VAKSINASI RABIES PADA ANJING OLEH PEMILIK DAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN SELAMA PANDEMI COVID-19 DI WILAYAH SANUR, DENPASAR
on
Arc. Com. Health • April 2022
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
Vol. 9 No. 1 : 81 - 96
VAKSINASI RABIES PADA ANJING OLEH PEMILIK DAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN SELAMA PANDEMI COVID-19 DI WILAYAH SANUR, DENPASAR
Mary Amalia Wauran, I Made Subrata*
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Jalan P.B. Sudirman, Denpasar, Bali, 80232
ABSTRAK
Rabies dapat dicegah dan ditanggulangi secara efektif melalui pemberian vaksinasi rabies secara rutin kepada anjing, dengan cakupan vaksinasi mencapai 70% untuk membentuk kekebalan kelompok atau herd immunity. Munculnya pandemi Covid-19 menyebabkan pelaksanaan vaksinasi rabies pada anjing di wilayah Sanur mengalami keterbatasan, sehingga menyebabkan penurunan cakupan vaksinasi rabies. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui vaksinasi rabies pada anjing oleh pemilik dan faktor yang berhubungan selama pandemi Covid-19 di wilayah Sanur, berdasarkan teori Precede-Proceed Model oleh Lawrence Green. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik kuantitatif dengan rancangan cross-sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2021, dengan memakai data primer dari 155 pemilik anjing yang berdomisili di wilayah Sanur Denpasar, dan yang dipilih berdasarkan proportional random sampling. Data primer yang dikumpulkan dari kuesioner online dianalisis dalam tiga tahap, yaitu analisis deskriptif, uji beda proporsi (chi square), dan uji regresi logistik. Hasil analisis dengan uji chi square dan regresi logistik menunjukkan hasil bahwa hanya tiga variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku pemilik anjing dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya selama pandemi Covid-19, yaitu Pendidikan (OR=140,68;95%CI:10,77-1837,64), penghasilan (OR=13,04;95%CI:2,98-57,06), dan pengetahuan (OR=32,36;95%CI:9,43-111,08).
Kata kunci: Vaksinasi Rabies, Perilaku Pemilik Anjing
ABSTRACT
Rabies can be prevented and managed effectively through routine rabies vaccinations for dogs, with vaccination coverage reaching 70% to form herd immunity. The emergence of the Covid-19 pandemic caused the implementation of rabies vaccination for dogs in The Sanur Region to experience limitations, resulting in a decrease in rabies vaccination coverage. The purpose of this study was to determine rabies vaccination in dogs by owners and related factors during the Covid-19 pandemic in the Sanur area, based on the Precede-Proceed Model theory by Lawrence Green. This study uses a quantitative analytical observational method with cross-sectional design. The study was conducted from March to May 2021, using primary data from 155 dog owners who live in The Sanur Region of Denpasar, and were selected based on proportional random sampling. Primary data collected from online questionnaires were analyzed in three stages, descriptive analysis, different proportion test (chi square), and logistic regression test. The results of the analysis using the chi square test and logistic regression showed that only three variables had a significant influence on the behavior of dog owners in giving rabies vaccinations for their dogs during the Covid-19 pandemic, namely education (OR=140.68;95%CI:10, 77-1837.64), income
(OR=13.04;95%CI:2.98-57.06), and knowledge (OR=32.36;95%CI:9.43-111.08).
Keywords: Rabies Vaccination, Dog Owner Behavior
PENDAHULUAN
Rabies merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh Lyssavirus dan dapat berakibat fatal. Reservoir yang paling umum dari virus rabies adalah anjing peliharaan maupun anjing liar (WHO, 2020). Penularan rabies dapat terjadi dari hewan ke manusia melalui air liur hewan terinfeksi rabies yang masuk ke
dalam tubuh manusia ketika tergigit atau tercakar hewan rabies, dimana seseorang memiliki luka atau kulit yang terbuka. Virus rabies dapat bereplikasi dan menyebar hingga mencapai otak, sehingga menyebabkan munculnya gejala klinis hingga kematian (Kementerian Kesehatan, 2016).
Menurut Global Alliance for Rabies Control (GARC) (2015) diperkirakan setiap tahun kasus kematian akibat rabies sebanyak 55.000 orang di dunia dan 99% diantaranya terjadi akibat gigitan anjing yang terinfeksi rabies. Menurut WHO (2018), kasus rabies di dunia ditemukan di 92 negara, dan 72 negara diantaranya bersifat endemis. Sebesar 95% dari kasus yang dilaporkan berasal dari Asia dan Afrika. Kasus rabies juga meluas di beberapa wilayah di Indonesia. Pada tahun 2019, hanya 5 dari 34 provinsi di Indonesia yang memiliki status bebas rabies, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Bangka Belitung, Papua Barat dan Papua (Hukmi, 2019). Bali merupakan salah satu provinsi yang memiliki masalah rabies cukup serius. Bali tercatat sebagai provinsi yang memiliki kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) tertinggi di Indonesia tahun 2010-2013. Rabies dapat dicegah dan ditanggulangi secara efektif melalui pemberian vaksinasi rabies secara rutin kepada anjing. Dibandingkan dengan pemberian vaksinasi rabies kepada manusia, pemberian vaksinasi rabies pada anjing dinilai jauh lebih menghemat biaya dan memiliki tingkat keberlanjutan yang lebih tinggi. WHO merekomendasikan untuk melakukan vaksinasi rabies kepada anjing hingga cakupan vaksinasi rabies mencapai 70% dari populasi anjing di suatu daerah untuk membentuk kekebalan kelompok atau herd immunity (WHO, 2004). Menanggapi hal tersebut, pada tahun 2012, Indonesia dengan sembilan negara lainnya yang merupakan bagian dari ASEAN, mengadakan pertemuan Menteri Pertanian dan Kehutanan ke-34 di
Laos, dan bersepakat untuk turut berperang melawan rabies dan segera mendeklarasikan ASEAN bebas rabies 2020 (Kementerian Kesehatan, 2016). Indonesia termasuk Bali menyusun program dalam rangka mencegah dan menanggulangi rabies, termasuk pelaksanaan vaksinasi rabies pada anjing sesuai anjuran dari WHO. Agar Bali dapat memiliki status wilayah bebas rabies, Dinas Pertanian bekerja sama dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan vaksinasi rabies pada anjing secara door to door, salah satunya dengan Program Dharma.
Program Dharma adalah program inovatif yang mengedepankan konsep One Health dengan menggunakan sistem community outreach ditingkat desa. Salah satu wilayah sasaran dari Program Dharma adalah Sanur. Oleh karena Sanur adalah salah satu daerah pariwisata internasional di Bali dan wilayah dengan jumlah populasi anjing yang tinggi. Tingginya populasi anjing menyebabkan tingginya peluang kasus gigitan anjing terhadap masyarakat bahkan wisatawan asing yang ada, sehingga dapat menyebabkan tingginya peluang terinfeksi rabies dan rusaknya citra Bali sebagai destinasi pariwisata di mata dunia. Oleh karena itu, pelaksanaan vaksinasi rabies di Sanur merupakan hal yang penting dilakukan.
Berdasarkan data dari Program Dharma tahun 2020, terjadi penurunan cakupan vaksinasi rabies selama pandemi Covid-19. Pada tahun 2019 yaitu sebelum pandemi Covid-19, cakupan vaksinasi rabies sebesar 75,4% di Desa Sanur Kaja,
54,9% di Desa Sanur Kauh, dan 76,4% di Kelurahan Sanur. Kemudian tahun 2020 yaitu selama pandemi Covid-19, cakupan vaksinasi rabies sebesar 49,9% di Desa Sanur Kaja, 31,8% di Desa Sanur Kauh, dan 36,2% di Kelurahan Sanur. Cakupan vaksinasi rabies yang menurun berarti semakin tingginya perilaku pemilik anjing yang tidak memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya selama pandemi Covid-19.
Menurut teori perilaku Precede-Proceed Model oleh Lawrence Green (1991), perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi atau faktor yang berkenaan dengan motivasi seseorang bertindak, faktor pemungkin atau pendukung yaitu faktor yang memfasilitasi seseorang bertindak, serta faktor penguat berupa dukungan keluarga, ataupun orang lain. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Sanur, untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pemilik anjing dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya selama pandemi Covid-19 di wilayah Sanur, Denpasar berlandaskan dari teori perilaku Precede-Proceed Model oleh Lawrence Green (1991).
METODE
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik kuantitatif dengan rancangan cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di Desa Sanur Kaja, Desa Sanur Kauh, serta Kelurahan Sanur dari bulan Maret sampai Mei 2021. Sampel dalam penelitian ini adalah pemilik anjing yang tercatat dalam data di Program Dharma sebanyak 155, diantaranya 44 sampel dari Desa Sanur Kaja, 6 sampel dari Desa Sanur Kauh, dan 105 sampel dari Kelurahan
Sanur. Pemilihan sampel menggunakan teknik proportional random sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu pemilik anjing yang berdomisili di wilayah Sanur, Denpasar, mampu menggunakan gadget dan dapat mengakses internet, serta bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pemilik anjing yang berdomisili di Sanur, namun tidak berada di Sanur dalam satu tahun terakhir, oleh karena alasan pekerjaan, pendidikan, serta alasan lainnya. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner online (google form) yang bersifat self administered questionnaire yang disebarkan melalui whatsapp. Data primer yang terkumpul dari kuesioner online, akan dianalisis dengan tiga tahapan yaitu, analisis deskriptif, uji beda proporsi (chi square), uji regresi logistik. Penelitian ini telah mendapatkan kelaikan etik dari Komisi Etik Penelitian Litbang FK Unud/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah dengan Nomor: 1135/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.
HASIL
Responden paling banyak berasal dari Kelurahan Sanur yaitu sebanyak 105 orang (67,74%), sesuai dengan teknik sampling yang digunakan yaitu proportional random sampling, maka proporsi responden berdasarkan dari proporsi pemilik anjing disetiap wilayah. Pada Tabel 1 menggambarkan karakteristik responden dengan rata-rata responden berusia 38 tahun dan sebagian besar tergolong kelompok usia antara 26 hingga 45 tahun, yaitu sebanyak 77 orang (49,68%). Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 111
orang (71,61%), berpendidikan tinggi |
memiliki penghasilan |
rendah, yaitu |
sebanyak 134 orang (86,45%), serta |
sebanyak 106 orang (68,39%). | |
Tabel 1. Karakteristik Responden | ||
Variabel |
Jumlah |
Persentase (%) |
Tempat tinggal | ||
Desa Sanur Kaja |
44 |
28,39 |
Desa Sanur Kauh |
6 |
3,87 |
Kelurahan Sanur |
105 |
67,74 |
Usia | ||
Min – Max |
18 – 75 | |
Mean (SD) |
38,45 (13,06) | |
< 26 tahun |
32 |
20,65 |
26 – 45 tahun |
77 |
49,68 |
> 45 tahun |
46 |
29,68 |
Jenis kelamin | ||
Perempuan |
44 |
28,39 |
Laki-laki |
111 |
71,61 |
Pendidikan | ||
Rendah |
21 |
13,55 |
Tinggi |
134 |
86,45 |
Penghasilan | ||
Rendah |
106 |
68,39 |
Cukup |
49 |
31,61 |
Tabel 2. Pengetahuan, Sikap, Perilaku, Ketersediaan Vaksinasi Rabies, Peraturan Vaksinasi Rabies, dan Himbauan Tokoh Masyarakat
Variabel |
Jumlah |
Persentase (%) |
Jumlah anjing yang dimiliki | ||
Min – Max |
1 – 8 | |
Mean (SD) |
2,15 (1,39) | |
Perilaku | ||
Tidak baik |
58 |
37,42 |
Baik |
97 |
62,58 |
Pengetahuan | ||
Kurang |
72 |
46,45 |
Baik |
83 |
53,55 |
Sikap | ||
Kurang |
2 |
1,29 |
Baik |
153 |
98,71 |
Ketersediaan vaksinasi rabies gratis | ||
Tidak tersedia |
68 |
43,87 |
Tersedia |
87 |
56,13 |
Peraturan terkait vaksinasi rabies | ||
Tidak ada |
84 |
54,19 |
Ada |
71 |
45,81 |
Himbauan tokoh masyarakat atau kader
Tidak ada 78 50,32
Ada 77 49,68
Dari Tabel 2, diketahui bahwa rata-rata responden memiliki 2 ekor anjing, dengan jumlah kepemilikan anjing paling kecil adalah 1 ekor dan jumlah kepemilikan anjing paling banyak adalah 8 ekor. Sebagian besar responden berperilaku baik dalam melakukan vaksinasi rabies, yaitu sebanyak 97 orang (62,58%), memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 83 orang (53,55%), serta hampir semua responden memiliki sikap yang baik, yaitu sebanyak 153 orang (98,71%).
Sebagian besar responden mengaku tersedia vaksinasi rabies gratis di lingkungannya, yaitu sebanyak 87 orang (56,13%), namun sebanyak 84 responden (54,19%) menyatakan bahwa tidak ada peraturan terkait vaksinasi rabies di lingkungannya, serta sebanyak 78 orang (50,32%) mengaku tidak ada himbauan dari tokoh masyarakat maupun kader terkait dengan vaksinasi rabies selama pandemi Covid-19.
Tabel 3. Pengetahuan Responden
No |
Jawaban Benar Jawaban Salah Pertanyaan n % n % |
1. |
Apakah manusia tidak dapat tertular rabies? 152 98,06 3 1,94 Apakah cara penularan rabies adalah dari air liur |
2. |
hewan rabies ketika hewan tersebut menggigit 111 71,61 44 28,39 seseorang atau menjilat kulit yang tidak utuh (luka)? Apakah gejala anjing rabies adalah anjing |
3. |
menjadi galak, mengeluarkan liur berlebihan dan 112 72,26 43 27,74 takut pada cahaya? |
4. |
Apakah penyakit rabies dapat dicegah dengan 123 79,35 32 20,65 pemberian vaksin rabies pada anjing? |
5. |
Apakah penyakit rabies adalah penyakit tidak menular? , , |
Tabel 4. Sikap Responden
No |
Pertanyaan |
Jawaban Benar |
Jawaban Salah | ||
n |
% |
n |
% | ||
Apakah pemberian vaksinasi rabies pada | |||||
1. |
anjing merupakan cara terbaik mencegah |
155 |
100 | ||
rabies? | |||||
Apakah Anda keberatan jika harus | |||||
2. |
memberikan vaksinasi rabies pada anjing |
155 |
100 | ||
Anda? |
Apakah seluruh anjing baik yang tinggal di
3. dalam kandang/dirantai dan yang dilepas 153 98,71 2 1,29
perlu diberikan vaksinasi rabies?
Pada Tabel 3 menggambarkan pengetahuan responden, sehingga dapat diketahui bahwa hampir semua responden sudah memahami bahwa rabies merupakan penyakit menular (90,97%) dan mampu menularkan kepada manusia (98,06%). Namun masih banyak responden yang kurang memahami cara penularan rabies, gejala anjing yang terinfeksi, serta pencegahan rabies melalui pemberian vaksin rabies pada anjing.
Pada Tabel 4 menggambarkan sikap responden, sehingga dapat diketahui bahwa semua responden sudah bersikap baik dengan memahami bahwa pemberian vaksinasi rabies pada anjing merupakan cara terbaik mencegah rabies, dan tidak keberatan jika harus melakukan vaksinasi rabies pada anjing peliharaannya. Sedangkan sebesar 1,29% belum memahami bahwa semua anjing perlu diberikan vaksinasi rabies.
Tabel 5. Hubungan Faktor Predisposisi, Faktor Pemungkin, dan Faktor Penguat terhadap Perilaku Vaksinasi Rabies
Variabel |
Perilaku Vaksinasi |
p-value | |
Tidak Baik (f (%)) |
Baik (f (%)) | ||
Usia | |||
< 26 tahun |
11 (34,38) |
21 (65,63) | |
26 – 45 tahun |
30 (38,96) |
47 (61,04) |
0,901 |
> 45 tahun |
17 (36,96) |
29 (63,04) | |
Jenis kelamin | |||
Perempuan |
20 (45,45) |
24 (54,55) |
0,193 |
Laki-laki |
38 (34,23) |
73 (65,77) | |
Pendidikan | |||
Rendah |
20 (95,24) |
1 (4,76) |
<0,001 |
Tinggi |
38 (28,36) |
96 (71,64) | |
Penghasilan | |||
Rendah |
55 (51,89) |
51 (48,11) |
<0,001 |
Cukup |
3 (6,12) |
46 (93,88) | |
Pengetahuan | |||
Kurang |
49 (68,06) |
23 (31,94) |
<0,001 |
Baik |
9 (10,84) |
74 (89,16) | |
Sikap | |||
Kurang |
1 (50,00) |
1 (50,00) |
1,000 |
Baik |
57 (37,25) |
96 (62,75) | |
Ketersediaan vaksinasi rabies gratis | |||
Tidak tersedia |
26 (38,24) |
42 (61,76) |
0,853 |
Tersedia |
32 (36,78) |
55 (63,22) | |
Peraturan terkait vaksinasi rabies | |||
Tidak ada |
36 (42,86) |
48 (57,14) |
0,128 |
Ada |
22 (30,99) |
49 (69,01) | |
Himbauan tokoh masyarakat atau kader Tidak ada |
33 (42,31) |
45 (57,69) |
0,206 |
Ada |
25 (32,47) |
52 (67,53) |
Pada Tabel 5 menunjukkan variabel independen yang memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel dependen adalah pendidikan (p-value <0,001), penghasilan (p-value <0,001), dan pengetahuan (p-value < 0,001). Dari tabel di atas, diketahui bahwa proporsi responden dengan perilaku baik paling banyak ditemukan pada responden yang berusia kurang dari 26 tahun (65,63%), berjenis kelamin laki-laki (65,77%), berpendidikan
tinggi (71,64%), berpenghasilan cukup (93,88%), repsonden dengan pengetahuan yang baik (89,16%), responden yang memiliki sikap baik (62,75%), responden yang menyatakan adanya ketersediaan vaksinasi rabies gratis (63,22%), responden yang menyatakan ada peraturan terkait vaksinasi rabies (69,01%), serta responden yang menyatakan mendapat himbauan dari tokoh masyarakat atau kader (67,53%).
Tabel 6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Pemilik Anjing dalam Memberikan Vaksinasi Rabies
Variabel |
AOR |
95% CI |
p-value |
Jenis kelamin | |||
Perempuan |
Ref | ||
Laki-laki |
1,01 |
0,31 – 3,37 |
0,982 |
Pendidikan | |||
Rendah |
Ref | ||
Tinggi Penghasilan |
140,68 |
10,77 – 1837,64 |
<0,001 |
Rendah |
Ref | ||
Cukup Pengetahuan |
13,04 |
2,98 – 57,06 |
0,001 |
Kurang |
Ref | ||
Baik |
32,36 |
9,43 – 111,08 |
<0,001 |
Peraturan terkait vaksinasi rabies | |||
Tidak ada |
Ref | ||
Ada |
2,66 |
0,59 – 11,93 |
0,203 |
Himbauan tokoh masyarakat atau kader | |||
Tidak ada |
Ref | ||
Ada |
2,46 |
0,52 – 11,65 |
0,258 |
Catatan: AOR = Adjusted odds ratio; Ref = Reference kategori | |||
Dari hasil analisis hubungan antara |
p value |
≤ 0,25 adalah |
jenis kelamin, |
faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan |
pendidikan, penghasilan, |
pengetahuan, | |
faktor penguat terhadap perilaku vaksinasi |
peraturan |
terkait vaksinasi rabies, serta | |
rabies, variabel independen yang memiliki |
himbauan |
dari tokoh masyarakat atau |
kader. Kemudian enam variabel tersebut dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Pada Tabel 6. menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilik anjing dalam memberikan vaksinasi rabies. Terdapat tiga variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan, yaitu pendidikan, penghasilan, dan pengetahuan responden. Sedangkan terdapat tiga variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan, yaitu variabel jenis kelamin, peraturan terkait vaksinasi rabies, serta himbauan terkait vaksinasi rabies dari tokoh masyarakat atau kader.
Selain itu, uji multikolinearitas juga menemukan bahwa nilai VIF<10, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat variabel yang memiliki multikolinearitas dengan perilaku. Nilai dari model chisquare sebesar 116,0 serta model goodness of fit sebesar 0,0000, sehingga dapat dikatakan model yang dibuat bersifat fit. Selain itu, uji regresi logistik juga menunjukkan bahwa R-square sebesar 0,5660 yang berarti sebesar 56,60% perilaku pemilik anjing dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya dapat dijelaskan dari variabel-variabel yang diteliti, sedangkan sisanya sebesar 43,40% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Dari Tabel 6, diketahui bahwa responden dengan pendidikan tinggi cenderung 140,68 kali untuk berperilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies kepada seluruh anjing peliharaannya dibandingkan dengan responden yang memiliki pendidikan rendah (OR=140,68; 95%CI:10,77-1837,64). Responden dengan
penghasilan yang cukup cenderung 13,04 kali untuk berperilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies kepada anjing peliharaannya dibandingkan dengan responden yang memiliki penghasilan rendah (OR=13,04;95% CI:2,98-57,06). Sedangkan responden dengan pengetahuan baik cenderung 32,36 kali untuk berperilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies kepada seluruh anjing peliharaannya dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang (OR=32,36;95%CI:9,43-111,08).
DISKUSI
Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan rabies, pelaksanaan vaksinasi rabies pada anjing merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan. Responden dalam penelitian ini didominasi oleh pemilik anjing yang memiliki perilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya di tahun 2020. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar pemilik anjing telah turut serta dengan pemerintah dalam upaya pencegahan dan penanggulangan rabies di Bali. Oleh karena itu, perilaku yang baik ini perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan, untuk mencegah dan menanggulangi kasus GHPR dan rabies di Bali. Menurut Irwan (2017), perilaku manusia terdiri dari tiga asumsi yaitu, perilaku itu disebabkan, perilaku itu digerakkan, serta perilaku itu ditujukan pada sasaran atau tujuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku baik itu dipengaruhi oleh satu atau lebih penyebab, tidak terjadi secara spontan, serta goal oriented. Oleh karena itu,
mengetahui hal yang memengaruhinya atau faktor yang berhubungan perlu dilakukan sebagai salah satu cara untuk mempertahankan bahkan meningkatkan perilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya.
Usia
Variabel usia tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku pemilik anjing (p-value = 0,901) dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya. Berdasarkan hasil dari uji beda proporsi, usia kurang dari 26 tahun cenderung lebih tinggi berperilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya dari pada kelompok usia lainnya selama pandemi Covid-19. Dapat dikatakan bahwa usia kurang dari 26 tahun, cenderung dapat berkontribusi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan rabies berupa pemberian vaksinasi rabies pada anjing peliharaan. Upaya untuk meningkatkan cakupan vaksinasi rabies salah satunya dengan pemberian edukasi secara rutin kepada seluruh kelompok usia, secara khusus kelompok usia 26-45 tahun dan kelompok usia lebih dari 45 tahun, agar dapat meningkatkan kesadaran pada kelompok usia tersebut. Rata-rata responden memiliki dua ekor anjing, sehingga dalam hal ini seharusnya tidak terlalu sulit bagi pemilik anjing untuk memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya.
Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki cenderung 1,01 kali untuk berperilaku baik dengan memberikan vaksinasi rabies kepada
anjingnya selama pandemi Covid-19 dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan, namun tidak memiliki pengaruh secara signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku responden (p-value = 0,193) selama pandemi Covid-19. Pada penelitian serupa oleh I Nyoman Sudiatmika dkk (2016) di Kecamatan Bebandem bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan perilaku pencegahan rabies atau perilaku pemberian vaksinasi rabies pada anjingnya.
Berdasarkan hasil dari uji beda proporsi, jenis kelamin laki-laki cenderung lebih tinggi berperilaku baik dari pada responden berjenis kelamin perempuan selama pandemi Covid-19. Pemilik anjing dengan jenis kelamin laki-laki memiliki tingkat kesadaran lebih tinggi dalam memberikan vaksinasi rabies kepada seluruh anjing peliharaannya, dimana merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam meningkatkan cakupan vaksinasi rabies demi mencegah dan menekan kasus rabies, khususnya di Bali. Oleh karena itu, pemberian edukasi secara rutin dapat difokuskan kepada perempuan, melalui pertemuan atau whatsapp group ibu-ibu PKK atau perkumpulan perempuan sejenisnya, bertujuan untuk meningkatkan cakupan vaksinasi rabies.
Pendidikan
Tingkat pendidikan memengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit. Menurut Sriyono (2015), tingkat pendidikan formal menentukan pola perilaku seseorang. Karena dengan mengikuti pendidikan formal, maka
pemahaman dan kepedulian seseorang terhadap kesehatan dianggap lebih matang. Namun dalam penelitian ini, masih banyak responden berpendidikan tinggi yang tidak berperilaku baik yaitu sebanyak 38 responden (28,36%). Hal ini karena perilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan tinggi cenderung 140,68 kali berperilaku baik dengan memberikan vaksinasi rabies kepada anjingnya selama pandemi Covid-19 dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah (OR=140,68;95% CI:10,77-1837,64). Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh secara signifikan dengan perilaku responden (p-value <0,001) selama pandemi Covid-19. Sejalan dengan hasil penelitian oleh Ganefa (2001) bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku pemilik anjing dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya di Kotip Cimahi. Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa pemilik anjing yang berpendidikan tinggi, mampu memiliki pemahaman dan kesadaran yang baik, serta dapat berpikir lebih matang, sehingga cenderung berperilaku baik dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemilik anjing yang berpendidikan tinggi, cenderung dapat berkontribusi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan rabies. Oleh karena itu, bisa dilakukan intervensi lanjutan kepada pemilik anjing yang berpendidikan tinggi berupa pelatihan atau penyampaian informasi, agar mampu
memengaruhi lingkungan sekitarnya termasuk pemilik anjing yang berpendidikan rendah untuk dapat berperilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya. Selain itu, fokus intervensi yang dapat dilakukan kepada pemilik anjing yang berpendidikan rendah dengan memberikan health promotion secara rutin, agar dapat mengembangkan pemahaman dan kesadaran pemilik anjing.
Penghasilan
Sebagian besar responden memiliki penghasilan rendah atau dibawah UMK Denpasar (Rp2.770.300) yaitu sebanyak 106 orang (68,39%). Hal ini karena kondisi pandemi Covid-19 memengaruhi perekonomian global maupun nasional. Menurut Kemnaker (2020), perekonomian Indonesia mengalami penurunan hingga 5%. Dari 106 responden dengan penghasilan rendah, hanya 51 responden (48,11%) yang memiliki perilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya selama pandemi Covid-19. Hal ini bisa disebabkan oleh karena responden dengan penghasilan rendah memiliki desakan kebutuhan yang lebih tinggi khususnya di tengah pandemi Covid-19, sehingga harus mengutamakan memenuhi kebutuhan dasar berdasarkan teori hirarki kebutuhan oleh Abraham Harold Maslow. Sedangkan dari 49 responden dengan penghasilan cukup, sebanyak 46 orang (93,88%) diantaranya memiliki perilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa responden yang memiliki penghasilan
cukup cenderung 13,04 kali berperilaku baik dengan memberikan vaksinasi rabies kepada anjingnya selama pandemi Covid-19 dibandingkan dengan responden yang memiliki penghasilan rendah (OR=13,04; 95%CI:2,98-57,06). Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat penghasilan memiliki pengaruh secara signifikan dengan perilaku responden (p-value < 0,001) selama pandemi Covid-19. Hasil penelitian ini didukung dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang sejenis yaitu penelitian oleh I Nyoman Sudiatmika dkk (2016), yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penghasilan dengan pemberian vaksinasi rabies pada anjing.
Aspek penghasilan di tengah kondisi pandemi Covid-19 merupakan hal yang cukup sensitif, sehingga sangat memengaruhi pemilik anjing dalam berperilaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua responden yang memiliki penghasilan cukup memiliki perilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya, dan dapat dikatakan bahwa responden dengan penghasilan rendah cenderung memiliki kesadaran lebih tinggi untuk memberikan vaksinasi rabies pada anjing dari pada responden berpenghasilan rendah. Sehingga dalam meningkatkan cakupan vaksinasi rabies, ketersediaan vaksinasi rabies gratis dapat difokuskan kepada pemilik anjing yang memiliki penghasilan rendah.
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan dasar dalam menentukan keputusan ataupun tindakan yang akan diambil terhadap
masalah yang sedang dihadapi. Menurut penelitian oleh Dewi & Wawan (2010), pengetahuan berhubungan erat dengan pendidikan. Semakin tinggi pendidikan yang ditempuh, diharapkan pengetahuan yang dimiliki semakin luas. Namun, tidak dapat diartikan bahwa seseorang yang menempuh pendidikan rendah, memiliki pengetahuan yang rendah. Hal ini karena peningkatan pengetahuan tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi juga diperoleh dari pendidikan non formal. Dalam penelitian ini, responden dengan pengetahuan baik cenderung 32,36 kali berperilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies kepada anjingnya selama pandemi Covid-19 dibandingkan responden dengan pengetahuan kurang baik (OR=32,36;95%CI:9,43-111,08). Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan memiliki pengaruh secara signifikan dengan perilaku responden (p-value < 0,001) selama pandemi Covid-19. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian sebelumnya yang serupa oleh Ganefa (2001), bahwa pengetahuan berhubungan dengan ketidakpatuhan pemilik anjing dalam memberikan vaksinasi rabies di Kotip Cimahi. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pengetahuan memiliki peranan penting dalam perilaku seseorang. Sehingga perlu meningkatkan pengetahuan pemilik anjing, agar seluruh pemilik anjing di Sanur memiliki pengetahuan yang baik dan dapat berperan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan rabies. Peningkatan pengetahuan pemilik anjing dapat dilakukan dengan pemberian edukasi secara rutin dengan metode yang
menarik, disesuaikan dengan kondisi pandemi saat ini.
Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan kesediaan atau kesiapan untuk pelaksanaan motif tertentu atau dalam bertindak. Hampir semua responden memiliki sikap yang baik terhadap pemberian vaksinasi rabies pada anjing yaitu sebanyak 153 responden (98,71%), 96 responden diantaranya (62,75%) memiliki perilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya selama pandemi Covid-19. Dalam penelitian ini, variabel sikap tidak memiliki pengaruh secara signifikan dengan perilaku responden (p-value = 1,000) selama pandemi Covid-19. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh I Nyoman Sudiatmika dkk (2016) bahwa variabel sikap tidak berhubungan dengan praktek pencegahan penyakit rabies.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil penelitian pada variabel pengetahuan dengan variabel sikap responden. Hal ini dapat terjadi karena responden memiliki kecenderungan untuk menjawab sikap yang dianggap baik, meskipun secara pribadi responden tidak menyetujui. Sehingga meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan sikap baik cenderung memiliki perilaku baik, tapi hasil ini belum kuat karena tidak menggambarkan sikap responden yang sebenarnya.
Ketersediaan vaksinasi rabies gratis
Vaksinasi rabies pada anjing merupakan bentuk pencegahan rabies yang efektif dilakukan. Oleh karena itu
dengan adanya program vaksinasi rabies gratis pada anjing, diharapkan dapat memfasilitasi pemilik anjing dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjing peliharaannya. Wilayah Sanur merupakan salah satu wilayah sasaran Dinas Pertanian Denpasar dan Program Dharma dalam pelaksanaan vaksinasi rabies gratis pada anjing, termasuk anjing peliharaan maupun anjing liar. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel ketersediaan vaksinasi rabies gratis tidak memiliki pengaruh secara signifikan dengan perilaku responden (p-value = 0,853) selama pandemi Covid-19, sesuai dengan penelitian oleh Ganefa (2001) bahwa tidak ada pengaruh antara ketersediaan vaksinasi rabies dengan perilaku pemilik anjing dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pemilik anjing yang mengetahui tersedianya vaksinasi rabies gratis, cenderung memiliki perilaku yang baik atau memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya. Oleh karena itu, informasi tentang pelaksanaan vaksinasi rabies gratis perlu disampaikan secara merata, agar seluruh masyarakat di Sanur dapat mengetahui dan memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya. Sehingga dapat meningkatkan cakupan vaksinasi rabies.
Peraturan terkait vaksinasi rabies
Peraturan terkait vaksinasi rabies termasuk Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 15 Tahun 2009 tentang penanggulangan rabies serta Peraturan Desa Sanur Kaja Nomor 3 Tahun 2018 tentang tata cara pemeliharaan dan
penanganan anjing, dijadikan landasan dalam melakukan vaksinasi rabies pada anjing di wilayah Sanur. Dengan adanya peraturan terkait vaksinasi rabies, besar harapan dapat menciptakan kedisiplinan pemilik anjing dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjing-anjing peliharaannya. Responden yang menyatakan ada peraturan terkait vaksinasi rabies di lingkungannya cenderung 2,66 kali berperilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies kepada anjingnya selama pandemi Covid-19 dibandingkan responden yang menyatakan tidak ada peraturan terkait vaksinasi rabies di lingkungannya. Namun, variabel peraturan terkait vaksinasi rabies tidak memiliki pengaruh secara signifikan dengan perilaku responden (p-value = 0,128) selama pandemi Covid-19.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang mengetahui adanya peraturan terkait dengan pentingnya pemberian vaksinasi rabies pada anjing, cenderung taat kepada peraturan yang ada, sehingga berperilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat peraturan yang ada, bahkan bagi wilayah yang belum memiliki peraturan desa, dapat dipertimbangkan untuk membuat peraturan desa, agar pelaksanaan vaksinasi rabies pada anjing memiliki dasar hukum atau payung hukum yang jelas. Adanya peraturan terkait dengan vaksinasi rabies pada anjing perlu disosialisasikan atau disampaikan secara merata, agar seluruh masyarakat
mendapatkan informasi tersebut. Sehingga seluruh masyarakat khususnya pemilik anjing dapat turut serta dalam upaya pencegahan dan penanggulangan rabies dengan perilaku taat kepada peraturan yang ada.
Himbauan tokoh masyarakat atau kader
Himbauan tokoh masyarakat atau kader dalam penelitian ini berpusat pada himbauan tentang pemberian vaksinasi rabies pada anjing baik berupa ajakan, saran atau dorongan selama pandemi Covid-19. Proporsi responden yang memiliki perilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya selama pandemi Covid-19 ditemukan lebih banyak pada responden yang mengaku mendapatkan himbauan dari tokoh masyarakat atau kader yaitu sebanyak 52 responden (67,53%). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa responden yang mengaku mendapatkan himbauan dari tokoh masyarakat atau kader cenderung 2,46 kali berperilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies kepada anjingnya selama pandemi Covid-19 dibandingkan responden yang mengaku tidak mendapatkan himbauan dari tokoh masyarakat atau kader. Namun, hasil ini menunjukkan bahwa variabel himbauan tokoh masyarakat atau kader tidak memiliki pengaruh secara signifikan dengan perilaku responden (p-value = 0,206) selama pandemi Covid-19. Hal ini dapat dipengaruhi karena keterbatasan dalam penyampaian himbauan oleh tokoh masyarakat atau kader selama pandemi Covid-19. Dari 77 responden (49,68%) yang mengaku mendapatkan himbauan dari tokoh masyarakat atau kader, 60
responden (77,9%) diantaranya mengaku hanya mendapatkan satu sampai dua kali himbauan melalui media whatsapp ataupun sms. Hasil penelitian ini berbeda dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan ketika belum munculnya pandemi Covid-19, yaitu penelitian oleh Ganefa (2001) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara anjuran petugas dengan perilaku pemilik anjing.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang mengaku terdapat himbauan tokoh masyarakat atau kader cenderung memiliki perilaku baik atau memberikan vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan cakupan vaksinasi rabies di tengah pandemi Covid-19 yang menyebabkan penyampaian himbauan memiliki keterbatasan, maka pemberian himbauan berupa ajakan, saran atau dorongan untuk memberikan vaksinasi rabies pada anjing peliharaan selama pandemi Covid-19 perlu dilakukan lebih giat melalui media yang ada. Sehingga meskipun di tengah pandemi Covid-19, masyarakat tetap sadar akan pentingnya pemberian vaksinasi rabies pada seluruh anjing peliharaannya demi mencegah dan menanggulangi rabies.
SIMPULAN
Faktor predisposisi berupa variabel tingkat pendidikan, penghasilan dan pengetahuan yang memiliki pengaruh secara signifikan dengan perilaku responden selama pandemi Covid-19 di wilayah Sanur, Denpasar. Faktor pemungkin berupa ketersediaan vaksinasi rabies gratis tidak memiliki pengaruh secara signifikan dengan perilaku
responden selama pandemi Covid-19 di wilayah Sanur, Denpasar. Sedangkan faktor penguat berupa peraturan terkait vaksinasi rabies dan himbauan tokoh masyarakat atau kader tidak memiliki pengaruh secara signifikan dengan perilaku responden selama pandemi Covid-19 di wilayah Sanur, Denpasar.
SARAN
Saran bagi instansi terkait adalah pelaksanaan kaderisasi dan meningkatkan health promotion. Melalui pelaksanaan kaderisasi, masyarakat mendapatkan pelatihan secara khusus dalam upaya pencegahan dan penanggulangan rabies, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Meningkatkan health promotion dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui pemberian edukasi terkait dengan upaya pencegahan dan penanggulangan rabies kepada seluruh masyarakat secara rutin, khususnya terkait dengan pentingnya pemberian vaksinasi rabies. Disamping itu, perlu meningkatkan sosialisasi agar masyarakat mengetahui adanya peraturan yang berlaku tentang pencegahan dan penanggulangan rabies, serta peraturan cara pemeliharaan anjing. Informasi atau materi dapat disampaikan dengan metode yang menarik, berupa video edukasi maupun komik edukasi dengan memanfaatkan media sosial yang ada, bahkan dapat melibatkan influencer agar health promotion lebih efektif dilakukan.
Saran bagi peneliti selanjutnya, perlu penelitian selanjutnya dengan variabel yang lebih luas dan desain yang lebih baik, sehingga kesimpulan penelitian lebih kuat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa R-square sebesar 0,5660 yang berarti sebesar 56,60% perilaku pemilik anjing dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya dapat dijelaskan dari variabel-variabel yang diteliti, sedangkan sisanya sebesar 43,40% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh responden yang telah berpartisipasi pada penelitian ini, Program Dharma, pihak yang terlibat dalam perizinan penelitian, serta kepada dosen pembimbing dan penguji yang senantiasa memberi masukan terhadap penyelesaian dan penyempurnaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bali Animal Welfare Association. (2017).
Program Dharma. Available from: https://bawabali.com/bawabali/wpc ontent/uploads//2017/04/PD-BriefI-year-evaluation-key-points-1.pdf (Accessed: 2020, October 21).
Dewi & Wawan. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ganefa, S. (2001). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Ketidakpatuhan Pemilik Anjing Memberikan Vaksinasi Rabies pada Anjingnya di Kotip Cimahi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat Tahun 2000. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2001.
Global Alliance for Rabies Control. (2015).
What is rabies?. Available from:
https://rabiesalliance.org/rabies/wha t-is-rabies-
andfrequentlyaskedquestions/what-is-rabies (Accessed: 2021, January 18).
Green L.W. (1991). Health Promotion Planning, An Educational and Environmental Approuch. California: Mayfield Publishing Co.
Hukmi, A. (2019). National Master Plan for Eradicating Rabies in Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral
Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.
Irwan. (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: CV Absolute Media.
Kementerian Kesehatan. (2016). Infodatin: Situasi dan analisis rabies. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. (2020). Analisis Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Perluasan Kesempatan Kerja dan Implikasinya. Jakarta: Badan Perencanaan dan
Pengembangan Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan
Republik Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Sriyono. (2015). Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pemahaman Masyarakat Tentang Ikan
Berformalin Terhadap Kesehatan Masyarakat. Tesis. Jakarta: Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas
Indraprasta PGRI; 2015.
Sudiatmika, I. N., Wirawan, D. N., &
Kardiwinata, M. P. (2016). Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Pemberian Vaksinasi Rabies Anjing di Kecamatan Bebandem. Public Health and Preventive Medicine Archive, 4(2), 120.
World Health Organization. (2004). WHO Expert Consultation on rabies: First edition. Ganeva: WHO.
World Health Organization. (2018). WHO expert consultation on rabies: Third edition. Geneva: WHO.
World Health Organization. (2020). “Rabies”. Available from:
https://www.who.int/newsroom/fact -sheets/detail/rabies (Accessed: 2021, January 21).
e-mail korespondensi : [email protected]
96
Discussion and feedback