Arc. Com. Health • April 2022

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620                                                 Vol. 9 No. 1 : 33 - 49

BIOAKUMULASI DAN ANALISIS RISIKO KESEHATAN MASYARAKAT DARI

PENCEMARAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA IKAN YANG DITANGKAP DI

TUKAD BADUNG, DENPASAR

Ni Putu Gita Saraswati Palgunadi, I Gede Herry Purnama*

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Jalan P.B Sudirman, Denpasar, Bali, 80232

ABSTRAK

Tukad Badung merupakan sungai yang melintasi Kabupaten Badung dan Denpasar. Adapun lokasi yang sering dimanfaatkan masyarakat untuk memancing yakni Tukad Korea, Taman Pancing, dan Waduk Muara. Tukad Badung mengandung logam berat Pb dan Cd berdasarkan penelitian sebelumnya. Penelitian ini bersifat observational deskriptif dengan metode survei lapangan terhadap kandungan logam Pb dan Cd pada ikan yang ditangkap di Tukad Badung serta survei kebiasaan konsumsi ikan untuk memprediksi risiko kesehatan pada masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan teknik purposive sampling dan convenient sampling untuk pemilihan responden. Ikan yang dipilih berjenis mujair dan nila, dan responden yang dipilih adalah pria dan wanita dewasa yang mengonsumsi ikan dari Tukad Badung yang ditemui saat memancing. Hasil uji laboratorium menunjukkan kadar Pb pada mujair berkisar 0,1104-0,5012 ppm, dan pada nila berkisar 0,0928–0,4462 ppm. Rerata timbal pada kedua jenis ikan tersebut melebihi batas maksimal logam Pb yang diatur dalam PerBPOM No.23 Tahun 2017. Hasil perhitungan risiko kesehatan, nilai EDI menunjukkan intake harian Pb tergolong berisiko tinggi. Nilai THQ Pb menunjukkan risiko non-karsiongenik dalam tingkat rendah. TR logam Pb menunjukkan risiko karsinogenik dalam tingkat rendah. Sedangkan nilai EDI, THQ, dan TR logam Cd tidak dapat dihitung.

Kata Kunci: Timbal, Kadmium, Ikan, Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

ABSTRACT

Tukad Badung is a river that crosses Badung and Denpasar Regencies. 3 locations are often used for fishing, namely Tukad Korea, Fishing Park, and Muara Dam. Previous research showed that this river polluted by Pb and Cd. This research is a descriptive observational study with a field survey method on levels of lead and cadmium in fish that have been caught in Tukad Badung and survey of fish consumption habits to predict public health risks. This study uses an Environmental Health Risk Analysis (EHRA) approach. Fish samples selection used purposive sampling and convenient sampling for respondent selection. Laboratory results showed that the levels of Pb in mujair ranged from 0.1104-0.5012 ppm, and in Tilapia ranged from 0.0928-0.4462 ppm. The average lead in the two types of fish has exceeded the maximum limit of Pb in fish as regulated in PerBPOM No.23.2017. Health risk calculations showed the value of EDI show that the daily intake of Pb is classified as high risk. THQ value of Pb indicates a low level of non-carcinogenic risk. TR value for Pb indicates a low level of carcinogenic risk. Meanwhile, the value of EDI, THQ, HI and TR of Cd could not be calculated.

Keywords: Lead, Cadmium, Fish, Environmental Health Risk Assessment

PENDAHULUAN

Tukad Badung merupakan salah satu sungai yang melintasi Kabupaten Badung dan Denpasar. Sungai ini memiliki panjang sekitar 22 km, dengan hulu yang berada di Kecamatan Abiansemal (Kabupaten Badung) dan bermuara di Teluk Benoa, Denpasar. Tukad Badung dimanfaatkan e-mail korespondensi : [email protected]

oleh masyarakat untuk kegiatan sehari-hari mulai dari rekreasi hingga memancing. Di sepanjang Tukad Badung terdapat lokasi yang sering dikunjungi untuk memancing ikan yakni Tukad Korea, Taman Pancing, dan Waduk Muara Tukad Badung (Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 2018). Besarnya manfaat Tukad Badung bagi masyarakat membuat kesehatan ekosistem Tukad

Arc. Com. Health • April 2022 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Badung menjadi sangat penting.

Untuk menjaga kualitas air sungai, pemerintah telah mengeluarkan baku mutu yang mengatur kandungan bahan pencemar maksimal yang terdapat pada air sungai, yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup (Gubernur Bali, 2016). Bahan pencemar pada air sungai tentu sangat berbahaya terutama untuk bahan-bahan yang bersifat non-biodefradable atau bioakumulator (Agustina, 2014). Salah satu bahan bioakumulator adalah logam berat. Pada ekosistem sungai, logam berat pada air dapat terakumulasi pada tubuh hewan akuatik misalnya ikan. Apabila dikonsumsi manusia, tentu saja dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Ahyar, Bengen, & Wardiatno, 2017).

Penelitian sebelumnya mengenai kandungan logam berat di Tukad Badung menunjukkan bahwa sungai ini mengandung beberapa jenis logam berat, diantaranya adalah Pb (Wijayanti, Siaka, & Widihati, 2015) dan Cd (Mahendra, Suyasa, Nuarsa, Asy-syakur, & Ernawari, 2015). Kemudian    dilakukan    pemeriksaan

terhadap ikan bandeng yang ditangkap di muara sungai Tukad Badung, dimana terjadi histopatologi pada insang ikan bandeng tersebut akibat toksisitas dari timbal/ Pb (Wijayanti et al., 2015). Sementara kajian mengenai bioakumulasi logam berat Pb dan Cd dapat dilihat dalam penelitian yang dilakukan di muara sungai Tukad Badung yakni di perairan Teluk Benoa. Dalam penelitian ini ditemukan adanya kandungan logam berat Pb dan Cd e-mail korespondensi : [email protected]

pada ikan belanak yang ditangkap di muara Tukad Badung (Teluk Benoa) (Mardani, Restu, & Sari, 2018).

Saat ini studi yang melihat kandungan logam berat Pb dan Cd pada ikan yang dikaitkan dengan analisis resiko kesehatan akibat mengkonsumsi ikan dari Tukad Badung belum pernah dilakukan. Padahal sangat penting untuk mengetahui kadar logam berat serta pola konsumsi ikan di masyarakat guna mendapatkan Health Risk Assessment yang komprehensif. Penelitian ini akan membahas mengenai kandungan logam berat Pb dan Cd pada ikan yang biasa ditangkap masyarakat serta menghitung risiko kesehatan pada masyarakat yang mengkonsumsi ikan dari perairan tersebut.

METODE

Penelitian ini telah memenuhi kelaikan etik oleh Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana No: 1320/UN14.2.2.VII.14/LT/2021 tertanggal 7 Mei 2021. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan metode survei lapangan terhadap kandungan logam berat Pb dan Cd pada ikan yang ditangkap di Tukad Badung serta survei kebiasaan konsumsi ikan oleh masyarakat untuk dapat memprediksi risiko kesehatan pada masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2021 hingga bulan Mei 2021. Lokasi studi adalah Tukad Badung dan dipilih tiga lokasi pemancingan yaitu di Pasar Kumbasari yang dikenal dengan Tukad Korea, Taman

Arc. Com. Health • April 2022 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Pancing Pemogan dan Waduk Muara.

Sampel pada penelitian ini adalah ikan yang ditangkap oleh masyarakat yang memiliki panjang 12 – 20 cm dan berat 80 – 140 gr yang ditangkap di 3 lokasi pemancingan sepanjang sungai Tukad Badung. Sedangkan sampel untuk survei masyarakat adalah 40 orang yang mengonsumsi ikan yang ditangkap dari Tukad Badung yang ditemui ketika memancing ikan di tiga lokasi pemancingan. Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan teknik purposive sampling yakni dengan cara membeli hasil tangkapan dari pemancing secara langsung. Sedangkan untuk survei risiko kesehatan pada masyarakat pengonsumsi ikan, pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan convenient sampling, dimana responden yang sedang memancing pada saat survei lapangan akan diberi penjelasan mengenai penelitian dan diminta kesediaannya untuk berpartisipasi.

Jumlah Sampel ikan dan responden yang dipilih dari masing-masing lokasi disesuaikan dengan proporsi yang didapatkan peneliti saat survei pendahuluan yakni Tukad Korea : Taman Pancing : Waduk adalah 6:9:5, dengan jumlah responden total 40 orang dan 20 sampel ikan. Karena pemancing ikan pada umumnya adalah pria, maka responden wanita dipilih dari anggota keluarga responden pria yang juga mengkonsumsi ikan hasil tangkapan dari Tukad Badung. Setelah sampel ikan terkumpulkan, dilakukan pengujian laboratorium untuk melihat kadar logam berat Pb dan Cd yang terkandung dalam daging ikan. Pengujian dilakukan di 3 lokasi yaitu Laboratorium e-mail korespondensi : [email protected]

PSKM FK Unud (tahap preparasi), Laboratorium Analitik Universitas Udayana (Destruksi Basah), dan Laboratorium Forensik Denpasar (Pembacaan logam berat dengan AAS). Pemeriksaan menggunakan SNI 2354.5:2011 tentang Penentuan Kadar Logam Berat pada Produk Perikanan. Setelah itu dilakukan perhitungan risiko kesehatan dengan menghitung nilai EDI, THQ, HI dan TR.

1.


Estimated Daily Intake of Metals (EDI)

Estimated Daily Intake (EDI) adalah

perkiraan asupan suatu cemaran dalam tubuh manusia melalui konsumsi makanan setiap harinya (Purbonegoro, 2020). EDI diukur dalam (mg/ kg berat badan/ hari). EDI dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Javed & Usmani, 2016).

{Mc × IR)

EDl = n n-

Bw x 10 3

Keterangan:

EDI   :  Estimated Daily Intake (Intake

harian logam) (mg/kg/hari)

IR   :  Kecepatan      pencernaan

(ingestion rate) konsumsi ikan pada orang dewasa (19,5 × 10-3 kg/ hari)

Bw   :  Berat badan manusia (kg)

Mc   :  Konsentrasi logam  dalam

otot ikan (mg/ kg)

10-3   :  Faktor konversi

Jika rasio EDI logam berat terhadap RfD-nya sama atau kurang dari RfD itu sendiri, maka risiko logam berat tersebut terhadap kesehatan adalah minimal. Apabila EDI > 1–5 kali RfD logam itu sendiri, maka risikonya rendah. Jika EDI > 5–10 kali RfD logam itu sendiri maka

risikonya sedang, dan jika EDI > 10 kali RfD maka risikonya tergolong tinggi (Javed & Usmani, 2016).

  • 2.    Nilai bahaya target (target hazard quotients)

THQ merupakan perkiraan tingkat risiko non karsinogenik akibat paparan polutan (Javed & Usmani, 2016).

_ (EF x ED x IR x Mc x IO*3) m® (Rfd x Bw x ATn)

Keterangan:

THQ   : Target Hazard Quotient

EF     : (exposure frequency)     waktu

pemaparan

Bw : : Berat badan manusia (kg)

ED     : (exposure     duration)     durasi

pemaparan, disetarakan rata-rata umur manusia (70 tahun)

IR     : Kecepatan pencernaan (ingestion

rate) konsumsi ikan pada orang dewasa (19,5 × 10-3 kg/ hari)

ATn :  (averaging exposure time for noncarcinogens)    rata-rata waktu

pemaparan (EF xED)

Mc    : Konsentrasi logam dalam otot

ikan (mg/ kg berat kering)

10-3     : faktor konversi

RfD : (oral reference dose) nilai perkiraan maksimum harian bahan kimia tertentu yang tidak menimbulkan risiko kesehatan (mg/kg/hari).

Nilai THQ yang dianjurkan adalah < 1, apabila nilai THQ tersebut diatas 1 maka suatu jenis logam berat dapat dikatakan memiliki risiko menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan (dengan sifat non karsinogenik) (Javed & Usmani, 2016).

  • 3.    Hazard Index (Index bahaya)

Total Hazard Index (HI) bertujuan e-mail korespondensi : [email protected]

untuk mengevaluasi kemungkinan dampak buruk yang ditimbulkan oleh gabungan beberapa jenis logam akibat mengonsumsi makanan yang tercemar. Perhitungan HI dilakukan dengan menjumlahkan semua nilai THQ dari masing-masing logam yang dianalisa (Yap, Cheng, Karami, & Ismail, 2016). Adapun rumus menghitung HI adalah sebagai berikut.

n

HI = ^THQi t = l

Nilai HI yang disarankan yaitu < 1 sehingga dapat diartikan bahwa ada dampak terhadap kesehatan bagi konsumsi ikan jika nilai HI > 1 (Us-Epa, 2000).

  • 4.    Target Cancer Risk (TR)

Target Cancer Risk (TR) digunakan untuk menunjukkan risiko karsinogenik (Javed & Usmani, 2016). Nilai standar untuk TR adalah ≤ 1 x 10-6. Jika hasil

perhitungan TR melebihi nilai standar, maka terdapat risiko karsinogen (Us-Epa, 2007). TR dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

EFx ED x IRx Mc x CSF xlθ-3 j*β _ _____________________________ BwxATc

Keterangan:

TR   :  Target Resiko Kanker

EF   :  (exposure time) waktu pemaparan

ED : durasi pemaparan   (exposure

duration),  disetarakan rata-rata

umur manusia (70 tahun)

IR : Kecepatan pencernaan (ingestion rate) konsumsi ikan pada orang dewasa (19,5 × 10-3 kg/ hari)

Mc : Konsentrasi logam berat pada makanan (mg/ kg berat basah)

CSF : Cancer slope factor (mg/kg per hari) Bw : Berat badan manusia (kg)

10-3   : faktor konversi

ATc : rata-rata waktu pemaparan (EF × ED)

Responden dalam penelitian ini adalah 20 pria dan 20 wanita yang mengonsumsi ikan dari Tukad Badung.

HASIL

1. Karakteristik Responden


Tabel 1. Karakteristik Responden

No

Karakteristik

Pria

Wanita

F (N=20)

(%)

Mean ± SD

F (N=20)

(%)

Mean ± SD

1

Lokasi

-  Tukad Korea

6

30,00

-

6

30,00

-

-  Taman Pancing

9

45,00

-

9

45,00

-

-  Waduk

5

25,00

-

5

25,00

-

2

Umur

-

-

31,8 ±

-

-

31,3 ±

9,72

10,10

3

Pendidikan

Terakhir

-  SD

2

10,00

-

4

20,00

-

-  SLTP

5

25,00

-

5

25,00

-

-  SLTA

13

65,00

-

11

55,00

-

4

Pekerjaan

-  Tidak Bekerja

1

5,00

-

4

20,00

-

-  IRT

0

0,00

-

9

45,00

-  Pegawai Swasta

9

45,00

-

4

20,00

-

- Wiraswasta

3

15,00

-

2

10,00

-

-  Nelayan

1

5,00

-

0

0,00

-

-  Lainnya

6

30,00

-

1

5,00

-

5

Berat Badan (kg)

-  Responden yang

8

40,00

62,5 ±

8

40,00

58,375 ±

mengonsumsi

Mujair

13,93

9,99

-  Responden yang

12

60,00

65,5 ±

12

60,00

58,92 ±

mengonsumsi Nila

15,97

8,32

6

Tinggi Badan (cm)

-  Responden yang

8

40,00

168,5 ±

8

40,00

157,5 ±

mengonsumsi

Mujair

10,89

3,78

-  Responden yang

12

60,00

168,00 ±

12

60,00

157,58 ±

mengonsumsi Nila

4,51

3,85

7

Status Perkawinan

-  Belum Kawin

9

45,00

-

8

40,00

-

-  Kawin

11

55,00

-

12

60,00

-


Pada tabel tersebut dijelaskan 7 karakteristik responden yakni dilihat dari lokasi, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, dan status perkawinan. Dilihat dari lokasinya, responden dipilih berdasarkan proporsi jumlah pemancing dari 3 lokasi yakni taman pancing, tukad korea, dan waduk muara Tukad Badung, yakni 9:6:5. Proporsi tersebut didapatkan dari observasi peneliti pada kegiatan survei pendahuluan. Sehingga mendapatkan 6 pria dan 6 wanita dari Tukad Korea, 9 pria dan 9 pria dari Taman Pancing, dan 5 pria dan 5 wanita dari Waduk Muara Tukad Badung. Apabila dilihat dari umur responden, diperoleh rerata umur responden pria adalah 31,8 dengan standar deviasi sebesar 9,72. Sedangkan untuk responden wanita, memiliki rerata umur 31,3 dengan standar deviasi 10,10. Nilai minimal dari umur responden pria adalah 20 tahun, dan nilai maksimalnya adalah 53 tahun. Untuk responden wanita, memiliki nilai minimal umur 20 tahun & maksimal umur 50 tahun.

Dilihat dari Pendidikan terakhir yang ditamatkan, 2 pria dan 4 wanita merupakan lulusan SD, 5 pria dan 5 wanita merupakan lulusan SLTP, serta 13 pria dan 11 wanita merupakan lulusan SLTA. Berdasarkan pekerjaannya, 1 pria dan 4 wanita tidak bekerja, 9 wanita merupakan Ibu Rumah Tangga, 9 pria dan 4 wanita merupakan pegawai swasta, 3 pria dan 2 wanita merupakan wiraswasta, 1 pria berprofesi sebagai nelayan, serta 6 pria dan 1 wanita memiliki pekerjaan lainnya. Untuk responden pria, 1 orang bekerja serabutan dan 5 orang yang bekerja sebagai buruh bangunan. Sedangkan 1 responden wanita e-mail korespondensi : [email protected]

yang memilih opsi “Lainnya” merupakan seorang buruh bangunan.

Dilihat dari berat badan, pria yang mengonsumsi ikan mujair memiliki rerata berat badan 62,5 kg dengan standar deviasi 13,93. Sedangkan pria yang mengonsumsi ikan nila memiliki rerata berat badan 65,5 kg dengan standar deviasi 15,97. Untuk wanita yang mengonsumsi Ikan mujair memiliki rerata berat badan 58,375 kg dan standar deviasi 9,99. Sementara wanita yang mengonsumsi ikan nila memiliki rerata berat badan 58,92 kg dengan standar deviasi 8,32. Ditinjau dari tinggi badan, pria yang mengonsumsi ikan mujair memiliki rerata 168,5 cm dengan standar deviasi 10,89. Sedangkan pria yang mengonsumsi ikan nila memiliki rerata tinggi badan 168 cm dengan standar deviasi 4,51. Wanita yang mengonsumsi ikan mujair memiliki rerata tinggi badan 157,5 cm dengan standar deviasi 3,78. Sementara wanita yang mengonsumsi ikan nila memiliki rerata tinggi badan 157,58 cm dengan standar deviasi 3,85. Karakteristik terakhir adalah status perkawinan dimana 9 pria dan 8 wanita berstatus belum kawin, sedangkan 11 pria dan 12 wanita berstatus kawin.

Gambaran perilaku responden dalam menangkap ikan pada penelitian ini, disajikan dalam tabel 2 berikut ini. Pada tabel tersebut, dijelaskan terdapat 5 indikator untuk melihat perilaku menangkap ikan yakni jenis ikan, panjang dan berat ikan, cara menangkap ikan, cara menyimpan ikan, serta tujuan dalam menangkap ikan.

Tabel 2. Perilaku Menangkap Ikan

No

Indikator

Pria

Wanita

F (N=20)

%

Mean ± SD

F (N=20)

%

Mean ± SD

1

Jenis Ikan

- Mujair

8

40

-

8

40

-

- Nila

12

60

-

12

60

-

2

Cara Menangkap

- Jala

1

5

-

1

5

-

- Pancing

19

95

-

19

95

-

3

Panjang dan Berat Ikan

Mujair

8

40

-

8

40

-

- Panjang Ikan (cm)

-

-

16,50 ± 3,42

-

-

16,5 ± 3,42

- Berat ikan (gram)

115 ± 66,55

-

-

115 ± 66,55

Nila

12

60

-

12

60

-

- Panjang Ikan (cm)

-

-

16,50 ± 2,42

-

-

16,5 ± 2,42

- Berat Ikan (gram)

-

-

110 ± 46,32

-

-

110 ± 46,32

4

Cara Menyimpan

- Diikat

20

100

-

20

100

-

5

Tujuan

- Dikonsumsi dan

1

5

-

1

5

-

Dijual

- Dikonsumsi saja

10

50

-

11

55

-

- Dikonsumsi dan

9

45

-

8

40

-

Hiburan/ hobi


Responden menangkap 2 jenis ikan yakni ikan mujair dan ikan nila. Dimana 8 pria dan 8 wanita menangkap Ikan mujair, sedangkan 12 pria dan 12 wanita menangkap ikan nila. Panjang Ikan mujair yang ditangkap responden pria dan wanita memiliki rerata 16,5 cm dengan standar deviasi 3,42. Panjang Ikan nila yang e-mail korespondensi : [email protected]

ditangkap oleh responden pria dan wanita memiliki rerata 16,5 cm dengan standar deviasi 2,42. Berat ikan mujair yang ditangkap oleh responden pria dan wanita memiliki rerata 115 gram dengan standar deviasi 66,55. Sedangkan berat Ikan nila yang ditangkap responden pria dan wanita adalah 110 gram dengan standar deviasi

  • 46 ,32. Dilihat dari cara menangkap ikan, 1     menangkap ikan, 1 pria dan 1 wanita

pria dan 1 wanita menggunakan jala,     menyatakan ikan dikonsumsi dan dijual, 10

sedangkan 19 pria dan 19 wanita     pria dan 11 wanita menyatakan ikan

menggunakan pancing. Berdasarkan cara     ditangkap untuk dikonsumsi saja, 9 pria

menyimpan ikan, seluruh responden    dan 8 wanita menangkap ikan untuk

membawa ikan dari sungai ke rumah    dikonsumsi dan hiburan/hobi.

dengan cara diikat. Dilihat dari tujuan

Tabel 3. Perilaku Konsumsi Ikan Mujair dan Nila Pada Responden Pria

No

Indikator                Mujair                   Nila

F (N=8)   (%)   Mean     F     (%)   Mean

± SD   (N=12)         ± SD

1

Jumlah ikan sekali            -        -     1,875 ±      -        -     1,83 ±

konsumsi (ekor)                            0,99                      1,19

2

Jumlah konsumsi dalam     -       -     2,5 ±      -       -     4,25 ±

seminggu (kali)                              2,14                      2,67

3

Cara Mengolah Ikan

  • - Digoreng saja               5      62,50     -        11     91,67     -

  • - Digoreng dan dikukus     1      12,50     -        0       0       -

  • - Digoreng dan direbus      1      12,50     -        1      8,33      -

  • - Digoreng dan asam        1     12,50     -        0       0       -

manis

Tabel 4. Perilaku Konsumsi Ikan mujair dan Nila Pada Responden Wanita

No

Indikator                Mujair                   Nila

F (N=8)   (%)   Mean     F     (%)   Mean

± SD   (N=12)         ± SD

1

Jumlah ikan sekali          -        -    1,875 ±     -        -     1,83 ±

konsumsi (ekor)                           0,99                      1,19

2

Jumlah konsumsi          -       -    1,375 ±     -       -     3,75 ±

dalam seminggu (kali)                     0,74                     2,93

3

Cara Mengolah Ikan

Digoreng saja               5      62,50     -        11     91,67     -

Digoreng dan dikukus      1     12,50     -        0       0       -

Digoreng dan direbus       1      12,50     -        1      8,33      -

Digoreng dan asam        1     12,50     -        0       0       -

manis

Pada tabel 3, terdapat 3 indikator untuk melihat perilaku konsumsi ikan mujair dan nila pada Responden Pria. Dilihat dari jumlah ikan yang dikonsumsi, responden pria yang mengonsumsi ikan e-mail korespondensi : [email protected]

mujair memiliki rerata sekali konsumsi 1,875 ekor dengan standar deviasi 0,99. Sedangkan untuk pria yang mengonsumsi ikan nila, memiliki rerata sekali konsumsi 1,83 ekor dengan standar deviasi 1,19.

Dilihat dari jumlah konsumsi ikan dalam satu minggu, pada pria yang mengonsumsi Ikan mujair, memiliki rerata konsumsi 2,5 kali seminggu dengan standar deviasi 2,14. Sedangkan untuk pria yang mengonsumsi Ikan nila, memiliki rerata 4,25 kali seminggu dan standar deviasi 2,67.

Ditinjau dari cara mengolah ikan, 5 pria yang mengonsumsi ikan mujair dan 11 pria yang mengonsumsi ikan nila mengolah ikan dengan digoreng saja, 1 pria yang mengonsumsi ikan mujair mengolah ikan dengan digoreng dan dikukus, 1 pria yang mengonsumsi ikan mujair dan 1 pria yang mengonsumsi ikan nila mengolah ikan dengan digoreng dan direbus, serta 1 pria yang mengonsumsi ikan mujair mengolah ikan dengan digoreng dan diolah asam manis.

Pada tabel 4, terdapat 3 indikator untuk melihat perilaku konsumsi ikan mujair dan ikan nila pada responden wanita. Dilihat dari jumlah ikan yang dikonsumsi, wanita yang mengonsumsi Ikan mujair memiliki rerata sekali konsumsi 1,875 ekor dengan standar deviasi 0,99. Sedangkan untuk wanita yang mengonsumsi ikan nila, memiliki rerata sekali konsumsi 1,83 ekor dengan standar

deviasi 1,19. Dilihat dari jumlah konsumsi ikan dalam satu minggu, pada wanita yang mengonsumsi ikan mujair, memiliki rerata konsumsi 1,375 kali seminggu dengan standar deviasi 0,74. Sedangkan untuk wanita yang mengonsumsi Ikan nila, rerata 3,75 kali seminggu dan standar deviasi 2,93.

Ditinjau dari cara mengolah ikan, 5 wanita yang mengonsumsi ikan mujair dan 11 wanita yang mengonsumsi ikan nila mengolah ikan dengan digoreng saja, 1 wanita yang mengonsumsi ikan mujair mengolah ikan dengan digoreng dan dikukus, 1 wanita yang mengonsumsi Ikan mujair dan 1 wanita yang mengonsumsi Ikan nila mengolah ikan dengan digoreng dan direbus, serta 1 wanita yang mengonsumsi ikan mujair mengolah ikan dengan digoreng dan diolah asam manis.

  • 2.    Hasil Uji Logam Berat Pb dan Cd pada Ikan

Hasil uji kandungan logam berat Pb dan Cd dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) pada sampel ikan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 5. Hasil Uji Logam Berat Pb dan Cd Pada Ikan dengan Metode AAS

Jenis       Lokasi       Kode

Ikan                  Sampel

Konsenterasi Logam (ppm)

Pb                  Cd

Mujair   Tukad Korea     IV

0,1104         tidak terdeteksi

Taman Pancing    VI

VII

VIII

0,3139*#          tidak terdeteksi

0,1267         tidak terdeteksi

0,2804*         tidak terdeteksi

Waduk       XI

XII

0,3191*#          tidak terdeteksi

0,1753         tidak terdeteksi

XIII

0,5012*#          tidak terdeteksi

XVIII

0,2043*

tidak terdeteksi

Mean ± SD

0,2539125* ± 0,13

-

Nila

Tukad Korea     IX

0,1422

tidak terdeteksi

X

0,0994

tidak terdeteksi

XIV

0,3426*#

tidak terdeteksi

XV

0,1279

tidak terdeteksi

XVI

0,2868*

tidak terdeteksi

Taman Pancing     I

0,324*#

tidak terdeteksi

II

0,3101*#

tidak terdeteksi

III

0,4462*#

tidak terdeteksi

V

0,1589

tidak terdeteksi

XIX

0,4028*#

tidak terdeteksi

XX

0,0928

tidak terdeteksi

Waduk      XVII

0,1912

tidak terdeteksi

Mean ± SD

0,243742*± 0,12

-

Standar

Satuan

Keterangan

Peraturan BPOM No. 23 Tahun 2017   0,2 mg/kg (ppm)          * = melebihi

SNI 7387:2009             0,3 mg/kg (ppm)           # = melebihi

Berdasarkan hasil pemeriksaan,     I, II, III, XIV, dan XIX melebihi standar

terlihat bahwa tidak ditemukan logam kadmium dalam seluruh sampel (konsenterasi tidak terdeteksi). Sedangkan terdapat beberapa sampel yang memiliki konsenterasi logam Pb diatas batas maksimal logam Pb pada ikan yang diatur dalam Peraturan BPOM No. 23 Tahun 2017,

serta batas cemaran logam berat pada makanan yang diatur dalam SNI 7387:2009. Sampel ikan mujair yang melebihi standar dari BPOM adalah nomor VIII dan XVIII, sedangkan yang melebihi standar BPOM dan SNI adalah nomor VI, XI, dan XIII. Rerata dari logam berat Pb pada ikan mujair adalah 0,25 ppm dengan standar deviasi 0,13. Nilai rerata ini melebihi standar dari BPOM yakni maksimal 0,20 ppm (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2017). Sedangkan untuk ikan nila, sampel nomor XVI melebihi standar yang ditetapkan oleh BPOM, serta sampel nomor

BPOM dan SNI. Rerata kadar logam berat Pb pada Ikan nila adalah 0,24 ppm dengan standar deviasi 0,12. Rerata ini melebihi standar BPOM yakni maksimal 0,20 ppm (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2017). Kadar timbal kedua jenis ikan tersebut masih dibawah batas aman SNI

yakni 0,30 ppm (Badan Standardisasi Nasional, 2009).

  • 3.    Analisis Risiko Kesehatan

Analisis risiko kesehatan dilakukan dengan menghitung Estimated Daily Intake (EDI), Target Hazard Quotient (THQ), Hazard Index (HI), dan Target cancer Risk (TR). Hal ini dilakukan guna mengetahui tingkat risiko yang diakibatkan oleh konsumsi ikan yang mengandung logam berat. Perhitungan ini dilakukan kepada 4 kategori yakni responden pria yang mengonsumsi Ikan mujair, responden wanita yang mengonsumsi Ikan mujair,

responden pria yang mengonsumsi Ikan nila, dan responden wanita yang mengonsumsi ikan nila. Dikarenakan dalam sampel daging ikan yang diperiksa

tidak terdeteksi adanya logam kadmium (Cd), maka perhitungan risiko kesehatan hanya dilakukan untuk logam timbal (Pb).

Tabel 6. Perhitungan Risiko Kesehatan

Kategori

Pria Mujair

Wanita Mujair

Pria Nila

Wanita Nila

Mc (mg/kg)

0,2539125

0,2539125

0,243742

0,243742

IR

0,0195

0,0195

0,0195

0,0195

BW

62,5

58,375

65,5

58,92

f konversi

0,001

0,001

0,001

0,001

EF

130

71,5

221

195

ED

70

70

70

70

Rfd

0,0035

0,0035

0,0035

0,0035

Atn-Atc

9100

5005

15470

13650

CSF

0,0085

0,0085

0,0085

0,0085

EDI

0,004951294

0,004951294

0,004752969

0,004753

THQ

0,0625

0,058375

0,0655

0,05892

TR

0,045056773

0,024781225

0,07352843

0,064878

DISKUSI

Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Pada Ikan yang Ditangkap di Tukad Badung

Akumulasi logam berat pada ikan air tawar dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya faktor behavioral ikan yakni kebiasaan makan atau perilaku mencari makan, faktor biologis seperti status trofik dalam piramida makanan, proses detoksifikasi metal dalam tubuh ikan, laju metabolisme hewan, kemampuan adaptasi dan kerentanan ikan terhadap muatan logam berat. Serta faktor lingkungan seperti sumber logam, jarak organisme dari sumber kontaminasi di lingkungan, biomagnifikasi, ketersediaan makanan, suhu, sifat fisik dan kimia air, dan perubahan musim (Squadrone et al.,

2013). Kadar logam berat yang terakumulasi dalam tubuh ikan tidaklah sama di setiap organ. Terdapat organ-organ yang memiliki kecenderungan mengakumulasi logam berat lebih banyak dibandingkan organ yang lain. Akumulasi logam timbal (Pb) pada ikan air tawar (ikan tilapia) mengikuti urutan dari tinggi ke rendah yakni pada organ ginjal> insang> hati> otot. Sedangkan akumulasi logam kadmium (Cd) pada tubuh ikan air tawar (ikan tilapia) mengikuti urutan dari tinggi ke rendah yakni pada organ hati> insang> ginjal> otot (Abdel-Baki dkk, 2011). Kandungan logam berat yang diperiksa pada penelitian ini adalah pada otot/ daging ikan, dengan pertimbangan bahwa daging ikan merupakan bagian yang umum dikonsumsi oleh manusia. Dengan otot/ daging ikan juga, perhitungan analisis

Arc. Com. Health • April 2022 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 risiko kesehatan dapat dilakukan (Javed & Usmani, 2016).

  • a.    Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Ikan yang Ditangkap di Tukad Badung

Berdasarkan hasil pemeriksaan, terdapat beberapa sampel yang memiliki konsenterasi logam Pb diatas batas maksimal yang diatur dalam Peraturan BPOM No. 23 Tahun 2017 (0,20 ppm), serta batas cemaran logam berat pada makanan yang diatur dalam SNI 7387:2009 (0,30

ppm). Terdapat total 3 sampel ikan yang melebihi standar dari BPOM, sedangkan terdapat 8 sampel yang melebihi standar BPOM dan SNI. Adapun rerata dari logam berat Pb pada ikan mujair adalah 0,25 ppm dengan standar deviasi 0,13. Rerata kadar logam berat Pb pada ikan nila adalah 0,24 ppm dengan standar deviasi 0,12. Rerata ini melebihi standar BPOM yakni 0,20 ppm.

Logam Pb yang ditemukan pada ikan mujair maupun ikan nila yang ditangkap di Tukad Badung dapat berasal dari air ataupun organisme air yang lebih kecil (makanan Ikan mujair dan Nila) yang terkontaminasi oleh timbal. Sumber utama pencemaran logam berat timbal pada lingkungan sungai Tukad Badung adalah terdapatnya industri tekstil yang membuang limbah pewarna tekstil secara langsung (tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu) ke dalam aliran sungai. Pada daerah hulu sungai juga terdapat daerah pertanian dan peternakan, serta sepanjang sungai terdapat bengkel, laundry, pasar, rumah sakit, industri pangan dan kerajinan serta perkantoran. Selain itu, terdapat akses secara langsung dari fasilitas MCK warga menuju air e-mail korespondensi : [email protected]

sungai. Dimana segala aktivitas tersebut menghasilkan limbah yang secara langsung dan tidak langsung membebani air Tukad Badung yang akan mempengaruhi kondisi dan fungsi perairan Tukad Badung kedepannya. (Mahendra et al., 2015). Diketahui logam timbal banyak ditemukan dalam cat/pewarna (termasuk limbah pewarna tekstil) yang tentu sangat berbahaya apabila dibuang secara lagsung ke badan air (Verma & Dwivedi, 2013). Dalam industri tekstil, logam timbal digunakan sebagai campuran pewarna, yaitu warna putih dari timbal putih [Pb(OH)2.2PbCO3] dan warna merah dari timbal merah (Pb3O4). Pb ini akan terakumulasi sebagai limbah cair dari industri tekstil tersebut (Latifah, Ernia, Yulianto, & Pramono, 2014).

Perpindahan logam berat dari lingkungan ke dalam tubuh ikan, melalui proses ingesti ataupun dapat melalui kontak langsung dengan air yang tercemar tersebut. Masuknya logam berat ke tubuh ikan secara terus menerus yang tidak diimbangi kemampuan detoksifikasi dan laju metabolisme ikan menimbulkan penumpukan logam pada jaringan ikan, termasuk pada otot/ daging ikan. Proses ini disebut bioakumulasi. Selain air, kemungkinan ikan mujair dan ikan nila mendapatkan logam timbal dari makanan ikan tersebut yang juga terkontaminasi oleh logam timbal (Lee et al., 2019).

  • b.    Kadar Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Ikan yang Ditangkap di Tukad Badung

Berdasarkan hasil pemeriksaan, tidak ditemukan logam kadmium dalam seluruh sampel (konsenterasi tidak terdeteksi).

Tidak terdeteksinya logam kadmium bukan berarti daging ikan tidak mengandung logam ini, namun kandungan kadmium dalam daging ikan memiliki konsenterasi dibawah kemampuan larutan standar dan mesin AAS. Sehingga diasumsikan bahwa kadar logam kadmium tidak terdeteksi dalam daging ikan.

Estimated Daily Intake, Target Hazard Quotients, Hazard Index, Target Cancer Risk (TR) Pada Masyarakat yang Mengonsumsi Ikan yang Ditangkap dari Sungai Tukad Badung

  • a. Estimated Daily Intake (EDI)

Estimated Daily Intake (EDI) adalah perkiraan asupan suatu cemaran dalam tubuh manusia melalui konsumsi makanan setiap harinya. EDI diukur dalam (mg/kg berat badan/hari). Hasil perhitungan EDI dalam penelitian ini menunjukkan intake logam berat harian untuk timbal dari ikan tergolong sangat tinggi. Hal ini dikarenakan nilai EDI > 10 kali Rfd logam berat Pb. Nilai RfD untuk logam berat Pb adalah 3,5 x 10-3 mg/kg/hari dan Cd adalah 1 x 10-3 mg/kg/hari (Chukwuemeka & Hephzibah, 2018). Untuk logam Pb pada responden pria yang mengonsumsi ikan mujair memiliki EDI sebesar 7,9 x 10-2 mg/kg/hari, responden wanita yang mengonsumsi ikan mujair memiliki EDI yakni 8,5 x 10-2 mg/kg/hari, responden pria yang mengonsumsi ikan nila memiliki EDI sebesar 7,3 x 10-2 mg/kg/hari, dan responden wanita yang mengonsumsi ikan nila memiliki EDI sebesar 8,1 x 10-2 mg/kg/hari. Sedangkan nilai EDI untuk logam Cd tidak bisa dihitung karena kadar Cd pada ikan tidak terdeteksi.

Nilai EDI sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor tergantung yakni konsentrasi logam berat dalam otot ikan serta berat badan responden. Semakin besar konsentrasi logam dalam otot ikan, semakin besar pula nilai EDI. Sebaliknya semakin besar berat badan responden, semakin kecil nilai EDI. Sedangkan faktor lain yakni ingestion rate dibuat seragam mengingat seluruh responden adalah orang dewasa, dengan nilai 19,5 × 10-3 kg/hari (Javed & Usmani, 2016). Dengan kadar logam berat pada ikan yang diperiksa, pola konsumsi ikan dan berat badan responden saat ini, diketahui intake harian logam berat Pb yang dikonsumsi dari ikan yang ditangkap di Tukad Badung telah melebihi 10 kali nilai RfD logam Pb sehingga intake logam berat tersebut memiliki risiko berdampak buruk pada kesehatan dalam kategori tinggi (Javed & Usmani, 2016). b. Target Hazard Quotients (THQ)

Target Hazard Quotient (THQ) merupakan perkiraan tingkat risiko non karsinogenik akibat paparan polutan (Hosna-Ara, Kumar Mondal, Kumar Dhar, & Nazim Uddin, 2018). Hasil perhitungan THQ dalam penelitian ini menunjukkan risiko kesehatan non karsinogenik yang dapat ditimbulkan dari mengonsumsi ikan tergolong rendah. Hal ini dikarenakan nilai dari THQ < 1 (Javed & Usmani, 2016). Nilai THQ untuk logam berat Pb pada responden pria yang mengonsumsi ikan mujair memiliki THQ sebesar 2,26 x 10-5, responden wanita yang mengonsumsi ikan mujair memiliki THQ sebesar 2,42 x 10-5, responden pria yang mengonsumsi ikan nila memiliki yakni THQ 2,07 x 10-5, dan responden wanita yang mengonsumsi ikan

Arc. Com. Health • April 2022 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 nila memiliki THQ sebesar 2,31 x 10-5. Sedangkan THQ logam Cd tidak bisa dihitung karena nilai kadar logam dalam ikan yang diperiksa tidak terdeteksi.

Nilai THQ dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni durasi paparan (ED = 70 tahun), frekuensi paparan (EF), rata-rata waktu paparan (EF x 70 tahun), ingestion rate (19,5 x 10-3 kg/hari), Konsentrasi logam berat pada otot/daging ikan, nilai Rfd logam, dan berat badan (Javed & Usmani, 2016). Dengan kadar logam berat pada ikan yang diperiksa, responden yang tergolong kategori dewasa dengan rata-rata berat badan pria 62,5 kg - 65,5 kg dan wanita 58,375 kg – 58,92 kg masih mampu

mentoleransi logam berat yang masuk ke tubuhnya melalui konsumsi (oral/ingesti). Logam berat tersebut diekskresikan dari tubuh melalui saluran kemih serta organ pencernaan. Sehingga logam berat tersebut tidak disebarkan lebih lanjut ke seluruh tubuh oleh darah (Hu, 2002). Sehingga logam berat yang terkandung dalam daging ikan dapat menimbulkan risiko non karsinogenik yang rendah. c. Hazard Index (HI)

Hazard Index (HI) merupakan gabungan THQ dari beberapa logam berat yang dianalisis dari semua sampel sebagai evaluasi dari adanya kemungkinan risiko kesehatan yang timbul akibat kombinasi dari akumulasi berbagai jenis logam berat (Hosna-Ara et al., 2018). Untuk menilaian risiko dari beberapa logam berat sekaligus yang terkandung dalam ikan, perhitungan untuk HI dilakukan dengan cara menjumlahkan semua nilai THQ dari masing-masing logam yang dianalisa (Javed & Usmani, 2016). Dikarenakan e-mail korespondensi : [email protected]

logam yang dapat dianalisis hanyalah timbal (Pb), maka nilai HI tidak dapat dihitung.

  • d. Target Cancer Risk (TR)

Target Cancer Risk (TR) digunakan untuk menunjukkan risiko karsinogenik (Zhong et al., 2018). Berdasarkan hasil perhitungan TR yakni pada responden pria yang mengonsumsi ikan mujair memiliki TR sebesar 6,73 x 10-10, responden wanita yang mengonsumsi ikan mujair memiliki TR 7,21 x 10-10, responden pria yang mengonsumsi ikan nila memiliki TR sebesar 6,17 x 10-10, dan responden wanita yang mengonsumsi ikan nila memiliki TR 6,86 x 10-10. Nilai standar untuk TR adalah ≤ 1 x10-6 (Us-Epa, 2007). Seluruh nilai TR yang didapatkan masih berada dibawah nilai standar TR, sehingga dapat dikatakan ikan yang dikonsumsi dari Tukad Badung oleh responden menimbulkan risiko kesehatan khususnya risiko karsinogenik pada tingkat rendah.

Nilai TR sangat bergantung pada durasi paparan (70 tahun), frekuensi paparan (EF), rata-rata waktu paparan (EF x 70 tahun), ingestion rate (19,5 × 10-3 kg/hari), CSF (8,5 x 10-3 mg/kg/hari), berat badan responden, dan kadar logam berat dalam daging/otot ikan. Dengan nilai EF, berat badan, dan kadar logam berat pada daging/otot ikan yang diperiksa, tubuh responden masih mampu mentoleransi logam berat yang masuk ke dalam tubuhnya sejalan dengan proses metabolism tubuh responden. Logam berat tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui saluran pencernaan ataupun saluran kemih. Sehingga logam berat tersebut tidak disebarkan lebih lanjut ke seluruh tubuh

Arc. Com. Health • April 2022 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 oleh darah (Fu & Xi, 2020).

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah dalam pengambilan data hanya dilakukan pada 3 titik yakni di Tukad Korea, Taman Pancing, dan Waduk Muara Tukad Badung. Hasil penelitian akan lebih representatif apabila pengambilan sampel dilakukan pada titik yang lebih banyak dan ruas sungai yang lebih sempit.

SIMPULAN

Kadar logam berat timbal (Pb) yang terkandung pada ikan mujair yang ditangkap di Tukad Badung berkisar antara 0,1104 - 0,5012 ppm (rerata 0,2539125 ppm), dan pada ikan nila berkisar antara 0,0928 – 0,4462 ppm (rerata 0,243742 ppm). Rerata timbal pada kedua jenis ikan tersebut telah melebihi batas maksimal logam Pb pada ikan yang diatur dalam Peraturan BPOM No. 23 Tahun 2017. Sedangkan, logam berat kadmium (Cd) tidak terdeteksi dalam ikan yang diperiksa.

Estimated daily intake (EDI) untuk logam Pb pada responden pria yang mengonsumsi ikan mujair adalah sebesar 7,9 x 10-2 mg/kg/hari, responden wanita yang mengonsumsi ikan mujair memiliki EDI sebesar 8,5 x 10-2 mg/kg/hari, responden pria yang mengonsumsi ikan nila memiliki EDI sebesar 7,3 x 10-2 mg/kg/hari, dan responden wanita yang mengonsumsi ikan nila memiliki EDI sebesar 8,1x10-2 mg/kg/hari. Maka dapat dikatakan intake harian dari logam berat Pb pada ikan yang dikonsumsi responden, menimbulkan risiko kesehatan yang tinggi. Sedangkan nilai EDI untuk Cd tidak bisa

dihitung karena tidak terdeteksi pada ikan.

Target Hazard Quotients (THQ) untuk logam Pb pada responden pria yang mengonsumsi ikan mujair adalah sebesar 2,26x10-5, responden wanita yang mengonsumsi ikan mujair adalah sebesar 2,42x10-5, responden pria yang mengonsumsi ikan nila memiliki THQ 2,07x10-5, dan responden wanita yang mengonsumsi ikan nila memiliki THQ 2,31x10-5. Dapat dikatakan kadar logam berat Pb pada ikan yang dikonsumsi responden dengan pola makan saat ini, menimbulkan risiko kesehatan non karsinogenik dalam tingkat rendah. Sedangkan THQ logam Cd tidak bisa dihitung karena nilai kadar logam dalam ikan yang diperiksa tidak terdeteksi. Hazard Index (HI) tidak dapat dihitung karena hanya logam Pb yang terdeteksi.

Target cancer Risk (TR) pada masyarakat yang mengonsumsi ikan yang ditangkap dari Tukad Badung yakni pada responden pria yang mengonsumsi ikan mujair memiliki TR sebesar 6,73 x 10-10, responden wanita yang mengonsumsi ikan mujair memiliki TR 7,21 x 10-10, responden pria yang mengonsumsi ikan nila memiliki TR sebesar 6,17 x 10-10, dan responden wanita yang mengonsumsi ikan nila memiliki TR 6,86 x 10-10. Sehingga dapat dikatakan risiko karsinogenik dari mengonsumsi logam Pb yang berasal dari ikan yang ditangkap di Tukad Badung tergolong rendah. Sedangkan TR logam Cd tidak bisa dihitung karena tidak terdeteksi dalam ikan yang diperiksa.

SARAN

Pemancing sebaiknya mengurangi konsumsi ikan mujair maupun nila dari Tukad Badung dikarenakan intake harian logam berat Pb sudah melebihi standar dosis referensi. Selain itu perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai logam berat yang terkandung dalam ikan dengan jenis lainnya serta dengan pengambilan sampel dilakukan pada titik yang lebih banyak dan ruas sungai yang lebih sempit.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pemancing ikan di sepanjang Tukad Badung dan keluarga, staff Laboratorium    Analitik    Universitas

Udayana, staff Laboratorium Forensik Denpasar, atas partisipasi dan perannya dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Baki, A. S., Dkhil, M. A.,  &

Al-Quraishy,         S.         (2011).

Bioaccumulation of some heavy metals in tilapia fish relevant to their concentration in water and sediment of Wadi Hanifah, Saudi Arabia. African Journal of   Biotechnology,   10(13),

2541–2547.       Diambil       dari

https://doi.org/10.5897/AJB10.1772

Agustina, T. (2014). Kontaminasi Logam Berat Pada Makanan Dan Dampaknya Pada Kesehatan. Teknobuga, 1(1), 53–65. Diambil dari https://doi.org/10.15294/ teknobuga.v1i1.6405

Ahyar, Bengen, D. G., & Wardiatno, Y.

  • (2017) . Sebaran dan Bioakumulasi Logam Berat Pb dan Cd pada Bivalvia Anadara nodifera, Meretrix lyrata, dan Solen lamarckii di Perairan Pesisir Selat Madura Bagian Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan  Tropis,  9(2),

631–643. Diambil dari https://doi.org/ 10.29244/jitkt.v9i2.19297

Badan Pengawas Obat dan Makanan. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Olahan, PerBPOM Nomor 23 tahun 2017.  (2017).

Indonesia.       Diambil       dari

http://standarpangan.pom.go.id

Badan Standardisasi Nasional. (2009). SNI 7387:2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan, 17.

Chukwuemeka, P. I. K., & Hephzibah, N. U. (2018). Potential Health Risk from Heavy Metals via Consumption of Leafy Vegetables in the Vicinity of Warri Refining and Petrochemical Company, Delta State, Nigeria. Annals of Biological Sciences,  6(2),  31–38.

Diambil     dari     https://doi.org/

10.21767/2348-1927.1000119

Dinas Pariwisata Kota Denpasar. (2018). Tukad Badung. Diambil 2 Januari 2021, dari    https://denpasartourism.com/

destination/tukad-badung

Fu, Z., & Xi, S. (2020). The effects of heavy metals on human metabolism. Toxicology Mechanisms and Methods, 30(3),    167–176. Diambil dari

https://doi.org/10.1080/15376516.2019. 1701594

Gubernur Bali. Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup (2016). Indonesia.

Hosna-Ara, M., Kumar Mondal, U., Kumar Dhar, P., & Nazim Uddin, M. (2018). Presence of Heavy Metals in Vegetables Collected from Jashore, Bangladesh:  Human  Health Risk

Assessment. Journal of Chemical Health Risks,  8(4),  277–287.  Diambil dari

https://doi.org/10.22034/jchr.2018.5447 10Hu, H. (2002). Human Health and

Heavy Metals Exposure. In M. McCally (Ed.), Life Support: The Environment and Human Health (I, hal. 1–12). London: MIT Press.

Javed, M.,  & Usmani, N. (2016).

Accumulation of Heavy Metals and Human Health Risk Assessment Via The Consumption of Freshwater Fish Mastacembelus armatus Inhabiting, Thermal Power Plant Effluent Loaded Canal. SpringerPlus, 5(1). Diambil dari https://doi.org/10.1186/s40064-016-247 1-3

Latifah, R. N., Ernia, R., Yulianto, E. R., & Pramono, E. (2014). Pemanfaatan α – Keratin Bulu Ayam Sebagai Adsorpsi Ion Pb Dalam Limbah Tekstil. ALCHEMY jurnal penelitian kimia, 10(1), 11–21.

Lee, J. W., Choi, H., Hwang, U. K., Kang, J. C., Kang, Y. J., Kim, K. Il, & Kim, J. H. (2019). Toxic effects of lead exposure on bioaccumulation, oxidative stress, neurotoxicity, and immune responses in fish: A review. Environmental Toxicology     and     Pharmacology,

68(October 2018), 101–108. Diambil

dari https://doi.org/10.1016/j.etap.2019. 03.010

Mahendra, M. S., Suyasa, I. W. B., Nuarsa, I. W., Asy-syakur, A. R., & Ernawari, N. M. (2015). Kajian Kualitas Perairan Tukad Badung di Kota Denpasar Bali.

Mardani, N. P. S., Restu, I. W., & Sari, A. H. W. (2018). Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Pada Badan Air dan Ikan di Perairan Teluk Benoa, Bali. Current Trends in Aquatic Science, 1(1), 106–113.

Purbonegoro, T. (2020). Kajian Risiko Kesehatan Manusia Terkait Konsumsi Makanan Laut (Seafood) yang Tercemar Logam. Oseana, 45(2), 31–39. Diambil dari https://doi.org/10.14203/ oseana.2020.Vol.45No.2.87

Squadrone, S., Prearo, M., Brizio, P., e-mail korespondensi : [email protected]

Gavinelli, S., Pellegrino, M., Scanzio, T., Abete, M. C. (2013). Heavy metals distribution in muscle, liver, kidney and gill of European catfish (Silurus glanis) from Italian Rivers. Chemosphere, 90(2), 358–365. Diambil dari     https://doi.org/     10.1016/

j.chemosphere.2012.07.028

Us-Epa. (2000). Guidance for assessing

chemical contaminant data for use in fish advisories,  volume 2:  Risk

assessment and  fish consumption

limits, 3rd edition. United States Environmental Protection Agency, Washington, DC, 1(4305), 823-B-00–008.

Us-Epa. (2007). Framework for Metal Risk Assessment. Washington DC: Us-Epa.

Verma, R., & Dwivedi, P. (2013). Heavy metal water pollution-A case study. Recent Research in Science and Technology, 5(5), 98–99.

Wijayanti, N., Siaka, I. M., & Widihati, I. A.

G. (2015). Spesiasi dan Bioavailabilitas Logam Berat Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) Dalam Sedimen Sungai Tukad Badung. Jurnal Kimia, 9(2), 211–216. Diambil dari https://doi.org/ 10.24843/JCHEM.2015.v09.i02.p11

Yap, C. K., Cheng, W. H., Karami, A., & Ismail, A. (2016). Health risk assessments of heavy metal exposure via consumption of marine mussels collected from anthropogenic sites. Science of the Total Environment, 553, 285–296. Diambil dari https://doi.org/ 10.1016/j.scitotenv.2016.02.092

Zhong, W., Zhang, Y., Wu, Z., Yang, R., Chen, X., Yang, J., & Zhu, L. (2018). Health risk assessment of heavy metals in freshwater fish in the central and eastern North China. Ecotoxicology and Environmental Safety, 157, 343–349. Diambil dari https://doi.org/10.1016/ j.ecoenv.2018.03.048

49