GAMBARAN KONDISI PSIKOLOGIS SISWA SMA PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI DENPASAR BARAT
on
Arc. Com. Health • agustus 2022
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Vol. 9 No. 2: 324 - 342
GAMBARAN KONDISI PSIKOLOGIS SISWA SMA PADA MASA PANDEMI COVID-
19 DI DENPASAR BARAT
Ni Made Rai Sintya Devi, Komang Ayu Kartika Sari1*
1Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Jalan P.B. Sudirman, Kec. Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali 80234
ABSTRAK
COVID-19 berdampak pada kesehatan fisik dan psikologis masyarakat terutama remaja. Tujuan penelitian ini untuk melihat kondisi psikologis siswa SMA pada masa pandemi. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang dilakukan pada bulan Juli-September 2021. Sampel sebanyak 146 dari SMA Negeri 4 Denpasar dan SMA PGRI 2 Denpasar. Instrumen menggunakan kuesioner dengan teknik analisis data univariat. Hasil penelitian ini diketahui khawatir keluarga tidak menerapkan protokol kesehatan (64,4%), khawatir tidak mampu memahami pelajaran (61,0%), khawatir penghasilan keluarga mengalami penurunan (58,2%), khawatir menerima informasi COVID-19 (63,7%). Perasaan sedih tidak bisa bertemu/berkumpul dengan teman-teman (54,1%). Mayoritas responden berusia ≥ 16 dan responden berjenis kelamin perempuan mengalami kondisi psikologis dan berada di kategori tinggi. Diharapkan guru dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan atau Puskesmas untuk memberikan informasi COVID-19, siswa dapat memanfaatkan teknologi videocall untuk memberi kabar teman, siswa dapat membentuk kelompok belajar, pihak sekolah memberikan kesempatan untuk orang tua membayar bulanan dengan mencicil dan guru bekerja sama dengan OSIS menyebarkan informasi terbaru COVID-19.
Kata Kunci : Kondisi Psikologis, Covid-19, Siswa
ABSTRACT
COVID-19 has an impact on the physical and psychological health of the community, especially teenagers. The purpose of this study is to see the psychological condition of high school students during the pandemic. This research is a descriptive cross sectional study with a quatitative approach conducted in July-September 2021. The samples is 146 from SMA Negeri 4 Denpasar and SMA PGRI 2 Denpasar. The instrument uses a questionnaire with univariate data analysis techniques. The results of this study are known to be worried that the family does not apply health protocols (64.4%), worried about not being able to understand the lessons (61.0%), worried that family income has decreased (58.2%), worried about receiving information on COVID-19 (63.7%). Feeling sad not being able to meet/gather with friends (54.1%). The majority of respondents aged 16 and female respondents experienced psychological conditions and were in the high category. It is hoped that teachers can work together with the health office or puskesmas to provide information on COVID-19, students can use videocall technology to inform friends, students can from study groups, the school provides opportunities for parents to pay monthly in installments and teachers work with OSIS to spread the latest information on COVID-19.
Keywords : Psychological Condition, Covid-19, Students
PENDAHULUAN
Kasus COVID-19 di Indonesia pertanggal 01 Juli 2021 terkonfirmasi sebanyak 2.203.108 kasus, pasien sembuh sebanyak 1.890.287 dan kasus meninggal dunia sebanyak 58.995. Kasus COVID-19 di Provinsi Bali pertanggal 01 Juli 2021 terkonfirmasi 50.528 kasus, pasien perawatan 1.892, pasien sembuh 47.067, dan kasus meninggal dunia 1.569 (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2021). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota
*) e-mail korespondensi: [email protected]
Denpasar, kasus terkonfirmasi di Kota Denpasar sebanyak 15.895, pasien dirawat 636, pasien sembuh 14.902 dan kasus meninggal dunia 357 (Kemenkes, 2020a).
Upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia yaitu mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). PSBB bertujuan untuk membatasi interaksi masyarakat dengan adanya aturan bekerja dan beraktivitas dari rumah (work from home), aturan waktu
beroperasi dan aturan jumlah kunjungan (Kemenkes, 2020b). COVID-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, melainkan psikologis yang menjadi ancaman bagi lapisan masyarakat terutama remaja. Hasil studi di DKI Jakarta menunjukkan bahwa kesepian remaja berada dalam kategori cukup tinggi yaitu 43% pada masa pandemi (Sagita & Hermawan, 2020).
Dampak COVID-19 pada ekonomi di Indonesia yaitu terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran. Sebesar ≥ 1,5 juta pekerja dirumahkan dan terkena PHK. Sebanyak 6 ribu hotel juga mengalami penurunan penempatan (okupansi) hingga mencapai 50% (Hanoatubun, 2020). Sedangkan pada pendidikan, dilaksanakan pembelajaran daring (Mansyur, 2020). Studi penelitian menyebutkan siswa mengalami tingkat kecemasan cukup tinggi saat belajar daring yang disebabkan beberapa faktor yaitu kesulitan memahami materi, tugas sulit dikerjakan, kondisi internet yang terbatas dan kendala lainnya (Oktawirawan, 2020).
Penyebab stres pada remaja saat pandemi COVID-19 yaitu mengalami kesulitan saat belajar di rumah. Remaja beranggapan bahwa sistem belajar di rumah kurang efektif untuk dilaksanakan. Menurut survey KPAI menunjukkan sebanyak 79,9% responden mengatakan bahwa interaksi menjadi berkurang dan guru hanya memberikan tugas yang berat sehingga meningkatkan kejadian stress (Sekar et al., 2020). Kecemasan dan tertekan saat pandemi disebabkan oleh remaja harus belajar di rumah karena sekolah tutup, remaja tidak lagi produktif *) e-mail korespondensi: [email protected]
dan remaja tidak bisa pergi dengan teman sebayanya. Kejadian ini akan memicu gangguan psikologis khususnya pada remaja (Cahyanthi, 2021).
Dilansir dari laman suara.com tahun 2021 diketahui survei menyatakan sebanyak 23% remaja alami stres akibat belajar daring. Hal tersebut diperkuat dengan survei yang dilakukan oleh Ikatan Psikolog Klinis (IPK) selama pandemi COVID-19 yang berlangsung di Indonesia menyatakan beberapa anak remaja merasa sistem belajar online cenderung menimbulkan rasa tidak nyaman dan kurang menyenangkan (Halidi, R & Fikri, 2020).
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), diperoleh data tentang perkembangan psikologis masyarakat di masa pandemi COVID-19 dan didapatkan sebanyak 64,3% mengalami kecemasan dan stres. Sebanyak 76,1% merupakan responden perempuan yang berusia 14-71 tahun dan berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DKI Jakarta (Sekar et al., 2020).
Penelitian terkait dampak psikologis, depresi, kecemasan dan stres pada masyarakat umum di China melibatkan 1.210 responden dari 194 Kota China. Secara total, 53,8% responden menilai dampak psikologis dari COVID-19 sedang hingga berat, 16,5% melaporkan gejala depresi sedang hingga berat, 28,8% melaporkan gejala kecemasan sedang hingga berat dan 8,1% melaporkan tingkat stres sedang hingga berat (Wang et al, 2020).
Studi tentang dampak psikologis pandemi COVID-19 pada mahasiswa di
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
Tiongkok menunjukkan bahwa mahasiswa mengalami kecemasan berat 0,9%, kecemasan sedang 2,7%, dan kecemasan ringan 21,3% (Cao et al, 2020). Berdasarkan hasil penelitian terkait adanya gejala-gejala PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) sebagai dampak pandemi COVID-19 pada remaja di SMA 1 Bangli yaitu 284 orang (69,2%) mengindikasikan adanya gejala PTSD dan 18 orang (6% ) mengindikasikan tidak adanya gejala PTSD (Rahayuni, I. G. A. R & Wulandari, 2021)
Kota Denpasar merupakan salah satu wilayah yang berdampak akan COVID-19 dan salah satu kota yang padat penduduknya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Denpasar, kecamatan yang memiliki kasus COVID-19 paling tinggi yaitu Kecamatan Denpasar Barat yaitu 5.128 kasus (Kemenkes, 2020a). Berdasarkan hasil review penelitian terdahulu terdapat gap yang ditemukan yaitu aspek yang diteliti tidak dibahas secara spesifik dan atau membahas satu aspek saja. Selain itu objek penelitian lebih banyak pada masyarakat umum.
Penelitian ini penting dilakukan untuk melihat kondisi psikologis remaja berdasarkan lima aspek antara lain situasi pandemi COVID-19, pembatasan aktivitas sosial, pembelajaran daring, keadaan ekonomi keluarga dan informasi yang diperoleh dari berbagai media. Dengan terbatasnya penelitian terkait kondisi psikologis remaja di Bali dan khususnya di Denpasar, maka penelitian mengenai gambaran kondisi psikologis siswa SMA pada masa pandemi COVID-19 di Denpasar Barat perlu dilakukan untuk melihat aspek mana yang cukup besar *) e-mail korespondensi: [email protected]
Vol. 9 No. 2: 324 - 342 dampaknya terhadap kesehatan mental remaja.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kondisi psikologis siswa berdasarkan lima aspek antara lain situasi pandemi COVID-19, pembatasan aktivitas sosial, pembelajaran daring, keadaan ekonomi keluarga dan informasi yang diperoleh dari berbagai media. Penelitian ini dilakukan di satu SMA negeri yaitu SMA Negeri 4 Denpasar dan satu SMA swasta yaitu SMA PGRI 2 Denpasar yang berada di wilayah Denpasar Barat pada bulan Juli-September 2021.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner disusun peneliti dan telah diuji cobakan sebelumnya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Jumlah responden sebanyak 146 siswa dari kelas X, XI, XII di SMA Negeri 4 Denpasar dan kelas X, XI, XII di SMA PGRI 2 Denpasar. Teknik analisis data yang digunakan yaitu univariat dengan mendeskripsikan distribusi frekuensi kondisi sikologis pada siswa. Penelitian ini telah dinyatakan laik etik berdasarkan Keterangan Kelaikan Etik Nomor: 2201/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.
HASIL
Tabel 1. Gambaran Perasaan terkait Situasi Pandemi COVID-19 | |||
Kadang- | |||
Perasaan terkait Situasi Pandemi COVID-19 |
Tidak Pernah |
kadang |
Sering |
n(%) |
n(%) |
n(%) | |
Perasaan khawatir dengan terus bertambahnya kasus COVID-19 di Bali |
7 (4,8%) |
72 (49,3%) |
67 (45,9%) |
Perasaan takut jika sewaktu- |
7 (4,8%) |
67 (45,9%) |
72 (49,3%) |
waktu tertular COVID-19 Perasaan takut jika sewaktu-waktu keluarga tertular COVID-19 |
4 (2,7%) |
48 (32,9%) |
94 (64,4%) |
Perasaan khawatir jika |
7 (4,8%) |
42 (28,8%) |
97 (66,4%) |
keluarga tidak menerapkan protokol kesehatan Perasaan marah jika melihat orang tidak mematuhi protokol kesehatan |
6 (4,1%) |
59 (40,4%) |
81 (55,5%) |
Perasaan khawatir |
21 (14,4%) |
103 (70,5%) |
22 (15,1%) |
bertemu/berinteraksi dengan orang lain Perasaan khawatir pandemi COVID-19 belum diketahui kapan berakhir |
8 (5,5%) |
61 (41,8%) |
77 (52,7%) |
Perasaan takut untuk memeriksakan diri ke layanan kesehatan karena khawatir tertular COVID-19 |
48 (32,9%) |
71 (48,6%) |
27 (18,5%) |
Tabel 1 menjelaskan tentang perasaan takut jika sewaktu-waktu | |||
perasaan responden terkait situasi keluarga yang tertular COVID-19. | |||
pandemi COVID-19. Diketahui sebanyak |
Kemudian 97 orang (66,4%) | ||
72 orang (49,3%) menyatakan kadang- menyatakan sering mengalami perasaan kadang mengalami perasaan khawatir khawatir jika keluarga tidak menerapkan | |||
dengan terus bertambahnya |
kasus protokol kesehatan. |
Sebanyak 81 orang | |
COVID-19 di Bali. Sebanyak 72 |
orang (55,5%) sering memiliki perasaan marah | ||
(49,3%) menyatakan sering mengalami jika |
melihat orang tidak mematuhi | ||
perasaan takut jika sewaktu-waktu protokol kesehatan. |
Responden kadang- | ||
tertular COVID-19 dan sebanyak 94 orang kadang mengalami |
perasaan khawatir | ||
(64,4%) menyatakan sering mengalami bertemu/berinteraksi |
dengan orang lain | ||
*) e-mail korespondensi: [email protected] |
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
sebanyak 103 orang (70,5%), responden sering mengalami perasaan khawatir pandemi belum diketahui kapan berakhir sebanyak 77 orang (52,7%) dan responden
kadang-kadang mengalami perasaan takut untuk memeriksakan diri ke layanan kesehatan sebanyak 71 orang (48,6%).
Tabel 2. Gambaran Perasaan terkait Pembatasan Aktivitas Sosial
Perasaan terkait Pembatasan Aktivitas Sosial |
Tidak Pernah |
Kadang-kadang |
Sering |
n(%) |
n(%) |
n(%) | |
Perasaan bosan harus berada di rumah saja selama pandemi |
19 (13,0%) |
69 (47,3%) |
58 (39,7%) |
Perasaan bingung akan melakukan apa saja ketika harus mengurangi kegiatan di luar rumah |
38 (26,0%) |
66 (45,2%) |
42 (28,8%) |
Perasaan sedih tidak dapat beraktivitas seperti biasa |
17 (11,6%) |
56 (38,4%) |
73 (50,0%) |
Perasaan sedih tidak bisa bertemu/berkumpul dengan teman-teman |
11 (7,5%) |
56 (38,4%) |
79 (54,1%) |
Perasaan sedih tidak bisa berpergian bersama keluarga/teman |
11 (7,5%) |
62 (42,5%) |
73 (50,0%) |
Perasaan kecewa tidak dapat berolahraga di luar rumah |
40 (27,4%) |
71 (48,6%) |
35 (24,0%) |
Perasaan kecewa dengan adanya acara/event besar yang ditiadakan |
15 (10,3%) |
53 (36,3%) |
78 (53,4%) |
Tabel 2 menjelaskan tentang perasaan responden terkait pembatasan aktivitas sosial. Responden menyatakan kadang-kadang mengalami perasaan bosan harus berada di rumah saja selama pandemi COVID-19 sebanyak 69 orang (47,3%). Responden kadang-kadang mengalami perasaan bingung akan melakukan apa saja ketika harus mengurangi kegiatan di luar rumah akibat pandemi sebanyak 66 orang (45,2%). Responden sering mengalami perasaan sedih tidak dapat beraktivitas seperti biasa
Sebanyak 79 orang (54,1%) menyatakan sering mengalami perasaan sedih tidak bisa bertemu/berkumpul dengan teman-teman dan 73 orang (50,0%) sering mengalami perasaan sedih tidak bisa berpergian bersama keluarga/teman. Sebanyak 71 orang (48,6%) kadang-kadang mengalami perasaan kecewa tidak dapat berolahraga di luar rumah dan sebanyak 78 orang (53,4%) sering mengalami perasaan kecewa dengan adanya acara/event besar yang ditiadakan.
saat pandemi sebanyak 73 orang (50,0%).
*) e-mail korespondensi: [email protected]
Tabel 3. Gambaran Perasaan terkait Pembelajaran Daring
Perasaan terkait Pembelajaran Daring |
Tidak Pernah |
Kadang-kadang |
Sering |
n(%) |
n(%) |
n(%) | |
Perasaan sedih karena sistem |
18 (12,3%) |
92 (63,0%) |
36 (24,7%) |
belajar di sekolah dilakukan online Merasa kesulitan menggunakan |
43 (29,5%) |
86 (58,9%) |
17 (11,6%) |
aplikasi online Perasaan cemas ketika |
3 (2,1%) |
61(41,8%) |
82 (56,2%) |
mengalami koneksi buruk Mengalami kesulitan |
14 (9,6%) |
77 (52,7%) |
55 (37,7%) |
berkonsentrasi saat belajar di rumah Mengalami kesulitan untuk |
18 (12,3%) |
92 (63,0%) |
36 (24,7%) |
berinteraksi/berkomunikasi dengan guru Mengalami kesulitan untuk |
32 (21,9%) |
86 (58,9%) |
28 (19,2%) |
berinteraksi/berkomunikasi dengan teman-teman Perasaan bingung bertanya |
25 (17,1%) |
80 (54,8%) |
41 (28,1%) |
kepada siapa ketika pelajaran yang diberikan sulit untuk dipahami Perasaan marah/kesal karena |
11 (7,5%) |
76 (52,1%) |
59 (40,4%) |
tugas sekolah diberikan terlalu banyak Perasaan cemas karena waktu |
7 (4,8%) |
66 (45,2%) |
73 (50,0%) |
pengumpulan tugas-tugas sekolah terlalu cepat Perasaan khawatir saat tidak |
3 (2,1%) |
54 (37,0%) |
89 (61,0%) |
mampu memahami pelajaran yang diberikan
Tabel 3 menjelaskan tentang |
orang (58,9%) menyatakan kadang-kadang |
perasaan responden terkait pembelajaran |
merasa kesulitan menggunakan aplikasi |
daring. Sebanyak 92 orang (63,0%) |
online, sebanyak 82 orang (56,2%) |
menyatakan kadang-kadang mengalami |
menyatakan sering mengalami perasaan |
perasaan sedih karena sistem belajar di |
cemas ketika mengalami koneksi buruk |
sekolah dilakukan online. Sebanyak 86 |
dan sebanyak 77 orang (52,7%) |
*) e-mail korespondensi: [email protected]
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
menyatakan kadang-kadang mengalami kesulitan berkonsentrasi saat belajar di rumah. Kemudian terdapat 92 orang (63,0%) kadang-kadang mengalami kesulitan untuk berinteraksi ataupun berkomunikasi dengan guru dan 86 orang (58,9%) kadang-kadang kesulitan untuk berinteraksi ataupun berkomunikasi dengan teman-teman.
Responden menyatakan kadang-kadang mengalami perasaan bingung bertanya kepada siapa ketika pelajaran yang diberikan sulit untuk dipahami
sebanyak 80 orang (54,8%). Responden kadang-kadang mengalami perasaan marah/kesal karena tugas sekolah diberikan terlalu banyak sebanyak 76 orang (52,1%). Responden sering mengalami perasaan cemas karena waktu pengumpulan tugas-tugas sekolah terlalu cepat sebanyak 73 orang (50,0%) dan sering mengalami perasaan khawatir saat tidak mampu memahami pelajaran yang diberikan sebanyak 89 orang (61,0%).
Tabel 4. Gambaran Perasaan terkait Keadaan Ekonomi Keluarga
Tidak |
Kadang-kadang |
Sering |
Perasaan terkait Keadaan | ||
Ekonomi | ||
Keluarga |
n(%) |
n(%) |
onom e uarga n(%) | ||
Perasaan khawatir karena 23 (15,8%) orang tua kehilangan pekerjaan |
55 (37,7%) |
68 (46,6%) |
Perasaan khawatir 10 (6,8%) penghasilan keluarga mengalami penurunan |
51 (34,9%) |
85 (58,2%) |
Perasaan khawatir jika orang 17 (11,6%) tua tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga |
53 (36,3%) |
76 (52,1%) |
Perasaan takut jika orang tua 18 (12,3%) tidak mampu lagi membiayai sekolah |
62 (42,5%) |
66 (45,2%) |
Perasaan kecewa jika orang 102 (69,9%) tua tidak mampu memberikan uang jajan |
35 (24,0%) |
9 (6,2%) |
Perasaan kecewa tidak 84 (57,5%) mendapatkan uang untuk membeli paket internet |
45 (30,8%) |
17 (11,6%) |
Tabel 4 menjelaskan tentang mengalami perasaan |
khawatir karena | |
perasaan responden terkait keadaan orang |
tua kehilangan |
pekerjaan dan 85 |
ekonomi keluarga. Pada tabel tersebut, orang (58,2%) sering mengalami perasaan | ||
terdapat 68 orang (46,6%) sering khawatir penghasilan keluarga mengalami |
*) e-mail korespondensi: [email protected]
penurunan. Sebanyak 76 orang (52,1%) sering mengalami perasaan khawatir jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan 66 orang (45,2%) sering mengalami perasaan takut jika orang tua tidak mampu lagi membiayai sekolah. Sebanyak 102 orang (69,9%) tidak pernah mengalami perasaan
kecewa jika orang tua tidak mampu memberikan uang jajan dan 84 orang (57,5%) tidak pernah mengalami perasaan kecewa tidak mendapatkan uang untuk membeli paket internet.
Tabel 5. Gambaran Perasaan terkait Informasi yang Diperoleh dari Berbagai Media
Perasaan terkait Informasi Tidak Kadang- yang Diperoleh dari Berbagai Pernah kadang Media n(%) n(%) |
Sering n(%) |
Perasaan khawatir ketika 26 (17,8%) 93 (63,7%) menerima informasi terkait COVID-19 Perasaan takut ketika 19 (13,0%) 81 (55,5%) mendengar berita terkait bertambahnya kasus COVID-19 Perasaan bingung karena 19 (13,0%) 67 (45,9%) banyaknya informasi yang tidak akurat dan tidak terpercaya tentang COVID-19 Perasaan bingung menentukan 34 (23,3%) 71 (48,6%) media mana yang dapat dipercaya untuk mengakses informasi mengenai COVID-19 Perasaan takut telah 25 (17,1%) 79 (54,1%) mempercayai informasi tidak akurat di media sosial Perasaan marah dengan berita- 16 (11,0%) 56 (38,4%) berita tidak akurat yang beredar |
27 (18,5%) 46 (31,5%) 60 (41,1%) 41 (28,1%) 42 (28,8%) 74 (50,7%) |
Tabel 5 menjelaskan tentang mengalami perasaan takut ketika perasaan responden terkait informasi yang mendengar berita terkait bertambahnya diperoleh dari berbagai media. Responden kasus COVID-19 sebanyak 81 orang kadang-kadang mengalami perasaan (55,5%).
khawatir ketika menerima informasi Responden menyatakan kadang-terkait COVID-19 sebanyak 93 orang kadang mengalami perasaan bingung (63,7%). Responden kadang-kadang karena banyaknya informasi yang tidak
*) e-mail korespondensi: [email protected]
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 akurat dan tidak terpercaya tentang COVID-19 sebanyak 67 orang (45,9%). Kemudian responden kadang-kadang mengalami perasaan bingung menentukan media mana yang dapat dipercaya untuk megakses informasi mengenai COVID-19 sebanyak 71 orang (48,6%). Responden kadang-kadang mengalami perasaan takut telah mempercayai informasi tidak akurat di media sosial sebanyak 79 orang (54,1%) dan sering mengalami perasaan marah dengan berita-berita tidak akurat yang beredar sebanyak 74 orang (50,7%).
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat responden yang mencari upaya atau bantuan karena mengalami perasaan atau dampak psikologis tertentu akibat pandemi COVID-19. Diketahui sebanyak 127 orang (87,0%) yang tidak mencari bantuan dan sebanyak 19 orang (13,0%) yang mencari bantuan. 19 responden (13,0%) menunjukkan bahwa mereka membutuhkan bantuan karena mengalami perasaan atau kondisi psikologis. Adapun bantuan yang diperoleh responden tersebut meliputi kepada teman, orang tua, saudara maupun psikologi/psikiater.
DISKUSI
-
a. Perasaan terkait Situasi Pandemi
COVID-19
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui responden berusia ≥ 16 tahun (75,0%) dan responden perempuan (83,0%) lebih banyak mengalami kondisi psikologis akibat situasi pandemi COVID-19 dan berada di kategori tinggi. Menurut penelitian Sintha & Arista, (2021) usia remaja merupakan usia dimana mereka masih berada dalam emosi yang labil, sehingga mudah mengalami gangguan
*) e-mail korespondensi: [email protected]
Vol. 9 No. 2: 324 - 342 psikologis seperti cemas. Jenis kelamin perempuan memiliki mental yang kurang kuat dibandingkan laki-laki dalam mengahadapi situasi pandemi.
Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 72 orang (49,3%) sering mengalami perasaan takut jika sewaktu-waktu tertular COVID-19 dan 94 orang (64,4%) sering mengalami perasaan takut jika keluarga yang sewaktu-waktu tertular COVID-19. Penelitian Singh et al, (2020) menyebutkan stres dan tekanan yang dihadapi anak-anak dan remaja akan memicu emosi dan suasana hati yang berubah. Perpisahan anak dengan orang tua maupun keluarga akan meningkatkan stres, emosi dan anak mudah marah. Penelitian Nasrudin et al., (2020) menunjukkan bahwa sebanyak 83,7% responden mengalami kekhawatiran terhadap anggota keluarga yang tertular COVID-19.
Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 97 orang (64,4%) sering mengalami perasaan khawatir jika keluarga tidak menerapkan protokol kesehatan dan 81 orang (55,5%) sering mengalami perasaan marah jika melihat orang tidak mematuhi protokol kesehatan. Menurut Pangesti & Purnamaningsih (2021) pada masa pandemi masih banyak keluarga yang tidak menerapkan protokol kesehatan seperti tidak menjaga kebersihan, tidak menjaga jarak jika berpergian dan bahkan tidak mengggunakan masker jika keluar rumah.
Beberapa hal yang menjadi stressor bagi siswa ketika pandemi COVID-19 berlangsung yaitu adanya rasa takut tertular COVID-19, khawatir saat pergi keluar rumah, kebosanan saat melakukan
sosial distancing serta mengalami kesulitan dalam memahami materi saat pembelajaran daring (Sari, 2020). Berdasarkan penelitian ini diketahui sebanyak 103 orang (70,5%) kadang-kadang mengalami perasaan khawatir bertemu/berinteraksi dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan penelitian Wahyu et al., (2021) yang mengatakan bahwa kecemasan akibat pandemi berakibat pada munculnya rasa takut untuk berinteraksi dengan orang lain.
Pada penelitian ini, sebanyak 71 orang (48,6%) kadang-kadang mengalami perasaan takut untuk memeriksakan diri ke layanan kesehatan karena khawatir tertular COVID-19. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian PH et al., (2020) yang menunjukkan bahwa sebanyak 73% responden merasa takut untuk memeriksakan diri ke layanan kesehatan dan sebanyak 89% responden merasa cemas saat ingin datang ke pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa responden berusia ≥ 16 tahun (59,8%) dan responden perempuan (66,0%) lebih banyak mengalami kondisi psikologis akibat pembatasan aktivitas sosial dan berada di kategori tinggi. Penerapan sosial distancing atau pembatasan aktivitas menyebabkan adanya himbauan untuk tetap di rumah sehingga remaja tidak dapat berinteraksi secara langsung dan komunikasi dengan teman sebaya pun menjadi terbatas (Octavius et al., 2020).
*) e-mail korespondensi: [email protected]
Pada penelitian ini sebanyak 69 orang (47,3%) kadang-kadang mengalami perasaan bosan harus berada di rumah saja selama pandemi. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Nasrudin et al., (2020) yang menujukkan sebanyak 32,6% responden remaja merasa bosan akibat pandemi COVID-19. Menurut penelitian Janssen et al., (2020) menyatakan bahwa kelompok remaja mengalami kebosanan pada masa pandemi diakibatkan oleh terbatasnya kontak sosial dengan teman sebayanya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 78 orang (53,4%) sering mengalami perasaan kecewa dengan adanya acara/event besar yang ditiadakan. Kelompok remaja akan merasa sepi, malas, merasa bosan dan sedih karena tidak bisa beraktivitas seperti biasa akibat pandemi COVID-19 (Nita et al., 2020). Berdasarkan hasil penelitian ini sebanyak 73 orang (50,0%) sering mengalami perasaan sedih tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Nasrudin et al., (2020) yang menyebutkan bahwa sebanyak 42,2% responden remaja mengalami perasaan sedih akibat pandemi COVID-19.
Berdasarkan hasil penelitian ini sebanyak 79 orang (54,1%) sering mengalami perasaan sedih tidak bisa bertemu/berkumpul dengan teman-teman dan sebanyak 73 orang (50,0%) sering mengalami perasaan sedih tidak bisa berpergian bersama keluarga/teman. Hasil penelitian Nasrudin et al., (2020) menunjukan sebanyak 42,4% responden mengalami dampak yang diakibatkan COVID-19 yaitu tidak bertemu dengan teman atau orang lain. Hasil penelitian
Arc. Com. Health • agustus 2022 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Syahrul & Bunyamin, (2021) menunjukkan bahwa sebanyak 50% responden merasa sangat khawatir saat bertemu orang lain di luar rumah.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui responden berusia ≥ 16 tahun (70,7%) dan responden perempuan (74,5%) lebih banyak mengalami kondisi psikologis akibat pembelajaran daring dan berada di kategori tinggi. Menurut penelitian Ningsih et al., (2020)
menyatakan bahwa antara siswa laki-laki dan perempuan memiliki tanggapan yang berbeda terhadap tuntutan tugas sekolah. Siswi perempuan mengalami gejala stres belajar pada masa pandemi COVID-19 dengan kategori tinggi sebesar 84,62%.
Berdasarkan hasil penelitian ini sebanyak 92 orang (63,0%) kadang-kadang mengalami perasaan sedih karena sistem belajar di sekolah dilakukan online dan sebanyak 86 orang (58,9%) kadang-kadang merasa kesulitan menggunakan aplikasi online. Penelitian Lindasari, Nuryani & Sukaesih, (2021) menyebutkan bahwa pelaksanaan pembelajaran daring akan menyebabkan gangguan psikologis pada siswa seperti kesedihan, ketakutan, kekhawatiran maupun kecemasan. Hasil penelitian Hasanah et al., (2020) menyebutkan bahwa sebanyak 72% siswa mengalami kecemasan selama proses pembelajaran daring.
Pada penelitian ini sebanyak 82 orang (56,2%) sering mengalami perasaan cemas ketika mengalami koneksi buruk saat pembelajaran berlangsung. Koneksi internet menjadi masalah yang cukup berpengaruh terhadap keberlangsungan
*) e-mail korespondensi: [email protected]
proses pembelajaran daring. Perubahan metode belajar, koneksi internet yang buruk, tugas yang menumpuk serta ketersediaan paket data menjadi hal yang dapat menyebabkan siswa menjadi stres (Lindasari et al., 2021).
Pada penelitian ini sebanyak 77 orang (52,7%) kadang-kadang mengalami kesulitan berkonsentrasi saat belajar di rumah. Konsentrasi sangat penting dimiliki oleh siswa agar lebih mudah memahami materi yang diberikan, menambah semangat belajar dan meningkatkan motivasi untuk lebih aktif belajar. Kurang konsentrasi akan menyebabkan kualitas kegiatan menjadi rendah, kurang perhatian terhadap pembelajaran serta mempengaruhi pemahaman terhadap materi yang diberikan (Yusuf et al., 2018).
Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 92 orang (63,0%) kadang-kadang mengalami kesulitan untuk berinteraksi / berkomunikasi dengan guru dan sebanyak 86 orang (59,9%) kadang-kadang mengalami kesulitan untuk berinteraksi / berkomunikasi dengan teman-teman. Penelitian Supriyatin et al., (2021) menyatakan bahwa sebanyak 50% siswa merasa kegiatan bersosialisasi dengan teman-temannya menjadi terhambat karena komunikasi siswa dengan temannya menjadi terbatas dan hanya menggunakan handphone. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 40,2% responden mengatakan salah satu penyebab stres selama pandemi yaitu tidak dapat bertemu dengan orang yang disayangi termasuk teman sekolah (Hidayat & Noeraida, 2020).
Pada penelitian ini sebanyak 76 orang (52,1%) kadang-kadang mengalami perasaan marah/kesal karena tugas sekolah diberikan terlalu banyak dan sebanyak 73 orang (50,0%) sering mengalami perasaan cemas karena waktu pengumpulan tugas-tugas sekolah terlalu cepat. Tugas yang diberikan terlalu banyak kepada siswa dengan waktu pengumpulan yang begitu cepat menyebabkan siswa menjadi tidak nyaman dan mengalami gangguan psikologis seperti stres dan cemas (Sudarman & Darminto, 2021).
Selain tugas yang menumpuk, kesulitan lain yang muncul yaitu pelajaran tidak mudah dipahami karena tidak dapat bertanya secara langsung. Pada penelitian ini sebanyak 89% orang (61,0%) sering mengalami perasaan khawatir saat tidak mampu memahami pelajaran yang diberikan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Supriyatin et al., (2021) yang menyatakan sebanyak 58,3% siswa merasa lebih sulit memahami materi yang disampaikan oleh guru.
Menurut kajian Badan Kebijakan Fiskal dan UNICEF Indonesia, (2021) menyebutkan bahwa gangguan akibat pandemi COVID-19 berdampak pada semua kelompok usia di masyarakat, namun remaja merupakan kelompok usia yang paling berat menanggung beban karena penurunan pendapatan keluarga dan kesulitan keluarga untuk meningkatkan status ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui responden berusia ≥ 16 tahun *) e-mail korespondensi: [email protected]
(53,3%) dan responden perempuan (56,4%) lebih banyak mengalami kondisi psikologis akibat keadaan ekonomi keluarga dan berada di kategori tinggi. Menurut penelitian Cao et al, (2020) menunjukkan bahwa sebanyak 24,9% responden pernah mengalami gangguan psikologis seperti rasa cemas saat pandemi. Keadaan ekonomi keluarga tentunya mempengaruhi sistem pembelajaran yang sedang diterapkan pada masa pandemi COVID-19.
Berdasarkan hasil penelitian ini sebanyak 68 orang (46,6%) sering mengalami perasaan khawatir karena orang tua kehilangan pekerjaan dan sebanyak 85 orang (58,2%) sering mengalami perasaan khawatir penghasilan keluarga mengalami penurunan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Rusman et al., (2021) yang menunjukkan sebanyak 51,8% responden merasa cemas akibat masalah ekonomi.
Hasil penelitian ini sebanyak 76 orang (52,1%) sering mengalami perasaan khawatir jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan sebanyak 66 orang (45,2%) sering mengalami perasaan takut jika orang tua tidak mampu lagi membiayai sekolah. Menurut penelitian Sina (2020) keluarga memiliki kebutuhan yang berbeda-beda seperti kebutuhan hidup sehari-hari, kebutuhan dana pendidikan dan kebutuhan tak terduga lainnya. Kebutuhan yang tidak terpenuhi mendorong berbagai tekanan psikologis pada seluruh anggota keluarga.
Kendala yang dihadapi orang tua yaitu adanya pembelajaran online
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 mengharuskan orang tua lebih bekerja keras demi memenuhi kebutuhan belajar online seperti gadget dan kuota internet (Haerudin et al., 2020). Menurut hasil penelitian Haerudin et al., (2020) menunjukkan bahwa sebanyak 59,3% responden menyatakan pembelajaran online lebih banyak memerlukan kebutuhan pulsa maupun kuota internet.
Pada penelitian ini sebanyak 102 orang (69,9%) tidak pernah mengalami perasaan kecewa jika orang tua tidak mampu memberikan uang jajan dan sebanyak 84 orang (57,5%) tidak pernah mengalami perasaan kecewa tidak mendapatkan uang untuk membeli paket internet. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Supriyatin et al., (2021) yang menunjukkan bahwa sebanyak 50% siswa tidak merasa sedih karena uang jajan yang didapatkan berkurang dan sebanyak 57,4% siswa selalu mempunyai kuota internet untuk pembelajaran daring (Kristina et al., 2020).
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui responden berusia ≥ 16 tahun (55,4%) dan responden perempuan (62,8%) lebih banyak mengalami kondisi psikologis akibat informasi yang diperoleh dari berbagai media dan berada di kategori tinggi. Remaja yang termasuk usia produktif akan semakin sering mencari atau memperoleh informasi tentang COVID-19. Respon seperti stres atau gangguan lain paling banyak dialami perempuan karena perempuan lebih reaktif dan mudah stres saat menerima, serta membaca berita - berita buruk
*) e-mail korespondensi: [email protected]
Vol. 9 No. 2: 324 - 342 dibandingkan laki-laki (Sintha & Arista, 2021).
Pada penelitian ini sebanyak 93 orang (63,7%) kadang-kadang mengalami perasaan khawatir ketika menerima informasi terkait COVID-19 dan sebanyak 81 orang (55,5%) kadang-kadang mengalami perasaan takut ketika mendengar berita terkait bertambahnya kasus COVID-19. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Amelia et al., (2021) yang menyatakan seluruh responden mengalami perasaan cemas, takut dan sedih jika mendapatkan berita tentang COVID-19 dan mendengar bertambahnya kasus COVID-19 melalui media.
Menurut penelitian Ifdil et al., (2020) menunjukkan rata-rata stres pada remaja selama pandemi COVID-19 berada dalam kategori berat. Remaja yang biasanya melakukan aktivitas dengan menonton atau membaca informasi tentang COVID-19 menjadi faktor munculnya stres. Pada penelitian ini sebanyak 67 orang (45,9) kadang-kadang mengalami perasaan bingung karena banyaknya informasi yang tidak akurat dan tidak terpercaya tentang COVID-19.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum & Yanuarita (2020) menyatakan bahwa banyaknya pemberitaan dan informasi terkait penyebaran COVID-19 yang terkesan menyeramkan mengakibatkan banyak orang mengalami rasa cemas dan khawatir. Penelitian Gao et al. (2020b) menyatakan informasi palsu dan laporan palsu terkait COVID-19 telah tersebar di media sosial sehingga menyebabkan terjadinya ketakutan, kebingungan dan membahayakan mental seseorang.
Pada penelitian ini sebanyak 71 orang (48,6%) kadang-kadang mengalami perasaan bingung menentukan media mana yang dapat dipercaya untuk mengakses informasi mengenai COVID-19. Menurut penelitian Juditha, (2020) media paling banyak digunakan saat menerima berita palsu tentang COVID-19 ialah media sosial (facebook, instagram, twitter) sebesar 82.70%, pesan instan (whatsapp, line, telegram) sebesar 77,3% dan media online atau situs berita sebesar 32,60%. Penelitian Bafadhal & Santoso, (2020) menyatakan bahwa whatsapp dan facebook merupakan media yang paling sering menyebarluaskan informasi palsu sehingga menimbulkan kebingungan bagi banyak orang.
Berdasarkan hasil penelitian ini sebanyak 19 orang (13,0%) yang mencari bantuan karena mengalami perasaan atau dampak psikologis akibat pandemi COVID-19. Adapun bantuan yang diperoleh responden tersebut meliputi kepada teman, orang tua, saudara maupun psikologi/psikiater. Adapun upaya yang dapat dilakukan siswa di masa pandemi yaitu berusaha untuk belajar mandiri, mengerjakan tugas-tugas agar tidak menumpuk dan melakukan diskusi dengan guru maupun teman-teman (Rusdiana & Nugroho, 2020).
Diketahui sebanyak 67,8% siswa percaya bahwa peran keluarga sangat penting untuk memberi dukungan dan sebanyak 32,2% siswa percaya dan menginginkan dukungan dari orang terdekat seperti sahabat, teman dekat dan *) e-mail korespondensi: [email protected]
tetangga. Pada proses pembelajarn daring, orang tua berperan dalam mendampingi, memberikan motivasi, memberikan pengetahuan tentang COVID-19, memberikan semangat dan dukungan kepada anak serta berperan dalam memengaruhi kemauan belajar (Fuad & Budiyono, 2012).
SIMPULAN
Berdasarkan aspek situasi pandemi COVID-19, diketahui perasaan khawatir jika keluarga tidak menerapkan protokol kesehatan banyak dialami responden yaitu 97 orang (64,4%) yang menyatakan sering. Kondisi psikologis berdasarkan usia dan jenis kelamin, diketahui mayoritas dialami oleh responden berusia ≥ 16 (75,0%) dan responden berjenis kelamin perempuan (83,0%) yang berada di kategori tinggi. Berdasarkan aspek pembatasan aktivitas sosial, diketahui perasaan sedih tidak bisa bertemu/ berkumpul dengan teman-teman banyak dialami responden yaitu 79 orang (54,1%) yang menyatakan sering. Kondisi psikologis berdasarkan usia dan jenis kelamin, diketahui mayoritas dialami oleh responden berusia ≥ 16 (59,8%) dan responden berjenis kelamin perempuan (66,0%) yang berada di kategori tinggi. Berdasarkan aspek pembelajaran daring, diketahui perasaan khawatir saat tidak mampu memahami pelajaran yang diberikan banyak dialami responden yaitu 89 orang (61,0%) yang menyatakan sering. Kondisi psikologis berdasarkan usia dan jenis kelamin, diketahui mayoritas dialami oleh responden berusia ≥ 16 tahun (70,7%) dan responden berjenis kelamin perempuan (74,5%) yang berada di
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
kategori tinggi. Berdasarkan aspek keadaan ekonomi keluarga, diketahui perasaan khawatir penghasilan keluarga mengalami penurunan banyak dialami responden yaitu 85 orang (58,2%) yang menyatakan sering. Kondisi psikologis berdasarkan usia dan jenis kelamin, diketahui mayoritas dialami oleh responden berusia ≥ 16 tahun (53,3%) dan responden berjenis kelamin perempuan (56,4%) yang berada di kategori tinggi. Berdasarkan aspek informasi yang diperoleh dari berbagai media, diketahui perasaan khawatir ketika menerima informasi terkait COVID-19 banyak dialami responden yaitu 93 orang (63,7%) yang menyatakan kadang-kadang. Kondisi psikologis berdasarkan usia dan jenis kelamin, diketahui mayoritas dialami oleh responden berusia ≥ 16 (55,4%) dan responden berjenis kelamin perempuan (62,8%) yang berada di kategori tinggi.
SARAN
Disarankan pada pihak guru dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan atau Puskesmas untuk memberikan informasi terkait COVID-19 dengan melibatkan siswa dan orang tua siswa. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan siswa dan orang tua siswa akan pentingnya menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi. Siswa dapat memanfaatkan teknologi videocall pada whatsapp atau instagram agar bisa saling memberi kabar dengan teman sebaya. Hal tersebut dapat mengurangi rasa sedih yang dialami siswa. Siswa dapat membentuk kelompok belajar untuk berdiskusi kembali agar lebih memahami pelajaran yang diberikan.
-
*) e-mail korespondensi: [email protected]
Adanya kelompok diskusi dapat mengatasi rasa khawatir pada siswa akibat pelajaran yang sulit dipahami. Pihak sekolah dapat memberikan kesempatan kepada orang tua siswa untuk membayar uang bulanan sekolah dengan cara dicicil atau pembayaran bertahap sehingga mengurangi rasa khawatir siswa maupun orang tua siswa karena tidak dapat membayar sekolah. Pihak guru dapat bekerja sama dengan kelompok OSIS untuk memberikan atau
menyebarkan informasi terbaru terkait COVID-19 melalui mading sekolah atau media informasi seperti instagram. Hal ini dapat mengurangi rasa khawatir siswa terhadap penyebaran informasi yang palsu.
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dosen penguji, keluarga, sahabat, Kepala Sekolah, guru, siswa SMA Negeri 4 Denpasar dan siswa SMA PGRI 2 Denpasar, serta seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, N., Rahmah, S., & Harahap, S. N.
-
(2021) . Peran Agama dalam Mengatasi Kecemasan Masyarakat Terkait Pandemi Covid-19. Jurnal Abdi Mas Adzkia, 01(02), 90–107.
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ad zkia/index
Badan Kebijakan Fiskal dan UNICEF Indonesia. (2021). Dampak COVID-19 terhadap kemiskinan dan mobilitas anak di Indonesia. UNICEF.
https://www.unicef.org/indonesia/id/
coronavirus/laporan/ringkasan-kebijakan-dampak-covid-19-kemiskinan-mobilitas-anak
Bafadhal, O. M., & Santoso, A. D. (2020). Memetakan Pesan Hoaks Berita
Covid-19 Di Indonesia Lintas Kategori, Sumber, Dan Jenis
Disinformasi. Bricolage: Jurnal
Magister Ilmu Komunikasi, 6(02), 235. https://doi.org/10.30813/bricolage.v6i 02.2148
Cahyanthi, P. (2021). Model “Aksi” Untuk Mewujudkan Gerakan Sehat Mental Dalam Mengatasi Kecemasan
Remaja. Jurnal Keperawatan, 13(1), 81– 90.
Cao et al. (2020). The psychological impact of the COVID-19 epidemic on college students in China. Psychiatry Research, 287(112934).
https://doi.org/10.1016/j.psychres.202 0.112934
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2021). Provinsi Bali Tanggap Covid-19.
https://infocorona.baliprov.go.id/
Fuad, M., & Budiyono, A. (2012). Pola kelekatan di kalangan santri usia remaja awal (Studi kasus di pondok pesantren anwarussholihin pamujan teluk, Banyumas). Personifikasi, 3(2), 25–35.
https://journal.trunojoyo.ac.id/person ifikasi/article/view/707
Gao, J., Zheng, P., Jia, Y., Chen, H., Mao, Y., Chen, S., Wang, Y., Fu, H., & Dai, J. (2020). Mental health problems and social media exposure during COVID-19 outbreak. PLoS ONE,
15(4), 1–10.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0 231924
Haerudin, Cahyani, A., Sitihanifah, N., Setiani, R. N., Nurhayati, S., Oktaviani, V., & Sitorus, Y. I. (2020). Pembelajaran Di Rumah Sebagai Upaya Memutus Covid-19.
Pembelajaran Di Rumah Sebagai Upaya Memutus Covid-19, May, 1–12.
halidi, R and Fikri, K. L. (2020). Survei: 23 Persen Remaja Alami Stres Karena Belajar Daring.
https://www.suara.com/health/2020/1 0/14/225135/survei-23-persen-remaja-alami-stres-karena-belajar-daring
Hanoatubun, S. (2020). DAMPAK COVID – 19 TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA. Journal of Education, Psychology and Counseling, 2(1), 146– 153.
https://doi.org/10.22216/jbe.v5i2.5313
Hasanah, U., Ludiana, Immawati, & PH, L. (2020). Gambaran Psikologis Mahasiswa Dalam Proses
Pembelajaran Selama Pandemi
Covid-19. Jurnal Keperawatan Jiwa,
8(3), 299–306.
Hidayat, D., & Noeraida. (2020).
Pengalaman komunikasi siswa melakukan kelas online selama
pandemi covid – 19. JIKE Jurnal Ilmu Komunikasi Efek, 3(1), 172–182.
https://doi.org/10.32534/jike.v3i2.1017
Ifdil, I., Putri, Y. E., & Amalianita, B.
-
(2020) . Stress and anxiety among adolescents, during the covid-19 outbreak. Konselor, 9(4), 174.
https://doi.org/10.24036/020209411194 1-0-00
Janssen, L. H. C., Kullberg, M. L., Verkuil, B., van Zwieten, N., Wever, M. C. M., van Houtum, L. A. E. M., Wentholt, W. G. M., & Elzinga, B. M. (2020).
*) e-mail korespondensi: [email protected]
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
Does the COVID-19 pandemic impact parents’ and adolescents’ well-being? An EMA-study on daily affect and parenting. PLoS ONE, 15(10 October), 1–21.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0 240962
Juditha, C. (2020). People Behavior Related To The Spread Of Covid-19’s Hoax. Journal Pekommas, 5(2), 105.
https://doi.org/10.30818/jpkm.2020.20 50201
Kemenkes. (2020a). Safe City Kota Denpasar. Dinas Kesehatan Kota Denpasar. https://safecity.denpasarkota.go.id/id/ covid19
Kemenkes. (2020b). Upaya dan Kebijakan Pemerintah Indonesia Menangani Covid-19. Kementerian Keuangan RI, 1-23. https://kompaspedia.kompas.id/baca/ paparan-topik/upaya-dan-kebijakan-pemerintah-indonesia-menangani-pandemi-covid-19
Kristina, M., Sari, R. N., & Nagara, E. S. (2020). MODEL PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN DARING PADA MASA PANDEMI COVID 19 DI
PROVINSI LAMPUNG. IV(2), 200–
209.
Lindasari, S. W., Nuryani, R., & Sukaesih, N. S. (2021). Dampak Pembelajaran Jarak Jauh Terhadap Psikologis Siswa Pada Masa Pandemik Covid 19. Jnc, 4(2), 130–137.
Mansyur, A. R. (2020). Dampak COVID-19 Terhadap Dinamika Pembelajaran Di Indonesia. Education and Learning Journal, 1(2), 113.
https://doi.org/10.33096/eljour.v1i2.55
Nasrudin, KN, U. A., & Prihaninuk, D. (2020). Dampak Isolasi Sosial Selama
*) e-mail korespondensi: [email protected]
Pandemi Covid 19 Terhadap Remaja : Aktifitas , Emosional , Stress-Adaptasi Dan Strategi Koping. Jurnal EDUNursing, 4(2), 110–121.
Ningsih, S., Yandri, H., Sasferi, N., &
Juliawati, D. (2020). An Analysis of Junior High School Students’ Learning Stress Levels during the COVID-19 Outbreak: Review of
Gender Differences. Psychocentrum Review, 2(2), 69–76.
https://doi.org/10.26539/pcr.22321
Nita, R. W., Kartika, E., Sari, W., & Solina, W. (2020). Identifikasi Permasalahan Psikologis Remaja Pada Masa “Social Distancing” Melalui Assesmen Survey Heart. Prosiding Seminar Dan Lokakarya Nasional Bimbingan Dan Konselling PD ABKIN JATIM & UNIPA SBY, 375–385.
UNUD/Literatur/PROPOSAL PASCA/Wellbeing/Permasalahan psikologi remaja saat social distancing.pdf
Octavius, G. S., Silviani, F. R., Lesmandjaja, A., Angelina, & Juliansen, A. (2020). Impact of
COVID-19 on adolescents’ mental
health: a systematic review. Middle East Current Psychiatry, 27(1), 4–11. https://doi.org/10.1186/s43045-020-00075-4
Oktawirawan, D. H. (2020). Faktor Pemicu Kecemasan Siswa dalam Melakukan Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(2), 541.
https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i2.93 2
Pangesti & Purnamaningsih. (2021). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI
KEPATUHAN PROTOKOL
KESEHATAN PENCEGAHAN
COVID-19 PADA KELUARGA DENGAN TAHAP
PERKEMBANGAN ANAK USIA PRA SEKOLAH. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 4(3), 623–632.
https://journal.ppnijateng.org/index.p hp/jikj/article/view/1060/536
PH, L., Khoerunisa, A., Sofyan, E., Ningsih, D. K., Kandar, & Suerni, T. (2020). Gambaran kecemasan
mayarakat dalam berkunjung ke pelayanan kesehatan pada masa pandemi covid-19. Jurnal Ilmiah Kesheatan Jiwa, 2(3), 129–134.
Rahayuni, I. G. A. R and Wulandari, I. A. P. (2021). DAMPAK PANDEMI
COVID-19 PADA KESEHATAN
MENTAL REMAJA DI KABUPATEN BANGLI - BALI. Jurnal Riset Kesehatan Nasional, 5(1), 35–46.
Rusdiana, E., & Nugroho, A. (2020).
Respon pada Pembelajaran Daring bagi Mahasiswa Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Integralistik, 31(1), 1–12.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index. php/integralistik/article/view/21834% 0Ahttps://journal.unnes.ac.id/nju/ind ex.php/integralistik/article/view/2183 4/
Rusman, A. D. P., Umar, F., & Majid, M. (2021). Kecemasan Masyarakat Selama Masa Pandemi Covid-19.
Jurnal Kesmas (Kesehatan Masyarakat) Khatulistiwa, 8(1), 10.
https://doi.org/10.29406/jkmk.v8i1.255
4
Sagita, D. D., & Hermawan, D. (2020). Kesepian Remaja Pada Masa Pandemi COVID-19. ENLIGHTEN (Jurnal Bimbingan Dan Konseling Islam), 3(2), 122–130.
https://doi.org/10.32505/enlighten.v3i 2.1892
Sari, M. K. (2020). Tingkat Stres Mahasiswa S1 Keperawatan Tingkat Satu Dalam Menghadapi Wabah Covid 19 Dan Perkuliahan Daring Di Stikes Karya Husada Kediri. Jurnal Ilmiah Pamenang, 2(1), 31–35.
https://doi.org/10.53599/jip.v2i1.36
Sekar, S., Ananda, D., & Apsari, N. C. (2020). Mengatasi Stress Pada Remaja Saat Pandemi Covid-19. 7(2), 248–256.
Setyaningrum, W., & Yanuarita, H. A.
-
(2020) . Pengaruh Covid-19 Terhadap Kesehatan Mental Masyarakat Di Kota Malang. Ilmu Sosial Dan Pendidikan, 4(4), 7.
http://ejournal.mandalanursa.org/ind ex.php/JISIP/article/view/1580/1392
Sina, P. G. (2020). Ekonomi Rumah Tangga Di Era Pandemi Covid-19. Journal of Management: Small and Medium
Enterprises (SMEs), 12(2), 239–254.
https://doi.org/10.35508/jom.v12i2.269 7
Singh et al. (2020). Impact of COVID-19 and lockdown on mental health of children and adolescents: A narrative review with recommendations. Psychiatry Research, 293(January), 337– 339.
Sintha & Arista. (2021). Gambaran Tingkat Kecemasan Masyarakat Terhadap Pandemi Covid-19. Jurnal Medika
Usada, 4(2), 21–32.
*) e-mail korespondensi: [email protected]
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 https://doi.org/10.54107/medikausada .v4i2.100
Sudarman, F. C. N., & Darminto, D. E. (2021). Dampak Penerapan Sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Pada Masa Pandemi Covid-19 Terhadap Kondisi Psikologis dan Fisik Siswa Dampak Penerapan Sistem
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Pada Masa Pandemi Covid-19 Terhadap Kondisi Psikologis dan Fisik Siswa. Jurnal Unesa, 488–496.
https://jurnal.unesa.ac.id/index.php/j urnal-bk-unesa/article/viewFile/36581/32539
Supriyatin, T., Aprillia, D., & Asih, S.
-
(2021) . EFEKTIVITAS
PEMBELAJARAN DALAM
JARINGAN ( DARING ) SELAMA PANDEMI COVID-19 DI SMAN 20 JAKARTA. 7(2), 455–463.
Syahrul, M., & Bunyamin, A. (2021).
Tingkat Kecemasan Mahasiswa Selama Pandemi. 4(1), 43–49.
Wahyu, A. M., Az Zahra, A. C., Firdaus, M. I. F., & Widyatno, A. (2021).
Perilaku Panic Buying Mengiringi Kemunculan COVID-19? Sebuah
Studi pada Awal Pandemi di
Indonesia. Humanitas (Jurnal
Psikologi), 5(1), 76–98.
https://doi.org/10.28932/humanitas.v5 i1.3347
Wang et al. (2020). Immediate Psychological Responses and
AssociatedFactors during the Initial Stage of the 2019Coronavirus Disease (COVID-19) Epidemic amongthe General Population in China. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(1729), 2– 25.
https://doi.org/10.1093/qjmed/hcaa11 0
Yusuf, A., Wanto, N., & Pertiwi, D. (2018). Perbedaan Tingkat Konsentrasi Belajar Siswa antara Kebisingan Lingkungan Sekolah SDN 03 Alai dan SD Pertiwi 3 Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3), 484.
https://doi.org/10.25077/jka.v6i3.726
*) e-mail korespondensi: [email protected]
342
Discussion and feedback