Arc. Com. Health • agustus 2022

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620                                                       Vol. 9 No. 2: 307 - 323

PERSEPSI IBU HAMIL DALAM MENGAKSES PELAYANAN ANTENATAL DI PUSKESMAS KARANGASEM I PADA MASA PANDEMI COVID-19

Ni Luh Yukti Trisnalanjani, Desak Putu Yuli Kurniati1*

1Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Jalan P. B Sudirman Denpasar, Bali, 80232

ABSTRAK

Pelayanan Antenatal (ANC) adalah salah satu bentuk pelayanan kesehatan ibu yang bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu hamil selama periode kehamilan. Kekhawatiran terhadap penularan Covid-19 menyebabkan penurunan akses ibu hamil terhadap ANC. Namun di Puskesmas Karangasem I, cakupan ANC pada masa pandemi justru dapat meningkat dibanding sebelum pandemi. Berdasarkan Teori Health Belief Model (HBM), perilaku seseorang dalam mengakses pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh persepsi ancaman terhadap penyakit dan persepsi bahwa perilaku tertentu dapat mengatasi penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan persepsi ibu hamil dalam mengakses ANC di Puskesmas Karangasem I pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Informan penelitian dipilih secara purposive sampling terdiri dari ibu hamil, suami ibu hamil, dan bidan Puskesmas Karangasem I. Data dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam dan observasi. Validasi data melalui triangulasi sumber dan triangulasi metode.Hasil penelitian menunjukkan meskipun merasa rentan dan menganggap Covid-19 sebagai penyakit yang serius, kekhawatiran ibu hamil dengan kondisi janinnya mendorong ibu untuk tetap melakukan ANC selama pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan. Ibu hamil juga menganggap manfaat yang diperoleh dari ANC lebih besar dari hambatan untuk ANC, serta disaat bersamaan ada kesadaran dari dirinya sendiri serta dukungan bidan yang memicu kunjungan antenatal pada masa pandemi.

Kata kunci : Pelayanan Antenatal, Persepsi, Ibu Hamil, Pandemi Covid-19, Bali

ABSTRACT

Antenatal care (ANC) is a service provided for pregnant women to maintain their health during pregnancy. During Covid-19 pandemic, routine antenatal visit is one of risk factors for pregnant women contracting Covid-19. Concern over Covid-19 transmission has declining access of pregnant women to ANC. However, at The Public Health Center of Karangasem I, ANC coverage during Covid-19 pandemic has even increased. Based on The Health Belief Model Theory, health behavior is determined by perceptions about disease and particular practice will effective reducing the threat. The present study aims to describe the perceptions of pregnant women in accessing ANC during Covid-19 pandemic. The study conducted using qualitative design and phenomenological approach. The research informants are pregnant women, husband, and midwives chosen through purposive sampling. Data collected using in-depth interviews and observation. The data analyzed using thematic analysis. Data validation using data source triangulation and method triangulation. The result showed despite of feeling vulnerable and consider Covid-19 as a serious disease, the concerns of pregnant women over their fetus encourage them to access ANC by health protocols. Pregnant women also consider the benefits of ANC are bigger than the risk. They have self-awareness and support from midwifes as cues to action.

Keywords: Antenatal Care, Perception, Pregnant Women, Covid-19 Pandemic, Bali

PENDAHULUAN

Kemunculan penyakit menular baru yang disebabkan virus SARS-CoV-2 atau Covid-19, telah menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rentan sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus, bahkan sebelum pandemi terjadi. Selama periode kehamilan, wanita mengalami perubahan

secara imunologi dan fisiologi yang membuat ibu hamil lebih rentan terhadap infeksi saluran pernapasan (Buekens et al., 2020). Ibu hamil terinfeksi Covid-19 berpeluang lebih dari 50 persen mengalami komplikasi, pelayanan intensif hingga risiko kematian dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi (Roggero et al., 2021). Berdasarkan data Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dalam

*)e-mail korespondensi: [email protected]


rentang April 2020 – April 2021, terdapat sebanyak 536 kasus konfirmasi positif Covid-19 pada ibu hamil di Indonesia.

Ibu hamil perlu memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai, diantaranya melalui pelayanan antenatal (ANC). ANC adalah pelayanan kesehatan untuk ibu hamil yang bertujuan menjaga kesehatan ibu selama periode kehamilan. Adapun indikator pelayanan ANC adalah cakupan K1, merupakan kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan dan cakupan K4 yaitu kontak empat kali atau lebih sesuai standar. Pada tahun 2016, WHO menyarankan ibu melakukan ANC minimal 8 kali selama kehamilan. Selama masa pandemi, rekomendasi untuk ANC dikurangin intensitasnya menjadi enam kali saja. Sesuai dengan Pedoman Pelayanan Antenatal di Era Adaptasi Kebiasaan Baru, ibu hamil setidaknya mendapatkan enam kali pelayanan antenatal yaitu dua kali pada Trimester 1, satu kali pada Trimester 2 dan tiga kali saat Trimester 3. Ibu hamil perlu melakukan dua kali ANC ke dokter yaitu pada trimester 1 dan trimester 3 untuk mendapat skrining faktor risiko penyakit dan rencana persalinan (Kemenkes RI, 2020).

Puskesmas merupakan garda tedepan dari pelayanan kesehatan yang komprehensif dan terjangkau bagi seluruh masyarakat di wilayah kerjanya. Salah satu tugas utama Puskesmas adalah bertanggung jawab terhadap kesehatan ibu dan anak, yang merupakan prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia (Suharti et al, 2020). Puskesmas Karangasem I merupakan salah satu *)e-mail korespondensi: [email protected]

Puskesmas yang terletak di Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Karangasem I sebelum masa pandemi (2016-2019), cakupan K1 dan K4 di Puskesmas Karangasem I cenderung fluktuatif tiap tahunnya. Pada tahun 2019, cakupan K1 dan K4 di Puskesmas Karangasem I tercatat sebagai yang paling rendah di antara Puskesmas lainnya. Capaian K1 hanya 87,2 persen dari target 100 persen sementara K4 sebesar 86,4 persen dari target 98 persen. Ketika pandemi terjadi pada tahun 2020, cakupan K1 dan K4 di Puskesmas Karangasem I justru berhasil mencapai target yaitu K1 sebesar 100,1 persen dan K4 sebesar 101,5 persen.

Berdasarkan wawancara awal dengan Bidan Puskesmas Karangasem I, sejak awal pandemi Puskesmas Karangasem I tidak pernah dilakukan pembatasan pelayanan antenatal. Per-bedaan pelayanan antenatal antara sebelum dan sesudah pandemi hanya pada penerapan protokol kesehatan. Selebihnya, pelayanan antenatal tetap dilakukan sesuai standar pelayanan. Sementara dari segi faktor internal ibu hamil, belum terdapat studi yang menjelaskan perilaku ibu hamil dalam mengakses pelayanan antenatal di Puskesmas Karangasem I.

Kekhawatiran terhadap penularan Covid-19 dapat mengubah persepsi risiko dan persepsi manfaat dalam mengakses pelayanan kesehatan (Roberton et al., 2020). Sesuai dengan teori Health Belief Model, aspek representasi individu yaitu persepsi akan mempengaruhi perilakunya dalam mengakses pelayanan kesehatan. Terdapat empat persepsi yang dapat

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 mempengaruhi perilaku individu yaitu perceived susceptibility (persepsi kerentanan), perceived severity (persepsi keseriusan), perceived benefits (persepsi manfaat) dan perceived barriers (persepsi hambatan) (Hayden, 2019).

Penelitian yang sudah dilakukan mengenai pandemi Covid-19 dan hubungannya dengan kehamilan sebagian besar berfokus pada efek fisik pandemi pada ibu hamil yang terinfeksi (Tantona, 2020). Persepsi merupakan aspek yang penting, karena dapat dijadikan tolak ukur peningkatan kualitas layanan khususnya pada masa pandemi seperti sekarang. Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dilakukan untuk menggali secara mendalam mengenai persepi ibu hamil untuk mengakses pelayanan antenatal selama masa pandemi Covid-19.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai pengalaman dan persepsi ibu hamil untuk mengakses pelayanan antenatal pada masa Pandemi Covid-19. Penelitian dilaksanakan pada Bulan April – Mei tahun 2021.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dengan teknik wawancara mendalam dan observasi. Informan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling. Informan utama dalam penelitian ini yaitu ibu hamil yang melakukan kunjungan K1 atau K4 sesuai standar dan ibu hamil yang melakukan kunjungan K1 atau K4 tidak sesuai standar di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I. Terdapat

sebanyak sepuluh ibu hamil, lima orang suami ibu hamil dan seorang bidan Puskesmas Karangasem I yang menjadi informan dalam penelitian ini. Sementara itu observasi dilakukan untuk melihat faktor kebersamaan keluarga dan sarana prasarana penunjang di Puskesmas Karangasem I.

Wawancara dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yaitu memakai masker dan menjaga jarak minimal satu meter antara peneliti dengan informan. Peneliti menggunakan pedoman wawancara mendalam dikembangkan lagi saat wawancara sehingga informasi yang diperoleh lebih mendalam. Data dianalisis menggunakan metode analisis tematik. Triangulasi data dilakukan dengan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Penelitian ini sudah dinyatakan laik etik oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana No : 1133/UN14.2.2.VII. 14/LT/2021.

HASIL DAN DISKUSI

Tabel 1. Karakteristik Informan Utama

Kode Informan

Kategori ANC

Umur

Status

Paritas

Pendidikan

Pekerjaan

Ibu-1

K1 murni

29 tahun

G2P1A0

S1

Pekerja swasta

Ibu-2

K1 murni

35 tahun

G3P2A0

SMA

Ibu rumah tangga

Ibu-3

K1 murni

31 tahun

G3P2A0

Tidak sekolah

Ibu rumah tangga

Ibu-4

K1 akses

26 tahun

G2P1A0

SMA

Ibu rumah tangga

Ibu-5

K1 akses

24 tahun

G3P2A0

SMA

Ibu rumah tangga

Ibu-6

K4 standar

31 tahun

G3P2A0

SMP

Ibu rumah tangga

Ibu-7

K4 standar

32 tahun

G3P2A0

SMA

Pekerja swasta

Ibu-8

K4 standar

26 tahun

G5P4A1

SD

Ibu rumah tangga

Ibu-9

K4 tidak standar

22 tahun

G2P1A0

SMA

Pedagang

Ibu-10

K4 tidak standar

20 tahun

G1P0A0

SMA

Ibu rumah tangga

  • a. Kategori Kunjungan Antenatal K1 dan K4

Informan utama dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua, yaitu kategori ANC sesuai standar (K1 Murni dan K4 Standar) dan kategori ANC tidak sesuai standar (K1 Akses dan K4 Tidak Standar). Ibu hamil dengan kunjungan antenatal sesuai standar sebagian besar melakukan kunjungan antenatal pertama pada usia kehamilan 4-8 minggu. Selanjutnya kunjungan rutin dilakukan setiap sebulan sekali. Sementara ibu dengan kunjungan antenatal tidak standar, melakukan kunjungan antenatal pertama pada usia kehamilan 14 minggu. Sebagian besar ibu dengan kunjungan antenatal tidak standar hanya melakukan satu kali kunjungan pada trimester pertama lalu melakukan kunjungan lagi pada akhir trimester kedua.

b.Umur Ibu Hamil

Usia ibu hamil yang terlibat dalam penelitian ini berada pada rentang 20 – 35 tahun. Usia 20-35 tahun merupakan usia reproduktif bagi wanita untuk menjalani kehamilan sehat.

  • c.    Status Paritas

Sebagian besar informan merupakan multipara, yaitu sudah pernah melahirkan dua anak atau lebih dengan status paritas tinggi. Dari sepuluh informan, terdapat lima orang yang sudah tiga kali hamil, tiga orang yang sudah hamil dua kali, satu orang yang sudah lima kali hamil, dan satu orang yang baru menjalani kehamilan pertamanya.

  • d.    Pendidikan

Tingkat pendidikan terakhir informan beragam, mulai dari tidak sekolah, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Sebagian besar informan memiliki tingkat pendidikan tinggi (SMA – Peguruan Tinggi).

  • e.    Pekerjaan

Sebagian besar informan utama dalam penelitian ini tidak bekerja. Hanya sebagian kecil informan yang bekerja di sektor swasta, seperti menjadi pedagang dan pekerja swasta.

*)e-mail korespondensi: [email protected]


p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 f. Tempat Mengakses ANC

Informan memiliki pilihan lokasi ANC yang beragam, mulai dari bidan praktik, puskesmas, puskesmas pembantu dan dokter kandungan. Mayoritas informan memilih tempat ANC yang bervariasi atau tidak hanya pada satu tempat, namun dua sampai tiga kombinasi

tempat berbeda. Meskipun demikian, bidan praktik merupakan tempat utama ibu hamil untuk melakukan ANC rutin. Ibu melakukan pemeriksaan ke Puskesmas Karangasem I saat memerlukan pemeriksaan laboratorium dan ke dokter kandungan untuk USG.

Tabel 1. Karakteristik Informan Pendukung

Kode Responden

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

Suami-1

28 tahun

SMP

Kuli serabutan

Suami-2

29 tahun

SMA

Pekerja swasta

Suami-3

42 tahun

SMA

Wirausaha

Suami-4

41 tahun

D1

Wirausaha

Suami-5

29 tahun

D1

Tidak bekerja

Bidan

32 tahun

D3

Bidan

Berdasarkan Tabel 3 terdapat enam informan yang memberikan informasi tambahan dalam penelitian ini. Lima orang informan merupkan suami dari ibu hamil, berada pada rentang usia 28-42 tahun. Sebagian besar informan pendukung berpendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi). Terdapat informan yang tidak bekerja, serta informan yang bekerja sebagai kuli serabutan, pekerja swasta, hingga wirausaha yaitu beternak. Informan pendukung lainnya terdiri dari satu orang bidan Puskesmas, berusia 32 tahun. Informan merupakan staf pengelola Poli Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Karangasem I dan sudah berpengalaman selama 6 tahun menjadi bidan.

  • 1.    Persepsi Ibu Hamil dari Aspek Kerentanan Terhadap Masalah Kesehatan

Roberton et al (2020) menyatakan bahwa dalam kondisi pandemi, dapat terjadi penurunan akses terhadap

pelayanan kesehatan maternal akibat kekhawatiran terhadap penularan Covid-19. Sesuai dengan Teori Health Belief Model, semakin tinggi persepsi kerentanan seseorang terhadap penyakit, maka semakin tinggi peluangnya untuk melakukan upaya pencegahan. Perceived susceptibility atau persepsi kerentanan merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi perceived threat (persepsi risiko) terhadap suatu masalah kesehatan.

Berdasarkan hasil analisis tematik, ditemukan dua tema yang berkaitan dengan aspek kerentanan ibu hamil terhadap masalah kesehatan. Tema pertama yaitu persepsi kerentanan terhadap penularan Covid-19, kemudian tema kedua yaitu persepsi kerentanan kondisi kesehatan selama kehamilan.

*)e-mail korespondensi: [email protected]


  • a.    Kerentanan Terhadap Penularan Covid-19

Melalui wawancara mendalam, empat dari sepuluh ibu hamil menyadari bahwa dirinya rentan terhadap penularan Covid-19. Informan dengan persepsi kerentanan tinggi merasa dapat tertular Covid-19 dari anggota keluarga dan takut tertular ketika sedang bekerja. Meskipun informan menyatakan kehamilan pada masa pandemi dirasakan biasa saja, dari hasil wawancara mendalam ternyata sebagian besar informan menyatakan merasakan takut dan khawatir ketika melakukan ANC, baik ke Puskesmas, bidan praktik, maupun dokter kandungan. Sebagian kecil informan merasa takut dapat tertular dari bidan atau dokter maupun pasien lain saat berada di ruang tunggu. Sejalan dengan penelitian Saimin et al (2020) ibu hamil menganggap pelayanan kesehatan adalah tempat dengan risiko tinggi peneluran Covid-19. Dalam penelitian ini, Informan memiliki kekhawatiran tertular Covid-19 ketika melakukan ANC, terutama ketika kondisi tempat ANC ramai.

Berdasarkan analisis menggunakan matriks kualitatif, ibu dengan tingkat pendidikan tinggi, ibu yang bekerja dan ibu yang melakukan ANC secara standar menunjukkan persepsi kerentanan yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan yang tinggi secara tidak langsung akan mempengaruhi kemampuan ibu untuk memahami informasi dan merespon suatu kondisi, sehingga merasa rentan terhadap Covid-19. Penelitian Nurrizka et al (2021) juga menyatakan bahwa saat pandemi, ibu hamil yang bekerja memiliki kondisi emosional negatif yang lebih tinggi *)e-mail korespondensi: [email protected]

dibandingkan yang tidak bekerja. Hal ini kemungkinan disebabkan beban ibu yang lebih besar, yaitu harus bekerja dalam keadaan hamil dan situasi pandemi.

Sementara itu enam informan menyatakan merasa biasa saja saat melakukan ANC pada masa pandemi. Penggunaan protokol kesehatan membuat mereka yakin tidak akan tertular Covid-19 saat ANC. Hasil yang sama juga diperoleh peneltian Sarah et al (2021) bahwa ibu hamil memiliki upaya yang cukup besar terhadap tindakan pencegahan Covid-19 yaitu menerapkan protokol kesehatan demi kesehatan dirinya dan janinnya. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, informan menyatakan penerapan protokol kesehatan seperti memakai masker, pengukuran suhu tubuh, ruang tunggu yang berjarak, serta tersedianya tempat cuci tangan dan hand sanitizer membuat mereka merasa lebih tenang dan aman ketika melakukan kunjungan. Penggunaan APD lengkap oleh bidan atau dokter saat memberikan layanan juga meningkatkan kepercayaan ibu terhadap petugas kesehatan. Informan juga menganggap dengan penggunaan protokol kesehatan, mereka tidak akan tertular Covid-19 saat ANC. Sesuai dengan pernyataan informan bahwa :

“Bagaimana ya, kadang was-was juga tapi di bidan disana udah ketat kok dia protokol kesehatannya selalu dijaga disana. Kita juga harus pakek masker tetep kan kalo keluar tu , pake hand sanitizer tu . Pokoknya di bidan tu ndak ada yang desak-desakan pasti jauh tempat duduknya jauh” (Ibu-6, 31 tahun, K4 Standar)

Peran fasilitas kesehatan baik Puskesmas, dokter atau bidan untuk

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

menyediakan sarana dan prasarana seperti tempat cuci tangan dan ruang tunggu berjarak juga membuat ibu hamil merasa lebih aman ketika melakukan kunjungan ANC. Sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan di Puskesmas Karangasem I, sudah terdapat sarana cuci tangan yang memadai, ruang tunggu yang diatur jaraknya serta bidan yang memakai APD lengkap saat memberikan pelayanan. Dalam penelitian Nurrizka et al (2021), protokol kesehatan dan fasilitas kesehatan yang aman dan nyaman sangat penting bagi ibu hamil. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Ariestanti et al (2020), bahwa sikap positif dapat muncul bila fasilitas kesehatan memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, mengatur jarak, dan memberikan edukasi mengenai menjaga kesehatan selama pandemi.

  • b.    Kerentanan Kondisi Kesehatan Selama Kehamilan

Dalam penelitian ini hanya terdapat empat informan yang menganggap dirinya rentan untuk mengalami masalah kesehatan. Sebagian besar ibu hamil merasa dirinya tidak akan mengalami masalah kesehatan, karena selama kehamilannya selalu menjaga kesehatan dan jarang mengalami keluhan. Informan dengan persepsi kerentanan rendah menganggap bahwa kehamilan merupakan yang biasa, meskipun dalam situasi pandemi. Meskipun informan memiliki persepsi kerentanan rendah terhadap masalah    kehamilan,    ibu    hamil

menganggap penting untuk melakukan ANC secara rutin setiap bulan. Bila tidak melakukan ANC, ibu akan merasa khawatir tentang kondisi dan perkem-

Vol. 9 No. 2: 307 - 323 bangan bayinya. Sejalan dengan pernyataan informan :

“Gimana ya.. soalnya saya juga nggak tenang kalau nggak periksa. Biar tenang aja. Ya supaya apa namanya.. kesehatan janin juga terjaga,tahu perkembangannya juga”(Ibu-10, 20 tahun, K4 Tidak Standar)

Kekhawatiran ibu hamil terhadap kondisi kehamilannya lebih besar daripada kekhawatirannya terhadap penularan Covid-19, sehingga mendorongnya untuk melakukan ANC saat pandemi. Sesuai dengan penelitian oleh Ariestanti et al (2020), pertimbangan ibu melakukan ANC saat pandemi adalah risiko bahaya kehamilan yang dapat terjadi janinnya. Perilaku ibu hamil yang menerapkan protokol kesehatan saat ANC serta menerapkan pola hidup sehat membantu ibu hamil menurunkan persepsi kerentanan terhadap penularan Covid-19. Bila pada masa sebelum pandemi terdapat banyak risiko yang dapat dialami, tentu akan lebih berisiko pada kondisi pandemi. Ibu hamil menjadi semakin sadar dan memberanikan diri untuk melakukan ANC dengan menerapkan protokol kesehatan dan memilih tempat ANC yang membuatnya merasa terlindungi saat melakukan pemeriksaan (Ariestanti et al, 2020).

  • 2.    Persepsi Ibu Hamil dari Aspek Keseriusan Masalah Kesehatan Yang Dialami

Menurut Rosenstock (1974), seseorang dapat menilai keseriusan kondisi penyakit berdasarkan dampak medis maupun dampak sosial yang disebabkan penyakit. Perceived Severity atau persepsi keseriusan seringkali dipengaruhi penge-

*)e-mail korespondensi: [email protected]


tahuan yang dimiliki seseorang ataupun pengalamannya ketika sakit. Melalui analisis tematik, ditemukan sebanyak dua tema yang berkaitan dengan persepsi ibu dari segi aspek keseriusan dampak masalah kesehatan.

  • a.    Keseriusan Bahaya Covid-19

Melalui wawancara mendalam, tujuh dari sepuluh informan menyatakan bahwa Covid-19 adalah penyakit yang berbahaya. Beberapa informan menganggap bahwa Covid-19 menular dengan cepat dan sumber penyebarannya tidak dapat diketahui. Hal ini menunjukkan bahwa informan memiliki persepsi bahwa Covid-19 adalah penyakit yang serius. informan juga memiliki persepsi keseriusan Covid-19 bagi kehamilan. Bagi sebagian kecil informan menganggap, bila ibu hamil tertular Covid-19 hal tersebut akan mempengaruhi kondisi janin, seperti menyebabkan kecacatan hingga kematian. Berikut pernyataan dari informan : “Kan ada katanya di daerah sini ada denger-denger anaknya yang meninggal dalam kandungan, karena ibunya positif. Takutnya gitu.., ibunya positif trus anaknya meninggal..” (Ibu-4, 26 tahun, K4 Standar)

Berdasarkan analisis melalui matriks kualitatif, ibu hamil dengan kategori kunjungan antenatal sesuai standar, ibu dengan tingkat paritas rendah, ibu dengan tingkat pendidikan tinggi, dan ibu yang bekerja cenderung memiliki persepsi risiko mengenai gejala Covid-19 serta dampaknya untuk kehamilan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nurrizka et al (2021), bahwa ibu dengan tingkat pendidikan memiliki kesadaran yang tinggi ibu mengenai bahaya yang

*)e-mail korespondensi: [email protected]

dapat disebabkan oleh Covid-19, sehingga memicu timbulnya persepsi keseriusan terhadap bahaya Covid-19.

Disisi lain, hasil penelitian juga menunjukkan terdapat sebagian kecil informan yang menganggap Covid-19 bukan penyakit yang berbahaya. Setelah digali lebih mendalam, informan menganggap Covid-19 tidak berbahaya karena dirinya selalu merasa sehat dan belum pernah tertular Covid-19. Seorang informan bahkan menyatakan tidak pernah memakai masker saat keluar rumah. Hal ini menunjukkan masih ada ibu hamil yang memiliki pemahaman yang rendah mengenai bahaya penularan Covid-19. Meskipun selalu membawa masker, informan mengaku baru akan memakai maskernya ketika ada razia masker saat berada di luar rumah. Sejalan dengan pernyataan informan yaitu :

“Virus yang katanya bahaya, tapi menurut saya biasa aja. Di berita dibesar-besarkan, padahal biasa aja menurut saya gitu.. orang saya nggak pernah kena Covid.. Karena saya selalu merasa sehat, makanya kalau ada razia baru saya pakai masker.” (Ibu-9, 22 tahun, K4 Tidak Standar)

Melalui wawancara mendalam, selama kehamilannya informan juga pernah mengalami keluhan seperti demam, batuk dan pilek. Sebagian besar informan menyatakan hanya menganggapnya sebagai sakit biasa, dan hanya mengatasinya dengan beristirahat di rumah dan minum air hangat yang cukup. Dalam kondisi pandemi, persepsi keseriusan ibu hamil juga terkait dengan perilaku ibu menghindari berobat ke fasilitas kesehatan ketika mengalami gejala sakit seperti demam, batuk dan pilek. Ibu hamil merasa

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

ragu mengakses pelayanan kesehatan saat sakit karena kemungkinan akan rapid / swab test dan dinyatakan positif Covid-19. Hal ini menunjukkan adanya stigma negatif ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan. Stigma negatif terhadap fasilitas kesehatan berkaitan dengan misinformasi yang diperoleh melalui media sosial maupun orang lain, salah satunya adalah isu akan dicovidkan saat rapid / swab test (Insani, 2021).

“Takut periksa nanti saya disuruh rapid nanti, langsung saya dinyatakan positif.. orang sekarang kan masanya gitu.. nanti ee.. tes disuruh tes, kita kan badannya panas paling cuma 2 hari. Disuruh tes, nanti positif.. gitu. Nanti saya orang sehat, rapid dinyatakan positif kan... Makanya saya ndak kemana-mana, paling minum air yang banyak” (Ibu-9, 22 tahun, K4 Tidak Standar).

  • b.    Keseriusan Tanda Awal Kehamilan

Sebagian besar informan mengalami gejala berupa mual, muntah, pusing, kehilangan nafsu makan serta terlambat haid pada awal kehamilannya. Kebanyakan informan memilih melakukan tes kehamilan mandiri dengan membeli test pack untuk memastikan kehamilan sebelum melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan. Tujuh dari sepuluh orang informan menyatakan memang merencanakan kehamilan, sehingga ketika muncul gejala awal kehamilan segera melakukan pemeriksaan. Namun pada sebagian kecil informan, gejala berupa telat haid menimbulkan ketakutan terhadap adanya masalah kesehatan lain. Oleh sebabnya ibu segera melakukan pemeriksaan kesehatan ke fasilitas kesehatan terdekat. Hasil penelitian juga menunjuk-

*)e-mail korespondensi: [email protected]

Vol. 9 No. 2: 307 - 323 kan bahwa sebagian kecil ibu hamil dengan kategori ANC tidak standar, justru terlambat melakukan kunjungan sedini mungkin ke pelayanan kesehatan karena merasa tidak yakin gejala yang dialami adalah tanda kehamilan. Seorang informan justru menyatakan tidak segera melakukan ANC karena gejala awal kehamilan yang dianggapnya tidak terlalu serius.

“Ya karena tahu udah telat, kalau ngidam sih nggak. Udah telat sebulan, tapi periksanya pas lebih 3 bulan. Ya.. belum.. belum mau aja ke bidan heheh... karena makan juga biasa, nggak terlalu lah ngidamnya” (Ibu-4, 26 tahun, K1 akses)

Persepsi keseriusan terhadap kondisi kehamilan merupakan aspek yang mendorong ibu hamil untuk melakukan ANC sedini mungkin. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa pada masa kehamilan, ibu hamil justru menganggap gejala awal kehamilan sebagai sakit biasa. Hasil yang sama juga diperoleh Meo (2018), bahwa ibu hamil mengalami mispersepsi terhadap tanda dan gejala kehamilan sehingga terlambat mengkon-firmasi kehamilannya. Hal ini dipengaruhi siklus menstruasi ibu yang tidak teratur, sehingga ketika terlambat haid dianggap sebagai suatu hal yang biasa. Berdasarkan Teori Health Belief Model, persepsi keseriusan erat kaitannya dengan pemahaman seseorang terhadap suatu masalah kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat terlihat bahwa ibu hamil masih memiliki pemahaman yang rendah mengenai gejala awal kehamilan dan manfaat ANC sehingga menghambat ibu melakukan ANC sedini mungkin.

  • 3.    Persepsi Ibu Hamil dari Aspek Manfaat yang Dirasakan Ketika Melakukan ANC

Sesuai dengan Teori Health Belief Model, meskipun seseorang memiliki persepsi kerentanan ataupun keseriusan terhadap masalah kesehatan, perilaku kesehatan hanya akan terjadi jika seseorang menyadari suatu perilaku memberikan manfaat pada dirinya. Perceived benefits (persepsi manfaat) merupakan aspek lain sesuai Teori Health Belief Model yang mendorong ibu hamil untuk melakukan ANC pada masa pandemi. Ketika ibu hamil menganggap ANC bermanfaat bagi dirinya, hal tersebut akan mendorong ibu hamil melakukan ANC. Dalam kondisi pandemi, ibu hamil menganggap bahwa dengan mengakses pelayanan antenatal dapat mengurangi kekhawatirannya pada kondisi kesehatan janin serta mengurangi risiko penyakit selama kehamilan. Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa ibu hamil merasakan manfaat promotif, manfaat preventif dan manfaat kuratif dari pelayanan antenatal.

Dalam penelitian ini, manfaat preventif adalah yang paling banyak disebutkan sembilan dari sepuluh informan. Ibu hamil merasa senang mengetahui perkembangan dan kesehatan bayi, kenaikan berat badan, serta mendengarkan detak jantung bayinya ketika melakukan ANC. Dengan rutin melakukan ANC, ibu hamil merasa mampu menjaga kesehatannya hingga waktu persalinan dan lebih cepat mengetahui bila ada masalah pada kesehatannya seperti berat badan turun atau tekanan darahnya rendah. Hasil ini berbeda dengan yang diperoleh penelitian *)e-mail korespondensi: [email protected]

(Meo, 2018), bahwa ibu hamil hanya merasakan manfaat kuratif dari ANC yaitu untuk memperoleh obat dan vitamin. Persepi manfaat sangat erat kaitannya dengan pengetahuan ibu terhadap tujuan ANC selama masa kehamilan. Berdasarkan penelitian oleh Lihu et al (2015), ketika ibu hamil mengetahui manfaat dan jadwal kunjungan antenatal, kemungkinan besar ibu akan melakukan kunjungan antenatal secara teratur.

Sesuai dengan hasil analisis melalui matriks kualitatif, ibu dengan kunjungan antenatal standar menganggap ANC memberikan manfaat baik dari segi promotif, preventif dan kuratif. Demikian juga dengan ibu dengan tingkat paritas tinggi cenderung memiliki persepsi manfaat ANC yang lebih baik dibandingkan tingkat paritas rendah. Beberapa penelitian terdahulu menun-jukkan bahwa paritas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan ibu dalam melakukan ANC. Ibu pimigravida justru menganggap ANC lebih bermanfaat karena kehamilan merupakan suatu hal yang baru, dibandingkan ibu multigravida yang sudah terbiasa dengan kehamilan Priyanti et al (2020). Dalam penelitian ini, aspek pengetahuan ibu hamil mengenai manfaat ANC yang turut membentuk persepsinya terhadap manfaat ANC.

Ibu hamil juga merasakan manfaat kuratif karena saat ada keluhan, ibu hamil akan diberi obat oleh dokter maupun bidan sehingga segera pulih. Selain obat, ibu hamil juga mendapatkan vitamin yang perlu dikonsumsi secara rutin. Dengan mengkonsumsi vitamin, ibu hamil mengaku merasa lebih segar dan kuat. Sebanyak dua dari sepuluh informan juga

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 merasakan manfaat promotif karena merasakan pengetahuannya bertambah dengan adanya informasi dari bidan terkait menjaga kehamilan dan makanan yang baik bagi kehamilan ibu. Konsultasi dengan bidan membantu ibu menghilangkan rasa takut selama kehamilan dan menjadi lebih semangat untuk menjaga kehamilannya. Sejalan dengan pernyataan informan :

“Maan oraine jaga kesehatan, jaga pola makan, ten je dadi berat-berat. Maan informasi pang ten terlalu tuyuh, stres, harus istirahat secukupne.. Semangat lah untuk kesehatan bayi, dan kesehatan ibu.. Ilang rasa takut” (Pernah diberi tahu menjaga kesehatan, jaga pola makan, tidak boleh berat-berat. Dapat informasi supaya tidak terlalu bekerja keras, stres, harus istirahat secukupnya. Semangat lah untuk kesehatan bayi, dan kesehatan ibu. Rasa takut hilang) (Ibu-3, 31 tahun, K1 murni)

Aspek lainnya yang berkaitan dengan persepsi manfaat adalah kelengkapan sarana dan prasarana serta mudahnya akses ibu terhadap pelayanan ANC, baik di bidan, dokter kandungan, maupun Puskesmas. Ketersediaan obat, vitamin, laboratorium, maupun USG membuat ibu hamil memperoleh pelayanan yang lengkap dan memuaskan. Sejalan dengan penelitian Suharti et al (2020), kelengkapan sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan akan mempengaruhi ibu hamil dalam memilih fasilitas kesehatan yang dianggap memberikan manfaat paling baik. Peran bidan dan dokter yang selalu memberikan edukasi dan dukungan bagi ibu untuk menjaga kesehatannya juga membuat ibu hamil lebih nyaman dalam melakukan ANC.

*)e-mail korespondensi: [email protected]

Vol. 9 No. 2: 307 - 323

  • 4.    Persepsi Ibu Hamil dari Aspek Hambatan yang Dialami untuk Mengakses ANC

Merujuk pada Teori Health Belief Model, ketika perceived barriers (persepsi hambatan) yang dimiliki ibu hamil dirasa lebih tinggi dibandingkan manfaat yang diperolehnya dalam melakukan ANC, hal tersebut akan menghambat ibu dalam melakukan kunjungan ANC. Menurut Rosenstock (1974), persepsi hambatan adalah bagian dari cost-benefit analysis yang dilakukan seseorang terhadap perilaku yang mungkin memerlukan banyak biaya, berbahaya, memunculkan efek samping, menyebabkan kesakitan, dan sebagainya. Melalui wawancara mendalam, hanya sebagian kecil informan yang menyatakan memiliki kendala dalam melakukan kunjungan antenatal. Ibu yang menyatakan memiliki kendala dalam melakukan ANC cenderung melakukan ANC secara tidak standar. Hasil ini sejalan dengan penelitian Meo (2018) bahwa ibu dengan kunjungan ANC tidak standar memiliki lebih banyak faktor yang menghambat kunjungan ANC. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa hambatan dari faktor internal maupun eksternal yang menyebabkan ibu hamil menunda melakukan kunjungan antenatal.

Dari aspek internal, hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga dari sepuluh informan memiliki hambatan internal berupa rasa malas keluar rumah untuk melakukan ANC. Ibu juga akan menunda ANC akibat terlupa akan jadwal pemeriksaan. Informan menyatakan faktor kesibukan untuk bekerja atau persiapan hari raya menyebabkan mereka lupa akan jadwal ANC nya. Hambatan ini nampak sepele, namun dapat berakibat buruk

karena saat ibu menunda melakukan ANC dikhawatirkan terdapat gangguan kehamilan yang tidak segera dideteksi. Rasa malas yang menghambat ibu untuk ANC didasari atas anggapan ibu bila tidak ada keluhan yang dianggap membahayakan, kunjungan antenatal dapat dilakukan diluar jadwal rutin. Berdasarkan penelitian oleh (Sukumaran et al., 2020), terdapat empat dari sepuluh ibu hamil melewatkan jadwal kunjungan antenatal sebanyak satu hingga tiga kali pada masa pandemi Covid-19. Bila ibu tidak rutin melakukan pemeriksaan, dikhawatirkan terjadi komplikasi kehamilan yang akan membahayakan ibu dan janin karena tidak segera diketahui (Sukumaran et al., 2020).

Selain rasa malas, ibu juga menunda melakukan ANC karena alasan kesibukan seperti persiapan hari raya, anak sakit, maupun sedang bekerja. Hal tersebut membuat ibu terlupa akan jadwal ANC, disisi lain tidak ada orang yang mengingatkan juga menghambat ibu untuk melakukan ANC secara rutin. Rendahnya dukungan keluarga khususnya suami untuk mengingatkan jadwal ANC dapat menurunkan akses ibu terhadap ANC (Usman et al, 2018). Hasil penelitian juga sejalan dengan Alanazy & Brown (2020) bahwa hambatan dalam melakukan pelayanan antenatal juga disebabkan ibu hamil lebih mementingkan pekerjaan atau mengurus anaknya yang lain. Hal ini menunjukkan masih kurangnya pemahaman ibu hamil terkait aspek risiko menunda ANC dan hanya menganggap ANC perlu segera dilakukan ketika mengalami keluhan yang membahayakan.

Hasil penelitian juga menunjukkan faktor eksternal yang menghambat ibu *)e-mail korespondensi: [email protected]

hamil dalam melakukan kunjungan antenatal, salah satunya adalah terkendala biaya untuk melakukan pemeriksaan ke bidan praktik maupun dokter kandungan. Hal ini disebabkan oleh suami dari ibu hamil yang sebelumnya bekerja, terpaksa dirumahkan selama masa pandemi, sehingga mengurangi pemasukan menurun dan lebih sulit memperoleh biaya untuk ANC. Hasil ini sejalan dengan temuan Meo (2018), bahwa sebagian besar ibu yang tidak memiliki penghasilan sendiri bergantung pada penghasilan suaminya untuk mengakses pelayanan antenatal. Khususnya untuk ibu yang melakukan pemeriksaan di fasilitas kesehatan swasta, terdapat biaya tambahan untuk membayar jasa bidan dan transportasi. Rendahnya pendapatan keluarga membatasi ibu hamil untuk mengakses pelayanan antenatal (Meo, 2018).

“Ndak punya uang.. iya.. bisa nunda, apalagi pandemi kayak gini, suami nggak kerja.” (Ibu-9, 22 tahun, K4 Tidak Standar)

“Biasanya sih di biaya itu… nah kalo biasanya mau cek ke dokter kan, harus juga ke dokter itu kan..biasanya biaya sih itu. Tapi kan kita kerja juga, astungkara dapat lah untuk biaya..” (Suami-3)

Hambatan eksternal lain yang juga ditemukan dari penelitian ini adalah kondisi fasilitas kesehatan yang ramai. Sebagian kecil informan yang melakukan kunjungan antenatal ke Puskesmas cenderung akan menunda kunjungannya bila melihat situasi Puskesmas yang ramai. Sejalan dengan hasil observasi, pada masa pandemi Puskesmas selalu ramai oleh pasien sakit maupun pasien sehat yang ingin melakukan pemeriksaan kesehatan.

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

“Sama melihat situasi Puskesmas juga, kalau rame ya lain kali. Kalau sepi ya lanjut. Karena kerumunan.. kan nggak boleh kerumunan, Covid tu..” (Ibu-7, 32 tahun, K4 Standar)

Ibu hamil yang melakukan ANC ke Puskesmas Karangasem I, khususnya ketika memerlukan pemeriksaan laboratorium akan menunda ANC bila melihat kondisi Puskesmas ramai. Selain untuk menghindari kerumunan di Puskesmas, waktu antre yang lama membuat ibu akan memperkirakan hari yang tidak terlalu ramai untuk ANC. Sejalan dengan penelitian oleh Alanazy & Brown (2020) menemukan pandangan ibu hamil terhadap pelayanan antenatal di rumah sakit pemerintah memiliki waktu tunggu pelayanan terlalu lama namun tidak sebanding dengan pelayanan yang diberikan. Hal ini akan berpengaruh terhadap penurunan akses ibu hamil terhadap pelayanan ANC sesuai standar.

  • 5.    Faktor Pemicu Ibu Hamil Melakukan ANC pada Masa Pandemi

Menurut Rosenstock (1974), kombinasi dari tingkat persepsi kerentanan dan keseriusan serta persepsi manfaat yang lebih besar dari hambatannya akan mendorong seseorang untuk bertindak. Kombinasi dari keempat persepsi tersebut perlu didukung dengan faktor pemicu atau cues to action yang membuat perilaku terjadi. Hasil penelitian memunculkan dua tema terkait faktor pemicu ibu hamil dalam melakukan kunjungan antenatal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal berupa ibu hamil mengingat jadwal ANC dan merasakan keluhan, sementara faktor eksternal berupa sikap bidan dan dukungan keluarga.

Dari sisi faktor internal delapan dari sepuluh ibu hamil menyatakan melakukan kunjungan antenatal karena mengingat sendiri jadwal ANC yang biasanya dilakukan setiap bulan pada tanggal yang sama. Sebagian kecil ibu hamil juga pernah melakukan ANC diluar dari jadwal ketika mengalami keluhan atau gejala sakit seperti keputihan dan flu. Cues to action yang paling banyak dimiliki ibu hamil untuk ANC adalah kesadarannya untuk mengingat jadwal ANC rutin. Jadwal ANC berikutnya biasanya telah dicatat oleh bidan pada buku kontrol ibu hamil ataupun ibu hamil selalu melakukan ANC pada tanggal yang sama setiap bulannya sehingga mempermudah ibu hamil untuk mengingat jadwal ANC.

Hasil tersebut sejalan dengan pernyataan Bidan Puskesmas Karangasem I, bahwa ibu hamil di wilayah kerjanya selalu taat ketika diberi saran untuk melakukan pemeriksaan. Temuan ini sejalan dengan penelitian Usman et al (2018), dukungan bidan atau dokter dengan memberikan informasi yang jelas terkait kehamilan dan mengingatkan ibu hamil untuk rutin melakukan pemeriksaan akan membuat ibu memanfaatkan pelayanan ANC secara optimal.

Selain teringat jadwal ANC dari Buku KIA, sebanyak lima informan menyatakan melakukan ANC ketika vitamin yang diberikan oleh bidan habis. Dua dari lima informan yang menyatakan bidan akan memarahi ibu ketika terlambat melakukan ANC padahal vitaminnya sudah habis.

Iya.. dikasi 30 tablet, sebulan. Kalau dah habis langsung kesini, kan digituin. Saya.. kalau saya nunda tu langsung kenapa udah habis

vitaminnya nggak kesini, digituin. Hehehe marah… orang udah habis vitaminnya nggak kesini.. gitu dia.. dengerin aja hehe” (Ibu-9, 22 tahun, K4 Tidak Standar)

Penelitian Ermanto et al (2018) juga menemukan bahwa banyak bidan yang cenderung marah ketika pasien sulit diatur ketika sudah diingatkan. Dalam penelitian ini terlihat bahwa komunikasi bidan dengan ibu hamil masih menggunakan pendekatan direktif, sehingga interaksi yang muncul bersifat instruktif bagi ibu hamil untuk melakukan ANC. Komunikasi antara bidan dengan ibu hamil perlu memperhatikan keramahan, kesediaan bidan menanyakan keluhan, serta memberi informasi yang dapat menumbuhkan keinginan mengakses pelayanan kesehatan. Perilaku bidan yang menghargai pasien, sopan dan ramah akan meningkatkan kepuasaan pasien dalam memanfaatkan pelayanan (Ermanto et al, 2018).

Terkait dengan peran keluarga, hasil penelitian menunjukkan peran suami yang berkaitan dengan perilaku kunjungan ANC sebagian besar adalah mengantarkan dan membiayai pemeriksaan ibu hamil. Namun terkait mengingatkan jadwal ANC, hanya dua dari lima suami yang menyatakan pernah mengingatkan istrinya untuk melakukan ANC. Menurut suami, istri sudah mengingat sendiri jadwal ANC dengan melihat buku KIA saja sehingga merasa tidak perlu mengingatkan istrinya. Berikut pernyataan suami informan.

“Oh.. jarang hehe biasanya ibunya yang gini ngasi tau. Kalau mengingatkan sih dari bukunya itu.. ada, dicek aja itu ada..” (Suami-2, 29 tahun)

Sesuai dengan hasil wawancara mendalam, terlihat bahwa dukungan suami untuk ibu hamil masih belum *)e-mail korespondensi: [email protected]

optimal. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian Ariestanti et al (2020) bahwa pada masa pandemi, suami belum dapat memberikan dukungan secara total pada istrinya ketika melakukan kunjungan antenatal. Sejalan dengan observasi di Puskesmas, saat ANC ibu hamil diantar oleh suami namun suami tidak menemani hingga ke dalam ruang pemeriksaan. Hal tersebut juga terkait dengan kebijakan di Puskesmas Karangasem I, yang membatasi suami untuk ikut masuk ke ruang pelayanan guna mengurangi jumlah orang dalam ruangan. Padahal sesuai Permenkes RI No. 97 Tahun 2014 suami memiliki hak dan kewajiban untuk menemani istrinya saat ANC. Penelitian terdahulu mengenai keterkaitan dukungan suami dengan cakupan ANC menunjukkan ibu hamil yang tidak mendapatkan dukungan yang baik dari suami merupakan faktor risiko dari rendahnya cakupan kunjungan antenatal (Fitrayeni, et al 2015). Dalam situasi pandemi, suami seharusnya tetap terlibat dalam kegiatan ANC dan mengingatkan ibu hamil untuk melakukan ANC dengan protokol kesehatan (Ariestanti et al., 2020). Namun dalam penelitian ini meskipun dukungan suami rendah, ibu hamil telah memiliki kesadaran yang baik untuk sehingga mendorongnya melakukan ANC secara rutin selama pandemi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ketika aspek yang mendorong ibu untuk tetap melakukan ANC lebih banyak dibandingkan hambatan yang dialami, maka akan terbentuk perilaku kunjungan antenatal.

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

Kebanyakan ibu hamil telah mengetahui risiko bahaya kehamilan pada masa pandemi, sehingga ibu hamil secara rutin melakukan ANC dengan menerapkan protokol kesehatan. Meskipun merasa rentan dan menganggap Covid-19 sebagai penyakit yang serius, kekhawatiran ibu hamil dengan kondisi janinnya mendorong ibu untuk tetap melakukan ANC. Selain itu, ibu memiliki anggapan manfaat yang diperoleh dari ANC lebih besar dari hambatan, serta disaat bersamaan ada kesadaran dari dirinya sendiri serta dukungan bidan yang memicu kunjungan antenatal pada masa pandemi.

Meskipun demikian, masih ada sebagian kecil ibu hamil yang kurang memahami risiko selama kehamilan saat pandemi serta tidak menganggap ANC akan memberikan manfaat bagi dirinya dan kehamilannya. Minimnya peran suami untuk mendukung ibu hamil melakukan ANC serta kurangnya penyampaian informasi secara tepat mengenai ANC dari petugas kesehatan, baik kepada ibu hamil maupun suaminya secara tidak langsung akan mempengaruhi persepsi ibu hamil dalam melakukan ANC. Ibu hamil yang menganggap dirinya tidak berisiko, memiliki persepsi manfaat ANC rendah serta disaat yang sama memiliki hambatan seperti rasa malas, kesibukan, biaya dan kondisi tempat ANC yang ramai, akan menghambatnya melakukan ANC.

SARAN

Adapun beberapa hal yang dapat penulis sarankan yaitu bagi Puskesmas Karangasem I perlu meningkatkan edukasi pentingnya ANC rutin baik pada ibu hamil dan suaminya, sehingga ibu dapat

Vol. 9 No. 2: 307 - 323 melakukan ANC sesuai standar pelayanan baik ketika ada keluhan maupun tidak. Peningkatan edukasi mengenai tentang pentingnya peran keluarga dalam kehamilan juga perlu dilakukan, khususnya untuk suami. Selain itu ANC di Puskesmas juga perlu melibatkan suami untuk menemani ibu hamil saat melakukan pemeriksaan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Puskesmas Karangasem I perlu mempertimbangkan untuk mengadakan jadwal khusus bagi ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal terutama untuk pemeriksaan laboratorium bagi ibu hamil. Dengan kunjungan yang terjadwal, waktu tunggu ibu hamil ketika di Puskesmas akan lebih cepat serta mengurangi keramaian pasien di Puskesmas. Puskesmas Karangasem 1 juga perlu mempererat kemitraan dengan bidan praktik mandiri dan dokter kandungan selama masa pandemi. Salah satunya dengan mengadakan pelatihan atau seminar secara daring ataupun luring untuk meningkatkan skill komunikasi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih pada Puskesmas Karangasem I dan seluruh informan yang telah berpartisipasi dan membantu penulis dalam memperoleh data.

DAFTAR PUSTAKA

Alanazy, W.,  & Brown, A. (2020).

Individual and healthcare system factors influencing antenatal care attendance in Saudi Arabia. BMC Health Services Research, 20(49), 1–11. https://doi.org/https://doi.org/10.1186/

*)e-mail korespondensi: [email protected]


s12913-020-4903-6

Ariestanti, Y., Widayati, T., & Sulistyowati, Y. (2020). Determinan Perilaku Ibu Hamil Melakukan Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care) Pada Masa Pandemi Covid -19. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 10(2), 203–216. https://doi.org/https://doi.org/10.52643 /jbik.v10i2.1107

Buekens, P., Alger, J., Breart, G., Cafferata, M. L., Harville, E., & Tomasso, G. (2020). A call for action for COVID-19 surveillance and research during pregnancy. The Lancet Global Health, 8, 2019–2020.  https://doi.org/10.1016/S2

214-109X(20)30206-0

Ermanto, B., Novita, & Ayu, S. (2018). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan    Kepuasan    Pelayanan

Antenatal Care di Puskesmas Pondok Gede Bekasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 17(3), 211–226. https://doi.org/10.3706 3/ak.v1i4.27

Fitrayeni, Suryati, & Faranti, R. M. (2015). Penyebab Rendahnya Kelengkapan Kunjungan Antenatal Care Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Pegambiran.     Jurnal     Kesehatan

Masyarakat Andalas,  10(1),  101–107.

https://doi.org/10.24893/jkma/v10i1.17 0

Hayden, J. (2019). Introduction to Health Behavior Theory (3rd ed.). Burlington: Jones & Bartlett Learning.

Insani, I. L. (2021). Strategi Ketahanan Informasi Melawan “Infodemik” Di-Covid-Kan Rumah Sakit Saat Pandemi Covid-19. Jurnal Kajian Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 9(1), 592–604.

Kemenkes RI. (2020). Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan Baru (Revisi 2). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Lihu, F. A., Umboh, J. M. L., & Kandou, G.

  • D. (2015). Analisis Hubungan Antara

*)e-mail korespondensi: [email protected]

Faktor Internal dan Faktor Eksternal Ibu Hamil Dalam Melakukan Tindakan Antenatal Care Di Puskesmas     Global     Limboto

Kabupaten Gorontalo. JIKMU, 5(2b), 427–435.

Meo, M. L. N. (2018). Persepsi Ibu Terkait Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care di Kota Kupang. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 9(2), 79–86. https://doi.org/ 10.22435/kespro.v9i2.935.79-86

Nurrizka, R. H., Nurdiantami, Y.,  &

Makkiyah, F. A. (2021). Psychological outcomes of the COVID-19 pandemic among pregnant women in Indonesia : a cross- sectional study. Osong Public Health and Research Perspectives, 12(December      2019),      80–87.

https://doi.org/10.24171/j/phrp.2021.12 .2.05

Priyanti, S., Irawati, D., & Syalfina, A. D. (2020). Frekuensi Dan Faktor Risiko Kunjungan Antenatal Care. Jurnal Ilmiah Kebidanan (Scientific Journal of Midwifery), 6(1),  1–9. https://doi.org

/10.33023/jikeb.v6i1.564

Roberton, T., Carter, E. D., Chou, V. B., Stegmuller, A. R., Jackson, B. D., Tam, Y.,  … Walker, N. (2020). Early

estimates of the indirect effects of the COVID-19 pandemic on maternal and child mortality in low-income and middle-income countries: a modelling study. The Lancet Global Health, 8(7), e901–e908.              https://doi.org

/10.1016/S2214-109X(20)30229-1

Roggero, P., Prefumo, F., Silva, M., Cardona-perez, J. A., Maiz, N., Cetin, I., … Langer, A. (2021). Maternal and Neonatal Morbidity and Mortality Among Pregnant Women With and Without COVID-19 Infection. JAMA Pediatrics, 1–10. https://doi.org/10.1001 /jamapediatrics.2021.1050

Rosenstock, I. M.,  & Ph, D. (1974).

Historical Origins of the Health Belief Model. Health Education Monographs

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

Winter, 2(4).  https://doi.org/10.1177/

109019817400200403

Saimin, J., Ridwan, S., Purnamasari, N. I., Bumi, K., & Andonouhu, T. (2020). Anxiety Among Pregnant Women During The Covid-19 Pandemic In Southeast Sulawesi: A Cross-Sectional Study. Journal of Critical Reviews, 7(13), 4156–4162.

https://doi.org/10.31838/jcr.07.13.631

Sarah, Multazam, A. M., & Gobel, F. A. (2021). Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Hamil Terhadap Protokol Kesehatan Covid-19 Di Puskesmas Bone-Bone. Journal of Muslim       Community,       2(1).

https://doi.org/10.52103./jmch.v2i1.490

Suharti, Suhita, B. M., & Katmini. (2020). Analysis of Factors Affecting the Completeness of Antenatal Care ( ANC ) Examination in Bojonegoro Regency. The 2nd Strada International Conference on Health, 2(1), 220–228.

https://doi.org/10.30994/sich2.v2i1.71

Sukumaran, S. A. B., Manju, L., Vijith, D., Jose, R., Narendran, M., John, S., & Benny, P. V. (2020). Protective Behaviour against COVID 19 and Telemedicine Use among the Pregnant Women during Pandemic Period: A Cross Sectional Study. International Journal of Tropical Disease, 41(17), 44– 52. https://doi.org/10.9734/IJTDH/2020 /v41i1730374

Tantona, M. D. (2020). Gangguan Kecemasan Pada Wanita Hamil di Saat Pandemi Covid-19. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(4), 381– 392. https://doi.org/10.37287/jppp.v2 i4.181

Usman, Suherman, N. U. D., & Rusman, A.

D. P. (2018). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Antenatal Care Di Puskesmas Madising Na Mario Kota Parepare. Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 1(1),   1–15.   https://doi.org/10.31850

/makes.v2i1.119

*)e-mail korespondensi: [email protected]

323