.1.    Keterangan    Palsu    Dalam

Pembuatan Minuta Akta Otentik

Notaris merupakan pejabat umum menurut peraturan hukum yang berlaku mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik dan peran seorang    notaris    juga    sebagai

perpanjangan tangan dari Pemerintah dalam hal pembuatan akta otentik. Notaris dikatakan pejabat umum yang mana notaris itu mempunyai tanggung jawab atas akta yang telah dibuat oleh notaris tersebut, yakni tanggung jawab hukum dan tanggung jawab moral. Dalam     memenuhi     wewenang

jabatannya notaris wajib bersikap profesional dan mematuhi peraturan perundang-undangan serta menjunjung tinggi Kode Etik Notaris.

Pembuatan minuta akta palsu adalah menyusun minuta akta pada keseluruhannya karena dibuat secara palsu. Akte tersebut mempunyai tujuan untuk menunjukkan bahwa seakan-akan isi dari akta tersebut benar. Perbuatan memalsukan minuta akte    dilakukan    dengan    cara

memberikan keterangan palsu dan melakukan      perubahan-perubahan

terhadap dokumen-dokumen sewbagai syarat yang diperlukan untuk membuat sebuah akta.

Keterangan atau pernyataan yang tercantum dalam suatu akta otentik

yang diberikan atau dikemukakan di hadapan Notaris oleh para pihak yang menghadap dan dinilai benar dan kemudian di buatkan dalam bentuk akta atas keterangan yang diberikan oleh para pihak tersebut. Namun apabila orang yang datang menghadap Notaris untuk membuat akta tapi ternyata keterangannya tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, maka hal tersebut menjadi tanggungjawab para pihak itu sendiri karena telah memberikan keterangan yang tidak benar.

Keterangan palsu disini dilakukan oleh para pihak yang mana menyebabkan kerugian di pihak notaris dan pihak lainnya. Keterangan palsu adalah memberikan suatu keterangan yang menyatakan keadaan yang lain dari pada keadaan sebenarnya dengan dikehendakinya. Keretangan palsu yang dimaksudkan disini seperti memberikan dokumen-dokumen palsu atau tanda tangan palsu pada suatu akta dan seolah-olah isi dari akta itu adalah benar. Sehingga akta tersebut menjadi bermasalah. Akibat dari keterangan palsu yang merupakan salah satu bentuk dari tindak pidana adalah dengan diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun (Pasal 266 KUHP).

  • 5.2.    Akibat Hukum Minuta Akta

Yang Dibuat Oleh Notaris Berdasarkan Keterangan Palsu Oleh Para Pihak.

Seorang notaris yang ikut serta atau mengetahui adanya keterangan palsu yang diberikan oleh para pihak sehingga notaris tersebut mendapatkan keuntungan, maka notaris tersebut

telah              menyalahgunakan

kewenangannya dan jika terjadi masalah dikemudian hari maka notaris tersebut                          harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Terhadap suatu akta yang terdapat keterangan palsu yang diberikan oleh para pihak maka dapat dilakukan pembatalan terhadap akta tersebut. Pembatalan akta dapat dilakukan oleh notaris apabila dikehendaki oleh pihak yang     dirugikan.     Sebagaimana

diketahui    bahwa    akta    notaris

merupakan akta otentik yang dapat dikatakan sebagai alat pembuktian yang dalam bentuk tertulis dan memiliki kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna. Namun demikian    walaupun    akta    itu

merupakan alat bkti yang sempurna tapi masih dimungkinkan dapat dilumpuhkan oleh bukti lawan yakni diajukannya gugatan untuk menuntut pembatalan akta ke pengadilan agar akta tersebut dibatalkan.

Akibat dari minuta akta yang dibuat berdasarkan keterangan palsu dimana dapat merugikan notaris apabila notaris tidak ikut terlibat dan salah satu pihak yang ikut membuat akta tersebut. Notaris disni hanya membuat akta berdasarkan keinginan dari para pihak yang dating menghadap kepada notaris tersebut, sehingga ada batas tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibutnya. Akibat hukum disini ada dua yaitu akibat hukum secara pidana dan akibat hukum secara perdata

Terhadap notaris yang telah melakukan suatu perbuatan pidana bisa dikenakan

pemberhentian oleh Menteri yang karena alasan notaris tersebut telah terbukti bersalah dan akan dikenakan ancaman penjara sebagaimana yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manuasia Republik Indonesia Nomor M-01.HT.03.01 tahun 2003 tentang Kenotariatan pada Pasal 21 ayat (2) sub b yaitu Notaris terbukti bersalah yang berkaitan langsung dengan jabatannya atau tindak pidana lain dengan ancaman pidana 5 (lima) tahun penjara.

Apabila ternyata kesalahan yang terjadi pada pembuatan akta tersebut berasal dari para pihak yang melakukan perbuatan hukum dengan memberikan keterangan palsu oleh para pihak, maka akta yang dibuat notaris tersebut terdapat cacat hukum, apabila karena keterangan palsu yang diberikan oleh para pihak kepada notaris. Maka para pihak yang melakukan perbuatan tersebut dapat saja dikenakan tuntutan pidana oleh pihak lain yang merasa telah dirugikan dengan adanya akta tersebut. Pasal pidana yang dapat digunakan untuk melakukan penuntutan pidana adalah Pasal 266 ayat 1 KUHP.

Dalam Pasal 84 UU perubahan atas UUJN dijelaskan terdapat 2 ( dua ) macam sanksi perdata, bila mana seorang telah berbuat suatu pelanggaran pada pasal-pasal yang telah diatur tersebut yang mana sanksinya adalah ; Akta notaris yang memiliki pembuktian secara dibawah tangan dan Akta notaris menjadi batal demi hukum

Dalam Pasal 1869 KUHPerdata menentukan bahwa syarat-syarat suatu akta notaris memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan apabila tidak memenuhi persyaratan seperti ; Pejabat umum tersebut tidak memiliki kewenangan, Pejabat umum tersebut tidak memiliki kemampuan dan Cacat dalam bentuknya.

  • VI.   PENUTUP

  • 6.1    Simpulan

  • 1.    Pengaturan     hukum     tentang

pembuatan minuta akta notaris dalam perundang-undangan di Indonesia dimana Pasal 66 ayat (1) huruf a UU perubahan atas UUJN dan    Pasal     8     ayat    (1)

Permenkumham          Nomor

M.03.HT.03.10 tahun 2007 terjadi konflik norma pada pasal tersebut diatas..

  • 2.    Akibat hukum dari minuta akta yang      dibuat     berdasarkan

keterangan palsu oleh para pihak yaitu dapat dilakukan pembatalan terhadap minuta akta tersebut. dengan mengajukan gugatan untuk

menuntut pembatalan akta ke pengadilan agar akta tersebut dibatalkan.

  • 6.2    Saran-saran

  • 1.    Bahwa seharunnya Permenkumhan Nomor M.03.HT.03.10 tahun 2007 harus sinkron dengan UUJN tidak malah bertentangan dengan UUJN.

  • 2.    Kepada notaris dalam membuat suatu harus menggunakan prinsip kehati-hatian dalam menerima dokumen dari pihak yang akan membuat perjanjian dan untuk para pihak yang akan membuat perjanjian harus memberikan dokumen yang sebenarnya agar tidak terjadi masalah di kemudian harinya.

DAFTAR PUSTAKA

  • a.    BUKU :

Ibrahim, Johnny, 2011, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Edisi Revisi, Bayumedia Publishing, Malang.

Ira Koesoemawati, Ira dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta.

Kelsen, Hans, (Alih Bahasa oleh Somardi),2007, General Theory Of Law and State,Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif- Empirik, Jakarta, BEE Media Indonesia.

Maramis, Frans, 2012, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Rajawali Pres, Jakarta.

Muhjad, H. M. Hadin, dan Nunuk Nuswardani, 2012, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, Genta Publishing, Yogyakarta.

M. Hariwijaya, 2007, Metodologi Dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis Dan Disertasi, Azzgrafika, Yogyakarta.

Tunggal, Wawan Alam, 2001, Hukum Bicara Kasus-kasus dalam Kehidupan Sehari-hari, Milenia Populer, Jakarta.

Yuji, Cooper, W.W.,  1984, Kohler Dictionary For Accountant, Sixth Edition,

Prentice Hall of India, New Delhi.

  • b.    PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (BW) Terjemahan R. Subekti dan R.

Tjitrosudibio, 2009, Cetakan XXXX, Pradnya Paramita, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2004 Nomor 117 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3342)

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014, Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491)

Peraturan Menteri Hukum Dan HAM Republik Indonesia M.03.HT.03.10 tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Dan Pemanggilan Notaris

Artikel

Philipus M Hadjon, Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik, Surabaya Post, 31 Januari 2001.

*****

Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2015-2016

118