Kekuatan Pembuktian Akta Autentik yang Dibuat Oleh Notaris Pengganti
on

Vol. 8 No. 03 Desember 2023
e-ISSN: 2502-7573 □ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Kekuatan Pembuktian Akta Autentik yang Dibuat Oleh Notaris Pengganti
Made Dwiki Gangga1, I Putu Rasmadi Arsha Putra2
1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: dwikygangga@gmail.com 2Fakultas HukuM Universitas Udayana, E-mail: putu_rasmadi@unud.ac.id
Info Artikel
Masuk : 13 Oktober 2023
Diterima : 8 Desember 2023
Terbit : 8 Desember 2023
Keywords :
Strength of Evidence, Authentic Deed, Notary
Abstract
This study aims to analyze the position and validity of deeds made by Substitute Notaries, as well as to determine the strength of proof of deeds made by Substitute Notaries. The research method used is the normative legal research method. The results showed that the position and validity of the deed made by the substitute notary was considered to have the level of legal force, harmony and similarity of deed making, thus triggering the function of an authentic deed that was no different from the notary being replaced by his duties. The delegated authority given or delegated to a substitute notary has caused legal consequences where the deed made by the substitute notary has legal force that is no different from the deed made by a notary in general. The evidentiary power of the deed carried out by the substitute notary has perfect legal force. It is expected that substitute notaries carry out the principles of their duties by carefully referring to the provisions of the UUNJ.
Kata kunci:
Kekuatan Pembuktian, Akta Autentik, Notaris
Corresponding Author:
Made Dwiki Gangga, Email: dwikygangga@gmail.com
DOI :
10.24843/
AC.2023.v08.i03.p12
Abstrak
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menganalisa kedudukan dan keabsahan akta yang dibuat oleh Notaris Pengganti, juga guna mengetahui kekuatan pembuktian akta yang dibuat oleh Notaris Pengganti. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan dan keabsahan akta yang dibuat oleh notaris pengganti dianggap mempunyai tingkat kekuatan hukum, keselarasan dan kesamaan pembuatan akta, sehingga memuculkan fungsi akta otentik yang tidak berbeda dengan notaris digantikan tugasnya. Kewewenangan delegasi yang diberikan atau dilimpahkan kepada notaris pengganti telah menimbulkan akibat hukum dimana akta yang dibuat oleh notaris pengganti mempunyai kekuatan hukum yang tanpa berlainan dengan akta yang dibuat notaris pada umumnya. Kekuatan pembuktian akta yang dilakukan oleh notaris pengganti memiliki kekuatan hukum yang sempurna. Diharapkan notaris pengganti menjalankan prinsip tugas-tugasnya dengan secara hati-hati mengacu pada ketentuan UUNJ.
-
1. Pendahuluan
Notaris mempunyai kaitan erat dengan pelayanan publik. Pelayanan publik baik terkait dengan perjanjian guna dipakai dalam kepentingan hukum dikalangan masyarakat, dipakai oleh pihak korporasi dan juga dipakai oleh pihak pemerintahan. Masyarakat dalam kondisi yang asa pada masa era ini diketahui sangat memerlukan atau membutuhkan adanya bantuan dari pihak notaris guna dipakai dalam melakukan proses pembuatan akta autentik yang akan difungsikan sebagai pembuktian tanpa terbantahkan atas kehendak dari masyarakat. Akta notaris (Notariel Acta) sesusi dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya UUJN) menyebutkan pengertiaan akta autentik dalam Pasal 1 Angka 7 adalah akta yang dibuat dihadapan dan oleh notaris sesuai UUJN serta mempunyai sifat autentik. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan akta autentik adalah akta yang pembuatan telah dihadapkan oleh pihak notaris dan berpedoman pada aturan dalam undag-undang yang berlaku sehingga memunculkan sifat yang otentik. Sesuai dengan bunyi pasal tersebut tanpa perlu untuk diragukan lagi tingkat kesempurnaannya atau tingkat keabsahannya yang mampu dihasilkan kareana proses pembuatan karena telah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (delanjutnya disebut KUHPer). Pasal 1868 KUHPer memberikan pengertian akta autentik sebagai akta yang dibuat dihadapan pegawai umum yang berkuasan dihadapannya serta bentuknya telah ditentukan dalam Peraturan Undang-Undang. Fungsi akta otentik bagi para pihak yang melakukan perjanjian atau yang melakukan proses pembuatan perjanjian yaitu dijadikan sebagai alat pembuktian bagi para pihak yang memiliki kepentingan yang bersangkutan telah mengadakan kegiatan atau suatu proses perjanjian. Selain itu juga dipakaisebagai alat pembutian bagi pihak ketiga bahwa apa saja uraian-uraian yang telah tertulis di dalam sebuah perjanjian dinilai sebagai hal-hal yang menjadi maskud atau tujuan dan juga harapan atau keinginan yang dimiliki oleh para pihak.
Sebagai pejabat umum notaris mempunyai otoritas yang dipakai dalam melakukan proses kegiatan pembuatan akta yang memiliki sifat autentik seperti yang telah teruraikan di dalam Pasal 1 angka 1 UUNJ yang menyebutkan bahwasanya notaris berwenang dalam membuat akta autentik atau kewenangan lainnya sebagai pejabat umum. Dengan hal ini, maka notaris dinilai selaku pejabat publik yang telah memiliki otoritas yang dimana sesusi dengan ketentuan UUJN memiliki tugas dan juga wewang utama ialah membuat melakukan kegiatan proses pembuatan akta yang memunculkan sifat secara autentik. Notaris di dalam melakukan kegiatan pelaksanaan jabatannya, maka memiliki tugas dan juga wewang melakukan kegiatan proses pembuatan akta yang memunculkan sifat secara autentik yang di dalamnya mengenai adanya perjanjian yang dikehendaki oleh yang memiliki kepentingan yang akan dipakai sebagai alat pembuktian yang bentunya berupa tulisan yang juga memunculkan sifatnya yang secara otentik yang dimana mampu memberikan jaminan kepastian, mampu dipakai dalam memberikan ketertiban dan juga mampu dipakai sebagai perlindungan hukum para pihal yang didalam kondisi ini membutuhkan atau yang memiliki kepentingan.1
Notaris juga dinilai sebagai pejabat umum yang telah memiliki tugas dan juga wewang melakukan kegiatan proses pembuatan akta yang memunculkan sifat secara autentik, dimana hanya pada diinginkan, dikehendaki atau diminta oleh para pihak yang memiliki kepentingan. Selain itu diketahui bahwa notaris tanpa dalam kondisi ini diperkenankan melakukan kegiatan proses pembuatan akta yang ada di bidang hukum publik yang memiliki tugas dan wewenangnya yang dianggap terbatas yang ditemukan pada akta yang tampak ada di bidang hukum perdata, maka dengan hal ini pihak notaris akan dituntut agar mampu menjalakan segala tugas dan tanggung jawabnya pada akta yang dibuatnya. Pada saat akta yang telah berhasil selesai dibuat oleh pihak notaris yang dinilai mengandung cacat hukum dimana hal ini muncul dengan disebabkan munculnya atau juga ditemukan adanya kesalahan notaris baik sebab adanya melakukan kelalaian maupun melakukan hal dengan kesengajaan oleh pihak notaris itu sendiri, dengan hal inilah pihak notaris itu wajib atau dituntut mampu melakukan sikap bentuk pertanggung jawaban baik yang dilakukan dalam bentuk secara moral maupun dilakukan dalam bentuk secara hukum.
Notaris yang dinilai sebagai pejabat publik wajib atau diharuskan dalam kondisi ini melakukan segala pekerjaannya dengan mampu secara professional yang dianggap sebagai bentuk sudah melakukan tugas dan juga tanggungjawabnya, sehingga dalam kondisi ini seringkali seorang notaris di dalam memberikan pelayanan pada masyarakat tanpa terbantas oleh waktu, seorang notaris melakukan dan menyelesaikan pekerjaan kapanpun pada saat masyarakat membutuhkan jasanya. Dalam hal apabila seorang notaris dalam sementara waktu tidak mampu menjalankan ataupun menyelesaian tugas dan tanggung jawab jabatannya, misal pada saat berada dalam kondisi atau situasi yang sedang sakit atau sedang menjalankan kegiatan liburan yang dilakukannya ke luar daerah, maka pihak notaris diberikan hak guna melakukan cuti sementara waktu sesuai dengan Pasal 25 ayat (1) UUNJ dan tata cara cuti notaris diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUNJ. Pasal 25 angka (3) menyebutkan bahwa Notaris dalam melakukan proses permohonan cutinya diikuti dengan usulan penunjukkan notaris pengganti guna menggantikan tugasnya untuk sementara waktu. Selama pihak notaris memiliki halangan dalam rangka menjalankan tugas-tugasnya atau sedang melakukan kegitan cuti, maka pihak notaris memiliki kewajiban guna agar mampu memberikan adanya seorang notaris sebagai pihak pengganti. Diketahui bahwa notaris pengganti memiliki sifat yang sementara sebab ia hanya menjalankan tugas-tugasnya guna dengan maksud ataupun tujuan mengisi kekosongan jabatan seorang notaris yang berlahangan hadir karena menjalankan hak cutinya. Selanjutnya Majelis Pengawas Daerah (MPD) akan mengangkat seorang notaris pengganti guna mengisi kekosongan notaris umum tersebut bilamana Noatris yang akan mengambil masa cutinya namun tidak ada kandidat yang menggantikannya.2 Notaris dalam melakukan penunjukkan terhadap Notaris Pengganti diatur dalam Paal 33 UUNJ dimana notaris akan menunjuk pegawai yang telah bekerja dengannya dalam waktu tertentu. Diterangkan dalam Pasal 33 UUNJ tersebut bahwasannya syarat agar dapat ditunjuk untuk menjadi Notaris Pengganti adalah memiliki kewarganegaraan
Indonesia, mempunyai ijazah sarjana hukum dan bekerja di kantor Notaris selama kurun waktu 2 (dua) tahun berturut-turut.
Berdasarkan pada uraian tersebut ditemukan adanya kekosongan norma terkait kedudukan hukum notaris khususnya notaris pengganti mengenai tugas dan juga tanggungjawab dari pihak notaris dalam hal pembuatan akta yang bersifat autentik yang dikeluarkan oleh notaris pengganti sebagai alat pembuktian yang dinilai secara sah. Notaris selaku pejabat umum bilamamana dalam kondisi ini menjalankan kekuasaan negara yang secara khusus ada di dalam bidang pembuatan akta yang bersifat autentik yang juga memiliki tugas-tugas guna memberikan layanan-layanan pada masyarakat sehingga seorang notaris maupun notaris pengganti harus mempunyai standar pendidikan, moral dan integritas yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut untuk dapat diangkat menjadi Notaris harus menempuh pendidikan khusus kenotariatan dan melewati berbagai ujian sesuai ketentuan menjadi Notaris.3
Notaris juga dinilai sebagai pejabat umum yang menjalankan tugas-tugas jabatannya di dalam melaksanakan kewenangan pada saat melakukan kegiatan memberikan layanan-layanan pada kalangan masyarakat yang diwajibkan guna mengikuti kaidah-kaidah atau aturan-aturan jabatan yang sebagaimana telah diatur dalam UUJN dan Kode Etik Notaris serta Paraturan Perundang-Undangan. Memperhatikan ketentuan yang ada pada Pasal 33 ayat 1 UUJN diketahui kualifikasi notaris pengganti dalam hal ini hanya memiliki kualifikasi memiliki pendidikan dengan berijazah sarjana hukum, sedangkan seorang notaris harus menempuh Pendidikan khusus Kenotariatan melalui beberapa ujian serta mentaati kode etik notaris yang berlaku. Seorang Notaris wajib mentaati kode etik yang berlaku guna menjaga integritas dan profesionalisme dimana Seseorang notaris dapat menjalankan tugas dan jabatannya sesuai dengan peraturan. Sehingga dalam hal ini kualifikasi yang dimiliki oleh notaris pengganti jauh lebih rendah daripada kualifikasi yang dimiliki oleh pejabat Notaris.4 Dengan demikiaan Notaris pengganti mengingat dari segi kualifikasinya dapat saja berpeluang melakukan tindakan melawan hukum dalam menjalankan tugasnya. Hal ini akan yang memunculkan masalah yang terjadi dikemudian hari yang dimana mengingat kurangnya pengetahuan dan juga pengalaman yang berhasil dimiliki oleh pihak notaris pengganti ini, hal ini menimbulan ketidakselarasan dengan kaidah-kaidah yang telah diatur dalam UUNJ, Kode Etik Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (1) Bagaimanakah kedudukan dan keabsahan akta yang dibuat oleh Notaris Pengganti? (2) Bagaimanakah kekuatan pembuktian akta yang dibuat oleh Notaris Pengganti? Adapun penelitian ini memiliku tujuan guna menganalisa kedudukan dan keabsahan
akta yang dibuat oleh Notaris Pengganti serta mengetahui kekuatan pembutian akta yang dibuat oleh Notaris Pengganti.
Adapun beberapa penelitian sebelumnya dengan topik serupa, antara lain penelitian yang dilakukan oleh:
-
(1) “I Gede Yudi Arsawan dan Akhmad Budi Cahyono, berupa jurnal yang diterbitkan pada tahun 2021, dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Klien Atas Pembuatan Akta Di Hadapan Notaris Pengganti Yang Tidak Sah penelitian ini berfokus pada akibat hukum dari pembuatan akta oleh notaris pengganti yang tidak sah serta bentuk perlindunga hukum bagi para pihak selaku klien dari notaris pengganti yang dirugikan.”5
-
(2) “Ni Putu Ayu Bunga Devy Maharani, I Nyoman Alit Puspadma, dan I Wayan Kartika Jaya Utama, berupa jurnal yang diterbitka pada tahun 2023, dengan judul Perlindungan Hukum bagi Notaris Pengganti dalam Hal Pemanggilan Berkaitan dengan Kepentingan Proses Peradilan Pidana penelitian ini berfokus pada kewenangan dan tanggung jawab Notaris pengganti dalam pembuatan akta otentik dan bentuk perlindungan hukum bagi Notaris Pengganti dalam hal pemanggilan berkaitan dengan kepentingan proses peradilan pidana terkait dengan akta yang dibuat dihadapannya. ”6
Sementara itu, penelitian ini berfokus pada kedudukan dan keabsahan akata yang dibuat oleh Notaris Pengganti serta kekuatan pembuktian akta yang dibuat oleh Notaris Pengganti, sehingga penelitian ini mempunyai kebaruan dalam bidang keilmuan pada hukum kenotariatan.
-
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dikaji menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan mengedepankan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan analisis dan konseptual. Dipahami bahwa penelitian hukum normatif dinilai sebagai penelitian yang melakukan proses pengkajian pada dokumen-dokumen dengan cara melakukan proses pengumpulan bahan hukum dengan cara studi pustaka dan juga mempergunakan bahan-bahan jurnal dengan adanya pemakaian metode deskripsi dengan cara memperhatikan apa yang menjadi permasalahan yang muncul. Dalam penelitian ini mengkaji kekosongan norma kedudukan hukum notaris terhadap notaris pengganti terkait tanggungjawab notaris terhadap akta autentik yang dikeluarkan oleh Notaris Pengganti sebagai suatu alat bukti yang sah. Adapun teknik analisis deskriptif dipakai dalam penelitian ini guna melakukan kegiatan analisa atas persoalan atau permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini.7 Dalam riset ini dipakailah data-data yang mendukung yang dijadikan sebagai bahan-bahan
melakukan kegiatan riset ini yang dimana dilakukan proses pencarian dan juga dikumpulkan dengan cara melalui studi pustaka, ialah melakukan kegiatan mencari dan juga mengumpulkan berbagai macam informasi dan juga bahan-bahan hukum yang dalam hal ini mencakup bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta juga tersier yang selanjutnya dikelompokkan, dilakukan proses pencatatan, dikutip dan juga diringkas serta terakhir ditinjau selaras dengan apa yang menjadi kebutuhan.
-
3. Hasil dan Pembahasan
Notaris dianggap sebagai pejabat umum yang mempunyai tugas dan juga wewenang yang sifanya secara tertentu sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUNJ. Diketahui bahwa kewenangan notaris ialah yang berhasil diperolehnya secara atribusi, dimana pemberian kewenangan yang bersifat baru dengan berlandaskan pada Peraturan Perundang-Undangan. Dalam hal seorang Notaris yang berada dalam kondisi sementara waktu tidak mampu melakukan atau menjalankan tugas-tugas dalam jabatannya, maka notaris memiliki hak melaksanakan cuti. Hak cuti Notaris diatur dalam ketentuan UUNJ pada Pasal 25 ayat (1) dengan syarat Notaris telah menjalankan masa jabatannya selama kurun waktu (2) dua tahun. Bilamana Notaris tersebut ingin mengambil hak cutinya namun masa jabatannya kurang dari dua tahun maka notaris tersebut tidak diperkenankan menggambil hak cutinya yang secara otomatis notaris belum bisa untuk mengambil hak cutinya.
Karakter jabatan Notaris haruslah berkesinambungan dalam menjalankan tugas dan jabatannya selama masa jabatannya belum berakhir sehingga dengan demikian pada saat Notaris menjalankan cuti, maka Notaris harus melakukan proses penyerahan kepada Notaris Pengganti dan akan dilakukan proses penyerahan kembali oleh Notaris Pengganti seusai kegiatan cuti berakhir. Pada saat melakukan proses serah terima jabatan ini, maka akan dibuatkan berita acara dan juga akan dilakukan proses penyampaian padada Majelis Pengawas Notaris.
Ketentuan atas kewenangan yang telah dimiliki oleh pihak notaris pengganti diatur dalam Pasal 33 ayat (2) yakni memiliki tugas dan juga wewenang yang tanpa berlainan dengan pihak notaris sesuai dengan ketentuan Pasal 15 UUNJ, Mengacu hal ini, maka notaris pengganti diketahui mempunyai wewenang dan juga tugas yang dianggap sebagai seorang notaris dengan berlandaskan pada UUJN. Notaris Pengganti dapat dianggap sebagai pejabat umum yang telah dilakukan pengangkatan dengan waktu yang sementara dan juga dinilai memiliki kewenangan untu selanjutnya di anggap sebagai Notaris. Notaris pengganti dalam menjalankan sesuai dengan ketentuan UUNJ diangkat oleh pejabat yang berwenang bukan diangkat oleh notaris yang mengusulkannya. Dengan demikian antara notaris dan notaris pengganti mempunyai kedudukan dan kesamaan hukum sehingga tidak akta yang dibuat adalah sah. Akta notaris yang dibuat oleh notaris pengganti memiliki sifat yang sama dengan akta
notaris lainnya yakni akta authentik sebagaimana dikemukanan dalam Pasal 1870 KUHPer.Akta autentik menjadi penting mengingat fungsinya sebagai alat bukti terkuat dalam hubungan hukum, menjamin kepastian hukum sehingga dalam hal ini akta autentik memiliki peranan untuk menghindari sengketa. 8 Kesudukan Notaris Pengganti menjadi penting karena dianggap sebagai pengisi kekosongan jabatan seorang Notaris yang sedang cuti. Keberadaan Notaris pengganti mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan Notaris lainnya dalam hal pembuatan akta autentik.9
Dalam melaksanakan atau menjalankan tugas-tugasnya, eorang notaris pengganti juga wajib untuk berpegang secara teguh pada kode etik dimana hal tersebut tertuang dalam Pasal 38 ayat (1) UUNJ yang menerangkan bahwa kode etik organisasi notaris ditetapkan kepada notaris pengganti sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik. Notaris pengganti dalam menjalankan jabatannya dan telah berkahir, bilamana akat yang dibuatnya bermasalah serta adanya unsur perbuatan melawan hukum dan melanggar ketentuan dalam pembuatan akta autentik maka dapat dikenakan sanksi dari pengadilan. Hal ini dipandang sebagai salah satu bentuk pelaksanaan tugas-tugas secara professional dan penuh tanggungjawab yang dilakukan oleh Notaris ataupun Notaris Pengganti pada klien sesuai dengan kode etik yang berlaku. Sesuai ketentuan Pasal 65 UUNJ akta yang dibuat oleh notaris pengganti menjadi tanggungjawab notaris pengganti baik dalam masa jabatannya maupun setelah masa jabatannya, hal ini berdasarkan pada kedudukan yang dimiliki notaris pengganti dan notaris adalah sama sebagai pejabat mandiri. Hal ini merupakan bentuk tanggungjawab dan profesionalitas Notaris terhadap klien yang dilayani sesama profesi dan kelompoknya serta pada pemerintah dan negaranya. 10
Berdaasrkan hak tersbebut akibat hukum akta yang dihasilkan oleh Notaris dan Notaris Pengganti ialah dianggap telah sama serta tanpa ditemukan adanya aspek perbedaan kecuali pada saat ditemukan adanya kesalahan tanpa disengaja ataupun adanya muncul kekeliruan dalam melakukan proses pengangkatan dari pihak notaris maupun pihak notaris pengganti, dimana hal ini adanya sangkutan atau hubungan pada kesalahan pembuatan akta yang dihasilkan oleh tiap-tiap individu dari pihak notaris maupun oleh pihak notaris pengganti ialah akta akan yang didegradasikan dalam kondisi ini akan berubah untuk menjadi akta yang ada dibawah tangan dan juga pihak notaris maupun pihak notaris pengganti yang melakukan proses pembuatan yang mampu untuk dimintai bentuk pertanggung jawaban hukum yang bersifat secara perdata maupun secara pidana. Kedudukan hukum terhadap akta yang dihasilkan oleh Notaris Pengganti memiliki persamaan dari segi mekanisme
pembuatan aktanya sehingga dalam hal ini akta yang dibuat tersebut mempunyai fungsi dan peran yang sama sebagai akta autentik sesuai yang dibuat oleh notaris pada umumnya sehingga dapat dikatakan bahwa akta yang dibuat oleh Notaris maupun Notaris Pengganti adalah sah.
Dalam beracara khususnya pada perkara perdata, hukum perdata mempunyai pembuktian secara formil terkait bagaimana pembuktian tersebut untuk memelihara keberadaan hukum perdata materiil, dimana dapat atau tidaknya pembuktian tersebut diterima kekuatan hukumnya. R. Subekti dalam bukunya mengatakan bahwa membuktikan dapat dinilai sebagai sikap memberikan keyakinan atau kepercayaan pada hakim yang membahas tentang kebenaran dan juga keadilan yang disampaikan di dalam suatu masakah persengketaan sehingga dengan demikian pembuktian dalam hukum perdata hanya diperlukan di pengadilan.11 Dengan demikian dalam perkara perdata pihak hakimlah yang menilai dalil-dalil dengan seadil-adilnya.
Sistem pembuktian yang ada di Indonesia dalam kondisi pada masa era ini tampak lebih mengedepankan pembuktian alat bukti tertulis. Akta autentik selaku alat bukti sempurna, apabila diajukan dalam persidangan akta autentik juga mengikat hakim, sebaliknya akta dibawah tangan hanya mengikat kedua belah pihak tanpa mengikat hakim dalam persidangan.12 Akta otentik berdasarkan sifatnya wajib untuk diyakini atau dipercaya oleh pihak hakim, ialah wajib untuk dinilai atau dianggap sebagai benar, dimana selama ketidakbenarannya tanpa mampu untuk dibuktikan.13 Sesuai dengan ketentuan HIR jo Pasal 1866 KUHPer alat bukti tertulis atau surat merupakan alat bukti uatama. Sesuai dengan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa seluruh jenis alat bukti yang terncantum dan dimunculkan pada perkara di Pengadilan merupakan memiliki perannya sangat penting, namun dalam kondisi ini HIR dan RBg diketahui menganut asas pembuktian formal, sehingga alat bukti surat termasuk didalamnya akta autentik sebagai alat bukti yang diutamakan dan pertama dalam perkara perdata serta pembuktiannya diserahakan kepada kebijaksanaan hakim. 14
Pasal 1870 KUH Perdata mengatur terkait kekuatan pembuktian akta otentik. Kekuatan akta otentik yakni sempurna dan mengikat. Frasa sempurna dan mengikat pada hakim menjadikan akta autentik sebagai dasar fakta yang sempurna hakim
dalam mengambil keputusan atas penyelesaian perkara perdata yang menjadi sengketa. 15 Pada saat mengingat kekuatan yang dijadikan sebagai alat pembutian yang dipunyai oleh akte autentik dalam pembuatannya, maka dalam kondisi ini pihak notaris wajib atau haruslah memperhatikan dan juga mencermati tiga aspek penting ialah mencakup aspek kekuatan nilai-nilai pembuktiannya yang dianggap sebagai kekuatan melakukan proses pembuktian lahiriah dan formil serta juga materiil. Hal tersebut adalah kesempurnaan dari akta notaris sebagai akta autentik, bilamana salah satu dari aspek tersebut tidak dipenuhi ataupun kebenarannya tidak dapat dibuktikan akta tersebut kekuatan pembuktiannya setara dengan akta dibawah tangan.16
Akta yang telah dikeluarkan atau telah dilakukan proses pembuatan oleh Notaris Pengganti dalam kondisi ini dapat dikatakan sebagai alat bukti sempurna baik secara materiil dan formil. Sehingga Notaris pengganti bertanggungjawab atas akta yang dibuatnya. Bilamana akta yang dihasilkan tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan maka akta tersebut dapat dikatan cacat hukum atau batal demi hukum. suatu akta otentik dapat dimintai pertanggungjawaban dan juga akan dilakukan proses pengenaan sanksi yang bentuknya berupa ganti rugi yang telah dialami oleh pihak yang menerima kerugian.Dengan demikian, bentuk tanggung jawab notaris dan juga notaris pengganti akan mengikuti sesusai dengan pada akta yang dihasilkan pada saat menjabat sebagai notaris ataupun sebagai pihak notaris pengganti sesuai dengan pertanggungjawaban atas adanya unsur kesalahan sehingga dengan demikian notaris atau notaris pengganti yang membuat kesalahanlah yang harus bertanggungjawab.
-
4. Kesimpulan
Kedudukan dan keabsahan akta yang dibuat oleh Notaris Pengganti mempunyai mekanisme yang sama dengan pembuatan akta oleh Notaris sehingga sama-sama bersifat autentik. Hal tersebut sesuai dengan kewenangan delegasi yang dilimpahkan Notaris kepada Notaris Pengganti. Akta yang dibuat oleh Notaris Pengganti mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan Notaris, dimana akta yang dibuat Notaris Pengganti sebagai alat bukti sempurna mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat mencakup tiga aspek pembuktian penting yakni lahiriah, formil dan materiil sebagai nilai autentik dari sebuah akta.
Daftar Pustaka
Buku
Darus, M. Luthfan Hadi. (2017) Hukum Notariat Dan Tanggung Jawab Jabatan Notaris. Yogyakarta: UIIPress.
Diantha, I Made Pasek. (2019). Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Harahap, M.Yahya. (2008). Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian Dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Nuh, Muhammad. (2011). Etika Profesi Hukum. Bandung: Pustaka Setia.
Jurnal
Arsawan. I Gede Yudi & Cahyono, Akhmad Budi. (2021). Perlindungan Hukum Bagi Klien Atas Pembuatan Akta Di Hadapan Notaris Pengganti Yang Tidak Sah. Acta Comitas 06 (03) h. 535–548
https://doi.org/https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i03.p6.
Mahadewi, I Gusti Agung Ika Laksmi & Purwanto, I Wayan Novy. (2021). Tanggung Jawab Notaris Pengganti Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta Autentik. Acta Comitas: 06 (02): 450 – 460. https:
//ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas.
Maharani, Ni Putu Ayu Bunga Devy., Puspadma, I Nyoman Alit., & Utama, IWKJ. (2023). Perlindungan Hukum Bagi Notaris Pengganti Dalam Hal Pemanggilan Berkaitan Dengan Kepentingan Proses Peradilan Pidana. Jurnal Analogi Hukum 5, no. 1: 61–66, https://doi.org/https://doi.org/10.22225/ah.5.1.2023.61-66.
Nugraha, Gde Bagus & Utama, I Made Arya. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Terkait Notaris Yang Diberhentikan Sementara. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(3) h. 523-534
https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i03.p1 1.
Palit, Richard Cisanto. (2015). Kekuatan Akta Di Bawah Tangan Sebagai Alat Bukti Di Pengadilan,” Lex Privatum 3, no. 2:137-145.
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/issue/view/975.
Rahardika, Istadevi Utami et al. (2023). Pencatatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Notariil Atas Tanah Terdaftar Pada Kantor Pertanahan. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan 8, no. 02 , 213–225.
https://doi.org/https://doi.org/10.24843/AC.2023.v08.i02.p1.
Runisari, Amanda & Tanaya, Putu Edgar. (2022). Hak Ingkar Notaris Pengganti Atas Akta Otentik Yang Dibuatnya. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan 7, no. 01, https://doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i01.p07.
Sasauw, Christin. (2015). Tinjauan Yuridis Tentang Kekuatan Mengikat Suatu Akta Notaris. Lex Privatum 3, no. 1: 98-109.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/7030.
Septianingsih, Komang Ayuk., Budiartha, I Nyoman Putu., & Dewi, Anak Agung Sagung Laksmi. (2020). Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik Dalam Pembuktian Perkara Perdata. Jurnal Analogi Hukum 2, no. 3: 336–40,
https://doi.org/https://doi.org/10.22225/ah.2.3.2584.336-340.
Soeikromo, Deasy. (2013). Batasan Sahnya Perjanjian Tentang Pembuktian Pada Suatu
Kontrak Bisnis,” Jurnal Hukum Unsrat 1, no. 5 : 29–37.
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jurnalhukumunsrat.
Tjukup, I Ketut et al. (2016). Akta Notaris (Akta Otentik) Sebagai Alat Bukti Dalam Peristiwa Hukum Perdata,” Acta Comitas 2 : 180–88,
https://doi.org/10.24843/AC.2016.v01.i02.p05.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgelijk Wetboek, 2009, Diterjemahkan oleh
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Edisi-2, Cetakan ke-7, Pradnya Paramita, Jakarta
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 5491
559
Discussion and feedback