Peralihan Hak Atas Tanah Situ Oleh Badan Hukum Komersial (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 60/Pdt/2019/PT.BTN)
on
Peralihan Hak Atas Tanah Situ Oleh Badan Hukum Komersial (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 60/Pdt/2019/PT.BTN)
Abdul Kholik1
1Magister Kenotariatan Universitas Pelita Harapan, E-mail: [email protected]
Info Artikel |
Abstract |
Masuk : 18 Juni 2023 Diterima : 30 Agustus 2023 Terbit : 8 Desember 2023 Keywords : Transition, Rights, Land, Situ |
The purpose of this scientific journal is to analyze the transfer of cultivation rights over the lake land by PT. Cihuni Mas in Tangerang Regency. This scientific journal uses normative legal research methods. Situ Ownership by Commercial Legal Entities In terms of the Water Resources Law and Permen ATR No. 30 of 2019 cannot be justified because based on Article 2 paragraph (2) Permen No. 30 of 2019 Applications for SDEW land registration are made by interested government agencies that control land parcels. Commercial legal entities only have permits for the use of water resources for business needs as long as water for daily basic needs and smallholder agriculture has been fulfilled and as long as the availability of water is still sufficient as stipulated in Article 47 jo. Article 49 of the Law on Water Resources. The legal considerations of the panel of judges in case number 60/PDT/2019/PT.BTN PT. Cihuni Mas, because he had bought land from cultivators with compensation for cultivation rights, the proof of ownership was only in the form of a nameplate (nameplate) at the location of the object of the case, the judge decided that PT. Cihuni is a party who has the right to control the lake land and has violated Law Number 17 of 2019 concerning Water Resources and Law of the Republic of Indonesia Number 6 of 2023 concerning Stipulation of Government Regulation in lieu of Law Number 2 of 2022 concerning Job Creation to Become a Law The current law has become law number 6 of 2023 concerning the establishment of a Perppu because the objects purchased cannot be privatized which are public assets. |
Abstrak | |
Kata kunci: Peralihan, Hak, Tanah, Situ |
Tujuan jurnal ilmiah ini untuk menganalisa peralihan hak garap atas tanah situ Oleh PT. Cihuni Mas di Kabupaten Tangerang. Jurnal ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum |
Corresponding Author:
Abdul Kholik, Email : [email protected]
DOI :
DOI : 10.24843/
AC.2023.v08.i03.p3
normatif. Kepemilikan Situ Oleh Badan Hukum Komersial Ditinjau Dari UU Sumber Daya Air Dan Permen ATR No. 30 Tahun 2019 tidak dapat dibenarkan karena berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Permen No. 30 Tahun 2019 Permohonan pendaftaran tanah SDEW dilakukan oleh instansi pemerintah yang berkepentingan yang menguasai bidang tanah. Badan hukum komersial hanya memiliki izin untuk Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha sepanjang Air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat telah terpenuhi serta sepanjang ketersediaan Air masih mencukupi sebagaimana ditentukan pada Pasal 47 jo. Pasal 49 UU Sumber Daya Air. Pertimbangan hukum majelis hakim dalam perkara nomor 60/PDT/2019/PT.BTN PT. Cihuni Mas karena telah membeli tanah dari para penggarap dengan ganti rugi hak garap yang bukti kepemilikanya hanya berupa papan nama (plang nama) dilokasi obyek perkara, hakim memutuskan bahwa PT. Cihuni merupakan pihak yang berhak menguasai tanah situ tersebut telah menyalahi undang-undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang sekarang menjadi undang undang nomor 6 tahun 2023 tentang penetapan perpu karena obyek yang di beli tidak boleh diprivatisasi yang mana adalah aset publik
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, artinya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum tertinggi dan kerangka perencanaan, pembangunan, serta pelaksana penyelenggaraan negara agar pembangunan dapat berjalan aman, tertib, bermanfaat guna meningkatkan sumberdaya manusia secara menyeluruh. Tujuan bangsa ini untuk semata mensejahterakan rakyat terutama disektor pertanahan, perlu adanya penegasan secara khusus mengingat pentingnya bidang pertanahan dalam menunjang pembangunan nasional. Wajarlah kiranya dalam masa pembangunan ini peran tanah
semakin menonjol baik sebagai faktor produksi maupun wadah dalam berbagai kegiatan usaha.1
Indonesia memiliki keanekaragaman bentang alam yang kaya seperti pegunungan, perairan umum, rawa hingga padang. Perairan umum merupakan kekayaan bentang alam yang menjadi tumpuan hidup masyarakat Indonesia. Kartamihardja et al. dalam jurnalnya menyebutkan pada Forum Perairan Umum II yang diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 2005 di Palembang para ahli menyepakati istilah perairan umum memiliki pengertian sama dengan perairan umum daratan, yaitu semua badan air yang terbentuk secara alami atau buatan dan terletak mulai garis pasang surut terendah ke arah daratan serta bukan milik perorangan. Berdasarkan pengertian tersebut, perairan umum daratan meliputi sungai dan paparan banjiran, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya.2
Batas penyelenggaraan yang diberikan hak atas tanah termasuk terjadi di daerah danau maupun situ (SDEW) yang mewajibkan izin dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau dinas-dinas yang membidanginya. Pada Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 30 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Tanah Situ, Danau, Embung, Dan Waduk (selanjutnya disebut Permen ATR No. 30 Tahun 2019), sertifikat hak atas tanah untuk embung, situ, danau, dan waduk hanya untuk diberikan kepada pemerintah atau pemerintah daerah, baik tanah yang ada perolehan tanah maupun tidak ada perolehan tanahnya.
Situ merupakan wilayah perairan umum yang relatif kecil tetapi tersebar di berbagai wilayah. Sebagian situ berada dekat dengan wilayah pemukiman dan menjadi bagian penting dalam pengendalian banjir. Data situ yang terhimpun di sebagian Pemerintah Daerah adalah yang memiliki nilai strategis, sedangkan yang berada jauh dari pemukiman tidak terdata.3
Kewenangan Negara dalam peraturan di bidang Pertanahanan ditujukan untuk memperoleh apa yang maksud dan tujuan dan cita-cita kepastian hukum, sehingga masyarakat dapat merealisasikan hak dan kewajibannya secara aman nyaman dengan adanya jaminan perlindungan hukum oleh undang-undang.4 Adapun jaminan mengenai kepastian hukum tentang pemilikan tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA yang bunyinya sebagai berikut:
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Sengketa tanah, terutama tanah yang belum bersertifikat, yang kerap sekali terjadi secara umum muncul karena adanya “klaim” kepemilikan hak milik atas suatu tanah seperti sengketa kepemilikan yang terjadi antara PT. Cihuni Mas dengan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum. UUPA menjelaskan bahwa surat tanda bukti hak atau sertifikat tanah dapat menjadi bukti untuk penyelesaian sengketa tanah. Sertifikat tanah merupakan hal sangat penting di masa ini karena sertifikat dapat memberikan kepastian hukum bagi pemilikan tanah dan pemilik tanah memiliki kewenangan dan hak atas tanah tersebut secara tertulis tentunya untuk mencegah adanya sengketa kepemilikan tanah.5
Salah satu masalah terkait hak garap atas tanah negara terjadi di desa Cihuni wilayah Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang, tepat berada di dekat pemukiman warga, masalah bermula ketika Pada tanggal 25 April 2007, Penggugat memperoleh penguasaan dan hak garap berikut perizinan atas lahan tanah yang terletak di Desa Cihuni Kec Pagedangan Legok Kab. Tangerang sekarang dikenal dengan Situ Cihuni seluas 32,34 Ha dari ahli waris H. Sagaf Usman yang telah melakukan pembayaran ganti rugi dan pembebasan lahan dari para penggarap ex kebun palawija.
Sebelumnya pada tahun 1996 pengelolaan Situ Cihuni dimohon oleh PT. Graha Taruna (perusahaan perorangan Alm. H. Sagaf Usman) sekarang PENGGUGAT dan telah mendapatkan persetujuan Prinsip pengelolaan Situ Cihuni dari Gubernur kepala Daerah tingkat I Jawa Barat dengan surat Nomor: 556.31/1424/Perek. Tanggal, 15 Mei 1997 serta Rekomendasi Pengelolaan dan Pemeliharaan Situ Cihuni dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tangerang dengan surat Nomor: 435/841-141/III/1999 tanggal, 29 Mei 1999.
Sengketa hukum mengakibatkan munculnya konflik agraria seperti pada Putusan Nomor 60/Pdt/2019/PT.BTN yang dikaji oleh penulis terkait dengan konflik sengketa tanah oleh PT. Cihuni Mas yaitu sebagai PENGGUGAT dengan Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum sebagai TERGUGAT dan Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang sebagai TURUT TERGUGAT.
Dari uraian kasus di atas, pihak memiliki interpretasi tersendiri mengenai masalah keabsahan hak garap dan akibat hukum yang ditimbulkannya, khususnya apa yang menjadi hak pekebun, maka saya berkesimpulan bahwa akan ada masalah hukum. Oleh karena itu, khususnya di kabupaten Tangerang, perlu adanya penjelasan yang lebih jelas tentang hak garap tanah negara dalam kaitannya dengan cara memperoleh hak garap tanah negara secara sah. Selain itu perlu juga dijelaskan dengan jelas implikasi hukum dari perolehan hak garap atas tanah negara, guna mencegah tuntutan hukum yang melebihi hak pemegang hak tetap bekerja.
Jika mengacu kepada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (Sselanjutnya UU 17 Tahun 2019) juncto Permen ATR/BPN 30 Tahun 2019 maka sertifikat hak atas tanah hanya dapat diberikan kepada pemerintah atau pemerintah daerah, baik tanah yang ada perolehan tanah maupun tidak ada perolehan tanahnya, yang mana dapat diberlakukan kepada obyek Situ Cihuni. Akan tetapi jika melihat
putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang dengan perkara Nomor: 60/Pdt.G/2018/PN.Tng juncto Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banten dengan register perkara Nomor: 60/Pdt/2019/PT.BTN memutuskan PT. Cihuni Mas adalah pihak yang berwenang untuk mengajukan permohonan peningkatan status hak atas lahan tanah yang terletak di Situ Cihuni.
Berdasarkan permasalahan sebagaimana yang dijabarkan di atas terkait peralihan hak garap situ oleh PT. Cihuni Mas, maka penulis tertarik untuk membuat tulisan dengan judul “Peralihan Kepemilikan Atas Situ Oleh Badan Hukum Komersial (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 60/Pdt/2019/PT.BTN)”
Adapun permasalahan yang diangkat pada jurnal ilmiah ini antara lain:
-
1) Bagaimana kepemilikan situ oleh badan hukum komersial ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 30 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Tanah Situ, Danau, Embung dan Waduk?
-
2) Bagaimana pertimbangan hukum dan amar putusan majelis hakim dalam perkara nomor 60/PDT/2019/PT.BTN ditinjau dari Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang?
Tujuan daripada jurnal ilmiah ini untuk mengetahui dan menganalisa tentang kepemilikan situ oleh badan hukum komersial ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 30 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Tanah Situ, Danau, Embung dan Waduk dan pertimbangan hukum dan amar putusan majelis hakim dalam perkara nomor 60/PDT/2019/PT.BTN ditinjau dari Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Jurnal ilmiah ini menggunakan state of art penelitian-penelitian terdahulu sebagai pembanding antara penelitian ini dengan penelitian lainnya, guna melihat perkembangan ilmu pengetahuan terkait dan unsur-unsur kebaharuan serta untuk menghindarkan dari tindakan plagiat di dalam dunia pendidikan.
Adapun jurnal ilmiah terdahulu yang digunakan sebeagai state of art dalam jurnal ilmiah ini yakni: Jurnal ilmiah yang dibuat oleh Hadi Arnowo pada tahun 2020 yang terbit pda Jurnal MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur dengan judul “Pengamanan Situ, Danau, Embung Dan Waduk Sebagai Kekayaan Negara Melalui Pendaftaran Tanah” memiliki hasil penelitian bahwa Situ, danau, embung dan waduk (DEW) merupakan sumber daya air yang harus dilestarikan dari ancaman kerusakan lingkungan akibat aktivitas penduduk sekitar. Upaya pengamanan SDEW adalah dengan pendaftaran tanah yang meliputi areal permukaan air dan sempadannya. Pendaftaran tanah areal SDEW memberikan keuntungan yaitu batas areal SDEW yang jelas secara fisik dan yuridis, data yang jelas untuk inventarisasi aset negara/ daerah serta dasar perhitungan program konservasi dan pengelolaan. Areal SDEW yang dapat
didaftarkan adalah yang berada di tanah negara di luar kawasan hutan. Untuk areal yang masih berada di tanah milik diupayakan perolehan tanah melalui mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang telah memiliki SDEW sebagai aset milik negara/daerah wajib memelihara batas wilayah agar tidak berkurang atau bahkan hilang. Salah satu upaya yang efektif adalah melakukan kerjasama dengan masyarakat dalam bentuk pengelolaan dan pelestarian SDEW secara partisipatif. Selain itu perlu dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat agar masyarakat tidak menggarap lahan sempadan SDEW.6
Jurnal ilmiah yang dibuat oleh Indra Perdana, et.al. pada tahun 2021 yang publis pada jurnal Universitas Asahan dengan judul “peralihan hak ganti rugi tanah atas pembuatan waduk irigasi (studi dikantor desa buntu pane kecamatan buntu pane) dengan hasil penelitian bahwa Tanah garapan yang belum dilekati dengan sesuatu hak atau sertifikat sebagai tanda bukti hak, dalam hal ini tanah yang dimaksud adalah tanah garapan di atas tanah yang langsung dikuasai oleh negara, bisa didaftarkan menjadi hak milik dengan syarat dan prosedur yang telah ditentukan, dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Tanah garapan dan penggarap sendiri telah disebutkan dalam berbagai ketentuan. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil mengatur tentang hubungan antara penggarap dengan pemilik tanah, sehingga tanah garapan yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah tanah yang telah terdapat hak perseorangan di atasnya, bukan tanah negara. Penggarap di sini pada dasarnya orang yang berasal dari orangorang tani yang mengikatkan diri dengan pemilik tanah untuk mengerjakan tanah garapan dan Hak garap bukanlah hak atas tanah. Hak garap hanyalah sebatas hak menikmati, mengerjakan untuk mengambil manfaat dan mempergunakan suatu bidang tanah yang dijadikan tanah garapan. Meski bukan hak atas tanah, kedudukan hak garap tetap sah dan diakui dalam baik dalam hukum adat maupun hukum nasional.7
Artinya berdasarkan pejabaran di atas tidak satu tulisan jurnal ilmiah di atas yang membahas mengenai apa yang dibuat dalam jurnal ilmiah ini. Jurnal ilmiah ini memberikan penbaharuan dalam dunia pendidikan Indonesia. Penelitian ini memiliki judul “Peralihan Hak Atas Tanah Situ Oleh Badan Hukum Komersial (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 60/Pdt/2019/PT.BTN)”. Mengangkat permasalahan mengenai kepemilikan situ oleh badan hukum komersial ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 30 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Tanah Situ, Danau, Embung dan Waduk dan pertimbangan hukum dan amar putusan majelis hakim dalam perkara nomor 60/PDT/2019/PT.BTN ditinjau dari Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Penulisan jurnal ini dilakukan dengan menggunakan penelitian Hukum Normatif yang dimana penelitian Normatif mengkaji aturan perundangan yang berlaku
yang memiliki kaitan terhadap bahasan dalam tulisan ini dengan tetap
memperhatikan hirarki dari aturan itu sendiri.8 Metode pendekatan yang dipergunakan yakni pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).9 Pendekatan perundang-undangan (statute approach), yakni pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Kemudian, Pendekatan konseptual (conceptual approach) yakni pendekatan dengan menggunakan konstruksi konsep hukum.10
Menurut Johnny Ibrahim, penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemupakan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya. Sisi normatif disini tidak sebatas pada peraturan perundang-undangan saja. 11
-
3. Hasil Dan Pembahasan
-
3.1 Kepemilikan Situ Oleh Badan Hukum Komersial Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air Dan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Pendaftaran Tanah Situ, Danau, Embung Dan Waduk
-
Air merupakan kebutuhan dasar hidup manusia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa Indonesia. Air sebagai bagian dari Sumber Daya Air merupakan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengatur bahwa:
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut, jelas bahwa bangsa ini mempunyai ciri khas sendiri terkait pengelolaan sumber daya alam, yaitu dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.12
Bertambahnya keragaman manusia, berkembangnya kawasan pertanian dan pemukiman, serta berkurangnya daerah resapan air, rusaknya lingkungan dan perubahan pola cuaca, mulai dirasakan ketidakseimbangan antara penggunaan dan ketersediaan air dalam jumlah yang cukup. kuantitas dan tingkat pertama. Selain itu, sebagian dari kita mulai tidak peduli akan kelestarian dan kelestarian lingkungan sehingga beberapa aset air (sungai, danau, waduk, danau) tercemar limbah rumah tangga, industri dan sebagainya. Persaingan dalam upaya memperoleh air untuk berbagai upaya dengan keterbatasan ruang dan waktu telah berakhir pada upaya menjadikan air sebagai komoditas perekonomian. agar Sumber Air dapat dimanfaatkan untuk membantu hajat hidup orang banyak sesuai dengan harapan dalam piagam 1945 diperlukan pola penguasaan sumber Air yang utuh, lestari dan tercakup.
Pengaturan Sumber Daya Air melingkupi pengaturan dimulai dari penggunaan air sebagai sarana perairan irigasi sampai kepada pengaturan pengembangan rawa, penyediaan air minum, air tanah, air perkotaan, air industri dan sebagainya. Umunya pengaturan di atas dimaksudkan untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesejahteraan rakyat. Untuk itu maka, Hak Menguasai Negara harus berpedoman pada Pancasila sebagai Groundnorm atau dasar Negara bangsa Indonesia, dimana didalam sila yang kelima yang mencita citakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga diharapkan terselenggranya manusia Indonesia yang adil dan makmur13
Kekuasaan atas air oleh negara ini kemudian diamanatkan penyelenggaraannya kepada pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air sebagaimana telah diubah sebagian oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (untuk selanjutnya disebut UU Sumber Daya Air).
Pengendalian sumber air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, mengungkap, dan membandingkan pelaksanaan konservasi sumber daya air, pendayagunaan aset air, dan pengelolaan daya listrik air yang merugikan. Undang-undang tentang kekayaan Air menyatakan secara tegas bahwa sumber daya air dikelola dengan bantuan negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. untuk itu negara menjamin hak asasi manusia atas air dalam upaya memenuhi kebutuhan primer minimal setiap hari untuk hidup sehat dan lancar dalam jumlah yang cukup, yang diinginkan, prima, aman, berkelanjutan dan terjangkau. Penegasan penguasaan negara dapat dilihat dalam Pasal 7 UU Sumber Daya Air yang menyatakan bahwa kekayaan air tidak dapat dimiliki dan/atau dikelola oleh perseorangan, kelompok jaringan, atau badan usaha komersial.
Frasa “tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai” bermakna bahwa orang, bisnis komersial, atau badan usaha hanya mendapatkan akses atau kesempatan untuk menggunakan sumber air yang disediakan melalui pihak berwenang yang termasuk orang yang tidak dapat dimiliki dan/atau dikelola adalah kekayaan air yang terletak di dalam bidang tanah atau badan usaha bukan milik umum. Namun, pemilik tanah masih dapat menggunakan air dari sumber air di pekarangan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemilik tanah yang akan menggunakan Air dari
Sumber Air yang ada di pekarangannya untuk keperluan usaha dilakukan
berdasarkan izin.
Situ, danau, embung dan waduk (SDEW) di dalam UU Sumber Daya Air adalah bagian dari air permukaan dan tergolong sumber daya air. Sebagaimana dapat dilihat pada Pasal 1 angka 3 yang mendefinisikan air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
Selain pengaturan terkait penguasaan dan penggunaan SDEW sebagaimana yang diatur UU Sumber Daya Air, terdapat pula pengaturan terkait pembatasan penyelenggaraan pemberian hak atas tanah pada tanah Sempadan Embung, Situ, Danau Dan Waduk (SDEW) yakni Permen ATR No. 30 Tahun 2019. Merujuk Pasal 2 ayat (2) Permen ATR No. 30 Tahun 2019, sertifikat hak atas tanah untuk embung, situ, danau, dan waduk hanya untuk diberikan kepada pemerintah atau pemerintah daerah, baik tanah yang ada perolehan tanah maupun tidak ada perolehan tanahnya.
Berdasarkan Permen ATR No. 30 Tahun 2019, Situ dapat menjadi objek pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah untuk Situ sangat penting untuk menjaga kelestarian Situ dari usaha-usaha untuk mengubah sifat tanah secara terus menerus dan tidak dimaksudkan untuk mengalihkan penguasaan dan penguasaan tanah kepada perorangan atau perusahaan. Lokasi situ dapat didaftarkan atas nama penguasa atau penguasa terdekat dan diberi hak pakai atau hak pengelolaan.14 Proses pendaftaran tanah diakhiri dengan menghasilkan alat bukti berupa buku tanah dan sertifikat tanah yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur sertifikat hak atas tanah.15
Berdasarkan penjabaran dalam sub-bab ini dapat diketahui bahwa berdasarkan pada UU Sumber Daya Air dan Permen ATR No. 30 Tahun 2019 maka badan hukum komersial (swasta) tidak dapat menguasai atau memiliki suatu kawasan Situ. Sebagaimana yang diamanatkan Pasal 7 UU sumber daya air yang menyatakan bahwa Sumber Daya Air tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha, serta Pasal 2 ayat (2) Permen ATR No. 30 Tahun 2019, yang mengatur sertifikat hak atas tanah untuk SDEW hanya untuk diberikan kepada pemerintah atau pemerintah daerah, baik tanah yang ada perolehan tanah maupun tidak ada perolehan tanahnya.
-
3.2 Pertimbangan Hukum Dan Amar Putusan Majelis Hakim Dalam Perkara Nomor 60/PDT/2019/PT.BTN Ditinjau Dari Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air Dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa negara berkuasa terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk digunakan bagi kepentingan kemakmuran rakyat. Dari ketentuan tersebut memberikan hak kekuasaan negara adalah hak kekuasaan pengaturan yang di dalamnya terkandung kewajiban
negara yang bertujuan untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi rakyat dalam memperoleh akses terhadap air.
Situ, adalah bagian dari air permukaan dan tergolong sumber daya air, dengan demikian terhadap penguasaan dan pemilikan Situ mengacu kepada UU Sumber Daya Air. Pasal 7 UU Sumber Daya Air telah menentukan bahwa Sumber Daya Air tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha. Dengan demikian dari ketentuan Pasal 7 UU Sumber Daya Air tersebut, PT. Cihuni Mas sepatutnya tidak dapat menguasai/memiliki keseluruhan lahan seluas ± 32 Ha karena di dalamnya masih terdapat Sumber Daya Air yang masih dapat dikelola oleh negara seluas ± 7 Ha.
Selain itu pertimbangan hukum terkait “Situ Cihuni bukan Situ Alam dan terjadinya akibat pendangkalan galian pasir”, jika mengacu kepada UU Sumber Daya Air maka dalam hal penguasaan oleh negara Sumber Daya Air tidak menggolongkan apakah objek Sumber Daya Air tersebut terbentuk secara alami ataupun buatan. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1 angka 6 UU Sumber Daya air yang menentukan bahwa “sumber air adalah tempat atau wadah Air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, atau di bawah permukaan tanah.” Oleh karena itu dalam pertimbangannya Majelis Hakim seharusnya tidak perlu memperhatikan proses terjadinya Situ Cihuni apakah terjadi secara alami maupun buatan.
Berdasarkan Permen ATR No. 30 Tahun 2019, Situ dapat menjadi objek pendaftaran tanah. Sehingga Situ dapat menjadi objek pendaftaran tanah dan mempunyai kekuatan hukum pidana hak atas tanah. Pendaftaran tanah untuk Situ sangat penting untuk menjaga kelestarian Situ dari upaya perdagangan sifat tanah secara progresif dan tidak dimaksudkan untuk mengalihkan penguasaan dan kepemilikan tanah kepada orang atau perusahaan. Lokasi situ dapat didaftarkan atas nama penguasa atau penguasa daerah dan diberi hak pakai atau hak pengelolaan.16
Jika mengacu kepada UU Sumber Daya Air juncto Permen ATR/BPN 30 Tahun 2019 maka Majelis Hakim pada perkara a quo sepatutnya tidak memutuskan PT. Cihuni Mas dapat menguasai/memiliki keseluruhan lahan seluas ± 32 Ha karena di dalamnya masih terdapat Sumber Daya Air yang masih dapat dikelola oleh negara seluas ± 7 Ha. Selain itu untuk penyertifikatan Situ hanya dapat diberikan kepada pemerintah atau pemerintah daerah, baik tanah yang ada perolehan tanah maupun tidak ada perolehan tanahnya, yang mana dapat diberlakukan kepada obyek Situ Cihuni. Namun demikian UU Sumber Daya Air membuka kesempatan bagi penggunaan Sumber Daya Air guna kegiatan usaha bagi perorangan maupun badan usaha setelah yang bersangkutan memperoleh perizinan dari instansi terkait.
Kepemilikan situ oleh badan hukum komersial ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 30 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Tanah Situ, Danau, Embung dan Waduk tidak dapat dibenarkan karena berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Permen ATR No.30 Tahun 2019 Permohonan pendaftaran tanah SDEW dilakukan oleh
instansi pemerintah yang berkepentingan yang menguasai bidang tanah. Badan hukum komersial hanya memiliki izin untuk Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha sepanjang Air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat telah terpenuhi serta sepanjang ketersediaan Air masih mencukupi sebagaimana ditentukan pada Pasal 47 jo. Pasal 49 UU Sumber Daya Air.
Pertimbangan hukum dan amar putusan majelis hakim dalam perkara nomor 60/PDT/2019/PT.BTN ditinjau dari Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, maka Majelis Hakim pada perkara a quo sepatutnya tidak memutuskan PT. Cihuni Mas dapat menguasai/memiliki keseluruhan lahan seluas ± 32 Ha karena di dalamnya masih terdapat Sumber Daya Air yang masih dapat dikelola oleh negara seluas ± 7 Ha. Selain itu untuk
penyertifikatan Situ hanya dapat diberikan kepada pemerintah atau pemerintah daerah, baik tanah yang ada perolehan tanah maupun tidak ada perolehan tanahnya, yang mana dapat diberlakukan kepada obyek Situ Cihuni. Namun demikian UU Sumber Daya Air membuka kesempatan bagi penggunaan Sumber Daya Air guna kegiatan usaha bagi perorangan maupun badan usaha setelah yang bersangkutan memperoleh perizinan dari instansi terkait
Daftar Referensi
Buku
Chumaidi, I. (2022) Panduan Kepemilikan Tanah: Problematika Sertifikasi Tanah Secara Sporadik. Semarang: Lawwana
Johnny Ibrahim, (2013). Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia
Wahidin, S. (2016). Hukum Sumber Daya Air, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jurnal Ilmiah
Andiki, F., Sukirno, S., & Prabandari, A. P. (2019). Peralihan hak tanah ulayat di kabupaten dharmasraya. Notarius, 12(2), 856-865. doi:
https://doi.org/10.14710/nts.v12i2.29130
Arnowo, H. (2020). Pengamanan Situ, Danau, Embung Dan Waduk Sebagai Kekayaan Negara Melalui Pendaftaran Tanah, MONAS: Jurnal Inovasi Aparatur, 2(2), 203-216. h. 204 doi: https://doi.org/10.54849/monas.v2i2.45
Budimansyah, R. D. D., & Sofianto, K. (2018). Banjir Dayeuhkolot: Kisah Lama Dalam Cerita Baru. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, Jurnal Dialog
Penanggulangan Bencana, 9(2). 128-141
Handayani, N. A., Adhim, N., & Silviana, A. (2019). Akibat Hukum Pendaftaran Tanah Pertama Kali Tanpa Alas Hak Yang Sah (Studi Kasus Putusan Pengadilan
Negeri Nomor 13/Pdt. G/2015/PN. Wsb). Diponegoro Law Journal, 8(3), 2272-2286. hal. 2273. doi: https://doi.org/10.14710/dlj.2019.26001
Arnowo, H. (2020). Pengamanan Situ, Danau, Embung Dan Waduk Sebagai Kekayaan Negara Melalui Pendaftaran Tanah, JKPI Journal, 1(1), h. 204
Maskur, M. A. (2019). Kebijakan Pengelolaan Air Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Sumber Daya Air. Jurnal Konstitusi. 16(3). 510-531. html: https://consrev.mkri.id/index.php/const-rev
Peranginangin, W. S., & Marpaung, D. S. H. (2022). Penyelesaian Sengketa Tanah yang Belum Bersertifikat melalui Mediasi oleh Badan Pertanahan Nasional. Widya Yuridika: Jurnal Hukum, 5(1), 191-202. doi:
https://doi.org/10.31328/wy.v5i1.2493
Perdana, I., Siambaton, K. H., & Deritawati, D. (2022, November). Peralihan Hak Ganti Rugi Tanah Atas Pembuatan Waduk Irigasi (Studi Dikantor Desa Buntu Pane Kecamatan Buntu Pane).
Pramana, I. G. N. B., & Swardhana, G. M. (2020). Perlindungan Hukum Atas
Kriminalisasi Terhadap Notaris Karena Terjadinya Pembatalan Perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 5(3). 514-525. doi: https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i03.p07
Pusparini, D., & Swardhana, G. M. (2021). Urgensi Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Perempuan Berspektif Kesetaraan Gender. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 10(1), 187-199. h. 191 doi:
https://doi.org/10.24843/JMHU.2021.v10.i01.p15
Putri, C. A., & Gunarto, G. (2018). Efektivitas Pengecekan Sertifikat Terhadap
Pencegahan Sengketa Tanah Dalam Proses Peralihan Hak Atas Tanah. Jurnal Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 5(1), 267-274.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indenesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negar Republik Indonesia Tahun 1960 Tahun Nomor 104 Dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 190 Dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6405)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Nega Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 238 Dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841)
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 30 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Tanah Situ, Danau, Embung, Dan Waduk
441
Discussion and feedback