Arc. Com. Health • April 2022

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

Vol. 9 No. 1 : 97 - 113

POLA MAKAN, AKTIVITAS FISIK, DAN STATUS GIZI SISWA SMA NEGERI 1 SINGARAJA DI MASA PANDEMI COVID-19

Kadek Dhiyo Mamhista Kumara, I Wayan Gede Artawan Eka Putra*

Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Jalan P.B. Sudirman, Denpasar, Bali, 80232

ABSTRAK

Kebijakan belajar dari rumah bisa mengakibatkan perubahan terhadap pola makan, aktivitas fisik, dan status gizi siswa. Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan cross sectional yang dilakukan di SMA Negeri 1 Singaraja dengan besar sampel sejumlah 283 orang siswa. Pengambilan data meliputi pola makan, aktivitas fisik, dan status gizi menggunakan instrumen berupa kuesioner online. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswa memiliki pola makan baik (61,48%), melakukan aktivtias fisik ringan (84,81%), dan dan memiliki status gizi normal (77,74%). Sebagian besar siswa sering mengonsumsi sayuran (>50%), namun konsumsi buah-buahan masih kurang (<10,00%). Sebaliknya, konsumsi minuman manis dan junk food pada remaja cukup tinggi (>50%). Siswa disarankan untuk dapat menerapkan pola makan bergizi seimbang dan tetap melakukan aktivitas fisik selama pandemi sehingga dapat mencapai status gizi dan kesehatan yang optimal.

Kata Kunci: Remaja, Pola Makan, Aktivitas Fisik, Status Gizi

ABSTRACT

The policy of learning from home as the effect of pandemic situation can change the diet, physical activity, and the nutritional status of students. This study is an observational study with a cross-sectional design used in SMA Negeri 1 Singaraja with a sample size of 283 students. This study was collecting diet, physical activity, and nutritional status data using an online questionnaire. Data were analyzed descriptively. The results showed that most of the students had a good diet (61,48%), did light physical activity (84,81%), and had normal nutritional status (77,74%). Most students often consume vegetables (>50%), but fruit consumption was still lacking (<10,00%). The consumption of sugary drinks and junk food in adolescents was quite high (>50%). We suggest students to apply a balanced nutritious diet and continue to do physical activity during the pandemic so that they can achieve optimal nutritional and health status.

Keywords: Adolecent, Diet, Physical Activity, Nutritional Status

PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) menyatakan COVID-19   (Coronavirus

Disease 2019) sebagai pandemi pada bulan Maret tahun 2020. Presiden Indonesia menetapkan COVID-19 sebagai darurat kesehatan nasional (Kemenkes RI, 2020). Bali adalah salah satu provinsi yang terdampak COVID-19 dengan jumlah kasus kumulatif per tanggal 1 Januari 2021 mencapai 17.846 kasus dan 524 kematian. Jumlah kasus COVID-19 tertinggi terjadi di Kota Denpasar (Johns Hopkins CSSE, 2021)

Untuk mengurangi penyebaran virus, pemerintah memberlakukan social

distancing dan physical distancing untuk menekan penyebaran virus COVID-19 di Indonesia. Pembatasan aktivitas di luar ruangan selama pandemi COVID-19 menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat berupa penurunan aktivitas fisik dan perubahan pola makan (Chen et al., 2020).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menginstruksikan setiap lembaga pendidikan untuk mengubah sistem belajar mengajar menjadi sistem pembelajaran jarak jauh (daring). Sistem pembelajaran ini diberlakukan disemua jenjang pendidikan salah satunya siswa SMA (Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2020). Siswa SMA berada pada usia remaja yang merupakan periode rentan masalah gizi. Masalah gizi muncul karena ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (Cahyaning et al., 2019). Masalah gizi yang dapat terjadi pada remaja adalah gizi kurang (underweight), obesitas (overweight) dan anemia.

Status gizi pada remaja penting diperhatikan karena masih dalam keadaan tumbuh dan pembentukan diri yang dapat memengaruhi status gizinya. Prevalensi status gizi remaja di Indonesia sebelum pandemi COVID-19, yaitu sebesar 8,70% remaja usia 13-15 tahun dan sebesar 8,10% remaja usia 16-18 tahun dengan kondisi kurus dan sangat kurus. Sedangkan prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,00% pada remaja usia 13-15 tahun dan sebesar 13,50% pada remaja usia 16-18 tahun (Riskesdas, 2018).

Sistem pembelajaran daring menyebabkan hampir semua kegiatan dilakukan di rumah saja yang berdampak pada penurunan aktivitas fisik (Utami, 2020). Rendahnya aktivitas fisik pada remaja dapat menimbulkan penyimpanan lemak berlebih oleh tubuh yang akan mengakibatkan terjadinya obesitas. Penelitian Sari et al. (2017) menunjukkan bahwa remaja yang melakukan aktivitas fisik ringan menyebabkan terjadinya obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Ruiz-Roso et al (2020) tentang perubahan aktivitas fisik sebelum dan sesudah pandemi COVID-19 pada 726 remaja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Devriany dan Sari (2020) mendapatkan 34,90% siswa

termasuk dalam kekurangan gizi yang diakibatkan sudah tidak terpolanya program makan dari siswa setelah dikembalikan ke rumah. Didapatkan juga sebesar 93,30% level aktivitas fisik siswa berkategori kurang dan 6,70% siswa memiliki aktivitas fisik berkategori sedang.

SMA Negeri 1 Singaraja adalah salah satu SMA yang berada di Kabupaten Buleleng. SMA ini juga melakukan sekolah secara daring sesuai anjuran pemerintah. Jenjang usia pada tingkat SMA mengalami puncak masa pertumbuhan yang seharusnya menjalani aktivitasnya dengan maksimal tanpa mengganggu proses pertumbuhan. Hal ini yang menyebabkan siswa SMA sangat penting menjalani pola makan dan aktivitas fisik yang tepat di masa Pandemi COVID-19.

Penelitian tentang pola makan, aktivitas fisik, dan status gizi remaja sudah banyak dilakukan, namun di masa pandemi COVID-19 pola makan dan aktivitas fisik bisa berubah dan berdampak pada status gizi. Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tertarik mengetahui pola makan, aktivitas fisik, dan status gizi siswa SMA Negeri 1 Singaraja di masa pandemi COVID-19.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan cross-sectional yang dilakukan pada siswa SMA Negeri 1 Singaraja pada tahun 2021. Sampel pada penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Singaraja kelas X dan XI yang sudah berusia diatas 15 tahun. Sampel dipilih menggunakan metode stratified random sampling menggunakan kelas sebagai strata

dengan jumlah sampel yang dikumpulkan sebanyak 283 orang siswa. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner (google form) yang diisi langsung oleh siswa yang terpilih menjadi sampel penelitian.

Variabel yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah karakteristik siswa, karakteristik orang tua, status gizi, pola makan, dan aktivitas fisik siswa. Karakteristik siswa terdiri dari usia dan jenis kelamin. Sedangkan, karakteristik orang tua dilihat dari pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, dan pendapatan orang tua.

Status gizi dalam penelitian ini dilihat berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) siswa yang kemudian dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kurus (IMT < 18,4), normal (IMT = 18,5-25), dan gemuk (IMT > 25). Pola makan diukur dengan menggunakan Food Frequency Questionnaires (FFQ) yang kemudian dibagi menjadi 2 kategori, yaitu kurang dan sering. Sedangkan, aktivitas fisik diukur menggunakan Physical Activity Questionnaire for Adolescents (PAQ-A) yang dibagi menjadi 3 kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat.

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan kerakteristik subjek dan prevalensi status gizi, pola makan, dan aktivitas fisik yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Penelitian ini telah dinyatakan laik etik oleh Komisi Etik Penelitian Litbang FK Unud dengan No: 1066/UN14.2.2.VII.14/LT/20.

HASIL

Responden dalam penelitian ini berjumlah 283 siswa yang terdiri dari kelas X dan kelas XI SMAN 1 Singaraja berusia 15-18 tahun. Berdasarkan Tabel 1, dapat

dilihat bahwa rerata usia responden adalah 16 tahun (+ 0, 74) dengan persentase terbanyak juga pada usia 16 tahun, yaitu sebesar 45,94%. Jumlah remaja hampir seimbang antara perempuan dan laki-laki, namun cenderung masih lebih banyak remaja perempuan (56,18%).

Dilihat dari karakteristik orang tua, sebagian besar orang tua memiliki pendapatan di atas angka UMK Kabupaten Buleleng (77,39%). Pekerjaan ayah paling banyak ditemukan pada kelompok PNS/TNI/Polri (34,98%), wiraswasta (27,92%), dan karyawan swasta (22,26%). Hanya sebagian kecil dari ayah remaja yang tidak bekerja (1,06%). Sedangkan, ibu remaja justru paling banyak dijumpai tidak bekerja (33,22%) yang diikuti dengan jenis pekerjaan lain, seperti PNS/TNI/Polri (23,22%). Berdasarkan Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa sebagian besar remaja memiliki status gizi normal (77,74%), pola makan yang baik (61,48%), aktivitas fisik ringan (84,81%).

Dari hasil Food Frequency Questionnaire (FFQ) pada Tabel 2, sebagian besar remaja mengonsumsi nasi putih sebagai sumber karbohidrat, yaitu 278 orang (98,23%) kategori sering. Setelah nasi putih, remaja juga mengonsumsi biskuit (49,47%) dan roti (48,41%). Dilihat sumber protein hewani, daging ayam (92,58%) dan telur ayam (81,27%) menjadi sumber protein yang paling banyak diminati oleh remaja.

Sumber protein nabati yang paling banyak diminati oleh remaja adalah tempe (83,39%) dan tahu (80,92%). Selain itu remaja juga sering mengonsumsi kacang hijau (45,58%), dan kacang panjang (43,82%) sebagai sumber protein. Sebagian besar

remaja sering mengonsumsi sayur.     kangkung paling sering dikonsumsi

Berdasarkan hasil yang didapat, jenis sayur     (72,79%).

Tabel 1. Gambaran Karakteristik Remaja, Karakteristik Orang Tua Remaja, Status Gizi, Pola Makan, dan Aktivitas Fisik Remaja di Masa Pandemi COVID-19

Karakteristik

Frekuensi (n=283)

Persentase

(%)

Usia (rerata + SD)

(16,19

+ 0,74)

15 tahun

51

18,02

16 tahun

130

45,94

17 tahun

98

34,63

18 tahun

4

1,41

Jenis Kelamin

Laki-Laki

124

43,82

Perempuan

159

56,18

Pendapatan Orang Tua

(5.510.035

+ 6.968.860)

(rerata + SD)

< UMK

64

22,61

> UMK

219

77,39

Pekerjaan Ayah

Tidak Bekerja

3

1,06

PNS/TNI/Polri

99

34,98

Karyawan Swasta

63

22,26

Wiraswasta

79

27,92

Buruh/Tani/Nelayan

29

10,25

Tenaga Kesehatan

10

3,53

Pekerjaan Ibu

Tidak Bekerja

94

33,22

PNS/TNI/Polri

66

23,32

Karyawan Swasta

56

19,79

Wiraswasta

44

15,55

Buruh/Tani/Nelayan

13

4,59

Tenaga Kesehatan

10

3,53

Status Gizi

Kurus

26

9,19

Normal

220

77,74

Gemuk

37

13,07

Pola Makan

Baik

109

38,52

Kurang

174

61,48

Aktivitas Fisik

Ringan

240

84,81

Sedang                             43                         15,19

Berat                                   0                            0,00

Konsumsi buah-buahan remaja dengan kategori konsumsi sering tidak melebihi 10,00%. Buah terbanyak dengan kategori konsumsi sering adalah buah manggis (9,54%), pisang (9,19%), dan rambutan (7,07%). Lebih dari setengah remaja sering

Selain itu, konsumsi minuman kopi dan soft drink kategori sering sebesar 35,69%. Sebagian besar remaja mengonsumsi gorengan dan keripik dengan kategori sering masing-masing sebesar 65,72% untuk gorengan dan 71,73% untuk keripik.

mengonsumsi minuman teh (59,72%).

Tabel 2. Jenis Makanan dan frekuensi Makan Pada Remaja

Jenis Makanan

Frekuensi Makan

Jarang          Sering

n    %    n     %

Sumber Karbohidrat

Nasi

Roti

Singkong

Ubi Jalar

Kentang

Biskuit

Jagung

Gandum

Beras Merah

Mie

Sumber Protein Hewani

Daging Ayam

Daging Sapi

Daging Bebek Daging Kambing Daging Babi Telur Ayam

Telur Bebek

Telur Puyuh

Susu Sapi

Keju

Ikan Segar

Ikan Asin

Ikan Kalengan

Bakso

Udang

Sumber Protein Nabati

Tempe

5      1,77     278     98,23

146    51,59    137     48,41

229    80,92     54     19,08

246    86,93     37     13,07

154    54,42    129     45,58

143    50,53    140     49,47

180    63,60    103     36,40

248    87,63     35     12,37

210    74,20     73     25,80

180    63,60    103     36,40

21      7,42     262     92,58

204    72,08     79     27,92

246    86,93     37     13,07

243    85,87     40     14,13

140    49,47    143     50,53

53     18,73    230     81,27

281     99,29     2       0,71

235    83,04     48     16,96

117    41,34    166     58,66

267    94,35     16      5,65

115    40,64    168     59,36

266     93,99     17      6,01

240    84,81     43     15,19

120    42,40    163     57,60

151    53,36    132     46,64

47     16,61    236     83,39

Lanjutan Tabel 2.

Jenis Makanan

Frekuensi Makan

Jarang          Sering

n    %    n     %

Tahu

Kacang Hijau

Kacang Panjang Kacang Kedelai Kacang Buncis Edamame

Sayuran

Bayam Kangkung Wortel

Tomat

Sawi Hijau Tauge Kembang Kol Labu Siam Brokoli

Buah-buahan Jambu Biji Duren Apel Mangga Jeruk

Pisang Pepaya

Nanas

Pir

Manggis Anggur

Semangka Salak

Melon

Alpukat Rambutan

Minuman

Teh

Kopi Sirup Madu

Soft drink Minuman Boba

54     19,08    229     80,92

154    54,42    129     45,58

159    56,18    124     43,82

186    65,72     97     34,28

177    62,54    106     37,46

230    81,27     53     18,73

90     31,80    193     68,20

77     27,21    206     72,79

92     32,51     191     67,49

125    44,17    158     55,83

121    42,76    162     57,24

92     32,51     191     67,49

123    43,46    160     56,54

181     63,96    102     36,04

143    50,53    140     49,47

266     93,99     17      6,01

280     98,94     3       1,06

275     97,17     8       2,83

273    96,47     10      3,53

273    96,47     10      3,53

257     90,81     26      9,19

273    96,47     10      3,53

278     98,23     5       1,77

274     96,82      9       3,18

256    90,46     27      9,54

276    97,53     7      2,47

273    96,47     10      3,53

276    97,53     7      2,47

270     95,41     13      4,59

271     95,76     12      4,24

263    92,93     20      7,07

114    40,28    169     59,72

182     64,31     101     35,69

261     92,23     22      7,77

217    76,68     66     23,32

182     64,31     101     35,69

219    77,39     64     22,61

Lanjutan Tabel 2.

Jenis Makanan

Frekuensi Makan

Jarang

Sering

n

%

n

%

Junk Food

Gorengan

97

34,28

186

65,72

Cokelat

226

79,86

57

20,14

Donat

240

84,81

43

15,19

Popcorn

243

85,87

40

14,13

Pizza

258

91,17

25

8,83

Keripik

80

28,27

203

71,73

PEMBAHASAN

Gambaran Pola Makan Remaja di Masa Pandemi COVID-19

Pola makan merupakan kesesuaian jumlah, jenis makanan, dan frekuensi yang dikonsumsi setiap hari atau setiap kali makan oleh individu yang terdiri dari jenis makanan pokok, lauk pauk (lauk hewani dan nabati), sayur, dan buah (Khairiyah, 2016). Pola makan dalam penelitian ini hanya dilihat dari kesesuaian jenis makanan dan frekuensi yang dikonsumsi setiap hari atau setiap kali makan yang diukur menggunakan sebuah instrumen berupa Food Frequency Questionaire (FFQ). Penggunaan FFQ sebagai instrumen pengukuran pola makan sebenarnya berfokus pada kekerapan konsumsi suatu bahan pangan yang dapat memicu munculnya masalah gizi (Sirajuddin et al., 2018).

Berdasarkan hasil penelitian, sekitar dua pertiga remaja di SMAN 1 Singaraja memiliki pola makan yang baik (61,48%). Pola makan yang baik saat pandemi ini mungkin disebabkan oleh terjaminnya keterjangkauan remaja terhadap bahan makanan cukup gizi mengingat sebagian besar pendapatan orang tua remaja dalam

penelitian ini berada di atas UMK Kabupaten Buleleng dan mayoritas ayah remaja bekerja sebagai PNS/TNI/Polri. Meskipun begitu, perlu diperhatikan bahwa masih ada hampir 40,00% remaja yang memiliki pola makan kurang baik selama masa pandemi COVID-19.

Pada usia remaja individu akan mengalami pertumbuhan pesat tahap kedua sehingga membutuhkan asupan nutrisi yang cukup untuk menyeimbangi kecepatan pertumbuhan tersebut. Selain itu, remaja putri khususnya memerlukan asupan zat gizi mikro yang cukup, seperti zat besi untuk mencegah anemia (Peraturan Menkes RI No. 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, 2014). Sehingga, remaja perlu memerhatikan pola makannya dengan baik dan sesuai dengan pedoman gizi seimbang.

Salah satu pesan gizi seimbang adalah dengan mensyukuri dan menikmati keanekaragaman makanan. Anekaragam yang dimaksud selain keanekaragaman jenis pangan juga termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak berlebih dan dilakukan secara teratur (Peraturan Menkes RI No. 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, 2014).

Di masa pandemi COVID-19 ini masyarakat cenderung mengalami peningkatan keragaman konsumsi pangan karena semakin beragam maka akan meningkatkan sumber gizi yang diperoleh dan dapat membantu menjaga imunitas tubuh (Saragih & Saragih, 2020). Berdasarkan jenis makanan dan frekuensi makan dalam penelitian ini, remaja sudah mengonsumsi makanan yang beragam dan bervariasi namun, tidak dibarengi dengan proporsi dan pemilihan jenis makanan yang seimbang.

Pada hasil dapat dilihat bahwa remaja sudah mengonsumsi sumber karbohidrat, protein, dan serat dari sayur-sayuran yang beragam. Walaupun begitu, sumber karbohidrat yang diminati oleh remaja sebenarnya memiliki kandungan gizi yang tidak berbeda jauh, seperti nasi putih, roti putih, biskuit, dan kentang. Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian Insani (2019), dimana pangan pokok yang paling sering dikonsumsi oleh remaja adalah nasi, mie, dan kentang. Hal ini mungkin terjadi karena jenis makanan tersebut lebih mudah ditemukan dan dijangkau oleh remaja dan nasi putih juga merupakan makanan pokok orang Indonesia.

Sumber karbohidrat seperti nasi putih merupakan jenis karbohidrat sederhana yang cenderung lebih cepat diubah menjadi gula daripada jenis karbohidrat kompleks seperti jagung, beras merah, atau biji-bijian yang tidak melalui proses penggilingan. Selain itu, kelompok karbohidrat kompleks cenderung memiliki kandungan serat yang lebih tinggi sehingga dapat membantu melancarkan buang air besar dan mengendalikan kadar kolesterol dalam

darah. Dalam rangka meningkatkan keragaman konsumsi sumber karbohidrat, remaja dapat mengonsumsi lebih dari satu jenis sumber karbohidrat dalam sehari atau sekali makan. Remaja juga dapat mengonsumsi makanan yang dibuat dari tepung terigu yang sudah melalui proses pengayaan mineral dan vitamin sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan zat mikronutrien harian (Peraturan Menkes RI No. 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, 2014).

Sumber protein hewani yang sering dikonsumsi oleh remaja di SMAN 1 Singaraja juga sudah beragam, walaupun masih didominasi oleh beberapa jenis protein saja, seperti daging ayam (92,58%) dan telur ayam (81,27%). Hampir 60% remaja juga sering mengonsumsi jenis protein hewani lain, seperti ikan segar (ikan bandeng, ikan lele, ikan layur, ikan tuna, ikan kakap, dan ikan tongkol) dan susu sapi yang memiliki banyak kandungan gizi yang baik bagi pertumbuhan remaja sekaligus memiliki kandungan lemak dan gula yang tidak terlalu tinggi tergantung dari cara pengolahannya. Susu sapi baik di konsumsi khususnya pada masa pandemi ini karena memiliki kandungan Vitamin A yang baik untuk mengatur sistem kekebalan tubuh dan memberi perlindungan terhadap infeksi. Ikan segar memiliki banyak kandungan mikronutrien, seperti zat besi dan Vitamin B6 yang juga baik untuk menjaga pertumbuhan sel kekebalan tubuh (Kemenkes RI, 2020).

Masih cukup banyak remaja yang sering mengonsumsi makanan olahan, seperti bakso. Tingginya minat remaja untuk mengonsumsi bakso mungkin terjadi

karena mudah ditemukan dan dijangkau oleh remaja serta memiliki rasa yang gurih dan kompleks. Bakso termasuk ke dalam golongan sumber protein hewani lemak sedang sehingga tidak baik jika dikonsumsi secara rutin dalam jumlah yang banyak (Peraturan Menkes RI No. 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, 2014). Selain itu, bakso biasanya sudah diberi perasa, seperti garam, monosodium glutamate (MSG), kecap, sambal, saos, dan bahan tambahan lain sehingga dapat meningkatkan kadar natrium dan gula di dalamnya. Penelitian oleh Ruíz-Roso et al., (2020) menemukan bahwa adanya peningkatan kebiasaan mengonsumsi makanan olahan selama masa pandemi COVID-19 pada remaja. Hal ini mungkin terjadi karena makanan olahan cenderung lebih praktis untuk diolah dan biasanya banyak disimpan dengan cara dibekukan atau frozen food.

Konsumsi sumber protein nabati pada remaja SMAN 1 Singaraja paling sering adalah tempe (83,39%) dan tahu (80,92%). Tempe dan tahu telah lama dijadikan sebagai sumber protein nabati oleh masyarakat Indonesia selain karena harganya yang terjangkau tempe dan tahu juga mudah diolah dan rasanya lezat (Astuti, 2008). Bahkan menurut Kementerian Pertanian (2018), konsumsi tempe di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 7,68 kg/kapita/tahun dan konsumsi tahu mencapai 8,16 kg/kapita/tahun. Penelitian lain juga menemukan bahwa sumber protein nabati yang paling sering dikonsumsi oleh remaja adalah tahu dan tempe (Insani, 2019).

Protein nabati memiliki proporsi lemak tidak jenuh yang lebih banyak

dibandingkan protein hewani sehingga dapat membantu menjaga kesehatan jantung dan menurunkan kolesterol (Kementerian Pertanian, 2018). Protein nabati khususnya kacang kedelai juga mengandung zat penting lainnya seperti antioksidan dalam bentuk isoflavon yang dapat menekan risiko penyakit degeneratif sehingga baik jika dikonsumsi oleh remaja (Astuti, 2008).

Hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah pengolahan sumber protein ini. Remaja diharapkan dapat menghindari pengolahan makanan dengan cara digoreng agar tidak menambah kadar lemak yang dikonsumsi. Remaja juga perlu memerhatikan kandungan lemak yang terkandung pada sumber protein itu sendiri, seperti daging babi, daging bebek, kulit ayam, kuning telur, dan telur bebek yang termasuk kedalam golongan sumber protein tinggi lemak (Peraturan Menkes RI No. 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, 2014). Selain itu, pemberian bumbu penyedap tinggi kandungan natrium dan gula juga perlu dibatasi agar tidak melebihi batas konsumsi natrium dan gula lemak harian.

Dilihat dari konsumsi sayuran, remaja di SMAN 1 Singaraja sudah mengonsumsi jenis sayuran yang beragam terutama bayam (68,20%), wortel (67,49%), dan tauge (67,49%). Jenis sayuran yang mendominasi konsumsi remaja pada penelitian ini cenderung mudah dijangkau karena harganya yang relatif murah dan pengolahannya yang mudah. Konsumsi sayuran yang cukup dapat membantu menjaga tekanan darah, kadar gula, dan kolesterol darah (Peraturan Menkes RI No. 41

Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, 2014).

Dalam masa pandemi COVID-19 konsumsi sayur menjadi sangat penting karena mengandung zat yang berperan aktif dalam meningkatkan daya tahan tubuh, seperti vitamin A, B6, C, E, dan folat. Selain itu, sayuran juga kaya akan mineral dan serat pangan yang baik untuk menjaga kinerja tubuh dan organ remaja (Kemenkes RI, 2020). Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Ruiz-Roso et al., (2020) yang menemukan bahwa pandemi COVID-19 mempengaruhi pola makan remaja salah satunya adalah konsumsi sayuran yang meningkat jika dibandingkan sebelum pandemi. Penelitian lain di Banten juga menemukan adanya peningkatan konsumsi sayur yang signifikan selama masa pandemi COVID-19 dibandingkan sebelumnya (Agustina et al., 2021).

Pada saat yang bersamaan konsumsi buah-buahan pada remaja masih terbilang rendah (<10%). Jenis buah yang paling sering dikonsumsi adalah pisang (9,19%), manggis (9,54%), dan rambutan (7,07%). Penelitian lain juga menemukan bahwa keinginan remaja untuk mengonsumsi buah masih kurang jika dibandingkan dengan konsumsi fast food (Insani, 2019). Konsumsi buah cenderung dipengaruhi oleh pengaruh orang tua, keterpaparan media massa, dan ketersediaan buah di rumah (Anggraeni & Sudiarti, 2018). Selain itu, ada beberapa jenis buah yang hanya dapat dikonsumsi pada waktu musim saja. Buah merupakan salah satu bahan pangan yang sebaiknya cukup dikonsumsi terutama pada saat pandemi COVID-19. Buah khususnya buah yang berwarna memiliki

banyak kandungan Vitamin A dan C, mineral, serat, serta antioksidan yang berperan penting dalam menjaga kondisi kesehatan tubuh (Kemenkes RI, 2020).

Remaja pada penelitian ini juga masih sering mengonsumsi minuman dengan kadar gula tinggi, seperti teh (59,72%), soft drink (35,69%), dan minuman boba (22,61%). Hasil ini sejalan dengan penelitian Ruiz-Roso et al., (2020) yang menemukan adanya peningkatan konsumsi minuman manis pada remaja, meskipun hasilnya tidak signifikan. Padahal konsumsi gula yang melampaui kebutuhan akan berdampak pada peningkatan berat badan dan meningkatkan risiko terjadinya diabetes tipe 2 (Peraturan Menkes RI No. 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, 2014).

Remaja juga masih sering mengonsumsi junk food dalam bentuk kripik (71,73%) dan gorengan (65,72%) yang termasuk ke dalam jenis makanan tinggi kalori, tinggi lemak jenuh, tinggi natrium dan rendah kandungan gizi. Penelitian lain menemukan adanya peningkatan konsumsi makanan cepat saji, manis, asin, dan berlemak pada remaja dari 57,00% saat sebelum pandemi menjadi 74,80% saat pandemi COVID-19 (Agustina et al., 2021). Melihat kondisi di masyarakat, makanan cepat saji atau junk food memang menjadi primadona karena rasanya yang lezat, penyajiannya yang cepat dan harganya relatif terjangkau. Selain itu, promosi yang dilakukan oleh pengusaha junk food juga gencar dilakukan di berbagai media, mulai dari iklan di TV hingga mengadakan berbagai potongan harga di media sosial sehingga diduga dapat meningkatkan minat remaja untuk mengonsumsi

makanan cepat saji (Agustina et al., 2021). Apalagi akses untuk mendapatkan makanan cepat saji juga sangat mudah bahkan bisa dibeli melalui aplikasi online. Terlalu sering mengonsumsi junk food dapat meningkatkan kadar lemak tubuh dan meningkatkan risiko terjadinya obesitas, diabetes, kanker, jantung koroner dan lainnya (Peraturan Menkes RI No. 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, 2014; Riskesdas, 2018).

Meskipun sebagian besar pola makan remaja baik namun tingginya konsumsi minuman dengan kandungan gula tinggi, rendahnya konsumsi buah, dan tingginya konsumsi junk food dapat memperburuk kualitas status gizi remaja kedepannya. Pola makan tidak teratur yang berkembang saat ini adalah pola makan yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar, dan tingginya asupan lemak. Hal tersebut mengakibatkan asupan nutrisi yang diterima tubuh tidak sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan prinsip gizi seimbang (Irfani & Noerfitri, 2021). Perubahan pola makan selama pandemi COVID-19 diakibatkan oleh kondisi psikologis selama diurumah saja, menurunnya ketersediaan pangan, terbatasnya akses memperoleh makanan, dan peralihan pilihan makanan menjadi makanan yang tidak sehat (Ammar et al., 2020). Maka dari itu diperlukan sosialisasi mengenai pentingnya konsumsi buah pada remaja serta mengurangi konsumsi junk food dan minuman manis.

Gambaran Aktivitas Fisik Remaja di Masa Pandemi COVID-19

Aktivitas fisik adalah semua pergerakan tubuh yang di hasilkan oleh pergerakan otot

skeletal yang mengakibatkan adanya pengeluaran energi (Bridges & Madlem, 2007). Aktivitas fisik secara luas diartikan sebagai olahraga sehari-hari, pekerjaan, aktivitas di waktu luang, dan transportasi aktif (D et al., 2014). Macam-macam aktivitas fisik dapat berupa aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat yang dilakukan secara teratur sehingga dapat meningkatkan kesehatan. Melakukan aktivitas fisik tidak harus terstruktur. Aktivitas apapun yang membuat mereka tetap bergerak aktif dapat menjadi cara yang tepat untuk membakar kalori. Keuntungan jangka panjang bagi remaja terutama pada masa pertumbuhan apabila rutin melakukan aktivtias fisik yaitu dapat mengoptimalkan pertumbuhan (Miristia, 2018).

Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa sebesar 84,81% remaja di SMAN 1 Singaraja memiliki aktivitas fisik ringan selama pandemi COVID-19. Beberapa remaja beralasan rendahnya aktivitas diakibatkan oleh beban tugas yang diberikan oleh sekolah dan ada juga remaja yang tidak bisa melakukan aktivitas fisik karena pada minggu sebelum dilaksanakan penelitian mengalami sakit. Rendahnya aktivitas fisik pada saat pandemi memang bukan hanya terjadi pada remaja SMAN 1 Singaraja namun juga terjadi di berbagai wilayah di Indonesia maupun dunia. Hasil penelitian ini didukung oleh Devriany dan Sari (2020) di SMANOR Tadulako Kota Palu selama pandemi didapatkan hasil aktivitas fisik remaja secara umum berkategori rendah dengan persentase 93,30% dari keseluruhan jumlah sampel, hanya 6,70% remaja yang melakukan aktivitas fisik yang berkategori sedang dan tidak ada remaja

yang melakukan aktivitas fisik tinggi.

Hasil penelitian oleh Rukmana et al. (2021) menemukan bahwa sekitar 60% remaja di Kota Medan tidak melakukan aktivitas fisik selama pandemi COVID-19. Hasil serupa ditemukan pada sebuah penelitian di Italia yaitu terjadi penurunan total aktivitas fisik secara signifikan sebelum dan selama pandemi COVID-19 (Maugeri et al., 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Ruíz-Roso et al., (2020) di 5 negara (Brazil, Chili, Kolombia, Spanyol, dan Italia) tentang perubahan aktivitas fisik sebelum dan sesudah pandemi COVID-19 dimana secara keseluruhan lebih banyak persentase remaja yang tidak aktif selama pandemi (79,50%) dibandingkan sebelum pandemi (73,00%).

Rendahnya aktivitas fisik pada remaja mungkin terjadi karena adanya kebijakan physical distancing dan membatasi pergerakan seseorang di negara-negara tersebut termasuk di Indonesia sehingga remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah. Selain itu, remaja juga tidak bisa mengikuti mata pelajaran olahraga dan extrakurikuler di sekolahnya secara maksimal karena semua kegiatan dilakukan secara daring (Rukmana et al., 2021) Apabila hal ini dibiarkan dan menjadi kebiasaan remaja untuk tidak melakukan aktivitas fisik, maka dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai masalah gizi, salah satunya adalah perubahan status gizi dari normal menjadi obesitas yang terjadi karena energi konsumsi jauh lebih besar dibandingkan energi yang dipakai dalam aktivitas fisik.

Rutin melakukan aktivitas fisik dapat meningkatkan kekebalan tubuh, sistem

metabolisme, serta membantu produksi antibodi dalam tubuh sehingga dapat menurunkan risiko tertular penyakit infeksi. Remaja yang melakukan aktivitas fisik secara rutin juga dapat terhindar dari penyakit degeneratif dan kegemukan. Intensitas aktivitas fisik yang disarankan adalah sekurang-kurangnya 30 menit per harinya secara rutin 3-5 kali seminggu (Kemenkes RI, 2020). Adanya pandemi menyebabkan banyak orang dari seluruh lapisan masyarakat merasakan kegelisahan baik karena kelihangan mata pencaharian, kejenuhan, khawatir terjangkit penyakit, dan lainnya. Kegelisahan ini dapat menyebabkan terjadinya stres bahkan depresi. Salah satu manfaat olahraga adalah dapat mengurangi depresi. Olahraga dapat memicu pertumbuhan sel saraf, meningkatkan regulasi hormon stres, dan menurunkan pelepasan sitokin pro-inflamasi sehingga gejala depresi dapat berkurang (Pingkan et al., 2019).

Pada masa pandemi ini, aktivitas fisik dapat dilakukan dirumah saja, seperti berjalan kaki, naik turun tangga, berkebun, yoga, hingga melakukan work out ringan dengan menonton video olahraga (Kemenkes RI, 2020). Bila keadaan di rumah memungkinkan, remaja dan keluarga juga bisa melakukan berbagai jenis olahraga seperti bersepeda, bermain sepak bola, bermain bulu tangkis, bermain kejar-kejaran, dan lainnya. Maka dari itu, sebaiknya remaja, orang tua, dan pihak sekolah dapat mengupayakan peningkatan aktivitas selama masa pandemi. Salah satu caranya adalah dengan memasukan video tutorial olahraga ringan yang menarik dan dapat dilakukan dirumah melalui mata

pelajaran olahraga. Pihak sekolah juga dapat mengupayakan sosialisasi mengenai pentingnya aktivitas fisik melalui mata pelajaran lainnya, seperti biologi.

Gambaran Status Gizi Remaja di Masa Pandemi COVID-19

Remaja SMA berada pada usia remaja. Usia remaja adalah periode rentan masalah gizi. Perilaku gizi yang salah dapat menimbulkan masalah gizi pada remaja yaitu ketidakseimbangan konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (Cahyaning et al., 2019). Status gizi pada remaja penting diperhatikan karena sedang dalam keadaan tumbuh dan pembentukan diri yang mungkin dapat memengaruhi kondisi status gizinya.

Status gizi dalam penelitian ini diukur menggunakan indikator IMT. Berdasarkan IMT seseorang dikatakan kurus apabila memiliki nilai IMT < 18,5, normal jika memiliki IMT dalam rentang 18,5 sampai 25, dan gemuk jika memiliki IMT >25 (Riskesdas, 2018). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 283 remaja terdapat 26 remaja (9,19%) memiliki status gizi kurus, 220 remaja (77,74%) memiliki sttus gizi normal, dan 37 remaja (13,07%) memiliki status gizi gemuk. Begitu pula pada penelitian yang dilakukan di Kota Mojokerto saat pandemi COVID-19 ditemukan bahwa 71,00% remaja memiliki status gizi normal, 3,20% memiliki status gizi kurus, 9,70% memiliki status gizi gemuk dan sisanya dengan status gizi obesitas (16,10%) (Bintoro & Kuntjoro, 2021). Penelitian lain juga menemukan hasil yang serupa, yaitu sebagian besar status gizi remaja ada pada kategori normal sebanyak

73,30%, kurus sebanyak 5,90%, dan gemuk sebanyak 20,80% (Insani, 2019). Mayoritas remaja sudah memiliki status gizi normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemantauan gizi yang lebih baik selama pandemi COVID-19. Pada saat berada di sekolah remaja cenderung tidak memerhatikan gizi dan jenis makanan yang dikonsumsi. Namun, karena adanya kebijakan untuk di rumah saja, maka orang tua remaja cenderung lebih mudah menyiapkan makanan sehat dan bergizi dengan cara mengolah makanan sendiri di rumah (Bintoro & Kuntjoro, 2021).

Berdasarkan hasil Riskesdas (2018) sebesar 8,70% remaja usia 13-15 tahun dan sebesar 8,10% remaja usia 16-18 tahun dengan kondisi kurus dan sangat kurus. Sedangkan prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,00% pada remaja usia 13-15 tahun dan sebesar 13,50% pada remaja usia 16-18 tahun. Presentase gizi kurang yang didapatkan dari hasil penelitian ini lebih tinggi, yaitu 9,19% dibanding Riskesdas 2018 (8,10%). Sedangkan pada status gizi gemuk, hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2018. Bila dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan, remaja dengan masalah gizi gemuk lebih banyak ditemukan dibanding remaja dengan masalah gizi kurus. Namun, bukan berarti remaja dengan status gizi kurus dapat dibiarkan begitu saja.

Penelitian oleh Agustian et al (2021) menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang bermakna pada berat badan, indeks massa tubuh, serta status gizi responden sebelum dan saat masa pandemi COVID-19. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian lain

yang dilakukan Zachary et al. (2020) dimana kedua penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan berat badan akibat karantina mandiri selama pandemi COVID-19. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh jumlah sampel yang lebih banyak pada kedua penelitian tersebut. Adanya peningkatan berat badan selama pandemi ini mungkin disebabkan oleh pola makan yang kurang tepat, seperti meningkatkan konsumsi junk food dan minuman manis, kurangnya konsumsi sayur dan buah, serta kurangnya akvitas fisik akibat adanya pembatasan kegiatan di berbagai wilayah. Pada masa pandemi ini, remaja diharapkan melakukan pemantauan berat badan secara rutin guna mengukur kesesuaian berat badan dengan tinggi badan. Mempertahankan berat badan normal dapat menurunkan risiko remaja untuk terjangkit penyakit tidak menular di masa depan (Peraturan Menkes RI No. 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang, 2014).

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Data di dalam penelitian ini merupakan data primer yang diambil menggunakan kuesioner online (google form) dan diisi langsung oleh responden sehingga ada kemungkinan responden untuk tidak mengisinya dengan jujur sesuai dengan kondisi responden. Pengambilan data antropometri berat badan dan tinggi badan tidak dapat dilakukan secara langsung dikarenakan masih dalam masa pandemi COVID-19 sehingga kemungkinan adanya bias data pada data yang diambil. Selain itu, pengukuran pola makan belum maksimal karena peneliti tidak dapat mengukur

kesesuaian jumlah makanan. Peneliti juga tidak dapat mengambil responden dari kelas XII sebagai sampel karena pada saat pengambilan data kelas XII telah lulus dari sekolah.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini didapatkan sebagian besar remaja memiliki pola makan baik (61,48%). Konsumsi sayur dengan kategori sering sudah cukup tinggi, yaitu diatas 50%. Namun, konsumsi buah dengan kategori sering masih kurang (<10,00%). Sebaliknya, konsumsi minuman manis dan junk food pada remaja masih cukup tinggi, yaitu diatas 50,00%. Sebagian besar remaja sudah melakukan aktivitas fisik ringan (84,81%) dan sedang (15,17%). Sedangkan, sebagian besar remaja memiliki status gizi normal (77,74%), namun masih ditemukan beberapa remaja dengan status gizi kurus (9,19%) dan gemuk (13,07%). Dibandingkan dengan hasil status gizi remaja pada Riskesdas 2018, tidak ada perubahan yang berarti pada status gizi remaja SMAN 1 Singaraja di masa pandemi COVID-19.

SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka peneliti dapat memberikan saran agar remaja di SMAN 1 Singaraja dapat menerapkan pola hidup sehat sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang, seperti membiasakan diri mengkonsumsi makanan yang beranekaragam, memperbanyak konsumsi buah dan sayur, mengurangi makanan dan minuman tinggi kalori dan rendah gizi, serta melakukan aktivitas fisik yang cukup. Aktivitas fisik yang dapat

dilakukan, seperti melakukan olahraga ringan di pagi hari ataupun sore hari, jalan santai dan melakukan beberapa kegiatan ringan dirumah.

Selain itu, disarankan kepada pihak SMAN 1 Singaraja untuk dapat memberikan informasi mengenai pola makan sehat dan aktivitas fisik kepada remaja. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukan materi mengenai gizi seimbang dan pentingnya aktivitas fisik ke salah satu mata pelajaran, seperti biologi. Upaya untuk meningkatkan aktivitas fisik remaja juga dapat dilakukan melalui diadakannya ekstrakurikuler olahraga dan mata pelajaran olahraga. Guru dapat memberikan contoh aktivitas fisik yang dapat dilakukan saat dirumah saja melalui ekstrakurikuler dan mata pelajaran olahraga. Mata pelajaran olahraga diharapkan tetap dipertahankan di setiap semester, termasuk di semester akhir ketika remaja mempersiapkan diri menjelang ujian akhir.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap dosen Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat FK Unud, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Singaraja, keluarga, teman, sahabat serta seluruh pihak yang telah berkontribusi dan memberikan dukungan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, H. et al. (2016). Perubahan Berat Badan, Indeks Massa Tubuh, dan Status Gizi antara Sebelum dan Saat Masa Pandemik COVID-19 Akibat Pembelajaran Jarak      Jauh.      Available      at:

http://jurnalmedikahutama.com.

Agustina, Ranggauini, F. & Pristya, T. (2021). Analisis Perbedaan Konsumsi Gizi Seimbang Sebelum dan pada Masa COVID-19 pada Remaja. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat, 13(1): 7–15.

Ammar, A. et al. (2020). Effects of COVID-19 home confinement on eating behaviour and physical activity: Results of the ECLB-COVID19  international online

survey.          Nutrients.          doi:

10.3390/nu12061583.

Anggraeni, N. A. & Sudiarti, T. (2018). Faktor Dominan Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di SMPN 98 Jakarta. Indonesian Journal of Human Nutrition, 5(1): 18–32.

Astuti, S. (2008). Isoflavon Kedelai dan Potensinya Sebagai Penangkap Radikal Bebas. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian, 13(2): 126–136.

Bintoro, M. S. & Kuntjoro, B. F. T. (2021). Status Gizi dan Aktivitas Fisik Siswi SMA Negeri 2 Kota Mojokerto pada Saat Pandemi COVID-19. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, 09(2): 389–393.

Bridges, K. & Madlem, M. (2007). Yoga, Physical Education, and Self-Esteem: Off the Court and Onto the Mat for Mental Health. The Canadian Journal of Hospital         Pharmacy.         doi:

10.32398/cjhp.v5i2.1228.

Cahyaning, R. C. D., Supriyadi & Kurniawan, A. (2019). Hubungan Pola Konsumsi , Aktivitas Fisik dan Jumlah Uang Saku dengan Status Gizi pada Siswa SMP Negeri di Kota Malang Tahun 2019. Sport Science and Health.

Chen, P. et al. (2020). Coronavirus disease (COVID-19): The need to maintain regular physical activity while taking precautions. Journal of Sport and Health Science. doi: 10.1016/j.jshs.2020.02.001.

D, C. E. P. et al. (2014). Quantity and quality of developing and maintaining cardiorespiratory, musculoskeletal, and

neuromotor fitnes in apparently healthy adults. Med. Sci. Sports Exercise.

Devriany, A. & Sari, E. M. (2020). Ghidza : jurnal gizi dan kesehatan. Jurnal gizi dan kesehatan, 4(1): 100–106.

Insani, H. M. (2019). Analisis Konsumsi Pangan Remaja dalam Sudut Pandang Sosiologi. Sosietas, 9(1): 566–577. doi: 10.17509/sosietas.v9i2.22824.

Irfani, F. D. & Noerfitri. (2021). Hubungan Body Image dengan Asupan Lemak dan Kebiasaan Berolahraga di Masa Pandemi Covid-19 pada Mahasiswa STIKES Mitra Keluarga Bekasi. Jurnal Mitra Kesehatan, 3(2): 52–59.

Johns Hopkins CSSE. (2021). COVID-19 Map - Johns Hopkins Coronavirus Resource Center.           Available           at:

https://coronavirus.jhu.edu/map.html (Accessed: 31 December 2020).

Kemenkes RI. (2020). Panduan Gizi Seimbang Pada Masa COVID-19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2020).  Pelaksanaan  Kebijakan

Pendidikan  dalam Masa Darurat

Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19). surat edaran dari kementrian RI.

Kementerian Pertanian. (2018). Buletin Konsumsi Pangan Volume 9 Nomor 1. Jakarta:  Pusat Data dan Sistem

Informasi Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Khairiyah, E. L. (2016). Pola Makan Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2016. SKRIPSI Universitas Islam Negeri Syarif HIdayatullah Jakarta.

Maugeri, G. et al. (2020). The impact of physical activity on psychological health during Covid-19 pandemic in Italy. Heliyon,             6(6).             doi:

10.1016/j.heliyon.2020.e04315.

Miristia. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik

dengan Kejadian Obesitas pada Remaja di SMP Dharma Pancasila Medan, 33(1): 37–49.

Peraturan Menkes RI No. 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbang. (2014).

Pingkan, R.  et al.  (2019).  Efektivitas

Olahraga  sebagai Terapi Depresi.

Majority, 8(2): 240–246.

Riskesdas. (2018). Laporan Riskesdas 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta.          Available          at:

http://www.yankes.kemkes.go.id/assets /downloads/PMK No. 57 Tahun 2013 tentang PTRM.pdf.

Ruiz-Roso, M. B. et al. (2020). Covid-19 confinement and changes of adolescent’s dietary trends in Italy, Spain, Chile, Colombia and Brazil. Nutrients. doi: 10.3390/nu12061807.

Ruíz-Roso, M. B. et al. (2020). Changes of physical activity and ultra-processed food consumption in adolescents from different countries during covid-19 pandemic:  An observational study.

Nutrients. doi: 10.3390/nu12082289.

Rukmana, E., Permatasari, T. & Emilia, E. (2021). Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Pada Remaja Selama Pandemi COVID-19 di Kota Medan. Jurnal Dunia Gizi, 3(2): 88–93. doi: 10.33085/jdg.v3i2.4745.

Saragih, B. & Saragih, F. M. (2020). Gambaran    Kebiasaan    Makan

Masyarakat Pada Masa Pandemi Covid-19. Research Gate.

Sari, A. M., Ernalia, Y. & Bebasari, E. (2017). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa SMPN di Pekanbaru. JOM FK.

Sirajuddin, Surmita & Astuti, T. (2018). Bahan Ajar Gizi: Survey Konsumsi Pangan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Utami, A. M. (2020). Perilaku Makan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Di Palembang Selama Pandemi Covid-19,

Arc. Com. Health • April 2022

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

1–3.

Zachary, Z. et al. (2020). Self-quarantine and weight gain related risk factors during the COVID-19 pandemic. Obesity Research and Clinical  Practice.  doi:

10.1016/j.orcp.2020.05.004.

*e-mail korespondensi: [email protected]

113